• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Perjumpaan dan aktivitas orangutan sumatera

Pengamatan awal terhadap orangutan umumnya menemui hambatan yang disebabkan faktor topografi yang bergelombang berat dan ringan yaitu antara 16-60% dengan dominasi kelerengan >50% (OCSP 2008). Selain itu karena orangutan adalah satwa soliter yang cenderung hidup sendiri dan memiliki pergerakan lambat (sloth) dalam rimbunan pohon-pohon di hutan, sehingga menyebabkan orangutan menjadi sulit untuk ditemukan.

Selama penelitian orangutan berhasil dijumpai sebanyak 28 kali dengan 16 individu yang berbeda, tetapi dari 28 kali perjumpaan tidak semua berhasil dilanjutkan dengan pengamatan. Orangutan yang berhasil diamati aktivitas makannya hanya 5 individu jantan dan 2 individu betina. Hal ini dikarenakan beberapa orangutan yang dijumpai saat pencarian lokasinya keluar dari area penelitian, topografi curam sehingga tidak dapat dijangkau peneliti, dan kondisi cuaca yang buruk.

Berdasarkan hasil survei Tim SOCP Batang Toru, perjumpaan orangutan pada saat penelitian ini termasuk banyak dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 sampai 2009, orangutan hanya dijumpai ±20 individu dalam waktu 2 tahun. Sedangkan pada saat penelitian orangutan dijumpai 28 kali dari 16 individu dalam waktu 3 bulan. Kemungkinan kondisi ini disebabkan habitat orangutan yang semakin menyempit, sehingga menyebabkan ruang gerak orangutan menjadi semakin terbatas. Menurut Fredriksson dan Indra (2007) penyempitan habitat ini disebabkan karena adanya penebangan, baik secara legal yang dilakukan oleh HPH dan penebangan liar serta perambahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan. Perizinan penebangan oleh HPH ini disebabkan karena status hutan Batang Toru adalah hutan produksi yang mana pada saat ini masih dalam proses pengajuan kepada Kementrian Kehutanan untuk dijadikan sebagai Hutan Lindung. Perjumpaan orangutan sumatera dapat dilihat pada Gambar 4.

(2)

28

Gambar 4 Grafik perjumpaan orangutan sumatera.

Nilai perjumpaan paling tinggi adalah bulan Juni, yakni 14 kali yang terdiri dari 10 betina dan 4 jantan. Pada bulan Juli perjumpaan orangutan adalah 10 kali dengan 5 jantan dan 5 betina. Perjumpaan paling rendah adalah bulan Agustus, yakni 4 kali yang terdiri dari 2 jantan, 1 betina dan 1 lagi tidak teridentifikasi jenis kelaminnya. Data menyatakan bahwa perjumpaan orangutan dari bulan Juni hingga Agustus mengalami penurunan.

Intensitas perjumpaan orangutan dipengaruhi oleh musim buah suatu jenis pakan di habitatnya. Pada saat musim buah tinggi, peluang perjumpaan orangutan semakin rendah karena orangutan tidak banyak bergerak untuk mencari makanan. Begitu sebaliknya, jika musim buah rendah maka perjumpaan orangutan akan semakin tinggi, karena orangutan akan lebih banyak bergerak untuk mencari/menemukan sumber pakannya. Hasil penelitian Wich et al. (2006) di Ketambe, musim buah dimulai bulan Mei sampai dengan September yang semakin meningkat, sehingga perjumpaan ini dinyatakan berbanding positif dengan meningkatnya musim buah. Perjumpaan orangutan dari bulan Juni ke Agustus yang mengalami penurunan ini diduga karena meningkatnya musim buah dari bulan Juni sampai dengan Agustus, seperti pada hasil fenologi tahun 2011. Selain itu, penyebab penurunan perjumpaan ini diduga karena seringnya perjumpaan dengan manusia dan penaksiran peneliti terhadap pergerakan orangutan yang tidak tepat. Pendugaan ini didasarkan atas penelitian Sinaga (1992) bahwa orangutan sensitif atau takut dengan kehadiran manusia. Selain itu

4 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Juni P e rj um p a a n o ra n g u ta n ( In d iv idu ) 28

Gambar 4 Grafik perjumpaan orangutan sumatera.

Nilai perjumpaan paling tinggi adalah bulan Juni, yakni 14 kali yang terdiri dari 10 betina dan 4 jantan. Pada bulan Juli perjumpaan orangutan adalah 10 kali dengan 5 jantan dan 5 betina. Perjumpaan paling rendah adalah bulan Agustus, yakni 4 kali yang terdiri dari 2 jantan, 1 betina dan 1 lagi tidak teridentifikasi jenis kelaminnya. Data menyatakan bahwa perjumpaan orangutan dari bulan Juni hingga Agustus mengalami penurunan.

Intensitas perjumpaan orangutan dipengaruhi oleh musim buah suatu jenis pakan di habitatnya. Pada saat musim buah tinggi, peluang perjumpaan orangutan semakin rendah karena orangutan tidak banyak bergerak untuk mencari makanan. Begitu sebaliknya, jika musim buah rendah maka perjumpaan orangutan akan semakin tinggi, karena orangutan akan lebih banyak bergerak untuk mencari/menemukan sumber pakannya. Hasil penelitian Wich et al. (2006) di Ketambe, musim buah dimulai bulan Mei sampai dengan September yang semakin meningkat, sehingga perjumpaan ini dinyatakan berbanding positif dengan meningkatnya musim buah. Perjumpaan orangutan dari bulan Juni ke Agustus yang mengalami penurunan ini diduga karena meningkatnya musim buah dari bulan Juni sampai dengan Agustus, seperti pada hasil fenologi tahun 2011. Selain itu, penyebab penurunan perjumpaan ini diduga karena seringnya perjumpaan dengan manusia dan penaksiran peneliti terhadap pergerakan orangutan yang tidak tepat. Pendugaan ini didasarkan atas penelitian Sinaga (1992) bahwa orangutan sensitif atau takut dengan kehadiran manusia. Selain itu

4 5

2 10

5

2

Juni Juli Agustus

2011

28

Gambar 4 Grafik perjumpaan orangutan sumatera.

Nilai perjumpaan paling tinggi adalah bulan Juni, yakni 14 kali yang terdiri dari 10 betina dan 4 jantan. Pada bulan Juli perjumpaan orangutan adalah 10 kali dengan 5 jantan dan 5 betina. Perjumpaan paling rendah adalah bulan Agustus, yakni 4 kali yang terdiri dari 2 jantan, 1 betina dan 1 lagi tidak teridentifikasi jenis kelaminnya. Data menyatakan bahwa perjumpaan orangutan dari bulan Juni hingga Agustus mengalami penurunan.

Intensitas perjumpaan orangutan dipengaruhi oleh musim buah suatu jenis pakan di habitatnya. Pada saat musim buah tinggi, peluang perjumpaan orangutan semakin rendah karena orangutan tidak banyak bergerak untuk mencari makanan. Begitu sebaliknya, jika musim buah rendah maka perjumpaan orangutan akan semakin tinggi, karena orangutan akan lebih banyak bergerak untuk mencari/menemukan sumber pakannya. Hasil penelitian Wich et al. (2006) di Ketambe, musim buah dimulai bulan Mei sampai dengan September yang semakin meningkat, sehingga perjumpaan ini dinyatakan berbanding positif dengan meningkatnya musim buah. Perjumpaan orangutan dari bulan Juni ke Agustus yang mengalami penurunan ini diduga karena meningkatnya musim buah dari bulan Juni sampai dengan Agustus, seperti pada hasil fenologi tahun 2011. Selain itu, penyebab penurunan perjumpaan ini diduga karena seringnya perjumpaan dengan manusia dan penaksiran peneliti terhadap pergerakan orangutan yang tidak tepat. Pendugaan ini didasarkan atas penelitian Sinaga (1992) bahwa orangutan sensitif atau takut dengan kehadiran manusia. Selain itu

Betina Jantan

(3)

Meijaard et al. (2006) menyatakan bahwa dalam pengamatan satwaliar peluang perjumpaan satwa adalah <1.

