• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflamasi, Infeksi Dan Sistem Pertahanan Tubuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inflamasi, Infeksi Dan Sistem Pertahanan Tubuh"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Definisi Patologi

Patologi adalah sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang penderitaan. Secara sederhana dapat dimengerti bahwa patologi adalah ilmu yang menjembatani antara Pratik klinis dan ilmu dasar yang menyebabkan munculnya tanda dan gejala. Secara tradisional patologi dibagi menjadi dua yaitu patologi umum yang berfokus terhadap respon seluler terhadap rangsangan, dan patologi sistemik yang mendalami tentang respon terhadap organ tertentu.

Ketika tubuh mengalami rangsangan terhadap respon disitu sel berperan. Sel adalah sutau partisipan yang aktif dilingkungannya. Namun terkadang sel juga meyebabkan jejas sel. Jejas sel adalah ketika sel mengalami ketidakmampuan untuk beradaptasi degan lingkungan dengan berlebihan maupun sebaliknya. Stres yang dapat menginduksi jejas sel berkisar dari trauma fisik menyeluruh akibat kecelakaan motor sampai defek gen tunggal yang menghasilkan enzim rusak yang menjadi penyebab penyakit metabolic spesifik. mekanisme biokimiawi patogenesis dapat ditentukan sianida menginaktivasi sitokrorn oksidase dalam mitokondria, menyebabkan deplesi ATP, dan bakteri tertentu dapat menguraikan fosfolipase yang mendegradasi fosfolipid membran sel.

(2)

Inflamasi (Peradangan)

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).

Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004).

Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).

Kesimpulan : inflamasi merupakan respons kompleks yang timbul akibat kerusakan jaringan dan menunjukkan respon protektif dengan cara menarik protein dan fagosit di tempat yang cedera dan mempersiapkan penyembuhan. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik. Inflamasi kronik berlangsung lebih lama dari inflamasi akut dari berhari-hari sampai bertahun-tahun dan ditandai khas dengan influks limfosit dan

(3)

Inflamasi Akut

Inflamasi akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di tempat jejas, leukosit membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan nekrotik.

Proses ini memiliki dua komponen utama:

1. Perubahan vaskular. perubahan dalam kaliber pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatnn permeabilitas vaskular).

2. Berbagai kejadian yang terjadi pada sel: emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas (rekrutmen dan aktivasi selular).

Tingkatan kejadian inflamasi akut ditandai oleh pelepasan lokal mediator kimiawi. vaskular dan rekrutmen sel menentukan 3 tanda klasik dan 2 tanda kardinal tambahan inflasi akut :

1. Panas (kalor)

Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007). 2. Rubor (kemerahan)

Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008).

3. Tumor (bengkakan)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya

(4)

peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008).

4. Dolor (nyeri)

Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).

5. Functio laesa (hilangnya fungsi)

Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi. (Wilmana, 2007).

Perubahan Vaskular

Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah. Perubahan ini terjadi relatif cepat namun tergantung pada jejas asalnya.

 Setelah vasokontriksi beberapa detik terjadi vasodilatasi arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler. Pelebaran pembuluh darah ini yang mengakibatkan kemerahan (eritema) dan hangat.

 Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel, lalu cairan kaya protein akan masuk. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi sel darah merah yang berakibat meningkatnya viskositas dan memperlambat sirkulasi. Perubahan ini terlihat seperti dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati eritrosit. Proses itu disebut stasis.

 Saat terjadi stasis, leukosit mulai keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut

(5)

marginasi. Setelah melekat di endotel leukosit akan berpindah ke dinding pembuluh darah menuju jaringan interstial.

Peningkatan Permeabilitas Vaskular. Tahap awal inflamasi vasodilatasi arteriol dan aliran darah bertambah akan berakibat pada meningkatnya tekanan hidrostatik intravaskuler dan cairan dari kapiler. Cairan ini dinamakan transudat. Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan osmotik intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular; akumulasi cairan ini dinamakan edema.

Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara. Arteriol, kapiler, dan venula mengalami hai ini secara berbeda-beda, bergantung pada mekanisme yang berperan, serta onset, durasi, volume, dan karakteristlk (transdant vescudant) cairan yang dihasilkan.

