• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PERENCANAAN ELEMEN MESIN I MERANCANG POROS GARDAN DAN JOINT PADA TRUK DENGAN KAPASITAS 5 TON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS PERENCANAAN ELEMEN MESIN I MERANCANG POROS GARDAN DAN JOINT PADA TRUK DENGAN KAPASITAS 5 TON"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

MERANCANG POROS GARDAN DAN JOINT

PADA TRUK DENGAN KAPASITAS 5 TON

DISUSUN OLEH :

Nama : Triyono Wibowo

NRP : 112100019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

SERPONG

2014

(2)

Yang bertanda tangan dibawah ini, menerangkan bahwa : Nama : Triyono Wibowo

NRP : 112100019

Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia, Program Studi Teknik Mesin telah menyelesaikan Tugas Perencanaan Elemen Mesin dengan judul :

“Merancang Poros Gardan Dan Joint Pada Truk Dengan Kapasitas 5 Ton”

Dengan nilai : A B C D E Dengan angka : (………...)

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Serpong, 17 Januari 2014

Mengesahkan

(3)
(4)
(5)

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Elemen Mesin I dengan judul “Merancang Poros Gardan Dan Joint Pada Truk Dengan Kapasitas 5 Ton” tepat pada waktunya.

Penulisan Tugas Perencanan Elemen Mesin I ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dari empat tugas perencanaan yang antara lain merupakan syarat pengambilan tugas akhir. Dengan penyusunan tugas ini diharapkan para mahasiswa / mahasiwi jurusan teknik mesin dapat menganalisa prinsip kerja dari elemen mesin pada suatu konstruksi mesin.

Penulisan tugas ini sebenarnya masih jauh dari sempurna dalam penyajiannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya masukan dan saran-saran yang membangun, agar pembuatan tulisan yang akan dating menjadi lebih baik.

Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis. Semoga apa yang telah diberikan mendapat balasan dari-Nya.

Kemudian penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Yth : 1. Dr. Ing. Putu M Santika, selaku dosen pembimbing Tugas Perencanaan

Elemen Mesin I sekaligus koordinator tugas perencanaan. 2. Orang tua penulis yang telah membrikan segalanya. 3. Rekan-rekan Mahasiswa jurusan teknik mesin.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga Tugas Perencanan Elemen Mesin I ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta bagi penulis sendiri, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Penulis,

(6)

Lembar Pengesahan ………. i

Surat Tugas ………. ii

Formulir Absensi ………... iii

Kata Pengantar ………... iv Daftar Isi ………. v BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1 1.1 Latar Belakang ……….. 1 1.2 Tujuan Perancangan ……….. 2 1.3 Metodologi ……… 3

1.4 Ruang Lingkup Kajian ……….. 3

1.5 Sistematika Pembahasan ………... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ……….... 5

2.1 Prinsip Kerja Poros ………... 5

2.1.1 Klasifikasi Poros ……… 5

2.1.2 Poros Propeller Pada Kendaraan ……….……….. 8

2.2 Universal Joint ……….. 9

2.2.1 Solid Joint ……… 10

2.2.2 Flexible Joint ………... 12

(7)

2.3.1 Kekuatan Poros ……… 17

2.3.2 Kekakuan Poros ………... 17

2.3.3 Puntiran Kritis ……….. 18

2.3.4 Korosi ……….. 18

2.3.5 Bahan Poros ………. 18

2.4 Perumusan Masalah Perancangan Poros Propeller ………. 19

2.5 Rumusan Perhitungan ………. 21

2.5.1 Momen Puntir ……….. 21

2.5.2 Tegangan Geser yang Diizinkan ……….. 22

2.5.3 Diameter Poros ……… 24

2.5.4 Diameter Universal Joint ………. 25

BAB III. PERHITUNGAN ………... 28

3.1 Perhitungan Poros Propeller ………... 28

3.1.1 Data Spesifikasi Mesin ……… 28

3.1.2 Torsi (T) ………... 28

3.1.2.1 Torsi yang terjadi ……….. 29

3.1.3 Perhitungan Poros ……… 29

3.1.3.1 Tegangan Geser yang Dijinkan ……… 29

3.1.3.2 Perhitungan Diameter Poros ………. 29

3.2 Perhitungan Spider untuk Universal Joint ……….. 31

3.2.1 Tegangan Lentur yang Diijinkan ………. 31

3.2.2 Dimensi Spider ……… 31

(8)