Perjumpaan orangutan pertama kali adalah orangutan betina dewasa (Gambar 5) dengan anak (Gambar 6). Menurut Tim Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP) di Batang Toru, orangutan betina adalah Indah (Ibu) dan Iben (Anak). Orangutan ini sudah terhabituasi sehingga pada saat berjumpa dengan manusia tidak menunjukkan perilaku takut seperti halnya satwa atau primata lain. Berbeda dengan orangutan jantan, pada umumnya perilaku orangutan jantan di Batang Toru ketika berjumpa dengan manusia akan selalu menghindar. Pada saat pengamatan pergerakan orangutan ini sangat cepat dibandingkan dengan betina. orangutan jantan berusaha menghindar dari pengamat dengan mengeluarkan kissquek berkali-kali dan seruan panjang yang disebut dengan “longcall”. Seruan ini hanya dapat dikeluarkan orangutan jantan, karena orangutan jantan dewasa mempunyai kantung suara (air sack) yang terdapat pada lehernya. Selain itu kantung ini juga berfungsi untuk mengambil serta mengumpulkan beberapa liter udara (MacKinnon 1972). Perilaku menghindar lainnya ditunjukkan dengan mematahkan ranting atau cabang pohon dan berusaha untuk melempar kepada pengamat. Semua orangutan jantan yang diamati belum terhabituasi sehingga sulit dalam melakukan identifikasi.

Selama penelitian orangutan yang berhasil diidentifikasi hanya 3 individu. Identifikasi tersebut dilakukan dengan mengetahui jenis kelamin, kelas umur, dan ciri spesifik yang terlihat pada anggota tubuh. Berikut ini adalah penjelasan dari orangutan yang berhasil diidentifikasi.

1. Orangutan betina dewasa (Indah)

Indah adalah nama orangutan yang berjenis kelamin betina dewasa dengan umur ± 30-40 tahun. Tanda untuk mengenali orangutan ini ialah jari tengah di tangan kiri terlihat lebih pendek dari jari lainnya. Hal ini diperkirakan jari tersebut pernah mengalami patah. Selain itu urat di keningnya terlihat sangat jelas / menonjol dan warna kulit terlihat lebih gelap. Orangutan ini sudah terhabituasi sehingga mudah untuk diamati. Indah terlihat lebih santai ketika berjumpa dengan manusia. Orangutan ini mempunyai anak yang selalu digendong dan bersikap protektif terhadap anaknya (Iben).

(4)

30

Gambar 5 Orangutan betina dewasa (Indah). 2. Orangutan betina anakan (Iben)

Iben adalah nama orangutan yang berjenis kelamin betina dengan umur ±2 tahun. Rambut di tubuh orangutan ini terlihat jarang. Pada umumnya selalu dekat dengan induk. Orangutan ini masih menyusu dan tidak makan jenis tumbuhan atau rayap seperti yang dimakan oleh Induk (Indah). Aktivitas yang dilakukan adalah bermain-main, mengeluarkan suara mip-mip, dan menangis. Jarak terjauh Iben dari induknya ±2 meter.

Gambar 6 Orangutan betina anakan (Iben). 3. Orangutan jantan remaja (Sipang)

Sipang adalah nama orangutan yang berjenis kelamin jantan dengan umur ±10-12 tahun. Sipang belum terhabituasi sehingga pada saat pengamatan terlihat marah-marah/stres yang menunjukkan bahwa ia tidak mau diikuti. Aktivitas yang dilakukan yaitu mematahkan ranting kemudian membuangnya, mengeluarkan seruan panjang yang disebut longcall dan mengeluarkan kissqueaks, berpindah dari pohon ke pohon dan jarang sekali makan. Pergerakaannya lebih cepat dari pada orangutan betina dewasa.

(5)

Gambar 7 Orangutan jantan muda (Sipang). 4. Orangutan C

Orangutan C tidak berhasil diidentifikasi pada saat penelitian. Ciri spesifik tidak ditemui pada orangutan ini, karena pergerakannya yang sangat cepat. Jenis kelamin adalah jantan dengan umur ±10-12 tahun. Pada umumnya aktivitasnya sama seperti orangutan jantan lainnya yaitu mematahkan ranting kemudian menjatuhkannya, mengularkan seruan yang disebut “longcall” dan mengeluarkan “kissquek”.

Gambar 8 Orangutan C (tidak teridentifikasi).

Total waktu pengamatan adalah 76 jam 44 menit (4.604 menit). Waktu pengamatan terbanyak pada orangutan betina yakni 42 jam, sedangkan orangutan jantan 34 jam 44 menit. Terdapat perbedaan waktu pengamatan antara orangutan jantan dan orangutan betina. Jumlah waktu pengamatan pada orangutan betina sebanyak 42 jam dengan 2 individu, sedangkan pada orangutan jantan sebanyak 34 jam 44 menit dengan 5 individu. Hal ini disebabkan pengamatan pada orangutan jantan lebih sulit daripada orangutan betina. Orangutan jantan yang ditemukan pada saat penelitian masih sangat liar (belum terhabituasi). Pergerakannya sangat cepat dibandingkan dengan orangutan betina. Pengamatan orangutan jantan terkadang tidak sampai pada pohon tidur, karena orangutan tersebut menghilang atau tidak terlihat yang diakibatkan pergerakannya yang

(6)

32

cepat dan kondisi vegetasi yang rapat di stasiun penelitian (Fredriksson dan Indra 2007). Selain itu orangutan tidak dapat diamati karena pergerakannya keluar dari area stasiun penelitian atau masuk ke area jurang yang tidak memungkinkan untuk dijangkau peneliti.

Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya, mulai dari bangun pagi dan keluar dari sarang sampai dengan aktivitas terakhir yang dilakukan pada sore hari yang ditandai dengan selesainya membuat sarang. Waktu aktif orangutan di Batang Toru dimulai antara pukul 06.22 WIB sampai dengan 08.30 WIB dan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 15.38 WIB sampai dengan 18.34 WIB. Sebelum memulai keaktifan biasanya orangutan melakukan urinasi dan defikasi terlebih dahulu di luar sarang. Keaktifan pagi hari ditandai dengan berjalan, makan, dan sedikit beristirahat. Pada umumnya kegiatan tersebut merupakan aktivitas rutin sehari-hari selama waktu penelitian. Hasil penelitian Krisdijantoro (2007) bahwa orangutan kalimantan bangun pada pagi hari dimulai antara pukul 05.35 sampai dengan jam 06.41 WIB sedangkan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 17.44 WIB sampai dengan jam 18.24 WIB. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa orangutan kalimantan bangun lebih cepat daripada orangutan sumatera di Batang Toru, Tapanuli Tengah. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan cuaca di Kalimantan dan Sumatera Utara.

Aktivitas utama orangutan sumatera pada saat penelitian adalah makan, berpindah, istirahat dan aktivitas lainnya. Hasil perbandingan aktivitas harian orangutan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan aktivitas harian orangutan sumatera. 0 Makan Berpindah Istirahat Lainnya 32

cepat dan kondisi vegetasi yang rapat di stasiun penelitian (Fredriksson dan Indra 2007). Selain itu orangutan tidak dapat diamati karena pergerakannya keluar dari area stasiun penelitian atau masuk ke area jurang yang tidak memungkinkan untuk dijangkau peneliti.

Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya, mulai dari bangun pagi dan keluar dari sarang sampai dengan aktivitas terakhir yang dilakukan pada sore hari yang ditandai dengan selesainya membuat sarang. Waktu aktif orangutan di Batang Toru dimulai antara pukul 06.22 WIB sampai dengan 08.30 WIB dan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 15.38 WIB sampai dengan 18.34 WIB. Sebelum memulai keaktifan biasanya orangutan melakukan urinasi dan defikasi terlebih dahulu di luar sarang. Keaktifan pagi hari ditandai dengan berjalan, makan, dan sedikit beristirahat. Pada umumnya kegiatan tersebut merupakan aktivitas rutin sehari-hari selama waktu penelitian. Hasil penelitian Krisdijantoro (2007) bahwa orangutan kalimantan bangun pada pagi hari dimulai antara pukul 05.35 sampai dengan jam 06.41 WIB sedangkan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 17.44 WIB sampai dengan jam 18.24 WIB. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa orangutan kalimantan bangun lebih cepat daripada orangutan sumatera di Batang Toru, Tapanuli Tengah. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan cuaca di Kalimantan dan Sumatera Utara.

Aktivitas utama orangutan sumatera pada saat penelitian adalah makan, berpindah, istirahat dan aktivitas lainnya. Hasil perbandingan aktivitas harian orangutan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan aktivitas harian orangutan sumatera.

39,31 31,23 27,58 1,87 0 10 20 30 40 Persentase 32

cepat dan kondisi vegetasi yang rapat di stasiun penelitian (Fredriksson dan Indra 2007). Selain itu orangutan tidak dapat diamati karena pergerakannya keluar dari area stasiun penelitian atau masuk ke area jurang yang tidak memungkinkan untuk dijangkau peneliti.

Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya, mulai dari bangun pagi dan keluar dari sarang sampai dengan aktivitas terakhir yang dilakukan pada sore hari yang ditandai dengan selesainya membuat sarang. Waktu aktif orangutan di Batang Toru dimulai antara pukul 06.22 WIB sampai dengan 08.30 WIB dan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 15.38 WIB sampai dengan 18.34 WIB. Sebelum memulai keaktifan biasanya orangutan melakukan urinasi dan defikasi terlebih dahulu di luar sarang. Keaktifan pagi hari ditandai dengan berjalan, makan, dan sedikit beristirahat. Pada umumnya kegiatan tersebut merupakan aktivitas rutin sehari-hari selama waktu penelitian. Hasil penelitian Krisdijantoro (2007) bahwa orangutan kalimantan bangun pada pagi hari dimulai antara pukul 05.35 sampai dengan jam 06.41 WIB sedangkan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari antara pukul 17.44 WIB sampai dengan jam 18.24 WIB. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa orangutan kalimantan bangun lebih cepat daripada orangutan sumatera di Batang Toru, Tapanuli Tengah. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan cuaca di Kalimantan dan Sumatera Utara.

Aktivitas utama orangutan sumatera pada saat penelitian adalah makan, berpindah, istirahat dan aktivitas lainnya. Hasil perbandingan aktivitas harian orangutan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan aktivitas harian orangutan sumatera.

39,31

(7)

Hasil penelitian menyatakan aktivitas paling tinggi adalah makan yakni 39,31%, selanjutnya berpindah 31,23%, istirahat 27,58%, dan aktivitas lainnya 1,87%. Frekuensi aktivitas makan paling tinggi terjadi pada siang hari antara pukul 10.00-14.58 WIB yaitu sebesar 42,32% dari total aktivitas makan, selanjutnya pada pagi hari antara pukul 07.00-10.58 WIB sebesar 31,38% dan aktivitas makan rendah pada sore hari antara pukul 15.00-18.58 WIB sebesar 26,29 %.

Hasil ini berbeda dengan penelitian aktivitas makan orangutan di Ulu Segama, Ranun (MacKinnon 1972), Ketambe (Rijksen 1978) dan Mentoko (Rodman 1988), bahwa orangutan banyak melakukan aktivitas makan di pagi dan sore hari, sebaiknya di siang hari aktivitasnya lebih didominasi oleh aktivitas istirahat. Fredriksson (1995) dalam Kuncoro (2004) memperkirakan perbedaan pola aktivitas makan tersebut dikarenakan terdapat perbedaan umur pada populasi orangutan yang diamati. Selanjutnya adalah aktivitas berpindah 31,23%, istirahat 27,58% dan aktivitas lainnya 1,87%. Hasil ini dapat dibandingkan dengan penelitian aktivitas orangutan di beberapa tempat seperti di Tanjung Puting, Kutai, dan Ulu Segama seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan aktivitas harian orangutan di beberapa lokasi berbeda

Daerah Pergerakan (%) Istirahat (%) Makan (%)

Kutai, kalimantan Timur (Rodman dan Mitani 1988)

11 39 46

Ulu Segama, sabah (MacKinnon 1972) 16,50 51,70 31

Tanjung puting, Kalimantan Tengah (Galdikas 1978)

17,74 18,26 62,14

Terdapat perbedaan aktivitas harian antara orangutan di Batang Toru dengan orangutan di tiga lokasi pada Tabel 4. Ketiga lokasi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa aktivitas istirahat lebih tinggi daripada aktivitas bergerak. Sedangkan orangutan di Batang Toru, aktivitas bergerak lebih tinggi daripada aktivitas istirahat. Perbedaan aktivitas harian ini diasumsikan terjadi karena pengaruh kondisi habitat. Studi orangutan sumatera di Batang Toru dilakukan pada habitat hutan dataran rendah dan perbukitan. Sedangkan di Tanjung Puting dilakukan pada habitat hutan dataran rendah yang bercampur dengan hutan rawa-rawa air tawar dan gambut (Galdikas 1978 dalam Fredriksson 1995 dalam Peters 1995).

(8)

34

Hasil analisis selanjutnya mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap aktivitas hariannya. Hasil perbandingan aktivitas harian antara orangutan jantan dan orangutan betina dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik perbandingan aktivitas harian orangutan jantan dan orangutan betina.

Jenis aktivitas tertinggi adalah makan, orangutan betina menghabiskan waktu makan sebanyak 44,92% dan orangutan jantan sebanyak 32,53% dari total aktivitas harian lainnya. Aktivitas bergerak orangutan jantan sebanyak 38,29% dan orangutan betina 25,39%. Aktivitas istirahat orangutan jantan sebanyak 28,21% dan orangutan betina 27,06%. Aktivitas lainnya (membuat sarang, urinasi, defikasi, dan sosialisasi), untuk orangutan jantan sebanyak 0,96% dan orangutan betina sebanyak 2,62%. Jika dilihat dari ukuran tubuh, seharusnya orangutan jantan lebih banyak membutuhkan energi karena ukuran tubuhnya yang lebih besar. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruhnya dengan jenis kelamin. Persentase makan yang tinggi pada orangutan betina, diduga karena pakan yang dimakan oleh orangutan betina mengandung kalori yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan orangutan tidak perlu mencari makanan lain yang banyak atau mencari makan dalam waktu yang lama, sehingga orangutan betina hanya memakan pakan yang ada disekitarnya tanpa banyak melakukan aktivitas berpindah-pindah. Hal ini terbukti bahwa orangutan betina banyak memakan buah yang berjenis Naigea neriifolium, yakni sebanyak 143 kali. Buah ini berada pada jalur pergerakan orangutan betina dan dari hasil analisis proksimat buah ini memiliki kandungan karbohidrat tinggi, yaitu 26,72%. Selanjutnya aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan oleh orangutan jantan yaitu

32,53 44,92 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Makan 34

Hasil analisis selanjutnya mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap aktivitas hariannya. Hasil perbandingan aktivitas harian antara orangutan jantan dan orangutan betina dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik perbandingan aktivitas harian orangutan jantan dan orangutan betina.