 Kontraksi sel endotel menimbulkan intercelluler pada venula. Pada permeabilitas vaskular yang meningkat, bentuk tersering kontraksi sel endotel adalah suatu proses reversibel yang dihasilkan oleh histamin, bradikinin, leukotrien, dan banyak kelompok mediator kimiawi lainnya. Kontraksi sel terjadi dengan cepat setelah pengikatan mediator dengan reseptor spesifik dan biasanya berlangsung (15-30 menit) hal ini disebut respon segera semntara(immediate transient response).

 Retraksi sel endotel merupakan mekanisme reversibel lain yang menimbulkan peningkatan permeabilitas vaskular. Mediator sitokin (yaitu tumor necrosis factor [TNF] dan interleukin 1 [IL-1] menyebabkan reorganisasi struktural pada sitoskeleton endotel sehingga sel yang mengalami retraksi satu sama lain dan cell-junction menjadi terganggu. Respon ini memerlukan waktu 4-6 jam setelah pemicu awal dan menetap selama 24 jam atau lebih.

(6)

 Jejas endotel Iangsung akan mengakibatkan kebocoran vaskular dengan menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Efek ini terlihat setelah cedera berat seperti luka bakar atau infeksi.

 Jejas endotel yang bergantung leukosit dapat terjadi akibat akumulasi leukosit selama respons inflamasi terjadi. Leukosit dapat melepaskan spesies oksigen toksik dan enzim proteolitik, yang menyebabkan cedera. Cedera ini biasanya di dekat pembuluh darah venula dan kapiler pulmonaris yang leukosit dapat menempel di endotel.

 Peningkatan transitosis melalui jalur vesikular intrasel meningkatkan permeabilitas venula, khususnya setelah pajanan terhadap mediator tertentu (misainya, vascular endothelial growth facfor (VEGF).

 Kebocoran dari pembuluh darah baru. Bakal pembuluh darah masih bocor sampai sel endotel yang mengalami proliferasi berdiferensiasi secara memadai untuk membentuk intercellular junction.

Walaupun mekanisme di atas dapat dipisahkan, semuanya dapat berperan serta pada keadaan adanya rangsangan khusus. Sebagai contoh, pada luka bakar akibat panas, kebocoran terjadi akibat kontraksi endotel yang diperantarai secara kimiawi, juga akibat jejas langsung dan kerusakan yang diperantarai leukosit. Mediator kimiawi berbeda dihasilkan pada tahap lanjutan suatu respons radang, mengakibatkan terjadinya perubahan vaskular yang lambat atau menetap.

Mediator Kimiawi lnflamasi

Sekarang kami akan membahas berbagai mediator kimiawi yang mengarahkan aneka kejadian yang terjadi pada vaskular dan sel dalam inflamasi akut. Banyaknya jumlah mediator yang telah dikenal. Ini mempunyai peran bagi perusahaan farmasi untuk mencari obat baru.

(7)

Defek Pada Fungsi Leukosit

Penyakit defek

Genetik

Defisiensi adhesi leukosit 1 Rantai b integrin CD11/ CDl8 Defisiensi adhesi leukosit 2 Sialil-Lewis X (reseptor selektin) Defisiensi granula spesifik neutrofil Ketladaan granuta spesifik neutrofil Penyakit granulomatosa kronik

terkait X

Penurunan pembakaran oksidatif

NADPH oksidase (komponen membran)

Resesif autosom NADPH oksidase (komponen

sitoplasma)

Defisiensi mieloperoksid Hilangnya sistem MPO-H2O2

Sindrom Chediak-Higashi Membran protein yang terlibat organelle trafficking

Akuisita (didapat)

Cedera suhu, diabetes, sepsis, dl Kemotaksis Hemodialisis, diabetes Adhesi

Leukemia, sepsis, diabetes Fagositosis dan aktivitas malnutrisi, dan lain-lain mikrobisidal

 Mediator dapat bersikulasi di dalam plasma dan dapat dihasilkan oleh tempat terjadinya inflamasi.mediator yang berasal dari plasma beredar dalam sirkulasi sebagai precursor inaktif.

 Sebagian besar mediator menginduksi efeknyn dengan berikatan pada reseptor spesifik pada sel target. Beberapa mediator memiliki aktivitas enzimatik atau aktivasi toksik.

(8)

 Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor sekunder. Ini memiliki bahan yang sama dengan molekul efektor inisial dan dapat memperkuat respon utamanya.

 Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau sangat mempunyai sedikit target, atau dapat mempunyani aktivitas luas; bisa terdapat perbedaan hasil yang sangat besar bergantung pada jenis sel yang dipengaruhi.  Fungsi mediator umumnya diatur secara ketat. Sekali teraktivasi

mediator cepat rusak/hilang.

 Alasan utamn check and balance adalah bahwa sebagian besar mediator memiliki potensi untuk menyebabkan efek yang berbaha. Amina Vasoaktif. Histamin tersebar luas di dalam jaringan, terutama di dalam sel mast yang berdekatan dengan pembuluh darah, meskipun terdapat juga di dalam basofil dan trombosit sirkulasi. Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan mediator utama pada peningkatan permeabilitas vaskular fase cepat, yang menginduksi kontraksi endotel venula dan interendhothelial gap. Neuropeptida. neuropeptida dapat menginisiasi respons radang; neuropeptida merupakan protein kecil, seperti subtansi P, yang mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah,'dan mengatur permeabilitas vaskular.

Protease Plasma, banyak factor yang disebabkan oleh plasma yang saling terkait: kinin,system pembekuan,dan komplemen semuanya terkait dengan aktivasi inisisal factor.

 Aktivasi sistem kinin akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin dari prekursornya dalam sirkulasi. Bradikinin juga menimbulkan nyeri saat diinjeksikan ke dalam kulit. Bradikinin bekerja singkat karena diinaktivasi dengan cepat oleh kininase degradatif yang terdapat di plasma dan jaringan.

 Pada sistem pembektuan hasil akhir kaskade proteolitik yang digerakkan oleh faktor XIla menyebabkan aktivasi trombin, yang selanjutnya

(9)

memecah fibrinogen teriarut dalam sirkulasi untuk rnenghasilkan suatn bekuan fibrin yang tidak mudah larut.

 Sistem komplemen terdiri atas kaskade protein plasma yang berperan penting, baik dalam imunitas mauptin inflamasi. Pada imunitas, fungsinya terutama dengan membentuk membrane attack compler (MAC) yang secara efektif membuat lubang pada membran mikroba yang menginvasi.

Ringkasan tentang Mediator Kimia pada Inflamasi Akut. Efek Inflamasi dan Mediator Utamanya

Vasodilatasi Prostaglandin Nitritoksida

Peningkatan Permeabilitas Vaskular Amin vasoaktif (histamin, serotonin)

C3a dan C5a (dengan menginduksi pelepasan amin vasoaktif) Bradikinin

Leukotrien C4, D4, E4

Faktor pengaktivasi trombosist (PAF, platelet-activating factor) Kemotaksis, Aktivasi Leukosit

C5a

Leukotrien B4 Produk bakteri

Kemokin (misalnya, interleukin 8[IL-8]) Demam

lL-1, lL-6, faktor nekrosis tumor Prostaglandin

Nyeri

Prostaglandin Bradikinin

(10)

Kerusakan Jaringan

Enzim lisosom neutrofil dan makrofag Metabolit oksigen

Nitrit oksida

Akibat inflamasi akut

Akibat dari inflamasi akut dapat dirubah sesuai dengan sifat jejas dan tempat jaringan yang terkena serta kemampuan penjamu terhadap respons. umumnya memiliki 3 akibat:

1. Resolusi, jika cedera tidak terdapat kerusakan jaringan atau terdapat

kerusakan kecil biasa terjadi perbaikan terhadap normalitas histologis dan fungsional.

2. Pembentukan jaringan parut (scarring) atau fibrosis. Terjadi setelah destruksi jaringan atau terjadi inflamasi pada jaringan yang tidak beregenerasi.

3. Kemajuan kearah inflamasi kronik bisa terjadi setelah inflamasi akut. inflamasi kronik dapat diikuti oleh regenerasi oleh struktur dan fungsi normal pada luasnya jejas jaringan awal serta kemampuan jaringan yang terinfeksi untuk tumbuh kembali.

INFLAMASI KRONIK

Inflamasi kronik berlawanan dengan inflamasi akut yang dapat diartikan sebaga inflamasi yang berjalan secara terus menerus bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Inflamasi kronik dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. Namun jika pada dasarnya jejas yang menimbulkan inflamasi seperti virus dapat menyebabkan inflamasi krooni pada awal penyerangan.