4.2 Kesimpulan ………. 34 Daftar Pustaka ………... 35 Lampiran ………... 36

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tugas Perencanan Elemen Mesin I ini merupakan pengaplikasian dari materi kuliah ke dalam permasalahan yang sebenarnya. Didalam Laporan ini berisi tentang penentuan bahan dan dimensi dari poros propeller suatu truk berkapasitas 5 Ton dengan pembanding Hino Dutro 110 SD. Penentuan bahan ini dilakukan untuk dijadikan tolak ukur sebagai bahan pertimbangan, bahan pertimbangan ini berdasarkan dengan beberapa teori dasar dan hasil dari analisa serta kesimpulan yang diperoleh dari hasil percobaan.

Poros merupakan salah satu elemen mesin yang memegang peranan penting sebagai penerus daya bersama-sama dengan putaran. Oleh karena itu poros harus dirancang melalui suatu perhitungan sesuai dengan beban yang akan dialaminya. Pemilihan bahan yang digunakan sebuah komponen akan menjadi pertimbangan yang mendasar untuk menentukan dimensi sebuah poros yang akan menerima pembebanan.

Dalam hal ini penulis mengambil judul poros propeller, dikarenakan penulis telah mengetahui hal-hal yang apa saja yang dibutuhkan untuk merancang ulang poros tersebut dan telah mengetahui peran penting dari poros gardan.

Sebenarnya alat ini tidak hanya digunakan pada truk saja, akan tetapi alat ini digunakan disemua mobil bahkan kereta api pun menggunakan alat ini sebagai penerus daya yang mengalami beban puntir murni.

Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan poros propeller ini, diantaranya adalah penentuan bahan, dimensi yang sesusai, kegunaanya dan lain-lain. Tetapi dalam makalah ini hanya memusatkan pembahasan pada perancangan untuk komponen-komponen dari poros ini.

Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulang, jika poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya maka akan terjadi

(10)

kejutan pada saat mulai atau sedang berputar. Beban tersebut dapat dianalisa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan teori yang tersirat dalam laporan ini.

Dalam pelaksanaan suatu tugas perencanaan elemen mesin diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menunjang keberhasilan suatu perancangan. Selanjutnya diperlukan pula dasar-dasar perancangan serta pengalaman, sehingga dapat dihasilkan rancangan elemen mesin yang cukup berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini semua diperlukan karena mengingat banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan, baik dari segi fungsi, kegunaan, konstruksi, maupun segi keamanan.

1.2 Tujuan Perancangan

Pada Tugas Perencanan Elemen Mesin I ini akan dibahas penentuan dimensi utama poros propeller suatu truk berkapasitas 5 Ton. Tujuan yang akan dicapai adalah untuk menghitung :

 dimensi poros

dimensi universal joint

Dimana perancangan dilakukan sesuai dengan jenis bahan dan pembebanan yang dialami.

(11)

1.3 Metodologi

Metodologi penyusunan yang dipakai adalah Metodologi Deskriptif yang teknik operasionalnya sebagai berikut :

 Observasi : Pengamatan secara langsung elemen-elemen atau komponen propeller sebagai studi komparatif dari studi literatur yang telah didapat saat kuliah dengan kenyataan sebenarnya.

 Interview : Tanya jawab atau wawancara dengan orang-orang yang lebih mengetahui secara teknis seputar poros gardan.

Studi Literatur : Mempelajari literatur yang berhubungan dengan masalah terkait yang didapat dari dokumen-dokumen, buku-buku ataupun internet sebagai referensi.