Jenis aktivitas tertinggi adalah makan, orangutan betina menghabiskan waktu makan sebanyak 44,92% dan orangutan jantan sebanyak 32,53% dari total aktivitas harian lainnya. Aktivitas bergerak orangutan jantan sebanyak 38,29% dan orangutan betina 25,39%. Aktivitas istirahat orangutan jantan sebanyak 28,21% dan orangutan betina 27,06%. Aktivitas lainnya (membuat sarang, urinasi, defikasi, dan sosialisasi), untuk orangutan jantan sebanyak 0,96% dan orangutan betina sebanyak 2,62%. Jika dilihat dari ukuran tubuh, seharusnya orangutan jantan lebih banyak membutuhkan energi karena ukuran tubuhnya yang lebih besar. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruhnya dengan jenis kelamin. Persentase makan yang tinggi pada orangutan betina, diduga karena pakan yang dimakan oleh orangutan betina mengandung kalori yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan orangutan tidak perlu mencari makanan lain yang banyak atau mencari makan dalam waktu yang lama, sehingga orangutan betina hanya memakan pakan yang ada disekitarnya tanpa banyak melakukan aktivitas berpindah-pindah. Hal ini terbukti bahwa orangutan betina banyak memakan buah yang berjenis Naigea neriifolium, yakni sebanyak 143 kali. Buah ini berada pada jalur pergerakan orangutan betina dan dari hasil analisis proksimat buah ini memiliki kandungan karbohidrat tinggi, yaitu 26,72%. Selanjutnya aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan oleh orangutan jantan yaitu

38,29 28,21 0,96 25,39 27,06 2,62

Berpindah Istirahat Lainnya

34

Hasil analisis selanjutnya mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap aktivitas hariannya. Hasil perbandingan aktivitas harian antara orangutan jantan dan orangutan betina dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik perbandingan aktivitas harian orangutan jantan dan orangutan betina.

Jenis aktivitas tertinggi adalah makan, orangutan betina menghabiskan waktu makan sebanyak 44,92% dan orangutan jantan sebanyak 32,53% dari total aktivitas harian lainnya. Aktivitas bergerak orangutan jantan sebanyak 38,29% dan orangutan betina 25,39%. Aktivitas istirahat orangutan jantan sebanyak 28,21% dan orangutan betina 27,06%. Aktivitas lainnya (membuat sarang, urinasi, defikasi, dan sosialisasi), untuk orangutan jantan sebanyak 0,96% dan orangutan betina sebanyak 2,62%. Jika dilihat dari ukuran tubuh, seharusnya orangutan jantan lebih banyak membutuhkan energi karena ukuran tubuhnya yang lebih besar. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruhnya dengan jenis kelamin. Persentase makan yang tinggi pada orangutan betina, diduga karena pakan yang dimakan oleh orangutan betina mengandung kalori yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan orangutan tidak perlu mencari makanan lain yang banyak atau mencari makan dalam waktu yang lama, sehingga orangutan betina hanya memakan pakan yang ada disekitarnya tanpa banyak melakukan aktivitas berpindah-pindah. Hal ini terbukti bahwa orangutan betina banyak memakan buah yang berjenis Naigea neriifolium, yakni sebanyak 143 kali. Buah ini berada pada jalur pergerakan orangutan betina dan dari hasil analisis proksimat buah ini memiliki kandungan karbohidrat tinggi, yaitu 26,72%. Selanjutnya aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan oleh orangutan jantan yaitu

Betina Jantan

(9)

38,29% dan orangutan betina 25,39%. Aktivitas pergerakan yang lebih tinggi ini diasumsikan dengan strategi orangutan dalam mencari pasangan. Orangutan jantan mencari orangutan betina yang tidak dalam pengawasan ataupun dalam kondisi consort bersama orangutan jantan dominan (Atmoko 2000).

5.2 Preferensi pakan orangutan sumatera

1. Spesies tumbuhan sumber pakan orangutan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetasi yang merupakan sumber pakan orangutan sumatera sebanyak 33 spesies. Spesies tersebut terdiri dari 5 habitus, yakni pohon, liana, herba, bambu, dan epifit. Selain itu orangutan juga memakan rayap (Dicus piditermes). Spesies pohon pakan yang dimanfaatkan orangutan pada saat penelitian sebanyak 27 spesies. Hal ini berarti hanya 12.56% dari 215 spesies pohon pakan yang terdapat dalam plot permanen. Hasil penelitian CII untuk konservasi orangutan di Batang Toru selama dua tahun terakhir (2005-2007) telah diidentifikasi 143 spesies pohon pakan orangutan. Selain itu Simorangkir (2009) juga menyatakan di hutan Batang Toru menyediakan pohon pakan orangutan sebanyak 96 jenis (77,4%-78,5%).

Variasi pakan orangutan betina lebih tinggi daripada orangutan jantan. Orangutan betina memakan 19 spesies pohon, sedangkan orangutan jantan memakan 16 spesies pohon. Menurut Dierenfeld (1997), orangutan termasuk satwa yang highly opportunistic feeders bahwa satwa tersebut mampu mengkonsumsi jenis makanan lebih dari 100 jenis tanaman bahkan lebih dari 300 jenis tanaman di habitatnya (Rijksen 1978).

Analisis jenis-jenis pakan yang disukai oleh orangutan sumatera digunakan asumsi bahwa semakin besar frekuensi suatu spesies tumbuhan dimakan dan ketersediaannya di alam sedikit, maka semakin disukai spesies tumbuhan tersebut. Penentuan apakah suatu spesies disukai atau tidak disukai, menggunakan perhitungan Indeks Neu (Indeks Preferensi). Menurut Neu et al. (1974) dalam Kadhafi (2011), jika nilai w ≥1, maka spesies tumbuhan tersebut disukai. Penghitungan Indeks Neu dilakukan hanya dengan mengetahui ketersediaan pakan di alam dari hasil analisis vegetasi. Spesies pohon dan indeks preferensi pakan orangutan sumatera disajikan dalam Tabel 5.

(10)

36

Hasil analisis Indeks Neu menyatakan spesies pohon yang disukai orangutan sebanyak 10 spesies dari 27 spesies yang teramati. Orangutan jantan menyukai 7 spesies dan orangutan betina 8 spesies. Menurut Sugardjito et al. (1987) dalam Wich et al. (2006), pakan orangutan di stasiun penelitian orangutan Ketambe sebanyak 174 spesies diantaranya Nephelium sp., Polyalthia sp., Mastixia sp., Durio sp., Artocarpus sp., Baccaurea sp., Ficus sp., dan Lansium sp. Terdapat kesamaan jenis antara pakan orangutan di Ketambe dengan pakan orangutan di Batang Toru. Salah satu jenis pakan yang sama adalah Ficus sp. Jenis ini merupakan sumber pakan alami yang sangat penting bagi orangutan. Dapat dikatakan jenis ini merupakan keystone spesies, yaitu jenis tumbuhan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun dan juga mampu menyediakan buah sepanjang tahun sehingga keberadaannya dapat membantu kestabilan populasi orangutan. Studi kasusdi Ketambe, bahwa orangutan tidak pernah mengalami kekurangan pakan, Tabel 5 Preferensi spesies pohon yang dimakan orangutan sumatera di Batang

Toru

No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Jenis kelamin Indeks preferensi

1 Kandri Eurya nutida Theaceae √ √ 39.45

2 Malaka Tetrameristra glabra Theaceae √ 21.92

3 Hotang Naigea neriifolium Podocarpaceae √ √ 17.54

4 Jambu Syzygium sp. Myrtaceae √ √ 13.15

5 Fikus Ficus sp. Moraceae √ 4.38

6 Jambu Rodhomirtus tomentosa Myrtaceae √ 4.38

7 Damar daging Agathis borneensis Araucariaceae √ √ 2.92 8 Sampinur bunga Dacrycarpus imbricatus Podocarpaceae √ 1.46

9 Kandis Garcinia parvifolia Guttiferae √ 1.46

10 Medang kunyit Gironniera subaequalis Ulmaceae √ √ 1.22

11 Terentang C. auriqulatum Anacardiaceae √ √ 0.88

12 Mayang susu Palaquium rostratum Myrtaceae √ √ 0.76

13 - Hydnocarpus kunstleri Flacourtiaceae √ 0.55

14 Andis Swimingtonia floribunda Anacardiaceae √ 0.44

15 Damar suri Symingtonia populnea Hamamelidaceae √ 0.44 16 Atur mangan Gymnostoma sumatrana Casuarinaceae √ √ 0.38

17 Bintangur Calophyllum soulatri Guttiferae √ 0.37

18 Baja-baja Gomphia serrata Ochnaceae √ 0.34

19 Manggis liar Garcinia hombroniana Guttiferae √ 0.31

20 Malu tua Tristaniopsis whiteana Myrtaceae √ 0.15

21 Mayang merah Madhuca laurifolia Sapotaceae √ 0.04

22 Fikus Ficus elasticus Moraceae √

-23 Nangka Arthocarpus sp. Moraceae √

-24 Unknown 1 Unknown 1

-25 Unknown Unknown

-26 Unknown 3 Unknown 3

-27 Unknown 4 Unknown 4

(11)