(11)

Inflamasi dapat terjadi pada berbagai keadaan sebagai berikut :

1. Infeksi virus. Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit (dan makrofag) untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.

2. Infeksi makroba persisten, sebagian besar ditandai dengan adanya serangkaian mikroorganisme terpilih, temasuk mikobakterium (basilus tuberkel), Treponema pnllidtrm (organisme penyebab sifiiis), dan fungus tertentu. Organisme ini memiliki patogenisitas langsung yang lemah, tetapi secara khusus dapat menimbuikan respons imun yang disebut

hipersensitivitas lambat, yang bisa berpuncak pada suatu reaksi

granulomatosa.

3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi foksik. Contohnya adalah material eksogen yang tidak dapat didegradasi seperti partikel silica terinhalasi, yang dapat menginduksi respons radang kronik pada paru dan agen endogen, seperti komponen lipid plasma yang meningkat secara kronik, yang berperan pada sterosklerosis

4. Penyakit autoimun, seseorang mengalami respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuhnya sendiri Karena antigen yang bertanggung jawab sebagian besar diperbaharui secara konstan. terjadi reaksi imun terhadap dirinya sendiri yang berlangsung terus-menerus.

Sel dan Mediator lnflamasi Kronik

Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monoslf dalam

sirkulasi setelah beremigrasi dari aliran darah. makrofag bertindak sebagai penyaring terhadap bahan berukuran partikel, mikroba, dan sel sel yang mengalami proses kematian/ senescent (disebut juga sistem fagosit mononuklear), dan bekerja sebagai sentinel untuk memperingatkan komponen spesifik sistem imun (limfosit T dan B) terhadap rangsang yang berbahaya.

(12)

Waktu paruh monosit dalam sirkulasi sekitar 1 hari di bawah pengaruh molekul adhesi dan faktor kemotaksis, monosit mulai beremigrasi ke tempat jejas dalam waktu 24 sampai 48 jam pertama setelah onset inflamasi akut. Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular, monosit berubah menjadi makrofag yang lebih besar, dan mampu melakukan fagositosis besar. Makrofag juga bisa teraktivasi, yang dimana proses tersebut yang menyebabkan ukuran sel bertambah besar, meningkatnya kandungan enzim lisosom, memiliki metabolisrne yang Iebih aktif, dan memiiiki kemampuan lebih besar untuk membunuh organisme yang dimangsa. Dengan mikroskop cahaya dan pewarnaan H & E standar, sel ini tampak besar, pipih, dan berwarna merah muda terkadang gambaran ini menyerupai sel skuamosa sehingga sel teraktivasi ini disebut makrofag epiteloid. Sinyal aktivasi mencakup sitokin yang disekresi oleh limfosit T yang tersensitisasi, endotoksin bakteri, berbagai mediator yang dihasilkan selama inflamasi akut, dan protein matriks ekstraselular seperti fibronektin. Setelah aktivasi, makrofag menyekresi produk yang aktif secara biologis dalam jumlah beragam, yang apabila tidak diawasi, dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tanda fibrosis inflamasi kronik.

Di tempat inflamasi akut tempat iritan dibersihkan dan proses inflamasi tersebut diperbaiki makrofag akhirnya mati atau masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun demikian, di tempat peradangan

kronik, akumulasi makrofag menetap, dan makrofag dapat berproliferasi. Peiepasan terus-menerus faktor yang berasal dari limfosit merupakan mekanisme penting yang merekrut atau mengimobilisasi makrofag di tempat radang. IL-4 atau IFN-y juga dapat menginduksi fusi makrofag menjadi sel besar berinti banyak. Limfosit T memiliki hubungan timbal balik terhadap makrofag pada inflamasi kronik.

(13)

lnflamasi Granulomatosa

infdlamasi granulomatosa merupakan pola khusus pada infeksi kronik yang ditandai dengan agregasi makrofag yang teraktivasi dan gambarannya menyerupai sel skuamosa (epitel).

