SKRIPSI – TK141581
PENGUKURAN KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM TERNER ISOTERMAL DIETIL
KARBONAT+ISOOKTANA+ETANOL DAN DIETIL
KARBONAT+TOLUENA+ETANOL PADA TEMPERATUR 303.15-323.15 K.
Oleh :
PUTU CITRA ISWARA NRP 2313 100 074
P 2312 100 002
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng NIP. 1963 01 22 1987 01 1001 Annas Wiguno, S.T ., M.T NIP. 1989 11 25 2015 04 1001
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
FINAL PROJECT – TK141581
ISOTHERMAL VAPOR-LIQUID EQUILIBRIUM MEASUREMENT FOR TERNARY SYSTEMS OF
DIETHYL CARBONATE+ISOOCTANE+ETHANOL AND DIETHYL CARBONATE+TOLUENE+ ETHANOL AT TEMPERATURE 303.15-323.15 K.
Written By :
PUTU CITRA ISWARA NRP 2313 100 074
P 2312 100 002
Advisor :
Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng NIP. 1963 01 22 1987 01 1001 Annas Wiguno, S.T ., M.T NIP. 1989 11 25 2015 04 1001
DEPARTEMENT OF CHEMICAL ENGINEERING FACULTY OF TECHNOLOGY INDUSTRY
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
i
PENGUKURAN KESETIMBANGAN UAP-CAIR SISTEM TERNER ISOTERMAL DIETIL KARBONAT+ ISOOKTANA+ ETANOL DAN DIETIL KARBONAT+ TOLUENA+ ETANOL
PADA TEMPERATUR 303.15 – 323.15 K Nama Mahasiswa : Putu Citra Iswara
NRP : 2313 100 074
Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Gede Wibawa, M.Eng Annas Wiguno, S.T ., M.T
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data kesetimbangan uap-cair (VLE) sistem terner isotermal dietil karbonat+isooktana+etanol dan dietil karbonat+toluena+etanol pada rentang temperatur 303.15–323.15 K yang akurat. Peralatan eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah ebulliometer sederhana yang dikembangkan oleh Oktavian et al., Fuel 107(2013) 47-51. Pada penelitian ini, dilakukan lagi validasi alat dan metodenya dengan membandingkan tekanan uap murni dietil karbonat (DEC), isooktana, toluena, dan etanol dengan data literatur. Dari hasil validasi, diperoleh average absolute deviation (AAD) tekanan uap murni berturut-turut sebesar 1.7, 0.9, 1.2 dan 0.8%. Penambahan DEC ke dalam campuran isooktana+etanol dan toluena+etanol mampu menurunkan tekanan uap campuran secara signifikan. Data eksperimen dibandingkan dengan hasil prediksi model Wilson, NRTL, UNIQUAC dimana pasangan interaksi parameter biner dioptimasi hanya dari VLE data biner memberikan AAD berturut-turut sebesar 4.0, 3.9
ii
dan 1.4% untuk sistem dietil karbonat+isooktana+etanol, dan 5.0, 4.5 dan 3.3% untuk sistem dietil karbonat+toluena+etanol.
Data eksperimen juga dibandingkan dengan model prediksi menggunakan grup konstribusi model UNIFAC, memberikan AAD sebesar 1.4 dan 6.8% berturut-turut untuk sistem dietil karbonat+isooktana+etanol dan dietil karbonat+toluena +etanol.
Kata Kunci: Kesetimbangan Uap-Cair; Dietil Karbonat; Etanol ; Isooktana; Toluena; Wilson; NRTL; UNIQUAC; UNIFAC.
iii
ISOTHERMAL VAPOR-LIQUID EQUILIBRIUM MEASUREMENT FOR TERNARY SYSTEMS OF
DIETHYL
CARBONATE+ISOOCTANE+ETHANOL AND DIETHYL CARBONATE+TOLUENE+ ETHANOL
AT TEMPERATURE 303.15-323.15 K. Name : Putu Citra Iswara
NRP : 2313 100 074
Advisor : Prof. Dr.Ir.Gede Wibawa, M.Eng Annas Wiguno, S.T ., M.T
ABSTRACT
The objective of this work was to measure isothermal ternary vapor-liquid equilibrium (VLE) for diethyl carbonate + isooctane + ethanol and diethyl carbonate + toluene + ethanol systems at the temperature range of 303.15 – 323.15 K. The experimental apparatus used in this work was simple ebulliometer as developed by Oktavian et al., Fuel 107 (2012) 47-51. In this work, the validation of the apparatus and method were checked by comparing the measured vapor pressure of pure diethyl carbonate, isooctane, toluene, and ethanol with the literature data giving average absolute deviation (AADs) of 1.7, 0.9, 1.2 and 0.8%, respectively. The addition of DEC into isooctane + ethanol and toluene + ethanol mixtures was capable of reducing the vapor pressure significantly. The experimental data were compared to the prediction results of Wilson, NRTL, UNIQUAC models where binary interaction parameter pairs were fitted from binary VLE data only giving
iv
AADs of 4.0, 3.9 and 1.4%, respectively for diethyl carbonate + isooctane + ethanol system and 5.0, 4.5 and 3.3%, respectively for diethyl carbonate + toluene + ethanol system . The experimental data were compare with predictive UNIFAC group contribution model as well giving AADs of 1.4 and 6.8% for diethyl carbonate + isooctane + ethanol and diethyl carbonate + toluene + ethanol systems, respectively.
Key Word: Vapor-Liquid Equilibrium; Diethyl Carbonate; Ethanol ; Isooctane;Toluene; Wilson; NRTL; UNIQUAC, UNIFAC.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi) saya yang berjudul:
Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair Sistem Terner Isotermal Dietil Karbonat+Isooktana+Etanol dan Dietil Karbonat+Toluena+Etanol Pada Temperatur 303.15 – 323.15 K.
Penulisan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata-1 (S1) Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
Saya berterima kasih atas dukungan dan doa dari berbagai pihak yang mendukung kelancaran pengerjaan tugas akhir saya. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M. Eng. selaku Dosen Pembimbing tugas akhir dan Kepala Laboratorium Thermodinamika.
2. Bapak Annas Wiguno, S.T ., M.T , selaku Dosen Pembimbing.
3. Bapak dan Ibu Dosen Penguji serta seluruh Karyawan Departemen Teknik Kimia
4. Orang tua dan saudara-saudara yang selalu mendukung dan mendoakan saya.
5. Teman – teman dekat saya yang senantiasa mendampingi dan mendukung kelancaran studi di kampus Teknik Kimia FTI-ITS.
6. Teman – teman di Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia & angkatan K-53.
7. Semua pihak yang telah membantu selama proses studi dan penyelesaian skripsi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
vi
Semoga Tuhan YME selalu memberkati dan memberi rahmat atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik di penelitian mendatang.
Pada akhirnya, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat berkontribusi untuk ilmu pengetahuan khususnya untuk para pembaca.