karena jika musim buah rendah orangutan masih dapat memakan buah Ficus sp. yang hampir selalu tersedia sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hal ini dapat dilihat dari sampel urin orangutan sumatera yang tidak ditemukan zat kimia berupa keton. Adanya keton dalam urin orangutan mengindikasikan bahwa produksi energi orangutan bersifat rendah (Wich et al. 2004 dalam Wich et al. 2006). Berbeda halnya orangutan kalimantan di Gunung Palung yang tidak tersedia pohon ficus. Pada saat tidak musim berbuah, orangutan akan sangat menderita karena kekurangan makanan, sehingga orangutan hanya memakan kambium (Knott 1998 dalam Wich et al. 2006).

Beberapa pakan yang disebutkan dalam tabel 5, terdapat 6 spesies yang tidak diketahui nilai INP, sehingga tidak dapat dihitung nilai indeks preferensinya. Spesies-spesies tersebut adalah Ficus elasticus, Arthocarpus sp. Unknown 1, Unknown 2, Unknown 3, dan Unknown 4. Spesies yang tidak dapat ditentukan INP nya ini disebabkan karena spesies pakan orangutan tersebut terdapat di luar plot analisis vegetasi dan spesies tersebut belum teridentifikasi.

Ketersediaan Ficus sp. di plot permanen stasiun penelitian Batang Toru memiliki nilai INP rendah yaitu 0,27%. Ficus sp. merupakan pakan orangutan yang memiliki potensi tinggi. Meskipun diluar plot permanen masih dijumpai jenis ini, namun perlu dilakukan pengkayaan jenis Ficus sp. di dalam plot permanen untuk mengantisipasi kekurangan pakan.

Selain habitus pohon, orangutan juga makan spesies tumbuhan pada habitus lainnya yaitu spesies liana (Freycinetea sp.) dengan persentase 5,49%, pandan (Pandanus sp.) 3,32%, epifit 0,11%, pakis 0,11% dan bambu 1,26%. Jenis serangga yang dimakan adalah rayap (Dicus piditermes) yaitu 2,86%.

2. Preferensi bagian tumbuhan yang dimakan orangutan

Preferensi timbul akibat bekerjanya indra penciuman, peraba, dan perasa (McDonald et al. 1995 dalam Zuhra 2009). Umumnya pakan yang lebih disukai (memiliki preferensi yang tinggi) akan lebih mudah dicerna hewan daripada pakan yang lebih bernutrisi tetapi preferensinya rendah (Morrison 1959). Hasil pengamatan bagian tumbuhan yang dimakan orangutan dengan mengikuti pergerakannya di lokasi penelitian didapat 33 spesies tumbuhan dan 6 bagian tumbuhan yang dikonsumsi. Bagian tumbuhan yang teramati dimakan oleh

(12)

38

orangutan yakni buah, bunga, daun muda, kulit kayu, empulur batang (pith), dan batang muda (stem). Bagian yang paling banyak dimakan adalah buah dengan persentase 62,59% dari 27 spesies pohon pakan orangutan yang ditemukan. Urutan selanjutnya adalah bunga dengan persentase 11,56%, empulur batang (pith) 7,89%, daun muda 7,32%, kulit kayu 6,52%, dan batang muda 1,14%. Orangutan juga memakan rayap (Dicus piditermes) sebanyak 2,97%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang disukai orangutan adalah buah. Galdikas (1984) menyatakan orangutan termasuk satwa frugivora (pemakan buah) yang paling besar di planet bumi. Diperkirakan 60% makanan orangutan adalah buah (seperti durian, nangka, lychees, manggis, mangga, dan ara). Orangutan sumatera di Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser juga menghabiskan waktu makan sebesar 55,6% (Sinaga 1992). Di Mentoko, Taman Nasional Kutai, orangutan mengkonsumsi buah dengan persentase tertinggi yaitu 63,2% (Krisdijantoro 2007). Di Kalimantan Tengah orangutan memakan buah dengan persentase 61% dari waktu makan (Galdikas 1984). Orangutan di TN. Tanjung Puting 60,9%, dan di Ulu Segama 62,0% (Rodman 1988 dalam Wich et al. 2006), Gunung Palung 66,8% (Knott 1988 dalam Wich et al. 2006), Ketambe 67,5% (Fox et al. 2004 dalam Wich et al. 2006), dan Suaq 66,2% (MacKinnon 1974 dalam Rodman 1988 dalam Wich et al. 2006). Menurut Meijaard dan Rijksen (1999), di habitat berkualitas baik, antara 57% (jantan) dan 80% (betina) waktu makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan. Menurut Ungar (1995), orangutan lebih menyukai buah yang matang, mengandung banyak air, dan berukuran besar. Buah yang dipilih kadang manis ataupun masam.

Perbedaan kelamin juga berpengaruh terhadap proporsi makan orangutan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

(13)

Gambar 11 Grafik perbandingan proporsi jenis makanan orangutan jantan dan orangutan betina.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi buah daripada orangutan jantan. Persentase orangutan betina memakan buah adalah 64,58%, sedangkan orangutan jantan 59,34%. Sebaliknya untuk bunga orangutan jantan menduduki persentase lebih tinggi yaitu 28,31%, sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Bagian daun muda orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi ini yaitu 10,33% dan orangutan jantan hanya 0,6%. Empulur batang orangutan betina mengkonsumsi 9,59% dan orangutan jantan 5,12%, dan bagian batang muda hanya dikonsumsi orangutan betina yaitu 1,85%.

Jenis buah yang disukai orangutan adalah Eurya nutida, Tetramerisrta glabra, Naigea neriifolium, Syzygium sp., Ficus sp., Agathis borneensis, Dacrycarpus imbricatus, Garcinia parvifolia, dan Gironniera subaequalis. Jenis-jenis tersebut dianggap pakan preferensial karena orangutan banyak mengkonsumsi jenis ini sedangkan ketersediaan di alam rendah, sehingga dari hasil analisis indeks nue >1.

Selain buah orangutan juga mengkonsumsi bunga. Konsumsi bunga paling banyak adalah pada orangutan jantan yaitu 28,31% sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Jenis bunga yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah Palaquium rostratum. Jenis ini tidak dapat disebut pakan preferensial, karena ketersediaan jenis ini tergolong tinggi yaitu 16,04%. Penentuan jenis preferensial

2,41 0,6 5,12 0 4,22 1,29 1,85 2,21 0 Buah Bunga Daun Muda Kulit Kayu Empulur (Pith) Batang Muda Serangga

Gambar 11 Grafik perbandingan proporsi jenis makanan orangutan jantan dan orangutan betina.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi buah daripada orangutan jantan. Persentase orangutan betina memakan buah adalah 64,58%, sedangkan orangutan jantan 59,34%. Sebaliknya untuk bunga orangutan jantan menduduki persentase lebih tinggi yaitu 28,31%, sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Bagian daun muda orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi ini yaitu 10,33% dan orangutan jantan hanya 0,6%. Empulur batang orangutan betina mengkonsumsi 9,59% dan orangutan jantan 5,12%, dan bagian batang muda hanya dikonsumsi orangutan betina yaitu 1,85%.

Jenis buah yang disukai orangutan adalah Eurya nutida, Tetramerisrta glabra, Naigea neriifolium, Syzygium sp., Ficus sp., Agathis borneensis, Dacrycarpus imbricatus, Garcinia parvifolia, dan Gironniera subaequalis. Jenis-jenis tersebut dianggap pakan preferensial karena orangutan banyak mengkonsumsi jenis ini sedangkan ketersediaan di alam rendah, sehingga dari hasil analisis indeks nue >1.