1.4 Ruang Lingkup Kajian

Dalam laporan ini ada batasan masalah yang meliputi parameter-parameter sebagai berikut :

- tegangan geser yang diijinkan - momen puntir poros

- dimensi poros

- tegangan geser yang terjadi pada poros - tegangan lentur yang diijinkan

- momen lentur universal joint - dimensi universal joint

(12)

1.5 Sistematika Pembahasan

BAB I : Pendahuluan, memberikan gambaran latar belakang dipilihnya

poros sebagai obyek perancangan.

BAB II : Landasan Teori, teori dasar tentang poros berdasarkan jenis

pembebanannya, menjelaskan hal-hal yang penting dalam perencanaan berupa penurunan rumus serta bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan poros dan cara kerja dari poros itu sendiri.

BAB III : Perhitungan, membahas perhitungan dalam perancangan. BAB IV : Penutup, membahas analisa dan kesimpulan dari hasil

(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Kerja Poros

Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama–sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

Poros propeller atau yang disebut juga poros gardan bekerja untuk meneruskan daya putaran dari transmisi ke diferensial dalam keadaan tidak dalam satu garis lurus. Dan putaran diteruskan dari transmisi ke poros propeller dan dari poros propeller ke diferensial melalui universal joint, universal joint berfungsi untuk meneruskan daya putaran yang dalam keadaan tidak satu garis.

2.1.1 Klasifikasi Poros

Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut :

Poros Transmisi

Poros tersebut mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai dan lain–lain. Contoh pada mesin yang mengalami beban puntir murni yaitu gardan.

(14)

Gambar 2.2 Poros Roda Gigi

Poros Spindel

Poros spindel merupakan poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel.

Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya kecil, sebab apabila deformasinya besar benda kerja tidak akan silindris. Serta bentuk dan ukuran harus teliti. Poros spindel berhubungan langsung dengan benda kerja.

(15)

Gambar 2.3 Poros Spindel

Poros Gandar

Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali digerakkan oleh penggerak mula dimana mengalami beban puntir juga. Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dan lain-lain. Poros luwes untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan dari perubahan arah, dan lain-lain.

(16)

2.1.2 Poros Propeller Pada Kendaraan

Poros propeller memindahkan tenaga dari transmisi ke diferensial transmisi yang umumnya terpasang pada rangka sasis, sedangkan diferensial dan sumbu belakang disangga oleh suspensi sejajar dengan roda belakang. Oleh sebab itu posisi diferensial terhadap transmisi selalu berubah-ubah pada saat kendaraan berjalan, sesuai dengan permukaan jalan dan ukuran beban poros propeller.

Poros propeller dibuat sedemikian rupa agar dapat memindahkan tenaga dari transmisi ke diferensial dengan lembut tanpa dipengaruhi akibat adanya perubahan-perubahan tadi.

Untuk tujuan ini universal joint dipasang pada setiap ujung, fungsinya untuk menyerap perubahan sudut dari suspensi. Selain itu sleeve yoke bersatu untuk menyerap perubahan antara transmisi dan diferensial.

Gambar 2.5 Perubahan Transmisi Dan Diferensial

Pada umumnya poros propeller dibuat dari tabung pipa baja yang memiliki ketahanan terhadap gaya puntiran atau bengkok. selain itu dipilih tabung pipa baja di karenakan luas penampang yang di perlukan lebih kecil

(17)

keseimbangan pada waktu berputar.

Pada umumnya poros propeller terdiri dari satu pipa yang mempunyai dua penghubung yang terpasang pada kedua ujung berbentuk universal joint. Tipe poros propeller dua bagian dengan tiga joint kadang-kadang menggunakan bearing tengah yang bertujuan untuk mengurangi getaran dan bunyi.

2.2 Universal Joint

Universal joint, U joint, Cardan joint, Hardy-Spicer joint, atau Hooke joint adalah joint dalam sebuah batang kaku yang dimungkinkan batang tersebut membengkok dalam segala arah, dan umumnya digunakan pada rotary shaft ( poros yang berputar ) yang mengirimkan gerakan ( putaran ). Terdiri dari sepasang engsel terletak berdekatan, berorientasi pada 90° untuk satu sama lain, dan dihubungkan dengan poros salib.