Surabaya, 5 Juli 2017
vii
DAFTAR
ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ... i ABSTRACT ... iii KATA PENGANTAR ... vDAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR TABEL ... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian ... 7
2.2 Karakteristik Bahan ... 9
2.2.1 Dietil Karbonat(DEC) ... 9
2.2.2 Etanol ... 10
2.2.3 Isooktana ... 11
2.2.4 Toluena ... 12
2.3 Kesetimbangan Uap Cair (VLE) ... 13
2.3.1 Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair (VLE) Isobarik ... 17
2.3.2 Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair (VLE) Isotermal ... 18
2.4 Persamaan-Persamaan Koefisien Aktifitas ... 18
2.4.1 Persamaan Wilson ... 19
2.4.2 Persamaan NRTL ... 21
2.4.3 Persamaan UNIQUAC ... 23
2.4.4 Persamaan UNIFAC ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian ... 30
3.2 Peralatan Eksperimen ... 31
viii
3.4 Variabel Eksperimen... 34
3.5 Prosedur Eksperimen ... 36
3.6 Data Treatment ... 36
3.7 Estimasi Ketidakpastian pada Eksperimen ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Peralatan Ebuliometer ... 38
4.2 Data Eksperimen Pengukuran Tekanan Uap ... 42
4.2.1 Sistem Terner DEC (1) + Isooktana (2) + Etanol (3) ... 42
4.2.2 Sistem Terner DEC (1) + Toluena (2) + Etanol (3) ... 43
4.3 Pengaruh Penambahan DEC pada campuran Biner Hidrokarbon+Etanol ... 44
4.4 Prediksi Sistem Terner menggunakan Parameter Biner ... 45
4.4.1 Sistem Terner DEC (1) + Isooktana (2) + Etanol (3) ... 47
4.4.2 Sistem Terner DEC (1) + Toluena (2) + Etanol (3) ... 53
4.5 Prediksi Sistem Terner menggunakan Grup Konstribusi ... 59
4.5.1 Sistem Terner DEC (1) + Isooktana (2) + Etanol (3) ... 59
4.5.2 Sistem Terner DEC (1) + Toluena (2) + Etanol (3) ... 63 BAB V KESIMPULAN ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69 DAFTAR NOTASI ... 73 APPENDIKS ... 76 LAMPIRAN ... 103
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 UNIFAC-VLE SubGroup Parameters ... 28 Gambar 2.2 UNIFAC-VLE Interaction Parameter dalam kelvin ..29 Gambar 3.1 Skema Alat Ebulliometer (Oktavian et al.,
2013)(Wibawa et al., 2015) ... 32 Gambar 4.1 Hubungan Tekanan Uap dan Suhu pada Validasi Alat menggunakan DEC, Isooktana, Toluena, dan Etanol
... 41 Gambar 4.2 Pengaruh komposisi DEC terhadap tekanan uap campuran isooktana+etanol dan toluena+etanol pada temperatur 303.15 K ... 44 Gambar 4.3 Pengukuran Tekanan Uap Campuran sistem DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) pada berbagai temperatur menggunakan Model Wilson, NRTL, UNIQUAC .... 51 Gambar 4.4 Pengukuran Tekanan Uap Campuran sistem DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) pada berbagai temperatur menggunakan Model Wilson, NRTL, UNIQUAC...57 Gambar 4.5 Pengukuran Tekanan Uap Campuran sistem DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) pada berbagai temperatur menggunakan Model UNIFAC ... 61 Gambar 4.6 Pengukuran Tekanan Uap Campuran sistem DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) pada berbagai temperatur menggunakan Model UNIFAC ... 64 Gambar 4.7 Pengukuran Tekanan Uap Campuran sistem DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) dan sistem DEC (1) + toluena (2) + etanol pada berbagai temperatur menggunakan Model Wilson, NRTL, UNIQUAC, dan UNIFAC ... 66
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Properti Dietil Karbonat ... 9
Tabel 2.2 Properti Etanol ... 10
Tabel 2.3 Properti Isooktana ... 11
Tabel 2.4 Properti Toluena ... 12
Tabel 3.1 Properti Bahan yang Digunakan ... 33
Tabel 3.2 Struktur Kimia Bahan yang Digunakan ... 33
Tabel 3.3 Variabel Komposisi Campuran DEC + isooktana + etanol & Campuran DEC + toluena + etanol ... 35
Tabel 3.4 Temperatur Variabel Campuran ... 35
Tabel 4.1 Konstanta untuk Perhitungan Tekanan Uap Etanol, Toluena, Isooktana, dan DEC ... 39
Tabel 4.2 Tekanan Uap Hasil Validasi Alat Menggunakan DEC, Isooktana, Toluena, dan Etanol ... 40
Tabel 4.3 Hasil Eksperimen Sistem Terner DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) ... 42
Tabel 4.4 Hasil Eksperimen Sistem Terner DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) ... 43
Tabel 4.5 Daftar Parameter Persamaan Koefisien Aktivitas ... 47
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan dengan Model Wilson Sistem Terner DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) ... 48
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan dengan Model NRTL Sistem Terner DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) ... 49
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan dengan Model UNIQUAC Sistem Terner DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) ... 50
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan dengan Model Wilson Sistem Terner DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) ... 54
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan dengan Model NRTL Sistem Terner DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) ... 55
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan dengan Model UNIQUAC Sistem Terner DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) ... 56
xi
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan dengan Model UNIFAC Sistem Terner DEC (1) + isooktana (2) + etanol (3) ... 60 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan dengan Model UNIFAC Sistem Terner DEC (1) + toluena (2) + etanol (3) ... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern, dengan mobilitas manusia yang sangat tinggi, bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting. Konsumsi energi final menurut jenis selama tahun 2000-2013 masih didominasi oleh BBM (bensin, minyak, solar, IDO, minyak tanah, avtur dan avgas). Selama kurun waktu tersebut, total konsumsi BBM meningkat dari 315 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 399 juta SBM pada tahun 2013 atau meningkat 1,83% per tahun. Pada tahun 2000, konsumsi solar mempunyai pangsa terbesar (38,7%) disusul minyak tanah (23,4%), bensin (23,0%), minyak bakar (9,6%), IDO (3%) dan avtur (2,2%). Selanjutnya pada tahun 2013 menjadi minyak solar (45,4%), bensin (44,5%), avtur (6,1%) dan minyak tanah serta minyak bakar masing-masing sebesar 1,9% (BPPT OEI, 2016). Terdapat jenis-jenis bahan bakar seperti Premium (RON 88), Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (RON 95), Avtur (Aviation Turbine), Minyak Tanah (Kerosene) , Minyak Solar (HSD), Minyak Diesel (MDF), Minyak Bakar (MFO), Biodiesel, Pertamina Dex dan Avgas ( AviationGasoline).
Petrol (biasa disebut gasolin di Amerika Serikat dan Kanada; di Indonesia biasa disebut bensin) adalah cairan campuran yang berasal dari minyak bumi dan sebagian besar tersusun dari hidrokarbon serta digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin pembakaran dalam (internal combution). Istilah gasolin banyak digunakan dalam industri minyak, bahkan dalam perusahaan bukan Amerika. Penggunaan bahan bakar minyak khususnya gasolin secara terus menerus menyebabkan meningkatnya konsentrasi CO2 secara signifikan di atmosfir dan memberikan efek pemanasan
2
global (Demirbas, et al., 2004). Sehingga perhatian dunia terhadap permasalahan pemanasan glogal difokuskan sebagai tindakan dalam mencari solusi terhadap emisi greenhouse gas (GHG). Salah satu upaya untuk mengurangi emisi yaitu dengan penambahan zat additif yang memiliki kandungan oksigen tinggi (oxygenated compound). Oxygenated Compound harus ditambahkan pada gasolin sebelum di distribusikan untuk mengurangi polusi serta meningkatkan efisiensi pembakaran (Kiatkittipong, et al., 2008).
Beberapa senyawa oxygenated compound yang umum digunakan mulai dari Methyl tert-Butyl Ether (MTBE), ether, alkohol, ester dll. MTBE merupakan fuel additive yang paling sering digunakan sebagai octane booster. Namun MTBE terbukti kurang ramah lingkungan karena dapat mencemari air tanah dan tidak dapat terbiodegradasi langsung. Sehingga penelitian untuk menemukan fuel addittive baru yang lebih ramah lingkungan telah dilakukan di berbagai belahan dunia. Etanol/ alkohol yang merupakan bahan bakar alternative yang dapat diperbaharui sehingga dapat mengurangi emisi, karena bebas dari sulfur (Hansen, et al., 2005).
Namun, terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar. Pertama, etanol murni jika terlalu lama beriteraksi memiliki kecenderungan untuk bersifat higroskopis sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk mencegah kontaminasi air. Pemisahan etanol dengan air hanya dapat dilakukan pada suhu tertentu dengan distilasi biasa (kemurnian etanol hanya sampai 95%). Sedangkan kandungan air pada etanol yang polar tidak dapat bercampur dengan gasolin yang non-polar sehingga menyebabkan keduanya akan terpisah bila dicampurkan. Etanol juga tidak larut dengan gasolin pada suhu yang relatif rendah. Keberadaan air dalam campuran etanol-gasolin pada jumlah tertentu akan menyebabkan terjadinya layer pada bahan bakar, yaitu etanol air pada layer bawah dan gasolin pada layer atas (Larsen, 2009). Penambahan etanol pada gasolin juga dapat menimbulkan masalah yaitu kenaikan tekanan uap. Tekanan uap
3
yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya vapor lock. (Mariadi, 2014). Vapor lock adalah kondisi di mana proses pembakaran gagal terjadi karena bahan bakar liquid telah berubah menjadi gas pada sistem, mengakibatkan gagalnya start up pada mesin, terutama untuk mesin yang memakai karburator. Heating value etanol juga lebih rendah apabila dibandingkan dengan gasolin (Semar, 2011). Langkah-langkah yang tengah diupayakan mulai dari pencarian bahan bakar terbarukan (renewable fuel) hingga pemakaian octane booster yang ramah lingkungan dan memiliki kandungan oktan lebih tinggi.