Selain buah orangutan juga mengkonsumsi bunga. Konsumsi bunga paling banyak adalah pada orangutan jantan yaitu 28,31% sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Jenis bunga yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah Palaquium rostratum. Jenis ini tidak dapat disebut pakan preferensial, karena ketersediaan jenis ini tergolong tinggi yaitu 16,04%. Penentuan jenis preferensial

59,34 28,31 2,41 5,12 4,22 64,58 1,29 10,33 10,15 9,59 1,85 2,21 20 40 60 80 Persentase

Gambar 11 Grafik perbandingan proporsi jenis makanan orangutan jantan dan orangutan betina.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi buah daripada orangutan jantan. Persentase orangutan betina memakan buah adalah 64,58%, sedangkan orangutan jantan 59,34%. Sebaliknya untuk bunga orangutan jantan menduduki persentase lebih tinggi yaitu 28,31%, sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Bagian daun muda orangutan betina lebih banyak mengkonsumsi ini yaitu 10,33% dan orangutan jantan hanya 0,6%. Empulur batang orangutan betina mengkonsumsi 9,59% dan orangutan jantan 5,12%, dan bagian batang muda hanya dikonsumsi orangutan betina yaitu 1,85%.

Jenis buah yang disukai orangutan adalah Eurya nutida, Tetramerisrta glabra, Naigea neriifolium, Syzygium sp., Ficus sp., Agathis borneensis, Dacrycarpus imbricatus, Garcinia parvifolia, dan Gironniera subaequalis. Jenis-jenis tersebut dianggap pakan preferensial karena orangutan banyak mengkonsumsi jenis ini sedangkan ketersediaan di alam rendah, sehingga dari hasil analisis indeks nue >1.

Selain buah orangutan juga mengkonsumsi bunga. Konsumsi bunga paling banyak adalah pada orangutan jantan yaitu 28,31% sedangkan orangutan betina hanya 1,29%. Jenis bunga yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah Palaquium rostratum. Jenis ini tidak dapat disebut pakan preferensial, karena ketersediaan jenis ini tergolong tinggi yaitu 16,04%. Penentuan jenis preferensial

80 Betina Jantan

(14)

40

berdasarkan asumsi bahwa semakin besar frekuensi suatu spesies tumbuhan dimakan dan ketersediaannya di alam sedikit, maka semakin disukai spesies tumbuhan tersebut.

Daun muda banyak dikonsumsi oleh orangutan betina yaitu 10,33%, sedangkan orangutan jantan hanya 2,41%. Bagian yang dikonsumsi adalah semua daun dari pangkal sampai ujungnya. Jenis daun muda yang dikonsumsi diantaranya Gironniera subaequalis, Symingtonia populnea, dan Tristanopsis witheana. Namun jenis yang termasuk preferensial hanya Gironniera subaequalis karena nilai indeks preferen ≥1. Di hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, orangutan juga mengkonsumsi daun sebanyak 26,2%. Di Wilayah Bahorok orangutan juga mengkonsumsi daun yaitu sebanyak 35,3% (Sinaga 1992).

Kulit kayu banyak dikonsumsi oleh orangutan betina, sebesar 10,15%, sedangkan orangutan jantan hanya 0,6%. Cara orangutan mengkonsumsi kayu sangat unik, orangutan menguliti kayu hingga bagian kambium terlihat. Kulit kayu yang diperoleh akan dikunyah untuk mendapatkan sarinya. Setelah dikunyah beberapa saat, ampas kulit kayu akan dikeluarkan dari mulutnya. Jenis-jenis pohon yang dimanfaatkan kulit kayunya adalah Palaquium rostratum dan Rodhomirtus tomentosa. Nilai indeks preferensi untuk jenis Rodhomirtus tomentosa adalah 4,38 sehingga kulit kayu dari jenis Rodhomirtus tomentosa merupakan pakan preferens. Orangutan di Mentoko, Taman nasional Kutai, juga mengkonsumsi kulit kayu sebanyak 8,48% (Krisdijantoro 2007). Zuhra (2009) menyatakan bahwa orangutan yang sering mengkonsumsi kulit kayu dan daun adalah kelompok Sumatera.

Meskipun orangutan adalah satwa frugivora, namun pada saat penelitian ditemukan orangutan makan habitus selain pohon, yakni herba (pandan 3,32%), liana (0,11%), epifit (0,11%), pakis (0,11%) dan bambu (1,26%). Orangutan juga ditemukan makan serangga (Dicus piditermes) 2,86%. Jenis pandan dan liana dimanfaatkan batang mudanya. Dalam memakan batang muda, orangutan terlihat menghisap sarinya beberapa saat, kemudian ampas batang akan dikeluarkan dari mulutnya. Jenis tanaman yang dimanfaatkan batang mudanya adalah Pandanus sp. dan Freycinetea sp. Persentase orangutan memakan jenis selain pohon

(15)

tergolong rendah. Menurut Rodman (1973) dalam Rijksen (1974) dalam Galdikas (1984), orangutan akan mengkonsumsi selain buah, jika ketersediaan buah di alam terbatas. Sehingga orangutan akan mencari makanan secara oportunis, yaitu mengkonsumsi tunas daun, daun muda, liana, kulit kayu, serangga, kadang-kadang memakan telur, vertebrata kecil dan tanah. Hasil dari fenologi menunjukkan bahwa ketersediaan buah di Batang Toru dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2011 tergolong rendah. Paling tinggi yakni bulan Agustus 8,56%. Bagian tumbuhan pakan orangutan sumatera pada saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

A b c d E

F g h i j

K l m n o

Gambar 12 Jenis pakan orangutan sumatera di Batang Toru. (a) Naigea neriifolium, (b) Agathis boornensis, (c) Syzygium sp. (d) Hidnocarpus kunstlerii, (e) Gironniera subaequalis, (f) Garcinia parvifolia, (g) Freycinetea sp. (h) Ficus sp. (i) Eurya nutida, (j) Dacrycarpus imbricatus, (k) Kulit kayu, (1) Pandanus sp.,

(m) Unknown 3, (n) Unknown 1, (o) Tetrameristra glabra.

5.3 Ketersediaan pakan orangutan sumatera di Batang Toru

Sumber pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik habitat, seperti iklim, tanah sebagai media pertumbuhan. Ketersediaan pakan yang cukup berpengaruh pada tingkat kesejahteraan satwa, sehingga dihasilkan satwa-satwa yang mempunyai daya reproduksi tinggi dan ketahanan terhadap penyakit yang juga tinggi.

Dalam hubungannya dengan reproduksi, ketersediaan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup akan mempengaruhi fertilitas dan fekunditas satwa. Orangutan termasuk frugivora sehingga membutuhkan vegetasi pohon penghasil buah yang cukup di habitatnya (Alikodra 1990). Ketersediaan pakan orangutan

(16)