(18)

2.2.1 Solid Joint

Fungsi universal joint ialah untuk meredam bahan sudut dan untuk melembutkan perpindahan tenaga dari transmisi ke diferensial. Universal joint ada dua tipe : universal joint solid bearing cup yang dapat dibongkar dan universal joint seal bearing cup yang tidak dapat dibongkar.

Gambar 2.7 Solid Joint

Kondisi jalan mempengaruhi kerja suspensi dan berakibat pada posisi diferenSial selalu berubah-ubah terhadap transmisi. Universal joint dipakai untuk mengatasi kondisi tersebut agar poros selalu dapat berputar dengan lancar, sehingga universal joint harus mempunyai syarat : dapat mengurangi resiko kerusakan propeller saat poros bergerak naik / turun, tidak berisik atau berputar dengan lembut, konstruksinya sederhana dan tidak mudah rusak. Jadi universal joint berfungsi untuk melembutkan pentransfer tenaga dari transmisi ke diferensial. Dimana konstruksi dari universal joint dimungkinkan berputar lembut dan tidak mudah rusak. Tipe ini disebut juga Hook Joint :

(19)

Gambar 2.8 Konstruksi Hook Joint

Pada umumnya poros propeller menggunakan konstruksi tipe ini, karena selain konstruksinya yang sederhana tipe ini juga berfungsi secara akurat dan konstan. Konstruksi hook joint adalah seperti gambar di atas. Ada dua tipe hook joint yaitu shell bearing cup type dan solid bearing cup type. Pada tipe shell bearing cup universal joint tidak bisa dibongkar sedangkan pada tipe solid bearing cup bisa dibongkar. Ilustrasi konstruksi kedua tipe universal joint tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

(20)

Gambar 2.10 Konstruksi hook joint tipe solid bearing cup

2.2.2 Flexible Joint

Flexible joint terdiri dari karet kopling yang keras yang diletakkan diantara dua yoke berbentuk kaki tiga. Selama flexible joint tidak menghasilkan gesekan akan berputar lembut tanpa diperlukan pelumasan.

(21)

2.2.3 Constant Velocity Joint

Constant velocity joint mempunyai keuntungan memindahkan putaran dan momen lebih lembut, dan mempunyai kerugian mahal karena desainnya kompleks. Oleh karena itu jarang dipakai untuk penyambungan poros propeller, tetapi lebih sering dipakai pada poros penggerak depan dari kendaraan penggerak roda depan atau poros penggerak belakang dari kendaraan dengan suspensi belakang independent.

Gambar 2.12 Constant Velocity Joint

2.2.4 Penghubung Bola Peluru (Pot Joint)

Kemampuan sudut dapat meneruskan tenaga/putaran pada sudut maksimum 50o (rata – rata 30o). Penggunaan Pada suspensi independent. Pada rigrid axle depan dengan penggerak roda (4 wheel drive). Sifat-sifat kerjanya lebih stabil (konstan).

(22)

Gambar 2.13 Penghubung Bola Peluru (Pot Joint) 2.2.5 Trunion Joint

Model ini berusaha menggabungkan tipe hook joint dan slip joint, namun hasilnya masih dibawah slip joint sendiri, sehingga jarang digunakan. Konstruksinya dapat dilihat pada gambar disamping.

Gambar 2.14 Trunion Joint 2.2.6 Slip Joint

Bagian ujung poros propeller yang dihubungkan dengan poros output transmisi terdapat alur-alur untuk pemasangan slip joint. Hal ini

(23)

Gambar 2.15 Slip Joint

2.2.7 Center Bearing

Center bearing terdiri dari rubber bushing yang melindungi bearing dimana gerakannya menahan poros propeller. Rubber bushing juga berfungsi untuk mencegah getaran yang mencapai bodi kendaraan. Dan hasilnya getaran atau bunyi dari poros propeller pada kecepatan tinggi dapat dikurangi seminimal mungkin.

