• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beli sebagian masyarakat golongan berpenghasilan rendah. sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan 21 m.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beli sebagian masyarakat golongan berpenghasilan rendah. sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan 21 m."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perumahan dan Pemukiman 2.1.1. Pengertian Rumah Sangat Sederhana

Program pembangunan rumah sangat sederhana (RSS) adalah program yang ditetapkan untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan rumah dan mengurangi kesenjangan sosial, karena harganya disesuaikan dengan daya beli sebagian masyarakat golongan berpenghasilan rendah.

Secara garis besar perbedaan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana dapat dilihat dari segi:

1. Luas lahan bangunan berdasarkan tipe rumah sebagai contoh RS dengan tipe D36 dan RSS dengan tipe D21 yaitu RS D36 memiliki luas lahan bangunan seluas 36 m, sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan seluas 36 m, sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan 21 m.

2. Letak kamar mandi atau wc pada rumah (RS) dengan rumah sangat sederhana (RSS) berbeda di mana pada tipe rumah RS letaknya di dalam bangunan atau berada di dalam rumah dengan kata lain tidak terpisah sedangkan pada tipe rumah RSS letak kamar mandi atau WC adalah di luar atau terpisah dari bangunan.

3. Jumlah kamar pada rumah sederhana (RS) adalah dua kamar sedangkan pada rumah sangat sederhana hanya terdapat satu kamar.

(2)

2.1.2. Prospek Perumahan dan Pemukiman di Indonesia

Realisis pembangunan perumahan dan pemukiman dalam Pelita VI menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Baik Perum Perumnas, para pengembang swasta yang tergabung dalam organisasi Real Estate Indonesia (REI), maupun Koperasi, sama-sama menunjukkan komitmennya dalam mendukung program Pemerintah membangun RS dan RSS sebanyak 500.000 unit. Bahkan dalam perjalanannya, mereka menyanggupi untuk membangun 600.000 unit.

Sejak tahun 1991 hingga tanggal 31 Agustus 1997, realisasi pembangunan RS dan RSS sudah mencapai 669.363 unit. Perum Perumnas membangun 430.921 unit dan Pembangunan Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK) membangun 15.368 unit.

Dengan berpegang pada target Pelita VI, maka jumlah RS dan RSS yang dibangun tersebut telah melampaui sasaran yang ditetapkan Pemerintah. Dari ketiga pelaku pembangunan di atas, hanya Perum Perumnas yang belum melampaui target. BUMN di bawah Departemen Pekerjaan Umum ini baru mencapai 68,09% dari sasaran yang ditetapkan. Kenyataan ini antara lain disebabkan harga jual rumah yang dibangun Perum Perumnas berdasarkan ketentuan dari Pemerintah, dan lebih mengutamakan asas keterjangkauan bagi masyarakat strata bawah. Sementara harga jual tanah di daerah perkotaan terus meningkat, sehingga sulit mendapatkan tanah yang harganya sesuai untuk pembangunan RS dan RSS. Sebagai jalan keluar, Perum Perumnas mencari tanah di lokasi-lokasi yang belum berkembang, tetapi diketahui

(3)

memiliki prospek yang baik di masa-masa yang akan datang. Seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sulawesi.

Kurangnya pasokan ini berpengaruh pada timbulnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan (backlog) rumah. Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) mencatat pada tahun 2005 saja, backlog rumah mencapai 834.174 unit sampai sekarang, backlog perumahan sudah lebih dari 9 juta unit. Tidak hanya itu, ada sekitar 13 juta unit rumah yang dianggap tidak layak huni. Sementara kawasan permukiman perkotaan telah mencapai lebih dari 54.000 Ha. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2001-2005, Pemerintah mematok target pembangunan perumahan sebanyak 1.305.000 unit. Jumlah itu terdiri dari RSS sebanyak 1.265.000 unit, rumah susun sederhana sewa (rusunawa), sebanyak 60.000 satuan rumah susun (sarusun) dan rumah susun sederhana milik (rusunami) sebanyak 25.000 sarusun. Perkiraan kebutuhan perumahan berdasarkan jenis bangunan perumahan mengikuti aturan dasar pembangunan parumahan bagi pengembang yang ditetapkan Pemerintah. Aturan tersebut mengikuti pola 1:3:6.