Efek Sistemik Inflamasi

Sebagian besar infeksi bakteri mengindeksi peningkatan sel polimorfonuklear yang relatif selektif, sementara infeksi parasit secara khusus akan menginduksi eosinofilin. Virus tertentu, seperti mononukleosis, gondongan, dan rubela menimbulkan peningkatan selektif pada limfosit Namun demikian, sebagian besar infeksi virus, riketsia, protozoa, serta jenis infeksi bakteri tertentu (demam tipoid), disertai dengan penunan jumlah sel darahputih dalam sirkulasi

(14)

Infeksi

Infeksi didefinisikan sebagai proses dimana seorang horpes yang rentan dimasuki oleh agen-agen patogen yang tumbuh dan memperbanyak diri, menyebabkan bahaya terhadap horpes. Agen-agen infeksius utama adalah virus, bakteri, ricketsia, jamur dan parasit. Terdapat tiga faktor lain yang harus ada untuk terjadinya infeksi : Patogenisitas, virulensi, dan dosis. Patogenisitas adalah kemampuan organisme untuk masuk kedalam jaringan dan menyebabkan infeksi. Virulensi adalah ukuran keparahan dari infeksi. Dosis dalah jumlah organisme yang ada yang menyebakan infeksi.

Infeksi nosocomial adalah infeksi yang tidak mempunyai masa inkubasi atau tampak saat pasien masuk rumah sakit. Infeksi nosocomial disebabkan flora endogen pasien atau mikroorganisme yang ditemukan dilingkungan rumah sakit. Sekitar 25 % infeksi nosocomial dapat dicegah. Kebanyakan infeksi nosocomial prevalent merupakan infeksi luka bedah.

Infeksi dapat dikategorikan sebagai infeksi local atau umum. Infeksi local disertai dengan inflamasi, yaitu nyeri, panas, kemerahan, bengkak dan kehilangan fungsi. Infeksi local meliputi infeksi dengan tempat spesifik dan yang mempunyai manifestasi inflamasi, purulent, atau dysuria. Infeksi umum adalah infeksi yang meliputi disfungsi tubuh yang umum dan menunjukkan gejala-gejala sistematik seperti demam, menggigil, takikardia, hipotensi. Individu yang menunjukkan tanda dan gejala infeksi dapat membutuhkan terapi antibiotic atau penanganan lain untuk melumpuhkan organisme penyebab infeksi.

Penyebab Infeksi Bakteri

Bakteri merupakan organisme yang memilki satu sel. Salah satu cara bakteri untuk menginfeksi tubuh adalah dengan mengeluarkan toksin (racun) yand dapat merusak jaringan tubuh. Bakteri dapat menyebabkan infeksi tenggorokan, infeksi saluran pencernaan, infeksi pernapasan, infeksi saluran kemih.

(15)

Virus

Virus berukuran lebih kecil dari bakteri. Saat virus masuk ke dalam tubuh, biasanya ia menginvasi sel tubuh yang normal dan mengambil alih sel untuk memproduksi virus lainnya.

Jamur

Jamur merupakan organisme yang dapat hidup di udara, tanah, tanaman, atau di dalam air. Beberapa jamur juga hidup di dalam tubuh manusia. Infeksi jamur biasanya tidak bahaya, namun beberapa dapat mengancam kehidupan. Jamur merupakan penyebab banyak penyakit kulit. Penyakit lain yang disebabkan oleh jamur antara lain infeksi di paru-paru dan sistem saraf. Jamur dapat menyebar jika seseorang menghirup spora atau menempel langsung di kulit. Seseorang juga akan lebih mudah terkena jamur jika sistem imunnya sedang lemah atau sedang meminum antibiotik.

Parasit

Parasit merupakan mikroorganisme yang membutuhkan organisme atau host lainnya untuk bertahan. Beberapa parasit tidak mempengaruhi host yang ia tinggali, sedangkan beberapa lainnya mengalami pertumbuhan, reproduksi, dan bahkan mengelurkan toksin (racun) yang menybabkan host mengalami infeksi parasit.

(16)

Rantai Proses Infeksi

1. Agen infeksius: adalah entitas biologis, fisika atau kimiawi yang mampu menyebabkan infeksi atau penyakit pada manusia, agen- agen tersebut adalah virus, bakteri, ricketsia, jamur, dan parasite.

Secara umum dapat dikelompokkan dalam dua golongan:

a. Flora residen (penetap) : disebut sebagai flora normal dalam tubuh, terdiri atas mikroorganisme yang jenisnya relatif stabil dan biasa ditemukan pada area tertentu dalam tubuh.

b. Flora transien (sementara) : terdiri atas mikroorganisme pathogen atau potensial pathogen.