Gambar 2.16 Center Bearing

Sebagai perbandingan untuk sasaran tugas perencanaan maka dipilihlah Hino Dutro 110 SD yang merupakan truk roda empat kategori kecil

(24)

buatan PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia. Tidak seperti truk kategori lain yang mempunyai volume silinder dan kapasitas angkut yang lebih besar, jenis mesin yang di produksi oleh Hino untuk varian 110 SD yaitu 4009 cc dengan kapasitas beban angkut mencapai 5200 Kg (5,2 Ton). Hal ini disebabkan karena Hino memang membuat segmen pasar untuk kendaraan angkut dengan kapasitas kecil yang lebih efisien dan ekonomis.

Gambar 2.17 Hino Dutro 110 SD

Karena Hino Dutro 110 SD merupakan kelas light truck atau bahasa umumnya truk kategori kecil, pada dasarnya hanya mempunyai 1 bagian poros propeller yang langsung menyalurkan tenaga gerak dari transmisi ke poros propeller dan meneruskannya ke diferensial belakang (gardan).

(25)

Gambar 2.18 Beberapa bentuk poros propeller pada kendaraan 2.3 Hal-Hal Penting Dalam Merancang Poros

Untuk merencanakan sebuan poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.

2.3.1 Kekuatan Poros

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur, ada juga poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti pada poros turbin.

Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertingkat) atau bila poros mempunyai alur pasak harus diperhatikan, sehingga sebuah poros harus cukup kuat menahan beban yang terjadi pada poros tersebut.

2.3.2 Kekakuan Poros

Meskipun sebuah poros memiliki kekuatan yang cukup, tetapi jika lenturan defleksi puntirannya melebihi batas yang diizinkan maka akan mengakibatkan ketidaktelitian misalnya pada mesin perkakas atau getaran suara pada turbin dan gear box. Karena itu disamping kekuatan juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan menggunakan poros tersebut.

(26)

2.3.3 Puntiran Kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa. Hal ini bisa terjadi pada turbin, motor torak silinder, motor listrik dan lain–lain. Serta dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian lainnnya. Jika mungkin harus direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran kerja lebih dari putaran kritis.

2.3.4 Korosi

Bahan–bahan tahan korosi (termasuk plastik) dipilih untuk poros propeller dan pompa, bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian juga poros–poros yang terancam kavitasi dan poros–poros mesin yang berhenti lama, sampai baras–batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

2.3.5 Bahan Poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinishing, yaitu baja karbon konstruksi mesin yang dihasilkan dari igot yang di – kill (baja yang dioksidasi dengan ferro silikon dan dicor)

Meskipun demikian kelurusan poros ini agak kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya diberi alur pasak dan adanya tegangan sisa dalam terasnya. Penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah.

Poros untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang tahan terhadap keausan.

(27)

b

karbon yang diberi perlakuan panas secara tepat untuk memperoleh kekuatan yang diperlukan. Pada tugas perencanaan ini diasumsikan baja yang digunakan adalah S 55 C, dengan kekuatan tarik sebesar 66kg/mm2

B

2.4 Perumusan Masalah Perancangan Poros Propeller

START

1. Daya yang ditransmisikan N (kW) Putaran poros n (rpm)

7. Diameter poros

d

o dan

d

i

6.Tegangan geser yang diizinkan 2. Faktor Koreksi fc

5.Bahan poros, faktor keamanan(Sf₁ dan Sf₂), Kekuatan tarik

σ

B(kg/mm2)

4. Momen rencana T (kg mm) 3. Daya rencana Pd(kW)

8. Tegangan geser yang terjadi

(28)

b

END

10.Momen Lentur (M) 9. Bahan poros, Kekuatan tarik

σ

B(kg/mm2), faktor keamanan (Sf₁), panjang spider STOP 12. Tegangan lentur yang terjadi 11.Diameter spider

(29)

2.5 Rumusan Perhitungan 2.5.1 Momen Puntir

Momen puntir harus dimengerti terlebih dahulu sebelum kita melangkah lebih jauh. Tujuannya adalah untuk menghindari penafsiran yang menganggap bahwa momen dan kerja itu sama. Secara matematis momen dan kerja adalah sama. Karena persamaan yaitu gaya dikalikan dengan jarak (F x R). Tetapi secara fisis kerja dan momen berbeda, dalam kerja lintasannya berupa garis lurus sedangkan dalam momen lintasannya harus tegak lurus.