Artinya pembangunan satu unit rumah mewah harus diikuti tiga rumah sederhana (RS), dan enam rumah sangat sederhana (RSS). Aturan ini sudah dilaksanakan di lapangan dan merupakan kebijakan Pemerintah dalam program pemerataan pembangunan khususnya pemerataan pembangunan perumahan.

2.1.3. Kebijakan Pemerintah tentang Perumahan

Kepada para pengembang yang membangun RS/RSS, Pemerintah telah mengupayakan agar mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang relatif

(4)

murah dibandingkan suku bunga pasar untuk membebaskan tanah. Kemudian biaya untuk mengurus sertifikat RSS dikurangi, hingga sekarang hanya Rp. 35.000. bahkan, biaya retribusi izin mendirikan bangunan RSS dihilangkan, setelah Menteri Negara Perumahan Rakyat melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Kemudian untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat, Pemerintah juga membarikan subsidi suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sehingga suku bunga KPR tahun 1991 untuk; RS dan RSS tipe 21 dan tipe 36 menjadi; RS tipe 21 menjadi 11%; dan RS tipe 36 menjadi 14%, sedangkan untuk rata-rata harga rumah sederhana tipe

RS 36 sekitar Rp. 8.500.000,00 dan rumah sangat sederhana tipe 21 sekitar Rp. 6.500.000,00. Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan program bantuan

perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Secara garis besar masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut adalah masyarakat yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 1,3 juta per bulan. Pada masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp. 1,3 juta per bulan diharapkan dapat mengikuti mekanisme pasar, artinya dapat mengembalikan semua biaya investasi penyelenggaraan rumah sangat sederhana tanpa bantuan subsidi Pemerintah.

Dengan demikian, pada segmen pasar ini sepenuhnya dapat menarik minat kemitraan dari masyarakat dan swasta untuk membiayai pengadaannya.

Bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah (Rp. 500.000 – Rp. 850.000) dan (Rp. 850.000 – Rp. 1.3000.000) Pemerintah merencanakan tidak

membebani untuk pengembalian lahan, namun demikian sebagai segmen pasar ini masih menarik kemitraan masyarakat dan swasta. Masalah penyediaan lahan perlu

(5)

diatur melalui kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan. Lahan yang dipergunakan milik Pemerintah, masyarakat (kelompok atau individual) maupun milik swasta. Pada kelompok ini tidak mungkin diterapkan tarif seperti kelompok di atasnya, akan tetapi perlu dikembangkan tarif kombinasi yang dapat menampung masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Pada segmen pasar ini dimungkinkan pula penerapan tarif murah, bila tanah yang dipergunakan adalah milik Pemerintah dan investasi pembiayaannya menggunakan sumber dana Penyertaan Modal Negara.

Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000 dan (Rp. 350.000 – Rp. 500.000) setiap bulannya, diterapkan kredit yang relatif sangat murah dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Dengan demikian kelompok masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh hunian yang layak.

Keberhasilan pembangunan perumahan tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah, khususnya Kantor Menteri Perumahan Rakyat yang terus berupaya secara aktif meningkatkan intensitas kegiatan monitoring, rapat koordinasi bersama Pemerintah Daerah dan pelaku pembangunan perumahan dengan semangat kemitraan, yang hasilnya cukup efektif dan dapat memacu aktivitas para pelaku pembangunan perumahan.

(6)

2.2. Teori Permintaan

Teori permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang (cateris paribus) maka makin banyak jumlah barang yang diminta. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang (cateris paribus) maka makin sedikit jumlah barang yang diminta.

2.2.1. Teori dan Hukum Permintaan

Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara banyak faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini:

1. Harga barang itu sendiri, (P) berhubungan negatif terhadap permintaan barang tersebut, sesuai dengan hukum permintaan.

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut. 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat.

5. Cita rasa masyarakat. 6. Jumlah penduduk.

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Hukum permintaan menjelaskan sifat keterikatan diantara permintaan sesuatu barang dengan harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan semakin rendah harga suatu barang, makin banyak barang yang diminta (Sukirno, 2004).