42

dapat dilihat dari hasil fenologi (monitoring pohon pakan) yang dilakukan setiap tahun di Stasiun Penelitian Batang Toru. Hasil fenologi dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Grafik ketersediaan buah di Batang Toru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan buah paling tinggi pada bulan Agustus 8,56%. Selanjutnya April 7,37%, Februari 6,45%, Maret 6,32%, Juli 5,79%, Mei 5,73%, Januari 5,13% dan Juni 4,81%. Nilai persentase ini tergolong rendah, sehingga dikahawatirkan orangutan akan kekurangan buah yang merupakan sumber pakan utamanya. Namun dari hasil pengamatan bahwa penampakan fisik orangutan di Batang Toru terlihat baik, yakni tubuh terlihat gemuk, warna rambut cerah, dan pergerakannya pun lincah. Kondisi ini jika dihubungkan dengan dengan pergerakan orangutan yang tidak dapat diprediksikan atau acak, bahwa orangutan tersebut memenuhi kebutuhan energi dan nutrisinya dapat diambil dari substitusi jenis-jenis sumber pakan lain di luar plot. Pada saat pengamatan jenis-jenis sumber pakan preferensial atau non preferensial juga dijumpai di luar plot pengamatan. Jenis-jenis tersebut seperti Eurya nutida, Tetrameristra glabra, Naigea neriifolium, Ficus sp. dan sumber pakan lainnya yang berpotensi. Analisis vegetasi juga dilakukan untuk megetahui struktur dan komponen tumbuhan pada habitat orangutan. Hasil kerapatan, frekuensi, dan dominasi dari jumlah pohon yang terdapat pada plot vegetasi digunakan untuk menentukan Indeks Nilai Penting, sehingga diketahui dominansi dari

spesies-5,13 6,45 6,32 7,37 5,73 4,81 5,79 8,56 2,12 3,09 2,17 5,2 5,99 5,33 6,25 3,42 0,33 0,39 0,59 0,99 0,33 0,86 0,26 0,26 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust

P e rse nt a se 2011 % Buah % Bunga

(17)

spesies sumber pakan orangutan. Menurut Nurmansyah (in press), hasil analisis vegetasi untuk spesies pohon pakan orangutan yang ditemukan pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi vegetasi jenis pakan orangutan di Batang Toru

No Nama Jenis KR FR DR INP

1 Agathis borneensis 0,89% 0,52% 1,90% 3,31% 2 Calophyllum soulattri 0,89% 1,22% 0,98% 3,08% 3 Palaquium rostratum 8,14% 2,43% 5,46% 16,04% 4 Dacrycarpus imbricatus 0,22% 0,52% 0,92% 1,66% 5 Eurya nitida 0,07% 0,17% 0,01% 0,26% 6 Ficus sp. 0,07% 0,17% 0,02% 0,27% 7 Garcinia hombroniana 1,04% 0,87% 1,49% 3,39% 8 Garcinia parvifolia 0,22% 0,35% 0,14% 0,71% 9 Madhuca laurifolia 7,40% 1,04% 4,84% 13,28% 10 Gomphia serrata 0,96% 1,04% 0,30% 2,30% 11 Campnosperma auriculatum 3,33% 1,91% 6,95% 12,20% 12 Hydnocarpus kunstleri 0,59% 0,52% 0,17% 1,29% 13 Naigea neriifolium 0,22% 0,35% 0,07% 0,64% 14 Palaquium hexandrum 1,55% 1,04% 2,62% 5,22% 15 Rhodomyrtus tomentosa 0,07% 0,17% 0,09% 0,34% 16 Syzygium sp. 2,22% 2,26% 1,70% 6,18% 17 Unknown 2,52% 2,26% 1,24% 6,02% 18 Swintonia floribunda 0,52% 0,35% 1,47% 2,34% 19 Symingtonia populnea 0,74% 0,70% 2,43% 3,86% 20 Gironniera subaequalis 2,66% 1,74% 1,41% 5,82% 21 Tetrameristra glabra 0,07% 0,17% 0,03% 0,28% 22 Tristaniopsis whiteana 2,22% 1,04% 2,12% 5,39% 23 Gymnostoma sumatrana 1,70% 1,04% 2,71% 5,46%

Sumber: Nurmansyah (in press)

Diketahui bahwa untuk jenis-jenis pakan preferensi memiliki nilai INP rendah, seperti pada Eurya nutida 0,26%, Tetrameristra glabra 0,28%, Naigea neriifolium 0,64%, dan Rhodomyrtus tomentosa 0,34%.

Pengetahuan tentang ketersediaan pakan satwa tidak cukup hanya dengan mengetahui struktur dan komposisi jenis pohon pakan yang dilakukan dengan analisis vegetasi, namun perlu dilakukan monitoring pohon pakan atau yang disebut dengan fenologi untuk mengetahui jumlah produktivitas/ketersediaan bagian yang dimakan oleh orangutan, seperti buah, bunga, dan daun muda, karena

(18)

44

struktur dan komposisi jenis pohon pakan yang tinggi belum tentu menghasilkan produktivitas pakan orangutan yang tinggi.

5.4 Kandungan nutrisi pakan orangutan sumatera

Pada dasarnya primata merupakan hewan yang selektif terhadap jenis pakan yang dikonsumsi (selective feeder). Konsumsi pakan akan dilakukan berdasarkan beberapa kriteria, yakni ada tidaknya zat toksik pada bahan makanan dan komposisi fitokimia (protein, karbohidrat, serat, dan mineral) (Yeager 1989). Berdasarkan penelitian Zuraida (2004), bahwa asupan nutrisi memiliki korelasi pada bobot badan dan umur. Orangutan dengan umur yang lebih tua dan bobot tubuh yang lebih tinggi akan mengkonsumsi pakan dengan kandungan nutrisi yang lebih tinggi.

Spesies-spesies tumbuhan yang dimakan orangutan sangat bervariasi. Beberapa spesies tersebut diambil 7 contoh untuk dilakukan analisis proksimat. Tujuan dari analisis ini untuk mengetahui kandungan nutrisi dari jenis pakan tersebut. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberhayati dan Bioteknologi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tujuh contoh yang digunakan adalah spesies Agathis borneensis, Tetrameristra glabra, Naigea neriifolium, Campnosperma auriqulatum, Dacrycarpus imbricatus, Pandanus sp., dan Freycinetea sp. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.

a b c d

e f g

Gambar 14 Contoh pakan orangutan untuk analisis proksimat. (a) Agathis borneensis, (b) Naigea neriifolium, (c) Tetrameristra glabra, (d) Campnosperma

(19)

Hasil analisis proksimat diketahui kandungan protein, karohidrat, lemak, kadar air, serat kasar, dan kadar abu. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis proksimat terhadap jenis-jenis pakan orangutan sumatera

No Jenis sampel Bagian Kadar air (%) Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) 1 N. neriifolium Buah 67,69 26,72 1,71 0,16 3,07 0,66 2 A.borneensis Buah 76,17 13,85 1,58 0,95 6,36 1,095 3 D.imbricatus Buah 50,61 25,31 2,93 9,26 10,87 1,04 4 T. glabra Buah 89,88 6,64 0,41 0,15 2,63 0,30 5 C.auriqulatum Buah 86,35 10,74 0,56 0,13 1,85 0,38 6 Liana Intisari 87,33 7,92 0,91 0,12 2,99 0,76 7 Pandan batang 92,03 4,44 0,59 0,095 2,21 0,64

Diantara tujuh jenis sampel tersebut, jenis yang memiliki kandungan karbohidrat dengan urutan paling tinggi adalah Naigea nerifolium (26,72%), Dacrycarpus imbricatus (25,31%), Agathis borneensis (13,85%), Camnosperma auriqulatum (10,74%), Freycinetea sp. (7,92%), Tetrameristra glabra (6,64%), dan pandan (4,44%). Orangutan banyak makan jenis Naigea neriifolium. Jenis ini merupakan jenis yang tergolong preferens. Pertimbangan dalam pemilihan jenis ini diduga karena cepat dalam mencukupi kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari. Hasil analisis proksimat bahwa kandungan karbohidrat Naigea neriifolium adalah paling tinggi dari jenis-jenis lainnya yang diujikan, yaitu 26,72%. Karbohidrat ini memegang peranan sangat penting di dalam tubuh satwa, karena bila energi terpenuhi untuk target produksi tertentu maka kebutuhan protein, mineral, dan vitamin dengan sendirinya akan tercukupi, dan suplai asam amino mungkin membatasi produksi (Reksohadiprodjo 1988).