Diethyl carbonate dapat digunakan sebagai zat tambahan (co-aditif) dalam campuran gasolin-alkohol untuk mengatasi kekurangan yang ada pada alkohol sebagai campuran pada gasolin karena rendahnya nilai oktan dari alkohol. DEC dapat menjadi
oxygenated compound pada bahan bakar untuk mengurangi polusi yang dihasilkan oleh mesin karena memiliki kandungan oksigen yang tinggi (40.6%-berat) (Dunn, et al., 2002). Dibandingkan dengan oxygenated compound lain yang umum digunakan seperti MTBE (methyl-tert-buthyl-eter), DEC dapat terdekomposisi secara perlahan menjadi CO2 dan etanol yang tidak memberikan dampak
yang berarti pada lingkungan (Eyring, 2000). Sebagai properti yang penting pada bahan bakar, data tekanan uap yang akurat dari kesetimbangan uap-cair (Vapor-Liquid Equilibrium) sangat penting dalam mendesain campuran bahan bakar dengan tekanan uap yang spesifik.
Berdasarkan penelitian, DEC sebanyak 5 wt % dapat mengurangi materi partikulat pada mesin diesel sebanyak 50% (Dunn, et al., 2002). Selain DEC, terdapat beberapa senyawa yang juga dapat dijadikan alternatif zat aditif pada bahan bakar seperti dimethyl carbonate (DMC) dan etanol. Namun, DEC memiliki keunggulan dibandingkan DMC dan etanol yaitu memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi. Selain itu, heating value
pada DEC (74,3 Mbtu/gal) lebih tinggi dibandingkan dengan DMC (55,6 Mbtu/gal) (Pacheco, 1997).Namun, dilihat dari produksi etanol yang sangat tinggi, tidak mungkin untuk
4
mensubtitusi peran etanol secara penuh sebagai fuel dengan DEC .Untuk mengaplikasikan teori tersebut, maka DEC dapat digunakan sebagai pencampur etanol disamping untuk mengurangi kelemahan etanol sebagai zat additif gasolin.
Salah satu variable terpenting yang dilihat dari pengujian bahan bakar adalah vapor pressure. Dimana dalam pencampuran ini gasoline yang digunakan adalah isooktana dan toluena, karena isooktana dan toluena merupakan komponen utama dalam bensin. (Anugraha, et.all., 2017). Selain itu dilihat dari komposisi PONA (Paraffin, Olefin, Naphthene and Aromatic) dalam bahan bakar, isooktana mewakili kelompok iso-parafin dalam bensin, sedangkan toluena mewakili kelompok aromatik. Isooktana dan toluena juga menjadi senyawa standar untuk mengukur jumlah oktan bensin.
Penelitian terdahulu telah dilakukan untuk sistem biner, yaitu Roddriguez et al., (2002) yang meneliti mengenai kesetimbangan uap-cair sistem biner DEC + heptana dan DEC + isooktana pada tekanan tetap 101.3 kPa pada suhu 371.5 K hingga 398.17 K. Oh Jong-Hyeok et al., (2006) yang meneliti mengenai kesetimbangan uap-cair sistem biner DMC + n-heptana dan DMC + isooktana pada tekanan 101.3 kPa pada suhu 333.15 K. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh data kesetimbangan uap-cair sistem biner isotermal untuk sistem n-heptana + DEC dan isooktana + DEC pada suhu 303.15 – 323.15 K sedangkan penelitian untuk data kesetimbangan uap-cair sistem terner isotermal dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada rentang suhu 303.15-323.15 K belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini akan di pelajari bagaimana kesetimbangan uap cair dari dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol , dimana isooktana dan toluena sebagai wakil dari gasolin.
5 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dijelaskan bahwa dalam mendesain campuran bahan bakar gasolin-DEC diperlukan data tekanan uap campuran yang akurat dari kesetimbangan uap-cair antar komponen-komponen yang akan dijadikan campuran dengan bahan bakar. Diketahui telah dilakukan beberapa penelitian data kesetimbangan, antara lain data kesetimbangan uap-cair sistem biner isotermal untuk sistem n-heptana + DEC dan isooktana + DEC pada suhu 303,15 - 323,15 K. Sedangkan penelitian untuk sistem terner isotermal untuk sistem dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada suhu 303,15 - 323,15 K belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu melengkapi hasil yang telah diperoleh oleh peneliti sebelumnya dengan menghasilkan data kesetimbangan uap-cair sistem terner isotermal untuk sistem dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada suhu 303,15 - 323,15 K.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan data kesetimbangan uap-cair sistem terner isotermal dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada suhu 303,15 – 323,15 K.
2. Membandingkan data eksperimen dengan hasil prediksi menggunakan model Wilson, NRTL, UNIQUAC, dan UNIFAC.
6 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berupa data kesetimbangan uap-cair sistem terner isotermal dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol dapat digunakan sebagai acuan tekanan uap campuran yang akurat dari kesetimbangan uap-cair antar komponen-komponen yang akan dijadikan campuran dengan bahan bakar gasolin.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan meninjau beberapa penelitian tentang kesetimbangan uap-cair yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain:
1. Rodriguez et al., (2002) meneliti tentang kesetimbangan uap cair untuk sistem biner dietil karbonat dengan alkana (heptana, oktana, cylclohexane) pada tekanan 101.3 kPa dan suhu 355 K – 415 K.
2. Rodriguez et al., (2003) meneliti tentang kesetimbangan uap cair untuk sistem biner dietil karbonat dengan lima alkohol (metanol, etanol, propanol, butanol, 1-pentanol) pada tekanan 101,3 kPa dan suhu 351.73 K – 396.02 K.
3. Oh Jong-Hyeok et al., (2006) yang meneliti mengenai kesetimbangan uap-cair sistem biner DMC + n-heptana dan DMC + isooktana pada tekanan 101.3 kPa pada suhu 333.15 K.
4. Oktavian et al., (2013) meneliti pengukuran tentang tekanan uap sistem etanol – isooktana, dan 1-butanol – isooktana dengan ebuliometer sederhana.
5. Wibawa et al., (2015) meneliti tentang kesetimbangan uap cair untuk sistem biner etanol + glycerol dan 2-propanol + glycerol pada berbagai temperatur.
Sementara penelitian yang telah dilakukan Labolatorium Thermodinamika Departemen Teknik Kimia, Institut Tekologi Sepuluh Nopember Surabaya adalah :
6. Wardani dan Ellena (2013) melakukan eksperimen menggunakan ebulliometer statis sederhana yang telah
8
dikembangkan oleh Oktavian et al. (2013) untuk mencari kesetimbangan uap-cair (VLE) dari sistem terner 2-butanol + gliserol + air pada range suhu 313.15 K sampai 333.15K. Reabilitas peralatan dilakukan dengan mengukur tekanan uap murni H2O dan 2-butanol serta
membandingkan data tersebut dengan data literatur. 7. Priharnanto dan Nuswantara (2014) melakukan
eksperimen menggunakan ebulliometer statis sederhana yang telah dikembangkan oleh Oktavian et al. (2013) untuk mencari kesetimbangan uap-cair isothermal (VLE) dari sistem terner tert-butanol + gliserol + air. Reabilitas peralatan dilakukan dengan mengukur tekanan uap murni H2O dan tert-butanol serta membandingkan data
tersebut dengan data literatur.
8. Novera & Rasyid (2015) meneliti tentang kesetimbangan uap cair isotermal pada sistem biner etanol + dietil karbonat dan 2-propanol + dietil karbonat pada 303.15 – 323.15 K
9. Putra & Nova (2016) meneliti tentang kesetimbangan uap cair isotermal pada sistem biner n-hepatana + dietil karbonat dan isooktana + dietil karbonat pada 303.15 – 323.15 K.
Berdasarkan data tersebut, penelitian sistem terner isotermal dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada suhu 303.15 – 323.15 K belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu melengkapi hasil yang telah diperoleh oleh peneliti sebelumnya dengan menghasilkan data kesetimbangan uap-cair isotermal untuk sistem terner isotermal dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol pada suhu 303.15 – 323.15 K.