(7)

2.2.2. Hukum Penawaran dan Permintaan

1. Kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan baik pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.

2. Penurunan permintaan menyebabkan penurunan baik pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.

3. Kenaikan penawaran menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan mempengaruhi kuantitas ekuilibrium.

4. Penurunan penawaran menyebabkan kenaikan harga ekuilibrium dan menyebabkan penurunan kuantitas ekuilibrium.

Pemilik sumber daya akan menawarkan sumber dayanya kepada alternatif dengan pembayaran tertinggi, hal lain diasumsikan sama. Seperti permintaan dan penawaran untuk barang dan jasa akhir, pengeluaran dan pemasukan sumber daya tergantung pada keinginan dan kemampuan pembeli serta penjual untuk berpartisipasi dalam pertukaran pasar. Pasar akan bergerak menuju tingkat upah ekuilibrium atau harga pasar (Richard G. Lipsey & Peter O. Steiner Douglas, 2000).

Kuantitas yang diminta adalah jumlah produk yang akan dibeli rumah tangga dalam suatu periode tertentu jika rumah tangga tersebut dapat memenuhi semua yang diinginkan dengan harga pasar terkini (William A. Checern, 2002).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, ceteris paribus. Kurva mempunyai lereng (slope) yang negatif, yang menunjukkan bahwa jumlah yang diminta (the quantity demanded) naik dengan turunnya harga. Setiap titik pada kurva permintaan menunjukkan suatu kombinasi

(8)

tunggal antara harga dengan kuantitas hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1, kurva permintaan. Sumbu horizontal dengan tanda Q/t (Quantity permit of time) vertikal adalah sumbu harga (price) dengan tanda P (Karl E Case & Ray C, 2003).

P

Q Gambar 2.1. Kurva Permintaan

Kurva permintaan di atas dibuat dengan asumsi bahwa faktor lainnya tetap, tetapi apa yang terjadi jika faktor lainnya berubah yang sebenarnya memang akan selalu terjadi.

Perubahan setiap variabel yang sebelumnya dipertahankan konstan akan menggeser kurva permintaan itu keposisinya yang baru. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 kurva permintaan akan bergeser ke kanan atau ke kiri, berikut kalau terdapat perubahan-perubahan ke kanan/ke kiri permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor bukan harga. Jika pendapatan konsumen meningkat pada harga tetap, jumlah barang yang diminta naik, di mana P tetap sebesar P1, akibat dari kenaikan pendapatan, kurva D bergeser ke kanan menjadi D1, dan jumlah barang yang diminta naik dari q menjadi q1.

Sekiranya harga barang lain, pendapatan konsumen dan faktor bukan harga lainnya mengalami perubahan, kenaikan ini akan menaikkan permintaan, yaitu; pada setiap tingkat harga, jumlah yang diminta menjadi bertambah banyak.

(9)

Gambar 2.2. Kurva Pergeseran Permintaan

Pergeseran kurva D menjadi D1. Titik Q menggambarkan bahwa pada harga P jumlah yang diminta adalah q sedangkan titik Q1 menggambarkan bahwa pada harga P jumlah yang diminta adalah q1. Dapat dilihat bahwa q1>q dan berarti kenaikan pendapatan menyebabkan pada harga P, permintaan pertambahan sebesar qq1. Ini menunjukkan bahwa apabila kurva permintaan bergeser ke sebelah kanan maka pergeseran itu menunjukkan pertambahan dalam permintaan, atau sebaliknya pergeseran kurva permintaan ke sebelah kiri berarti bahwa permintaan telah berkurang.

Permintaaan Pasar suatu barang dapat dilihat dari dua sudut, permintaan yang dilakukan oleh seorang individu tertentu, dan permintaan yang dilakukan oleh semua orang di dalam pasar. Oleh karena di dalam analisis perlulah dibedakan antara permintaan perseorangan dan kurva permintaan pasar.