2. Reservoir: adalah tempat dimana agen-agen infeksius dapat hidup, tumbuh, berkembangbiak, dan menunggu pindah ke hospes yang rentan. 3. Tempat keluar : Eksresi, Sekresi, Droplet.

4. Cara penularan : Kontak langsung, tidak langsung dan droplet, udara kendaraan, vector.

(17)

1. PenularanLangsung

Mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari sumbernya kepada orang atau binatang lain. Hal ini bisa melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, hubungan seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, , hidung atau mulut pada waktu orang lain bersin, batuk, meludah, (biasanya pada jarak yang kurang dari 1 meter).

2. Penularan tidak Langsung a. Penularan melalui alat

Alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak, saputangan, kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, air, makanan, susu, produk biologis seperti darah, serum, plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang berperan sebagai perantara. Bibit penyakit tersebut bisa saja berkembang biak atau tidak pada alat tersebut sebelum ditularkan kepada orang / binatang yang rentan. b. Penularan melalui vector

(i) Mekanis : Cara mekanis ini meliputi hal-hal yang sederhana seperti terbawanya bibit penyakit pada saat serangga merayap ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya, begitu pula bibit penyakit terbawa dalam saluran pencernaan serangga.

(ii) Biologis : cara ini meliputi terjadinya perkembangbiakan maupun melalui siklus perkembangbiakan atau kombinasi kedua-duanya. sebelum bibit penyakit ditularkan oleh serangga kepada orang / binatang lain.

3. Penularan melalui udara a. Droplet

Biasanya berupa residu ukuran kecil sebagai hasil penguapan dari cairan percikan yang dikeluarkan oleh inang yang terinfeksi.

(18)

c. Debu

Partikel dengan ukuran yang berbeda yang muncul dari tanah (misalnya spora jamur yang dipisahkan dari tanah oleh udara atau secara mekanisme), dari pakaian, dari tempat tidur atau kutu yang tercemar.

5. Tempat Masuk : Membran mukosa, kulit yang lecet, traktus gastrointestinal, traktus genitourinary, traktus respiratorius.

6. Hospes Rentan : Ganguan imun, luka bakar postoperative, penyakit kronik, anak-anak dan lansia.

Tahap Proses Infeksi 1. Tahap Intubasi

Periode sejak masuknya mikroorganisme pathogen kedalam tubuh hingga munculnya gejala.

2. Tahap Predromal

Dimulai dari munculnya gejala umum hingga munculnya gejala spesifik pada tahap ini individu sangat infeksius (mudah menularkan atau menyebarkan mikroorganisme pathogen ke orang lain)

3. Tahap Konvalensi

Periode mulai dari penurunan gejala hingga individu sehat kembali. Waktunya berbeda-beda setiap individu.

4. Tahap Sakit

Periode dengan perkembangan gejala spesifik yang dapat menimbulkan manifestasi pada orang yang terinfeksi dan seluruh bagian tubuh

(19)

System Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi

Sistem kekebalan tubuh adalah pertahanan tubuh dalam menghadapi invasi yang bisa melakukan tindakan membahayakan ( Pratiwi 2014:72 ).

Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk bertahan maupun melawan segala macam organisme dan toksin yang dapat merusak sel,jaringan maupun organ tubuh, kemampuan itu disebut dengan sistem kekebalan tubuh atau imunitas ( Susilowanto hal 127 )

Organisme yang dapat hidup di alam ini adalah adalah organisme yang mampu melindungi dirinya dari seleksi alam ( Sudiana 2008:61 ).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa system pertahanan tubuh dapat diartikan sebagai garis dimana tubuh mampu melawan organisme yang membahayakan. Sistem ketahanan tubuh ada yang bersifat alamiah/bawaan innate

immunity dan ada pula yang bersifat didapat adaptif immunity .

1.Ketahanan tubuh alamiah/bawaan innate immunity

Ketahanan tubuh alamiah/bawaan innate immunity berarti bahwa setiap manusia yang baru lahir sudah dilengkapi dengan seperangkat sistem kekebalan tubuh yang sudah siap menghadapi serangan. Sistem keklebalan tersebut antara lain :

a. Ketahanan tubuh yang bersifat fisik

Kulit, kulit merupakan salah satu barier pertama tubuh untuk melindungi diri dari serangan yang berasal dari luar tubuh. Jika kulit mengalami kerusakan yang meluas maka tubuh tidak mampu melindungi dirinya sehingga orang tersebut akan mudah mengalami infeksi.