Gambar 2.19 Potongan melintang sebuah poros

Momen puntir yang dialami pada poros dapat dilihat dari penurunan persamaan : ) (s Waktu Kerja(W) Daya  ……….(2.1)

Dimana kerja dalam satu putaran = F2r, jika dalam satu menit ada n putaran, maka daya dalam satu putaran adalah

n F r

N2   ………..(2.2)

Dengan mengkonversikan satuan menit ke detik maka diperoleh persamaan : n

(30)

60 2 r F n

N   ( Kg m/s ) ………..(2.3) Dari definisi momen puntir adalah gaya yang terjadi dikalikan dengan jarak,

R F T   ………..(2.4) maka : 102 ) 60 / 2 ( ) 1000 / (T n N    (kW) ………….(2.5) sehingga n Pd T 9,74105 (Kg.mm) ……… (2.6)

Untuk langkah koreksi pada N diambil fc sebagai faktor koreksi. faktor koreksi ini tergantung jenis daya yang ditransmisikan.

Tabel 2.1 Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan (fc)

Daya yang akan ditransmisikan Fc

Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal

1,2 – 2,0 0,8 – 1,2 1,0 – 1,5 Sumber: Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1978

Maka :

Pd = N . fc ………(2.7)

dimana :

Pd = Daya rencana (kW) N = Daya maksimum (kW)

(31)

2.5.2 Tegangan Geser yang Diizinkan

Tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dari berbagai cara, salah satu cara diantaranya dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf₁. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0 yang dinyatakan dengan ₂. Maka tegangan geser yang diizinkan dapat ditentukan dari persamaan:

a = B

₁. ₂ ………..(2.8)

dimana : a = tegangan geser yang diizinkan (Kg/mm2)

σ

B = kekuatan tarik yang dimiliki oleh suatu bahan

poros (Kg/mm2)

Sf₁ = faktor keamanan yang tergantung pada sifat dari bahan yang bersangkutan

Sf₂ = faktor keamanan yang tergantung pada kekasaran permukaan bahan yang bersangkutan.

(32)

Teg an ga n (s ) Regangan (e) syield smak si m um /u lti m at te Pa ta h sf su

= daerah tegangan geser yang diizinkan (a)

Gambar 2.20 Diagram tegangan-regangan tarik tipikal 2.5.3 Diameter Poros

Diameter poros dapat ditentukan dari hasil perhitungan tegangan geser yang diizinkan, dimana tegangan geser yang terjadi ≤ tegangan geser yang diizinkan.

Karena yang digunakan poros berongga persamaan menjadi ;

=

dimana J = 32(d4 d4)

(33)

Di Do

T = 16 ³(1 − )

tegangan geser yang terjadi,

= ³ (. ) ………....(2.9) ; = k

di = k.do di4= (k.do)4

maka ; domin

= (

.

.( ).

)

...(2.10)

Gambar 2.21 Potongan melintang poros berongga

dimana : do = diameter luar (mm) di = diameter dalam (mm)

k = harga perbandingan do dengan di T = Momen puntir

(34)

2.5.4 Diameter Universal Joint

Untuk mencari diameter universal joint kita harus menghitung poros salib penghubung atau spider yang dapat ditentukan dari hasil perhitungan tegangan lentur yang diizinkan, dimana tegangan lentur yang terjadi ≤ tegangan lentur yang diizinkan.