D1 D D2 q1 q q2 p1 p

(10)

2.2.3. Elastisitas Permintaan

Yang dimaksudkan dalam istilah elastisitas permintaan adalah perbandingan diantara persentasi perubahan jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga yang dinamakan koefisien elastisitas permintaan. Koefisien tersebut adalah suatu angka penunjuk yang menggambarkan sampai berapa besar perubahan jumlah barang yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga.

Secara matematis hubungan tersebut dapat dijadikan sebagai fungsi berikut: Qd =F (P). Namun di dalam bertingkah laku, permintaan tidaklah sesederhana itu, karena jumlah permintaan selagi tergantung dari harga tersebut, juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, selera konsumen, harga barang substitusi dan pengaruh non konsumen lainnya. Dengan demikian hubungan tersebut dapat dibuat secara matematis: Qdx = F (X1,X2,X3,X4,...Xn)

2.3. Suku Bunga Kredit

2.3.1. Pengertian dan Teori tentang Bunga Kredit

Yang dimaksud dengan bunga kredit adalah suatu jumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah Bank, bagi pengusaha kredit berarti si nasabah memerlukan suatu likuiditas untuk kegiatan usahanya.

Suku Bunga Kredit Perumahan (KPR) adalah tingkat Suku Bunga Kredit yang ditentukan oleh pihak Bank berdasarkan Tingkat Suku Bunga Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) yaitu dihitung dalam satuan persen.

(11)

Menurut Keynes, bunga itu adalah pengganti dari pengorbanan likuiditas. Menurut Keynes bunga uang ditentukan oleh preferensi likuiditas (liquidity preference) atau jumlah uang. Likuiditas uang disebabkan 3 hal:

1. Transaction motive, di mana orang membutuhkan uang untuk melakukan transaksi pembayaran sehari-hari.

2. Precautionary motive, di mana orang ingin mempunyai persediaan uang untuk menghadapi peristiwa yang tidak terduga.

3. Speculative motive, di mana orang ingin mempunyai uang mencari

keuntungan dengan cara spekulasi. 2.3.2. Faktor Penentuan Tingkat Bunga

Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan tingkat suku bunga adalah:

1. Keadaan pasar uang, jika jumlah uang yang beredar terus meningkat maka tingkat bunga perlu dinaikkan.

2. Degree of risk, kredit mengandung resiko tertentu sehingga perlu dipertimbangkan. Dalam pertimbangan resiko perlu diperhatikan mengenai jangka waktu, nilai jaminan yang disediakan dan prospek usaha nasabah. 3. Kebutuhan dana, faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan,

yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila Bank kekurangan dana, sementara permohonan peminjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh Bank untuk memenuhi hal tersebut adalah dengan meningkatkan suku bunga.

(12)

4. Target laba yang diinginkan, hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga.

5. Kualitas jaminan, semakin liquid jaminan yang diberikan, maka semakin besar kredit yang diberikan.

6. Persaingan dalam merebut kredit yang diberikan untuk masyarakat selain memperhatikan faktor promosi, Bank juga harus memperhatikan pesaing. 2.3.3. Pemberian Kredit

Pemberian kredit oleh Bank khususnya Bank milik Pemerintah dilaksanakan sesuai kebijakan Pemerintah yang telah ditentukan. Secara teknis sebelum dilakukan pemberian kredit, Bank terlebih dahulu akan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Keadaan dalam Bank sendiri.

2. Posisi likuiditas merupakan momentum yang secara minimal didasarkan atas ketentuan Bank Sentral (cash ratio). Hal ini dapat dilihat dari cadangan wajib minimum yakni perbandingan antara alat liquid yang dikuasai dengan kewajiban yang harus segera dibayar atau sering juga disebut dengan Reserve Requiremen (RR).

3. Keadaan di luar Bank (calon nasabah).

4. Setelah penilaian keadaan intern Bank tersebut di atas memungkinkan Bank untuk memberikan kredit, maka diadakan penilaian atas calon nasabah. Penilaian ini sangat penting untuk dilakukan karena pihak Bank sendiri tidak mau menderita kerugian.