Silia, silia merupakan rambut sel yang berperan untuk menyapu atau melawan patogen yang masuk ke dalam tubuh. Jika terjadi gangguan sel-sel yang bersilia seperti sistem genitalia atau sistem pernafasan maka orang tersebut akan sangat mudah terinfeksi

Selaput lendir, selaput lendir adalah bahan yang di bentuk atau di sekresi oleh sel untuk melindungi diri dari oatogen yang masuk ke dalam tubuh.

(20)

b. Ketahanan tubuh yang bersifat seluler

Fagosit, sel ini berperan untuk mem fagosit setiap patogen yang masuk kedalam tubuh.

Sel NK natural killer cell, merupakan sel pembunuh alamiah yaitu mempunyai sistem pembunuh abnormal ( sel yang mengalami mutasi ) dan sel yang terinfeksi oleh virus.

c. Ketahanan tubuh bersifat larutan

Ketahahan tubuh bersifat biokimia, misalnya asam lambung, lisozim dan laktoferin. Makanan yang di kinsumsi pasti banyak mengandung mikroorganisme patogen dan jika petogen ini masuk kedalam tubuh maka akan timbul penyakit.. Untuk mencegah hal tersebut asam lambung merupakan salah satu pertahanan terdepan yang berperan membunuh patogen yang masuk melalui makanan. Lasozim adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh sel dan disimpan di kantung lisosom. Lisozim berperan dalam membunuh patogen yang berada di dalam sel yaitu patogen yang telah di fagositosis oleh fagosit.

Ketahanan tubuh yang bersifat humoral, Ketahanan tubuh yang bersifat humoral ini dapat bersifat komponen dan C-Reactive protein (CRP) . kedua sel sersebut dihasilkan oleh hati karena adanya rangsangan sitokin pro inflamasi seperti TNF-𝑎 dan IL-6. Bahan ini sangat berperan dalam reaksi inflamasi dan dilatasi pembuluh darah.

2.Ketahanan tubuh yang didapat ( adaptive immunity)

Ketahanan tubuh yang didapat ( adaptive immunity) dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersifat spesifik dan ada pula yang bersifat non spesifik. Ketahanan tubuh yang bersifat spesifik di kenal dengan humoral immunity dimana ketahanan tubuh ini di perankan oleh limfosit-B, sedangkan yang non spesifik dikenal sebagai cellular immunity Yang di perankan oleh limfosit-T. Sistem kekebalan tubuh bekerja secara bersama-sama yang membentuk suatu

(21)

system untuk mempertahankan diri dalam menghadapi serangan dari luar. Beberapa komponen yang terlibat dalam system kekebalan tubuh :

- Prosesi dan Presentasi Antigen

Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/ mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Setiap prosesi ini sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan Sel-sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respons imun dapat bersifat local atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol.

- Peran Major Histocompatibility Antigen (MHC)

Telah disebutkan di atas bahwa respons imun terhadap sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. Ada 2 kelas MHC yaitu

1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar

sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut.

(22)

2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar

sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respons imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respons imun tersebut.

- Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta activator poliklonal sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat

motor endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi

otot persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.

- Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.

(23)

Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsangproduksi sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain

tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi

dengan berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang menyebabkan

disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta syok

septik atau syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok endotoksin ini.

(24)

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype

switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama

terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgGvdan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasikvyang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikatvreseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 danvselanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.

- Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapatlolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes.

(25)

Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.

- Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN a). Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN a. Sitokin INF a ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada

(26)

yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.

- Terapi Imunoglobulin pada Infeksi

Pada keadaan infeksi bakteri yang berat, dapat terjadi kelelahan respons imun (exhaustion) pada individu yang mempunyai respons imun yang normal dan keadaan ini dapat terjadi pelepasan berbagai mediator yang merangsang timbulnya syok septik. Dalam keadaan ini terapi penunjang dengan intravenous immunoglobuline (IVIG) dapat diberikan. Terapi IVIG ini secara pasif untuk membantu sistem imun tubuh dengan antibodi yang spesifik terhadap bakteri serta eksotoksin dan endotoksin yang sesuai. Distribusi subkelas IgG harus mirip seperti dalam plasma normal dan sanggup memicu eliminasi antigen secara imunologik. Pemberian IVIG dosis tinggi harus dilakukan dalam jangka pendek tanpa risiko penekanan terhadap sistem imun endogen. Terdapat 2 jenis preparat IVIG yaitu yang dipecah oleh plasmin dan yang dipecah oleh pepsin.