9 2.2 Karakteristik Bahan
2.2.1 Dietil Karbonat (DEC)
Dietil Karbonat (DEC) telah dikenal sebagai bahan kimia yang ramah lingkungan karena DEC dapat terurai dengan lambat menjadi karbon dioksida dan etanol dimana keduanya tidak mempunyai efek pada saat dibuang ke lingkungan (Crandall, 1987). Kandungan oksigen yang tinggi dalam DEC menjadikan DEC berpotensi tinggi sebagai bahan aditif penambah nilai oksigen dalam bahan. Terdapat beberapa metode secara sintetis untuk memproduksi DEC, seperti proses phosgene (Muskat dan Strain, 1941), pertukaran ester (Urano et al., 1993), aktivasi dari karbon dioksida (Tomishige et al., 1999), reaksi dari etanol dengan urea dengan katalis organotin (Ryu, 1999) dan oksidatif carbonylation dari etanol (Dunn et al., 2002) (Roh et al., 2002) (Zhang et al., 2005).
Tabel 2.1 Properti Dietil Karbonat (Pacheco & Marshall, 1997; Perry & Green Don, 1984)
Nama Lain Carbonic Ether, Ethyl Carbonate, Eufin Rumus Kimia OC(OCH2CH3) 2
Berat Molekul 118.13 g/mole Lower Heating Value 74.3 MBtu/gal Vapor Pressure @20 °C 1.11 kPa
Normal Boiling Point 126 °C
Melting Point -43 °C
Research Octane Number (RON)
Gasoline Blending at 10 vol% 111 Motor Octane Number (MON)
Gasoline Blending at 10 vol% 96
10 2.2.2 Etanol
Etanol atau etil alkohol adalah jenis alkohol primer dengan 2 karbon yang terstruktur dengan rumus molekulnya adalah C2H5OH. Etanol bersifat mudah
menguap, mudah terbakar, dan merupakan cairan tak berwarna. Etanol biasa digunakan sebagai obat psikoaktif agak kuat, ditemukan dalam minuman beralkohol dan termometer modern. Dalam penggunaan umum, sering disebut hanya sebagai alkohol. Etanol telah digunakan secara luas sebagai zat pelarut. Terutama dalam pewangi, penyedap, pewarna, dan obat-obatan. Dalam industri kimia, etanol merupakan pelarut penting dan bahan baku untuk sintesis produk-produk lainnya. Juga digunakan sebagai bahan bakar untuk energi panas dan cahaya, dan baru-baru ini sebagai bahan bakar untuk mesin pembakaran internal.
Tabel 2.2 Properti Etanol (Short, 1983)
Nama Lain Ethyl alcohol;alcohol
Rumus Kimia C2H6O
Berat Molekul 46.07 g/mole Lower Heating Value 75.7 MBtu/gal Vapor Pressure @20 °C 5.95 kPa
Normal Boiling Point
78.29 °C (173 °F ) pada 760 mmHg Melting Point -114.3 °C (-174 °F) Research Octane Number (RON)
Gasoline Blending at 10 vol% 109 Motor Octane Number (MON) 90
Densitas (0.789 gm/cm
3) pada 25 ◦C
11 2.2.3 Isooktana
Isooktana dengan rumus kimia (CH3)2CHCH2C(CH3)3 merupakan cairan yang tidak
berwarna, mudah terbakar dan mendidih pada suhu 90oC,
sedikit larut dalam alkohol dan eter, tidak larut dalam air, digunakan dalam bahan bakar mesin dan sebagai perantara kimia. Isooktana (2,2,4-trimethylpentane) juga digunakan sebagai acuan untuk penentuan nilai oktan, dimana digunakan sebagai acuan dengan nilai 100. Isooktana sebagai acuan pada angka 100 karena hidrokarbon rantai lurus dapat menyebabkan “knocking”. Isooktana merupakan senyawa utama pada bensin, proporsinya yang semakin besar akan meningkatkan kualitas bensin dan menghindari masalah ketukan mesin. Tabel 2.3 Properti Isooktana,(Perry dan Green Don, 1984)
Nama Lain 2,2,4-trimethylpentane Rumus Kimia (CH3)3-C-CH2-CH(CH3)2
Berat Molekul 114.22 g/mole Heat of Combustion 19.053 BTU/lb Vapor Pressure @20 °C 5.5 kPa
Normal Boiling Point 99,3 °C
Melting Point -107.4 °C
Research Octane Number (RON)
Gasoline Blending at 10 vol% 100 Motor Octane Number (MON)
Gasoline Blending at 10 vol% 96
12 2.2.4 Toluena
Toluena adalah senyawa turunan benzene yang salah satu atom hidrogennya tersubtitusi oleh gugus metil (CH3). Nama lain toluena adalah metil benzene C6H5CH3.
Toluena secara umum diproduksi bersama dengan benzene, xylene, dan senyawa aromatik C9 dengan pembentukan katalitik dari nafta. Hasil pembentukan kasar ini diekstraksi, kebanyakan terjadi dengan sulfolane atau tetraetilena glikol dan zat terlarut, ke dalam sumur campuran dari benzene, toluena, xylena dan senyawa C9-aromatik dimana dipisahkan dengan cara fraksinasi. (Othmer & Kirk, 1984). Toluena merupakan suatu senyawa tidak berwarna, cairan berbau aromatic yang khas dimana tidak setajam benzena. Toluena biasanya digunakan secara luas dalam stok umpan industri dan juga sebagai bahan pelarut bagi industri lainnya. Seperti pelarut-pelarut lainnya, toluena juga digunakan sebagai obat inhalan.
Tabel 2.4 Properti Toluena,(Perry dan Green Don, 1984)
Nama Lain 1-heptana
Rumus Kimia C6H5CH3
Berat Molekul 92,14 g/mole Lower Heating Value 40, 589 MBtu/gal Vapor Pressure @20 °C[c] 3.33 kPa
Normal Boiling Point 110 °C
Melting Point -95 °C
Research Octane Number (RON)
Gasoline Blending at 10 vol% 121 Motor Octane Number (MON)
Gasoline Blending at 10 vol% 107
13 2.3 Kesetimbangan Uap-Cair (VLE)
Apabila ada sebuah campuran zat cair pada temperatur dan tekanan tertentu berada dalam kesetimbangan dengan campuran uap pada temperatur dan tekanan yang sama, besaran yang diperlukan adalah temperatur, tekanan dan komposisi kedua fase. Suatu sistem dikatakan setimbang secara thermodinamika jika sistem tersebut tidak mengalami kecenderungan ke arah perubahan pada skala makroskopis dan fugasitas dari kedua fase memiliki nilai yang sama.
Uap berasal dari fase liquida yang menunjukan kecenderungan untuk berubah menjadi uap. Fase uap juga memiliki kecenderungan menjadi fase liquida dengan cara kondensasi. Kecenderungan untuk berubah dapat diukur dengan kuantitas f yang disebut fugasitas. Pada keadaan setimbang properti-properti yang teramati tidak berubah terhadap waktu, sehingga properti-properti intensif atau potensial thermodinamikanya (suhu, tekanan, potensial kimia) sama dalam suatu sistem. Keseragaman tersebut berpengaruh pada tidak adanya transfer panas, transfer massa, dan kerja dari dalam maupun ke luar sistem.