(13)

Pada tahap penelitian ada lima hal yang lazim digunakan oleh perbankan yang dikenal dengan istilah 5 C diantaranya:

1. Character (kepribadian/watak)

Karakter lebih banyak menyangkut tanggung jawab moral calon debitur dalam upaya untuk membayar kembali jumlah pokok pinjamannya.

2. Capital (modal/keyakinan)

Modal menyangkut kondisi keuangan nasabah secara riil di dalam hal ini modal adalah kemampuan dari nasabah, secara nyata yaitu memiliki alat pengukur yaitu uang.

3. Capacity (kemampuan/kesanggupan)

Merupakan gambaran kesanggupan pemohon kredit pemimpin dan mengendalikan perusahaannya dengan baik menunjukkan kemungkinan untuk dapat ditetapkan oleh Bank.

4. Collateral (harta/kekayaan)

Harta kekayaan merupakan jaminan yang dapat diberikan oleh pemohon kredit. Harta benda meminjam menjadi kepastian dari Bank untuk menerima kembali uang yang dipinjamkan, berhubung Bank dapat menjualnya kembali untuk memperoleh kembali uangnya apabila penerima kredit tidak mampu melunasi kreditnya.

(14)

5. Condition (kondisi ekonomi)

Faktor kondisi merupakan faktor yang ekstren yang secara tidak langsung mempengaruhi usaha calon denitur, terutama dari pasangan bisnis yang semakin tajam.

2.4. Inflasi

Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik atau meningkat secara umum dan terus-menerus.

2.4.1. Penggolongan Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan inflasi, dan penggolongan yang dipilih adalah tergantung pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Ada beberapa macam inflasi:

1. Inflasi ringan (di bawah 10%) dalam setahun. 2. Inflasi sedang (antara 11% - 30%) dalam setahun. 3. Inflasi berat (antara 31% - 100%) dalam setahun. 4. Hiperinflasi (di atas 100%) dalam setahun.

Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan tergantung pada selera kita untuk menamakannya. Kita tidak bisa menentukan parah tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut inflasi saja, tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut.

Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal inflasi. Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi:

(15)

1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat yang disebut dengan demand inflation.

2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi yang disebut dengan cost inflation.

2.4.2. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi di mana masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing-masing-masing bukan merupakan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori Inflasi tersebut adalah:

1. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).

2. Teori Keyness

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya.

3. Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi, dibedakan menjadi:

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Inflasi ini timbul karena adanya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, gagal panen, dan sebagainya.

(16)

b. Teori strukturalis

Teori ini memberikan tekanan pada keterangan (rigidities) dari struktur perekonomian negara-negara yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dari faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradural dan dalam jangka waktu panjang), maka teori ini dapat disebut teori inflasi jangka panjang.

2.5. Konsep Produk Domestik Regional Bruto 2.5.1. Pendapatan Regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestic regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income recipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut.

2.5.2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu yang bersangkutan.

(17)

2.5.3. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan semestinya adalah pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Angka pendapatan perkapita dinyatakan dengan harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan perkapita dinyatakan dengan harga berlaku maupun harga konstan tergantung pada kebutuhan. Dalam perhitungan PDRB jumlah penduduk yang dibagi adalah jumlah penduduk akhir tahun sebelumnya ditambah dengan jumlah penduduk awal tahun dibagi dua.

2.5.4. Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapat dibagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendapatan pengeluaran.

Metode tidak langsung adalah penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal, sebagai alokatornya.

(18)

A. Metode Langsung 1. Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk mamperkirakan nilai Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.

a. Pertambangan dan penggalian. b. Industri pengolahan.

c. Listrik, gas dan air bersih. d. Bangunan.

e. Perdagangan, hotel dan restoran. f. Pengangkutan dan komunikasi.

g. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. h. Jasa-jasa.

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang

(19)

diterima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk:

a. Konsumsi rumah tangga.

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung. c. Konsumsi pemerintahan.

d. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi. e. Perubahan stok.

f. Ekspor netto.

Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Perubahan stok adalah selisih antar awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

B. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan

(20)

mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu:

a. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan.

b. Jumlah produksi fisik. c. Penduduk.

d. Tenaga kerja.

e. Alokator tidak langsung lainnya.

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentasenya masing-masing bagian provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor.