Dimana tegangan lentur yang diizinkan dapat ditentukan dari persamaan:

σ

ba= B

₁ ………(2.11)

Dimana :

σ

ba= tegangan lentur yang diijinkan (Kg/mm2)

σ

B= kekuatan tarik yang dimiliki oleh suatu bahan poros (Kg/mm2)

Sf₁ = faktor keamanan berdasarkan sifat bahan yang bersangkutan

Gambar 2.22 Spider

Dalam menghitung diameter spider harus diketahui dahulu besarnya momen puntir dari poros untuk mencari gaya (F) dengan rumus ;

(35)

Diasumsikan besarnya jarak lengan momen (Rm) adalah 1/3 dari

panjang spider (W), maka dengan rumus ;

Rm= ...(2.13)

Dengan demikian, maka besarnya momen lentur adalah;

M = F . Rm ………...….(2.14)

Lalu menentukan diameter spider untuk universal joint dari rumus;

M =

σ

b. ³

ds = .

. ....…...……(2.15)

dimana : T = Momen Puntir (Kg.mm) F = Gaya (Kg)

R = Jarak (mm)

Rm = Jarak Lengan Momen(mm) M = Momen Lentur (Kg.mm)

σ

b= Tegangan Lentur yang Terjadi (Kg/mm2)

σ

ba= Tegangan Lentur yang Diizinkan (Kg/mm2)

ds = Diameter Spider (mm)

Karena yang digunakan adalah poros pejal maka tegangan lentur yang terjadi dihitung dengan persamaan;

σ

b= .

(36)

BAB III

PERHITUNGAN

3.1 Perhitungan Poros Propeller 3.1.1 Data Spesifikasi Mesin

MESIN

Model : W04D - TP

Tipe : Diesel 4 Stroke, Direct Injection

Tenaga Maks : 110 PS pada 2800 Rpm

Momen Putir Maks : 29.0 Kgm pada 1800 Rpm

Jumlah Silinder : 4

Diameter x Langkah Piston : 104 mm x 118 mm

Isi Silinder : 4009 cc

TRANSMISI : Tipe 5 speeds Perbandingan Gigi ke-1 : 5.339 ke-2 : 2.792 ke-3 : 1.593 ke-4 : 1.000 ke-5 : 0.788 mundur : 5.339 rasio akhir : 4.625 KAPASITAS ANGKUT : 5200 Kg

(37)

N = 110 x 0,746 kW = 82 kW

Putaran mesin (input) pada 2800 Rpm. Karena daya yang dipakai adalah daya maksimum dan diteruskan ke roda belakang maka terjadi reduksi, sehingga faktor koreksi (fc) yang digunakan adalah 0,9.

Pd (Daya yang direncanakan) = N . fc = (82) . 0,9 = 73,8 kW

3.1.2.1 Torsi yang terjadi

n Pd T 9,74105 2800 8 , 73 10 74 , 9 5  T =25.671,857 kg.mm = 26.000 Kg.mm 3.1.3 Perhitungan Poros

Diketahui : k = perbandingan diameter di terhadap do poros T = 26.000 Kg.mm

k = diasumsikan 0,8

Dalam perancangan poros propeller Hino Dutro 110 SD di asumsikan bahan yang digunakan S 55 C, yang memiliki kekuatan tarik sebesar 66kg/mm2

B

dan diasumsikan nilai sf₁ = 6 dan nilai sf₂ = 2

3.1.3.1 Tegangan Geser yang Dijinkan

Maka tegangan geser yang diizinkan : 5 , 5 2 6 / 66 2   x mm kg a kg/mm2

(38)

3.1.3.2 Perhitungan Diameter Poros = k asumsi, k = 0,8 di = k.do di4= (k.do)4 do min =

(

. .( ).

)

do min =

(

. . .( , ). ,

)

do min = 34,28 mm di = a.do = 0,8.(34,28) di = 27,424 mm

dalam perancangan ini, diameter luar yang dipilih sebesar 55 mm. Diameter tersebut diesesuaikan dengan data yang ada pada tabel (55 mm > 34,28 mm). Sehingga diameter dalamnya adalah :

di = a.do di = 0,8.(55)

= 44 mm

Pemeriksaan tegangan geser yang terjadi, adalah :

= .

³ ( )

(39)

Sehingga (

= 1,331 Kg/mm2

a = 5,5 Kg/mm2) AMAN.