Untuk setiap komponen dalam campuran, kondisi kesetimbangan dapat di nyatakan dengan persamaan :
V i L i
f
f
^ ^
(2.1) Untuk fase uap dengan fraksi mol y, hubungan antara fugasitas dengan temperatur, tekanan dan fraksi mol, koefisien fugasitas dapat di nyatakan dengan persamaan :14
P
y
f
i i i ^ ^
(2.2) Fugasitas komponen i dalam fase cair terhubung dengan komposisi fase yang bersangkutan melalui koefisien aktivitas
yang dapat dinyatakan dengan persamaan :0 ^ i i i L i
x
f
f
(2.3) Dengan harga 0 i f sama dengan
RT
P
P
Vi
P
f
sat i sat i sat i iexp
0
(2.4) Pada tekanan rendah, faktor eksponensial (poynting factor) yang nilainya mendekati dan
idianggap 1 sehingga :sat i i i L i
x
P
f
^ (2.5) Pada tekanan rendah fasa gas di asumsikan mengikuti kelakuan gas ideal maka :1 = 1
(2.6)
15 sat i i i iP x P y (2.7) Sedangkan koefisien aktivitas dinyatakan dengan persamaan :
sat i i i i i L i
P
x
P
y
f
x
f
0 ^
(2.8) Pada Persamaan Gibbs Duhem dinyatakan bahwa di dalam suatu campuran, koefisien aktivitas tiap komponenya tidak bebas terhadap yang lain melainkan terhubung melalui Persamaan Diferensial.Persamaan Umum Gibbs Duhem :
i i i x P x TM
d
x
dT
T
M
dP
P
M
0
, , (2.9) Pada P dan T konstan, maka :
i i id
M
x
0
(2.10) Jika ln
iadalah parsial properti, maka Persamaan (2.10) menjadi :
xidln
i 016
Maka diperoleh hubungan Persamaan Gibbs Duhem untuk sistem biner sebagai berikut :
P T P T
x
x
x
x
, 2 2 2 , 1 1 1ln
ln
(2.12) Agar suatu data mudah diolah maka harganya relatif terhadap suatu keaadaan ideal dengan excess properti yaitu perbedaan antara harga nyata dan harga idealnya, dimana :ME = M - M id
(2.13) nGE = nG id
(2.14) Penggunaan Persamaan Gibbs Duhem paling baik dilakukan melalui konsep kelebihan energi Gibbs (excess energi Gibbs), yaitu energi Gibbs teramati pada suatu campuran yang di atas atau lebih besar untuk larutan ideal pada temperatur, tekanan dan komposisi yang sama.
Total kelebihan energi Gibbs GE untuk larutan biner,
mengandung n1 mol komponen 1 dan n2 mol komponen 2 di
definisikan dengan :
n
1ln
1n
2ln
2
RT
G
E
(2.15) Pada persamaan Gibbs Duhem kita dapat menghubungkan koefisien aktifitas tiap komponen
1dan
2 dengan GEmelalui diferensiasi :17 2 , , 1 2 1
ln
n P T En
G
x
RT
(2.16) 1 , , 2 2 2ln
n P T En
G
x
RT
(2.17) Persamaan untuk mencari konstanta kesetimbangannya adalahP
P
K
sat i I
(2.18)2.3.1 Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair (VLE) Isobarik
Pengukuran VLE pada keadaan isobarik dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pada kondisi sistem tekanan rendah dan tekanan tinggi. Untuk pengukuran pada tekanan rendah, digunakan dua macam rangkaian alat, yaitu yang bersifat dinamis (circulation) dan tabung equilibrium statis. Berdasarkan data, penggunaan tabung equilibrium statis memberikan data yang lebih akurat. Salah satu ebulliometer isobarik yang digunakan adalah Ebulliometer Swietoslawski yang dibuat pertama kali pada tahun 1945. Untuk pegukuran VLE, telah dilakukan modifikasi oleh Malanowski pada tahun 1974. Peralatan ini dapat digunakan untuk mengukur
18
kesetimbangan larutan pada berbagai berbagai konsentrasi dengan range suhu 300 – 500 K dan tekanan 5 – 300 kPa secara akurat (Rogalski and Malanowski, 1980).
2.3.2 Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair (VLE) Isotermal
Salah satu peralatan yang digunakan pada pengukuran VLE isotermal adalah yang dikembangkan oleh Li et al. pada 1995. Pada peralatan ini, menggunakan konsep quasi-static method, yaitu metode pengukuran dengan melakukan pengukuran berdasarkan komposisi awal. Hal ini dikarenakan komposisi larutan awal dianggap sama dengan komposisi larutan pada keadaan setimbang akibat perubahan komposisi yang sangat kecil hingga dapat diabaikan. Secara teori, hal ini sangat sulit untuk diwujudkan pada ebulliometer konvensional. Pada ebulliometer yang disusun oleh Li et al., dapat dilihat bahwa ebulliometer yang digunakan memiliki kemiringan 30o sehingga dapat mengurangi
beban pompa untuk mengangkat liquid, sehingga suhu pada saat kesetimbangan dapat diukur. Selain itu, reflux ratio dan liquid holdup dapat dikurangi secara efektif. (Li
et al., 1995).
Dengan prinsip yang sama, quasi-static condition, Oktavian, et al. merancang ebulliometer baru pada 2011. Dengan menghilangkan bagian ebulliometer yang miring dan memperbesar volume tabung ebulliometer, jumlah zat yang diuji dapat meningkat sehingga perubahan komposisi liquid dapat diabaikan. (Oktavian, et al., 2013)
2.4. Persamaan-Persamaan Koefisien Aktivitas
Model energi Gibbs seperti Wilson, NRTL (Non Random Two Liquid), UNIFAC (Universal Functional Activity Coefficient) dan UNIQUAC (Universal Quasi-Chemical) sering
19 2 21 1 21 2 12 1 12 2 2 12 1 ) ln( 1 ln x x x x x x x
2 21 1 21 2 12 1 12 1 1 21 2 ) ln( 2 ln x x x x x x x digunakan untuk korelasi VLE campuran non-ideal. Model ini membutuhkan parameter interaksi biner tiap pasangan antar molekulnya (pair).
2.4.1 Persamaan Wilson
Persamaan Wilson dikemukakan oleh Wilson (1964). Persamaan Wilson mengacu pada konsep local composition yang merupakan dasar dari pengembangan teori pada termodinamika molekuler untuk liquid-solution. Pada
liquid-solution, komposisi lokal berbeda dengan komposisi campuran secara keseluruhan, merupakan perkiraan untuk menghitung short-range dan nonrandom moleculer orientation yang dihasilkan dari perbedaan ukuran molekul dan gaya intermolekuler.
Persamaan Wilson dapat digunakan untuk larutan ideal maupun larutan yang sangat tidak ideal. Untuk campuran-campuran biner sangat tidak ideal, misalnya larutan-larutan alkohol dengan hidrokarbon, persamaan Wilson lebih baik karena tidak seperti persamaan NRTL yang memiliki tiga parameter dan secara matematik lebih sederhana dibandingkan persamaan UNIQUAC.
Persamaan Wilson, seperti halnya persamaan Margules dan Van Laar hanya terdiri dari dua parameter untuk sistem biner (Λ12 dan Λ21) yang dinyatakan sebagai berikut :
(2.19)
(2.20)
20 ) exp( 12 11 1 2 12 RT V V
N K j kj N K ki k N j ij j i x x x 1 ln ln
) exp( 21 22 2 1 21 RT V V (2.21) (2.22) (2.22)Persamaan biner tersebut dikembangkan dari persamaan umum yang juga dapat digunakan untuk komponen lebih dari dua. Parameter-parameter Wilson di atas dapat digunakan untuk memprediksi persamaan-persamaan sistem terner. Pada sistem terner persamaan-persamaan yang digunakan adalah:
(2.23)
Persamaan umum koefisien aktifitas adalah sebagai berikut :
(2.24)
Kelebihan dari persamaan Wilson ini adalah :
Dapat digunakan untuk larutan mendekati ideal maupun larutan yang sangat tidak ideal
Hanya memiliki dua parameter sehingga lebih mudah dalam pengerjaannya
Untuk campuran biner yang sangat tidak ideal (larutan alkohol dengan hidrokarbon) akan diperoleh hasil prediksi yang lebih baik
Baik digunakan untuk larutan yang nonpolar
) ln(
i j ij E x x RT G21 12 1 2 12 12 21 2 1 21 21 2 1 G x x G G x x G x x RT GE
Dapat dipakai untuk sistem multi komponen
Sementara, kekurangan dari persamaan Wilson ini adalah:
Tidak dapat digunakan pada larutan yang tidak larut
Tidak dapat dipakai untuk LLE (Liquid-liquid Equlibrium)
Tidak dapat dipakai untuk polimer
2.4.2 Persamaan NRTL (Non Random Two Liquid) Persamaan NRTL dikemukakan oleh Renon dan Prauznitz (1968). Persamaan ini diturunkan berdasarkan konsep local composition yang dipelopori oleh Wilson. Persamaan NRTL ini dapat digunakan untuk sistem yang larut sebagian maupun untuk sistem yang larut sempurna. Persamaan ini dapat dipakai secara luas dalam VLE, LLE, dan VLLE untuk berbagai jenis zat, misalnya campuran hidrokarbon jenuh dan spesies polar, campuran senyawa non-polar, campuran spesies non-polar dan non-polar, campuran air dan spesies polar, dan campuran alkohol dengan campuran spesies non-polar.