Jenis pakan yang memiliki kandungan protein dengan urutan paling tinggi adalah Dacrycarpus imbricatus (2,93%), Naigea nerifolium (1,71%), Agathis borneensis (1,58%), Freycinetea sp. (0,91%), pandan (0,59%), Campnosperma auriqulatum (0,56%), Tetrameristra glabra (0,41%). Protein juga memegang peranan penting untuk pertumbuhan dan aktivitas metabolisme dalam tubuh hewan, terutama untuk hewan yang diproduksikan untuk produksi daging (Parakkasi 1995). Pakan sumber protein untuk hewan adalah pakan yang mengandung protein kasar lebih dari 20% (NRC 1981). Hasil analisis jenis pakan yang memiliki kandungan protein dengan urutan paling tinggi adalah Dacrycarpus imbricatus (2,93%), Naigea nerifolium (1,71%), Agathis borneensis (1,58%), Freycinetea sp. (0,91%), pandan (0,59%), Campnosperma auriqulatum

(20)

46

(0,56%), Tetrameristra glabra (0,41%). Kadar ini cukup tinggi dibandingkan dengan kadar protein daun makanan siamang (Hylobates syndactylus) 0,13% (Harianto 1988 dalam Bismark 1994) dan kadar protein daun makanan bekantan (Nasalis larvatus) antara 7,27-11,16% (Bismark 1994).

Hasil analisis jenis pakan yang memiliki kandungan lemak dengan urutan paling tinggi adalah Dacrycarpus imbricatus (9,26%), Agathis borneensis (0,95%), Naigea nerifolium (0,16%), Tetrameristra glabra (0,15%), Campnosperma auriqulatum (0,13%), Freycinetea sp. (0,12%), Pandanus sp. (0,095%). Hasil analisis proksimat kandungan lemak dari ke 7 contoh tergolong rendah, yaitu paling tinggi hanya 0,95% yang terdapat dalam spesies Agathis borneensis dan paling rendah hanya 0,095% pada spesies Pandanus sp. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai cadangan makanan jika karbohidrat telah habis dirombak sebagai energi. Selain itu fungsi lemak adalah suspensi bagi vitamin A, D, E, dan K yang berguna untuk proses biologis, penahan goncangan untuk melindungi organ vital, dan melindungi tubuh dari suhu luar yang kurang mendukung (Widodo 2002). Pada saat penelitian kondisi orangutan tergolong sehat. Hal ini dapat dilihat dari penampakan fisik, yakni kulit tampak cerah (tidak kusam), tubuh terlihat gemuk, dan pergerakannya yang lincah. Kandungan lemak yang rendah ini tidak bermasalah bagi kebutuhan nutrisi orangutan, karena kadar lemak yang rendah dapat disubtitusi dari lemak dalam pakan lainnya.

Hasil analisis jenis pakan yang memiliki kandungan serat kasar dengan urutan tertinggi yaitu Dacrycarpus imbricatus (10,87%), Agathis borneensis (6,36%), Naigea nerifolium (3,07%), Freycinetea sp. (2,99%), Tetrameristra glabra (2,63%), Pandanus sp. (2,21%), Campnosperma auriqulatum (1,85%). Serat sangat penting dalam pencernaan, selain itu mencegah dari timbulnya penyakit. Komposisi serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin dan lain-lain. Komposisi ini dipengaruhi oleh spesies tumbuhan, bagian tumbuhan (daun, akar, batang) dan derajat kematangan tumbuhan tersebut (Tala 2009).

Kadar Abu atau yang biasa disebut mineral memiliki peranan penting dalam tubuh satwa. Kadar abu paling tinggi dari ke 7 contoh adalah spesies Freycinetea sp. 0.76%. Dalam tubuh, mineral hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun. Mineral yang diketahui bersifat

(21)

toksik diantaranya selenium, fluorin, arsen, timah hitam, perak, dan molibdenum. Mineral berfungsi sebagai metabolisme tubuh dan melancarkan pencernaan. Selain itu untuk memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekatan otot dan syaraf, dan mengatur transport zat makanan dalam sel. Selain itu berfungsi untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti dalam gigi dan tulang (K, F dan Mg), perbaikan bulu/rambut, tanduk dan kuku, jaringan lunak dan sel darah (Widodo 2002).

Hasil analisis jenis pakan yang memiliki kadar air dengan urutan tertinggi yakni Pandanus sp. (92,03%), Tetrameristra glabra (89,88%), Freycinetea sp. (87,33%), Campnosperma auriqulatum (86,35%), Agathis borneensis (76,17%), Naigea neriifolium (67,69%), Dacrycarpus imbricatus (50,61%). Hasil analisis jenis pakan yang memiliki kadar abu dengan urutan tertinggi yakni Agathis borneensis (1,09%), Dacrycarpus imbricatus (1,04%), Freycinetea sp. (0,76%), Naigea neriifolium (0,66%), Pandanus sp. (0,64%), Campnosperma auriqulatum (0,38%), Tetrameristra glabra (0,30%). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Penentuan kadar air dalam analisis proksimat ini sangat penting untuk diketahui. Mutu stabilitas suatu contoh pakan ditentukan oleh kadar air yang merupakan salah satu syarat utama pada pengujian contoh pakan. Syarat tersebut harus dipenuhi, karena jika kadar air melebihi standar, akan menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik lainnya sehingga akan mempengaruhi kestabilannya. Kandungan air dalam bahan pakan menentukan acceptability, kesegaran, dan sangat berpengaruh terhadap masa simpan contoh pakan, karena air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik atau adanya perubahan-perubahan kimia seperti contoh, kandungan air dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan cita rasa bahan pakan (Buckle et al. 1987 dalam Winarno 2002).

Tujuh contoh pakan yang diujikan, spesies yang memiliki kandungan nutrisi terbaik adalah Dacrycarpus imbricatus. Spesies ini memiliki kandungan nutrisi yang terbaik daripada yang lainnya. Bagian yang dimakan dari spesies ini adalah buah. Buah Dacrycarpus imbricatus berbentuk bulat lonjong dan agak mirip dengan kacang hijau, berwarna hijau ketika belum masak, dan merah ketika sudah

(22)

48

masak. Rasa buah ini adalah sepat-manis. Rasa sepat ini diduga karena dalam lapisan kulit buah terdapat getah (Gambar 14e). Ketersediaan spesies Dacrycarpius imbricatus dalam plot permanen tergolong rendah, yakni 1,66%, namun di luar plot masih bisa dijumpai jenis ini. Hasil wawancara dengan salah satu ahli primata di Batang Toru, bahwa buah ini juga dimakan oleh Hylobates syndactylus (siamang) dan Hylobates agilis (owa ungko).

Gambar

Gambar 4 Grafik perjumpaan orangutan sumatera.
Gambar 5 Orangutan betina dewasa (Indah).
Gambar 7 Orangutan jantan muda (Sipang).
Gambar 9 Perbandingan aktivitas harian orangutan sumatera.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana cara bapak/ibu menarik minat pengepul, pelanggan atau pedagang ikan agar mau mengambil atau membeli ikan lele di tempat bapak/ibu padahal bapak/ibu tahu

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudara pada Pembangunan Mess Aparatur Kecamatan Seimenggaris, maka dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir

Seiring orang yang mulai mempedulikan kesehatan dan teknologi yang semakin maju para produsen pembuat alat kesehatan diseluruh dunia pun terus menciptakan

Reason for change:  A GML 3.2 binding of the O&amp;M schemas is required for applications that wish to use the current version of GML 3.2. It is also necessary to underpin an orderly

Mengembangkan model keputusan strategi penjualan produk pada bisnis clothing online make-to- order, online make-to-stock dan kombinasi online dan ritel make-to-stock pada

Suatu negara yang berdaulat menurut hukum internasional mempunyai hak untuk menerima dan mengusir orang asing dari wilayahnya, jika ternyata orang asing yang berada di

Pihak Pemberi Pernyataan dan kuasa dengan ini menyatakan membebaskan Pihak Penanggung dari seluruh tanggung jawab hukum yang mungkin timbul dikemudian hari, apabila ada

Tujuan dari dari penulisan ini adalah menganalisis sumber dan penggunaan modal kerja pada PT INTANPRATAMA CIPTA JAYA dengan membandingkan neraca tahun 2008 dan tahun 2007