3.2 Perhitungan Spider untuk Universal Joint

Sebelum kita mencari diameter, harus diketahui dahulu bahan untuk poros salib penghubung atau spider serta tegangan lentur yang diijinkan. Diasumsikan bahan yang digunakan adalah Baja SNCM – 23 dengan kekuatan tarik 100 Kg/mm² dengan nilai sf₁ = 6

3.2.1 Tegangan Lentur yang Diijinkan

σ

ba= / ² = 16,667 Kg/mm² 3.2.2 Dimensi Spider Diketahui W = 65 mm Maka R = = 32,5 mm T = F . R F = F = . , = 800 Kg

Diasumsikan Rmsebesar 1/3 W, maka:

Rm= = = 21,667 mm = 21 mm Maka, M = F . Rm = 800 Kg . 21 mm = 16.800 Kg.mm F M F W Rm m R

(40)

3.2.3 Perhitungan Diameter Spider

ds =

. =

. .

.( , ) = √10.272,406 = 21,738 mm = 22 mm Pembulatan angka diameter poros disesuaikan dari tabel yang ada maka dipilihlah diameter poros sebesar 28 mm (28 mm > 22 mm).

Pemeriksaan tegangan lentur yang terjadi, adalah :

σ

b= .

. ³ =

. .

.( )³ = 7,799 Kg/mm2

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, maka tegangan lentur yang terjadi (

σ

b = 7,799 Kg/mm2) lebih kecil dari tegangan lentur yang diizinkan (

σ

ba=

16,667 Kg/mm2).

(41)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Analisa

Agar poros yang direncanakan mampu menahan terjadinya defleksi akibat puntiran, maka tegangan geser maksimum yang seabenarnya poros harus lebih kecil atau sama dengan tegangan geser yang diijinkan.

Dari hasil perhitungan penentuan dimensi utama poros propeller , memang terdapat beberapa penyimpangan dibandingkan dengan keadaaan yang sebenarnya. Penyimpangan yang terjadi ini kerena dalam perhitungan yang diameter poros yang dihitung adalah diameter minimum poros yang dapat menahan beban maksimumyang terjadi. Tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil perancangan poros propeller masih aman untuk di gunakan pada Hino Dutro 110 SD. Satu hal yang perlu ditekankan bahwa dalam suatu perancangan ada faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu proses perancangan yaitu pengalaman dalam merancang.

Dengan pengalaman yang cukup banyak, maka seorang perancang dapat mengambil faktor-faktor berdasarkan beberapa asumsi yang tepat sedemikian rupa sehingga rancangannya optimal. Namun demikian dalam menilai suatu proses perancangan, secara umum kita tidak dapat membenarkan atau menyalahkan suatu hasil perancangan karena tergantung oleh banyaknya variabel serta dilakukannya beberapa pembulatan terhadap hasil perhitungan. Semua hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa poros yang direncanakan telah memenuhi syarat untuk dibuat dan dioperasikan.

(42)

4.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan spesifikasi poros propeller belakang hasil penentuan yang digunakan pada Hino Dutro 110 SD adalah sebagai berikut :

1.Poros Propeller - Bahan S 55C

- Daya pada mesin = 82 kW

- Momen puntir rencana (T) = 26.000 Kg.mm - Diameter poros luar (do) = 55 mm

- Diameter poros dalam (di) = 44 mm.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan spesifikasi spider universal joint hasil penentuan yang digunakan pada Hino Dutro 110 SD adalah sebagai berikut :

2.Universal joint

- Bahan (JIS G 4103) SNCM 23

- Diameter spider universal joint (ds) = 28 mm - Lebar spider universal joint (W) = 65 mm

(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularso dan Suga, K. 1980. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta : P.T. Pradnya Paramita.

2. Niemann, G alih bahasa Budiman, Anton dan Priambodo, Bambang. 1992. Elemen Mesin, Desain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

(44)

LAMPIRAN

(45)
(46)
(47)

Gambar

Gambar 2.2 Poros Roda Gigi
Gambar 2.3 Poros Spindel
Gambar 2.5 Perubahan Transmisi Dan Diferensial
Gambar 2.6 Universal Joint
+7

Referensi

Dokumen terkait