Persamaan NRTL mempunyai tiga parameter, yaitu dengan tambahan parameter ketidakacakan (α) yang membuat persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis campuran dan kesetimbangan cair-cair. Perhitungan parameter untuk persamaan ini dilakukan dengan menetapkan harga α pada nilai tertentu dan selanjutnya melakukan optimasi untuk memperoleh dua parameter. Harga α biasanya berada diantara 0,2 sampai 0,47. Angka ini diperoleh dari beberapa eksperimen sistem biner. Walaupun lebih rumit, persamaan ini dapat digunakan pada sistem ideal dan non-ideal.
Persamaan NRTL untuk sistem biner dinyatakan dengan :
22
2 12 2 2 12 12 2 21 2 1 21 21 2 2 1 ln G x x G G x x G x
2 21 2 1 21 21 2 12 1 2 12 21 2 1 2 ln G x x G G x x G x
12 12 12 lnG 21 12 21 lnG RT
b
12 12
RT
b
21 21
n k n k k kj kj kj k ij n j n k k kj ij j n k k ki n j j ji ji i x G G x x G G x x G x G 1 1 1 1 1 1 ln (2.26) (2.27) (2.27) dimana, (2.28) (2.29) (2.30) (2.31) Persamaan koefisien aktifitas untuk sistem biner dan multikomponen lain dapat diturunkan dari persamaan dasarnya:(2.32)
23 ji ji ji G ln (2.33) 1 jj ii G G (2.34)
RT
b
b
ji ii ji
(2.35) 0 jj ii (2.36) Pengalaman menunjukan bahwa Persamaan model NRTL ini memiliki keandalan yang konsisten dibanding Van Laar dan Margules dalam arti persamaan ini biasanya dapat menangani keadaan-keadaan yang sangat tidak ideal, hanya dengan dua atau tiga parameter yang dapat disesuaikan. Persamaan NRTL sesuai untuk sistem multikomponen. Dapat digunakan untuk system VLE dana LLE. Untuk sistem organik akan diperoleh hasil yang baik dan akurat, dan dapat dipakai untuk larutan yang saling larut sempurna dan yang larut sebagian.Sementara kekurangan dari persamaan NRTL adalah membutuhkan tiga parameter biner, perlu kehati-hatian dalam pemilihan α (biasanya diperoleh dari data percobaan sebelumnya), dan tidak dapat dipakai untuk polimer.
2.4.3 Persamaan UNIQUAC (Universal Quasi-Chemical) Persamaan UNIQUAC
RT
G
g
E
dikemukakan oleh Abrams dan Prausnitz (1975). Persamaan UNIQUAC dapat diaplikasikan untuk campuran liquid24
elektrolit yang mengandung fluida polar atau non-polar seperti hidrokarbon, alkohol, nitril, keton, aldehid, asam organik dan air termasuk campuran larut sebagian. Persamaan tersebut dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian kombinatorial yang terdiri dari parameter komponen murni saja untuk menghitung perbedaan bentuk dan ukuran molekul, serta bagian residual yang menggabungkan dua parameter biner tiap pasang molekul untuk menghitung interaksi molekul.
R c
g
g
g
(2.37) Untuk sistem multikomponen :
i i i i i i i i i C x q z x x g ln 2 ln (2.38)
i j ji j i i R x q g ln (2.39) Dimana i, j, k,.= 1,2,3...,N (komponen )
j j j i i i q x q x
(2.40)
j j j i i i r x r x (2.41)
T a aji ii ji exp (2.42) dimana,25
a
ii =a
jj =a
kk = 0 (2.43) ij ji a a (2.44) dan z = 10 ( ditetapkan )Koefisien aktivitas untuk sembarang komponen i dinyatakan sebagai berikut:
N j N K K Kj ij j i i N j ji i i N j j j i i i i i i i i i q l xl q q q z x ln ln 2 ln ln (2.45) dan, (r q ) (r 1) 2 z li i i i (2.46)Model UNIQUAC dapat diterapkan untuk memprediksi kesetimbangan uap-cair sistem multi komponen dengan parameter energi interaksi sistem biner. Keuntungan menggunakan Persamaan UNIQUAC adalah :
Hanya mempunyai dua parameter yang dapat disesuaikan.
Mempunyai ketergantungan yang lebih kecil terhadap suhu.
Dapat diterapkan pada larutan dengan molekul-molekul yang besar atau kecil sebab variabel
26
konsentrasi primer merupakan fraksi permukaan dan bukan fraksi mol.
2.4.4 Persamaan UNIFAC
Persamaan UNIFAC pertama kali dikemukakan oleh Fredenslund et al (1975). Persamaan tersebut dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian kombinasi yang terdiri dari parameter komponen murni saja untuk menghitung perbedaan bentuk dan ukuran molekul, serta bagian residual untuk menghitung interaksi antar molekul.
ln 𝛾𝑖 = ln 𝛾𝑖𝐶+ ln 𝛾 𝑖𝑅
(2.47) Bagian kombinasi ln 𝛾𝑖𝐶 dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini, dimana identik dengan model UNIQUAC sebagai berikut:
ln 𝛾𝑖𝐶 = ln𝛷𝑖 𝑥𝑖 + 𝑧 2𝑞𝑖ln 𝜃𝑖 𝛷𝑖+ 𝑙𝑖 −𝛷𝑖 𝑥𝑖 ∑ 𝑥𝑗𝑙𝑗 𝑗 (2.48) Dimana: 𝑙𝑖 =𝑧2(𝑟𝑖− 𝑞𝑖) − (𝑟𝑖− 1) (2.49) z=10 (2.50) 𝜃𝑖 = 𝑞𝑖𝑥𝑖 ∑ 𝑞𝑗 𝑗𝑥𝑗 (2.51)
27
𝛷𝑖 = 𝑟𝑖𝑥𝑖
∑ 𝑟𝑗 𝑗𝑥𝑗 (2.52)
Pada persamaan di atas xi merupakan fraksi mol komponen i, sedangkan𝜃𝑖dan 𝛷𝑖 merupakan fraksi area dan fraksi volume secara berturut-turut. Dan untuk komponen murniparameter𝑟𝑖 dan𝑞𝑖secara berturut-turut menunjukkan volume molecular dan luas
permukaam molecular van der Waals.
𝑟𝑖 = ∑ 𝑣𝑘 𝑘(1)𝑅𝑘
(2.53)
𝑞𝑖 = ∑ 𝑣𝑘 𝑘(1)𝑄𝑘
(2.54)
Dimana 𝑣𝑘(1)selalu bilangan bulat yang menunjukkan jumlah grup type k dalam suatu molekul i. Rk dan Qk lebih lengkap tersedia dalam Tabel 8.23 (Poling, 2001)
Metode UNIFAC digunakan untuk mengestimasi activity coefficients dari suatu komponen yang bergantung pada konsep bahwa campuran cairan dapat dianggap sebagai larutan dari unit struktural dari mana molekul terbentuk bukan larutan dari molekul itu sendiri. Unit-unit struktural disebut subkelompok, dan beberapa dari mereka yang tercantum dalam Gambar 2.3. Nilai dari k digunakan untuk mengidentifikasi setiap sub-kelompok. Relative volume, Rk, dan relative surface area, Qk, adalah properti dari subkelompok. Activity coefficients tidak hanya tergantung pada sifat subkelompok seperti Rk dan Qk, tetapi juga pada interaksi antara subkelompok. Parameter nilai amk untuk beberapa pasangan tersebut diberikan pada Gambar 2.4. Keuntungan besar dari metode UNIFAC adalah bahwa jumlah yang relatif kecil dari subkelompok bergabung untuk membentuk jumlah yang sangat besar molekul.
