BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara kesehatannya. Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah ditetapkan 10 program unggulan
kesehatan dan salah satu diantaranya adalah program keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-undang RI No.23 tahun 1992
tentang kesehatan pasal 23, program kesehatan kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mernbahayakan diri sendiri dan masyarakat di
sekelilingnya (Ricardo, 2002).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya perlindungan
yang ditujukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya, agar tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. Potensi – potensi yang dapat menimbulkan bahaya dapat berasal dari mesin,
lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi. Dalam pengertian yang luas, K3 mengarah kepada pengendalian hazard dan risiko untuk
kerja, pencegahan pada pekerja terhadap efek buruk kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan terhadap para pekerja dalam lingkungan kerja dari risiko yang berakibat kepada kesehatan yang buruk dan adaptasi pekerjaan terhadap
manusia (Suryani, 2012).
Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang
berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya
sumber-sumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal.
WHO pada awal tahun 1980 menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak mampu mencapai tujuannya apabila hanya memfokuskan pada upaya-upaya perubahan perilaku saja. Pada tahun 1984, Divisi Pendidikan Kesehatan (Health
Education) dalam WHO diubah menjadi Divisi Promosi dan Pendidikan Kesehatan
(Division on Health Promotion and Education). Awal tahun 2000 Kementerian
Kesehatan RI menyesuaikan konsep WHO dengan mengubah Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) menjadi Direktorat Promosi Kesehatan, dan kemudian berubah menjadi Pusat Promosi Kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan melakukan peyuluhan mengenai risiko bahaya di tempat kerja.
pelayanan kesehatan kerja, seperti pelatihan peningkatan kapasitas petugas kesehatan
dalam bidang kesehatan kerja, pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK), peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja, gerakan pekerja
perempuan sehat dan produktif termasuk kesehatan reproduksi di tempat kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di sektor informal dan formal termasuk perkantoran serta pembinaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan fokus
kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak
positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan dampak negatif karena paparan zat yang terjadi pada proses kerja maupun pada hasil kerja. Beberapa faktor yang dapat
menimbulkan dampak negatif adalah faktor bahaya yang ada di tempat kerja yang meliputi faktor fisik, biologis, kimia, mental psikologis, hubungan antar manusia dan mesin maupun lingkungan kerja yang kurang ergonomis, gizi kerja yang kurang
memadai dan faktor lain penyebab timbulnya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Dari 125,3 juta jiwa masyarakat pekerja yang dimiliki Indonesia (Data Badan
Pusat Statistik, Februari 2014), sekitar 70% diantaranya bekerja di industri kecil menengah atau sektor informal (PERDOKI, 2015).
Hasil penelitian Wijayanto (2014) tentang pengaruh penyuluhan tentang APD
menunjukkan ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan pekerja secara signifikan dengan p-value = 3.5x10-6. Sedangkan pemberian penyuluhan secara
p-value = 0.001 dengan OR = 7.14, kacamata dengan p-value = 0.004 dan OR = 7.11,
earplug dan ear muff dengan p-value = 0.001 dan OR= 2.77. Penelitian Instiarti (2006) menyatakan bahwa ada perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek
keselamatan dan kesehatan kerja antara kelompok tidak dibina dengan kelompok
dibina pada tenaga kerja wanita pemecah batu di Kota Semarang.
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki potensi
yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan
ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7% dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1% dan skala usaha menengah sebesar 15,6%. Pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha
atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau
99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja, sehingga perlu selalu dibina, diberdayakan
dan difasilitasi (RPJMN 2004-2009).
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang saat ini sedang
kerupuk. Pembuatan kerupuk diawali dengan pembuatan bahan-bahan dasar untuk
menjadi adonanan, pengeringan, penggorengan, pengemasan kerupuk hingga pendistribusian kerupuk. Salah satu pekerjaan yang berisiko pada industri kerupuk
adalah karyawan yang menggoreng kerupuk. Bahaya yang dialami oleh penggoreng kerupuk adalah terkena minyak goreng panas, mengalami heat stress akibat suhu ruangan yang panas, yang terkadang menyebabkan para pekerja sesak nafas akibat
kurangnya oksigen yang masuk ke ruangan.
Berdasakan survei yang dilakukan pada salah satu usaha penggorengan
kerupuk di wilayah Kecamatan Medan Selayang didapatkan pekerja yang menggoreng kerupuk tidak menggunakan baju karena merasa panas, sesak nafas, terkena percikan minyak, terkena asap sehingga mata pedih yang disebabkan
penggunaan kayu bakar, serta pekerja sering merasakan kelelahan akibat panas yang ditimbulkan. Pengetahuan pekerja mengenai bahaya pekerjaan khususnya tentang lingkungan kerja panas / heat stress (tekanan panas) masih kurang, sehingga sangat
mempengaruhi cara bekerja mereka yang kurang aman dan sehat, seperti pada saat menggoreng mereka tidak menggunakan pakaian karena merasa panas padahal hal
tersebut sangat berbahya, misalnya terkena percikan minyak yang panas.
Hasil pengukuran suhu yang dilakukan pada salah satu lingkungan kerja usaha penggorengan kerupuk di Kecamatan Medan Selayang adalah 35,8 0C, hasil
pengukuran tersebut menunjukkan bahwa nilai tersebut melebihi nilai ambang batas iklim kerja yang di atur dalam Permenaker RI No PER 13/MEN/X/2011 yaitu
Usaha penggorengan kerupuk umumnya masih banyak menggunakan bahan
bakar kayu, hal ini mengakibatkan ruang penggorengan kerupuk penuh dengan asap dan panas. Peggorengan kerupuk tidak dipisahkan atau menyatu dengan pekerja
lainnya, sehingga pekerja akan mengalami hal yang sama dengan pekerja penggoreng kerupuk. Dilihat dari bangunan lokasi kerja masih terbuat dari dinding bambu yang sekelilingnya tidak tertutup, atap bangunan terbuat dari seng sehingga menambah
tekanan panas di ruang penggorengan kerupuk tersebut. Lingkungan kerja yang tidak sehat dan beresiko kecelakaan kerja akan menurunkan produktivitas kerja. Oleh sebab
itu pemilik, pemimpin, atau manajer dari industri tempat kerja untuk melakukan promosi kesehatan mengembangkan unit pendidikan kesehatan di tempat kerja (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh penyuluhan bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah Kecamatan Medan Selayang Tahun
2015.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh penyuluhan bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan pekerja sebelum dan sesudah
diberikan intervensi penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas.
2. Untuk mengetahui perbedaan sikap pekerja sebelum dan sesudah diberikan intervensi penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pekerja penggoreng kerupuk untuk menambah pengetahuan serta dapat merubah perilaku yang lebih baik.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha untuk lebih memperhatikan kesehatan kerja pada usaha kecil menengah.