2.6. Konsep Penduduk 2.6.1. Dinamika Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara terus menerus akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Sementara itu migrasi berperan yaitu “imigran” atau pendatang akan menambah dan “migran” akan mengurangi jumlah penduduk.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh empat komponen yaitu: Kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk

(21)

(imigration) dan migrasi keluar (migration). Selisih antara kelahiran dan kematian disebut “reproductive change” (perubahan reproduktif) atau “natural increase” (pertumbuhan alamiah). Selisih antara imigration dan (migration disebut “net-migration”) atau migrasi netto.

2.7. Peneliti Terdahulu

A. Arfis (2004) menulis tentang “Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Sumatera Utara”. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan tujuan penelitian, untuk mengetahui pengaruh pembangunan perumahan terhadap tingkat sosial ekonomi masyarakat di Sumatera Utara.

Nasrah Panjaitan, (2005) dengan judul Penelitian “Analisa Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga terhadap Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah, Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Medan”.

Kredit Pemilikan Rumah merupakan fasilitas untuk membeli rumah dengan cara kredit pada Bank, dan dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel ekonomi, antara lain Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga terhadap Kredit Kepemilikan Rumah.

Hasil analisis ini membuktikan bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kredit Pemilikan Rumah, sedangkan Suku Bunga berpengaruh negatif terhadap Kredit Kepemilikan Rumah. Zakaria (2005) menulis tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Rumah Susun di Kota Jakarta”.

(22)

Akibat dari keterbatasan lahan di Kota Jakarta, Pemda DKI Jakarta, membantu masyarakat menyediakan rumah susun. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa Pendapatan, Subsidi Pemda, tingkat bunga dan jumlah penduduk sangat berpengaruh (signifikan) terhadap permintaan rumah susun di Kota Jakarta.

2.8. Kerangka Konseptual

Untuk penjelasan lebih lanjut penulis mencoba membuat suatu kerangka pemikiran yang menjelaskan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu skema sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Pendapatan Regional

(X2)

Jumlah Rumah Tangga (X3) Tingkat Inflasi (X4) Permintaan Rumah Sangat Sederhana (RSS) (Y) Tingkat Harga Rumah

Sangat Sederhana (X1)

(23)

2.9. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, di mana tingkat kebenarannya masih perlu diuji secara empiris.

Dari perumusan masalah di atas maka penulis memberikan hipotesis sebagai berikut:

1. Tingkat Harga Rumah Sangat Sederhana memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus. 2. Pendapatan Regional memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan

rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.

3. Jumlah Rumah Tangga memberikan pengaruh yang positif terhadap rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.

4. Tingkat inflasi memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.

Gambar

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Pendapatan Regional

Referensi

Dokumen terkait

Opsi ( option ) adalah suatu kontrak yang mem beri kan pemegang opsi suatu hak tetapi bukan kewajiban untuk membeli atau menjual suatu aset yang mendasari pada harga tertentu

Solusi penggantian pencegahan optimal komponen diperoleh dengan menerapkan data dari PD Kebersihan wilayah Bandung Timur yang mengoperasikan 7 unit truk sampah dan

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Pada kawasan tersebut terjadi genangan setinggi sekitar 40–60 cm dengan lama genangan 4-8 jam yang diakibatkan air dari saluran

Yang ingin kami tanyakan adalah apakah dalam pengajuan minat tersebut mesti include ke dua (2) program tersebut atau bisa satu point saja.. There are two categories under this

Berbeda dengan penelitian Habbe dan Hartono (2001) yang menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan penjualan dan laba perusahaan prospector lebih besar dibanding

Pada umumnya sumber air yang digunakan pada sistem, ini adalah, air yang berasal dan pipa cabang sistem penyediaan air minum secara kolektif (dalam hal ini

Bermani Ulu Raya, Perda No.5/2005 Bangun Jaya Menjadi wil.. Bermani Ulu Raya, Perda No.5/2005 Babakan Baru

Perlakuan 2, yaitu pada perhitungan kestabilan saluran dengan kondisi debit saluran, lebar saluran, tinggi aliran dan kemiringan saluran sesuai dengan gambar rencana / shop