28
Gambar 2.1 UNIFAC-VLE Subgroup Parameters (Hansen et all., 1991)
29
Gambar 2.2. UNIFAC-VLE Interaction Parameters, amk, dalam kelvin (Hansen et all., 1991)
Untuk bagian residual ln 𝛾𝑖𝑅dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
ln 𝛾𝑖𝑅 = ∑ 𝑣 𝑘(𝑖)(ln 𝛤𝑘 − ln 𝛤𝑘 (1)) (2.53) 𝑘 ln 𝛤𝑘 = 𝑄𝑘[1 − ln (∑ 𝛩𝑚𝛹𝑚𝑘 𝑚 ) − ∑ 𝛩𝑚𝛹𝑘𝑚 ∑ 𝛩𝑛 𝑛𝛹𝑛𝑚 𝑚 ] (2.54) 𝛩𝑚 = 𝑄𝑚𝑋𝑚 ∑ 𝑄𝑛 𝑛𝑋𝑛 (2.55) 𝑋𝑚= ∑ 𝑣𝑚 (𝑗)𝑥 𝑗 𝑗 ∑ ∑ 𝑣𝑗 𝑛 𝑛(𝑗)𝑥𝑗 (2.56) 𝛹𝑚𝑛 = 𝑒𝑥𝑝 (−𝑎𝑚𝑛 𝑇 ) (2.57)
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Deskripsi Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kesetimbangan uap-cair sistem terner dietil karbonat + isooktana + etanol dan dietil karbonat + toluena + etanol dengan menggunakan peralatan ebuiliometer statis sederhana yang telah dikembangkan di Laboratorium Thermodinamika (Oktavian et al. 2013). Hasil eksperimen yang didapat akan dibandingkan dengan hasil prediksi menggunakan parameter biner pada model Persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC, dan UNIFAC.
Data kesetimbangan uap-cair sistem terner DEC + isooktana + etanol dan DEC + toluena+ etanol secara isotermal pada suhu 303.15 – 323.15 K yang didapatkan dalam penelitian ini dapat digunakan dalam dalam mendesain campuran bahan bakar dietil karbonat (DEC) dan gasolin.
Peralatan eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah ebulliometer sederhana yang dikembangkan oleh Oktavian et al., Fuel 107(2013) 47-51. Validasi alat dilakukan dengan membandingkan tekanan uap murni DEC, isooktana, toluena, dan etanol hasil eksperimen dengan data yang telah dikorelasikan menggunakan Persamaan Antoine dan Wagner. Data hasil eksperimen akan diprediksi dengan persamaan Wilson, Non-Random Two-Liquid (NRTL), Universal Quasi-Chemical (UNIQUAC), dan UNIFAC untuk masing – masing sistem.
31 3.2 Peralatan Eksperimen
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah ebulliometer statis sederhana. Detail peralatan ditunjukkan Gambar 3.1. Peralatan ini memiliki bagian utama yaitu
Ebulliometer Cell (1), satu buah kondensor untuk mengkondensasi uap (3), lubang sampel (untuk fase cair) dan beberapa alat pelengkap seperti pompa vakum (Value VG 140) untuk mengatur tekanan operasi (4), magnetik stirrer sebagai pengaduk, pengukuran suhu di dalam sistem menggunakan Four-wire Platinum Resistance Temperature Detector (2), indikator pencatat suhu (YOKOGAWA 7563) dengan akurasi ±0.03 K, Temperatur untuk sistem pemanasan dikontrol oleh PID controller (Shimaden SR64) dengan akurasi ± 0.3% (dari displayed value) dan manometer raksa dengan akurasi ± 0.1 mmHg (5). Ebuliometer yang digunakan merupakan alat yang dikembangkan oleh Oktavian
et al. (2013) dimana perubahan komposisi awal tidak signifikan pada saat terjadi kesetimbangan.
32
Gambar 3.1 Skema Alat Ebulliometer (Oktavian et al., 2013) (Wibawa et al., 2015)
3.3 Bahan Eksperimen
Bahan-bahan yang digunakan pada eksperimen ini adalah DEC p.a dengan kemurnian 99.92% , etanol dengan kemurnian ≥ 99.8% , isooktana p.a dengan kemurnian ≥ 99.5% yang disupply dari MERCK dan toluena dengan kemurnian ≥ 99.7% yang disupply dari SIGMA ALDRICH .
1. Ebulliometer Cell 2. Four-Wire Platinum Resistance Temperature Detector 3. Condenser 4. Vacuum Unit 5. Mercury Manometer 6. Heating System Controll 7. Magnetic Stirrer
33
Data komponen murni dari sistem yang dipakai disajikan pada tabel 3.1 dan struktur kimia bahan yang ditunjukkan pada tabel 3.2
Tabel 3.1 Properti Bahan Zat Rumus Molekul Tekanan Uap (kPa pada 20°C) Titik Didih (°C) Densitas (g/cm3) Dietil Karbonat C5H10O3 1.11 126 0.975 Etanol C2H6O 5.95 78.29 0.789 Isooktana C8H18 5.5 99.3 0.692 Toluena C7H8 3.33 110 0.867
Tabel 3.2 Struktur Kimia Bahan yang Digunakan
Komponen Struktur Kimia
Dietil karbonat
34 Isooktana
Toluena
3.4 Variabel Eksperimen
Penentuan variabel komposisi campuran dalam percobaan ini digunakan sebagai desain campuran bahan bakar. Berdasarkan peraturan pada BPPT Indonesia Energy Outlook 2016 sebagaimana diatur dalam Permen ESDM 12 bahwa campuran biodiesel merupakan 30% dari minyak solar dan campuran bioethanol merupakan 20% terhadap bensin pada tahun 2025.
Fraksi DEC sebagai co-aditif ditetapkan pada rentang 0 – 0.3 (fraksi massa) dengan tujuan untuk melihat perubahan tekanan uap yang terjadi tanpa penambahan aditif dan dengan dilakukan penambahan aditif hingga range fraksi massa DEC 0.3. Komposisi DEC sebagai co-aditif lazimnya lebih rendah dari etanol yang merupakan aditif utama. Namun pengaruh komposisi DEC sebagai co-aditif ditelaah lebih lanjut (pada range 0.2 ; 0.3) untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan komposisi DEC terhadap tekanan uap campuran. Sehingga dapat dibuat variabel komposisi campuran seperti pada tabel 3.3 berikut
35
Tabel 3.3 Variabel Komposisi Campuran DEC + isooktana + etanol & Campuran DEC + toluena + etanol
No Fraksi massa X1 X2 X3 1 0 0.8 0.2 2 0.1 0.7 0.2 3 0.2 0.6 0.2 4 0.3 0.5 0.2
* X1 = fraksi massa DEC
X2 = fraksi massa isooktana & toluena
X3 = fraksi massa etanol
Penentuan variabel suhu didasarkan penyimpanan bahan bakar yang berkisar pada range antara 30 oC hingga 50 oC untuk
sistem DEC + isooktana + etanol dan DEC + toluena+ etanol dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4 Temperatur Kesetimbangan No Temperature (oC) 1 30 2 32.5 3 35 4 37.5 5 40 6 42.5 7 45 8 47.5 9 50
36 3.5 Prosedur Eksperimen
Penelitian ini diawali dengan melakukan validasi peralatan dengan menggunakan zat murni dietil karbonat, isooktana, toluena, dan etanol. Setelah validasi peralatan, selanjutnya dilakukan penelitian kesetimbangan uap-cair menggunakan sistem terner DEC + isooktana + etanol dan DEC + toluena+ etanol, dilakukan dengan memasukkan campuran dengan komposisi tertentu dengan volume kurang lebih 200 mL ke dalam tabung (1) melalui lubang sampel yang terdapat di bagian atas tabung kemudian ditutup dengan rapat yang bertujuan agar tidak adanya udara yang keluar masuk ke sistem. Setelah itu dilakukan pengaturan tekanan vakum dengan menggunakan pompa vakum (4). Kemudian menyalakan magnetik stirrer (7) yang bertujuan untuk mengaduk larutan agar campuran merata dan kondensor (3) harus dialiri air pendingin terlebih dahulu. Kemudian larutan dipanaskan dengan menggunakan sistem pemanas (6). Pemanasan ini mengakibatkan sebagian liquid menguap dan selanjutnya uap akan masuk pada kondensor (3). Pengukuran suhu dalam sistem terbaca oleh Four-wire Platinum Resistance Temperature Detector (2) dan pembacaan tekanan terbaca oleh manometer raksa (5). Akibat pemanasan maka akan ada sebagian liquid yang menguap menuju kondendor (3). Pada kondensor (3) uap akan terkondensasi menjadi liquid yang akan langsung kembali ke dalam tabung (1). Setiap kenaikan suhu pada suhu yang berbeda dilakukan pencatatan tekanan yang terbaca pada manometer raksa. Data yang diperoleh dari eksperimen ini diprediksi dengan persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC dan UNIFAC .
3.6 Data Treatment
Dari eksperimen ini, diperoleh data, yaitu xi (molar fraksi
komponen i dalam fase liquid), P (tekanan sistem), dan T (suhu sistem). Berdasarkan validasi alat, diperoleh juga tekanan uap murni komponen, Pisat. Selanjutnya data eksperimen tersebut di
prediksi dengan persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC, dan UNIFAC menggunakan parameter biner dari data sistem biner
37
hasil eksperimen sebelumnya. Dari parameter-parameter tersebut, selanjutnya dihitung koefisien aktifitas, γi, dengan persamaan
Wilson, NRTL, dan UNIQUAC. Nilai γi kemudian digunakan
untuk menghitung tekanan uap korelasi. Kemudian dihitung
Average Absolute Deviation (AAD) antara tekanan uap eksperimen dengan tekanan uap hasil perhitungan.
AAD pada Persamaan (3.1) membutuhkan data tekanan hasil perhitungan, Pcal, dan tekanan hasil eksperimen, Pexp. Untuk
menghitung Pcal dibutuhkan data komposisi (x1), koefisien
aktifitas, (γ), dan tekanan saturated (Pisat). Pisat merupakan tekanan
jenuh komponen murni pada suhu tertentu. Untuk model Wilson menggunakan Persamaan (2.19-2.24), sedangkan untuk model NRTL menggunakan Persamaan (2.25-2.36), untuk model UNIQUAC menggunakan Persamaan (2.37-2.46), dan untuk model UNIFAC menggunakan persamaan (2.47-2.54).
n i cal P P P n AAD 1 exp exp % 100 1 (3.1) 3.7 Estimasi Ketidakpastian pada EksperimenKetidakpastian data hasil eksperimen pada penelitian ini bersumber dari keterbatasan readability peralatan dan ketidakpastian pengukuran. Ketidakpastian pembacaan temperatur berasal dari ketidakpastian indikator perekam suhu (YOKOGAWA 7563) dan RTD Pt 100 (four-wire), yang memiliki ketidakpastian sebesar ±0.05 K, Ketidakpastian data tekanan berasal dari ketidakpastian pembacaan manometer raksa, yaitu ± 0.5 mmHg. Dan ketidakpastian data fraksi mol berasal dari ketidakpastian pembacaan massa pada neraca analitis OHAUS Analytical Plus AP210 dengan ketidakpastian ±0.0001 g.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran tekanan uap sistem terner isotermal dietil karbonat+isooktana+etanol & dietil karbonat+toluena+etanol pada eksperimen ini menggunakan paralatan ebulliometer yang sudah dimodifikasi. Ebulliometer yang sudah dimodifikasi ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan peralatan ebulliometer yang digunakan sebelumnya. Modifikasi pada ebulliometer ini diharapkan dapat mengukur tekanan uap dengan lebih akurat dari ebulliometer sebelum dilakukan modifikasi.
Bahan yang digunakan untuk campuran terner adalah dietil karbonat (PA), isooktana(PA), toluene(PA) dan etanol(PA). Pengukuran tekanan uap campuran ini dilakukan dalam keadaan
vacuum. Pada eksperimen ini yang menjadi kendala dalam pengukuran tekanan uap ini adalah cara mengatur agar sistem benar-benar vacuum, sehingga menggunakan silicon rubber untuk mengisolasi sistem agar dalam kondisi vacuum.
Dalam penelitian ini dilakukan validasi data pengukuran untuk membuktikan bahwa modifikasi ebulliometer yang digunakan sudah sesuai dan akurat untuk pengukuran tekanan uap. Selain itu juga menyusun grafik temperatur (T) terhadap tekanan (P) sistem terner dietil karbonat+isooktana+etanol & dietil karbonat+toluena+etanol pada berbagai komposisi dietil karbonat, serta memprediksi hasil pengukuran tekanan uap eksperimen menggunakan parameter sistem biner dengan persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC dan UNIFAC.
4.1 Validasi Peralatan Ebulliometer
Pengujian atau pengkalibrasian alat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana akurasi alat untuk digunakan dalam eksperimen. Validasi ini dilakukan dengan mengukur tekanan uap dietil karbonat, isooktana, toluena dan etanol murni dan membandingkannya dengan data dari literatur. Tekanan uap murni literatur etanol, toluena, isooktana, dan dec dihitung
39
menggunakan persamaan (4-1), yaitu persamaan Antoine. Konstanta Antoine untuk komponen murni isooktana, toluena dan etanol diperoleh dari Poling et al. (1986)dan konstanta Antoine untuk DEC diperoleh dari Luo et al. (2000).
C T B A Pvp 10 log (4.1)
Tabel 4.1 Konstanta untuk Perhitungan Tekanan Uap Etanol, Toluena, Isooktana dan DEC
Komponen A B C
Etanol[a] 5.33675 1648.22 230.918
Toluena[a] 4.05043 1327.62 217.625
Isooktana[a] 3.93646 1275.85 220.767
DEC[b] 5.883 1223.77 -84.304
a(Poling et al., 2001); b(Luo et al., 2000)
Perbandingan antara data pengukuran tekanan uap dietil karbonat, isooktana, toluena, dan etanol murni dengan literatur diberikan pada gambar 4.1 yang juga menyertakan nilai error yang dinyatakan dalam average absolute deviation (AAD) berikut: 𝐴𝐴𝐷 = 1 𝑛∑ | 𝑃𝑒𝑥𝑝−𝑃𝑙𝑖𝑡 𝑃𝑙𝑖𝑡 × 100%| 𝑛 𝑖−1 (4.3)
Dimana Pexp adalah tekanan uap yang dipoleh dari eksperimen
sedangkan Plit adalah tekanan uap yang diperoleh berdasarakan
perhitungan dengan persamaan Antoine dan n adalah jumlah dari data.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil eksperimen untuk validasi alat menggunakan DEC, Isooktana, Toluena, dan Etanol. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara tekanan uap eksperimen dan hasil perhitungan vapor pressure murni dari
40
masing-masing komponen terhadap suhu. Nilai AAD yang didapat berturut-turut 1.7%, 1.2%, 0.9%, dan 0.8%.
Tabel 4.2 Tekanan Uap Hasil Validasi Alat Menggunakan DEC, Isooktana, Toluena, dan Etanol
T(K)
DEC Toluena Isooktana Etanol
Pexp (kPa) Plit (kPa) Pexp (kPa) Plit (kPa) Pexp (kPa) Plit (kPa) Pexp (kPa) Plit (kPa) 303.15 2.00 1.95 4.81 4.89 8.28 8.33 10.41 10.47 305.65 2.28 2.26 5.61 5.53 9.34 9.33 12.01 12.01 308.15 2.55 2.61 6.35 6.24 10.61 10.44 14.08 13.76 310.65 3.11 2.99 7.12 7.02 11.65 11.64 15.65 15.71 313.15 3.39 3.43 7.97 7.89 13.04 12.97 18.10 17.90 315.65 3.95 3.92 8.72 8.84 14.32 14.41 20.45 20.35 318.15 4.53 4.46 9.82 9.89 16.22 15.98 23.42 23.08 320.65 5.08 5.07 10.92 11.04 17.98 17.69 26.11 26.11 323.15 5.61 5.75 12.26 12.29 19.86 19.54 29.33 29.48 AAD = 1.7% AAD = 1.2% AAD = 0.9% AAD = 0.8%
41
Gambar 4.1 Hubungan Tekanan Uap dan Suhu pada Validasi Alat menggunakan DEC, Isooktana, Toluena, dan Etanol
Berdasarkan data ekperimen dan perhitungan, nilai AAD yang diperoleh pada validasi alat Ebulliometer sebesar 1.7% untuk sistem DEC murni, 1.2 % untuk sistem toluena murni, 0.9% untuk sistem isooktana murni, dan 0.8% untuk sistem etanol murni. Dari hasil data AAD yang didapatkan maka alat ebulliometer yang telah dimodifikasi ini cukup akurat digunakan dalam eksperimen. AAD sistem DEC bernilai paling besar, kemudian diikuti oleh toluene dan isooktana, sedangkan etanol memiliki AAD terkecil. Hal ini dikarenakan tekanan uap murni DEC bernilai paling rendah dibandingkan ketiga senyawa lainnya, dan kedua senyawa toluena dan isooktana memiliki tekanan uap murni lebih rendah dibanding etanol pada rentang suhu tersebut. Dimana berdasarkan analisa ketidakpastian, ketidakpastian tekanan semakin besar dengan semakin rendahnya tekanan