- Plasmin memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu pada ikatan disulfida pada tempat CHI yang berseberangan dari rantai berat. Keadaan ini akan melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu fragmen Fc. Efek aktivasi komplemen tidak bertahan lama tetapi meninggalkan efek imunosupresif. Oleh karena itu sering digunakan pada terapi penyakit autoimun. Hanya IgG 2 yang resisten terhadap plasma sehingga masih mengandung sekitar 25% IgG 2.

- Enzim pepsin memecah keempat subkelas IgG pada sisi di bawah ikatan disulfida kedua rantai berat molekul imunoglobulin. Pemecahan oleh pepsin ini menghasilkan fragmen IgG dengan 2 rantai pengikat antigen yang masih berhubungan dengan ikatan disulfida yang disebut Fab2. Fragmen Fc-nya dengan cepat dimetabolisme sebagai polipeptida dan

(27)

diekskresi melalui ginjal sehingga tidak mempunyai peran imunologi lagi. Oleh karena itu, preparat IVIG ini bebas dari fragmen Fc sehingga tidak menyebabkan supresi sistem imun endogen. Preparat IVIG yang hanya mengandung 2 fragmen F(ab)2 akan migrasi ke regio 5S pada sentrifugasi, mempunyai indikasi khusus dalam situasi klinis pada saat sistem imun mengalami kelelahan karena infeksi akut yang berat. Oleh karena itu pengobatan IVIG 5S dosis tinggi diperlukan untuk menunjang mekanisme kekebalan pada pasien yang mengalami gangguan imuntas. Dibandingkan dengan IgG 7S yang mempunyai waktu paruh sekitar 20 hari, IgG 5S mempunyai waktu paruh lebih pendek yaitu 12- 36 jam sehingga tidak akan mengikat reseptor Fc yang menyebabkan imunosupresi.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Akper-alikhlas.com/wp/content/uploads/2016/04/PROSES-PERADANGAN-PROSES-INFEKSI.pdf diakses pada Rabu, 22 Februari pukul 17.00

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.2007. Buku Ajar Patologi. 7nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pratiwi, Sukma. 2015 ’Rangkuman Penting Intisari 4 Pelajaran Utama Ipa’ Jakarta: ARC Media 2015

Setiawan, 2000. “Pencegahan infeksi dan praktik yang aman” Jakartat: Buku Kedokteran EGC

Susilowarno,Gunawan Dkk. “biologi sma/ma kelas xi” Penerbit Grasindo

Sudiana, Ketut. 2008 “patobiologi molekuler kanker” Selemba Medika

Tjarta, Achmad dkk. 1999 “Buku Saku Dasar Patologi Penyakit” Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Referensi

Dokumen terkait

Dari penyandingan hasil diatas, dapat dilihat secara umum kecenderungan kenyamanan termal yang terjadi di lapangan I Gusti Ngurah Made adalah persepsi pengguna

Faktor sosial ekonomi yaitu ada kecenderungn orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun , usaha orang

Berdasarkan analisis pada data simulasi dapat disimpulakan bahwa model Mixed Logit dapat mengestimasi korelasi antar pilihan.. Estimator yang dihasilkan dari model Mixed logit

Dalam penelitian ini akan dilakukan penerapan metode Algoritma Genetika untuk model matematis yang relatif sederhana sebagai dasar nantinya utrtuk t-nenyelesaikan

Penelitian mengenai “Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila serta Pengaruhnya Terhadap Histopatologi Organ Hati pada Ikan Lele Dumbo(Clarias gariepinus)” belum

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan keterampilan mengajar guru dalam menerapkan model Group Investigation berbantuan media bongkar pasang, (2)

Hasil penelitian ini adalah LDR, IPR, APB, NPL, IRR, PDN, BOPO, FBIR, dan FACR secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Swasta

Evaluasi pendugaan galat baku menggunakan selang kepercayaan 90%, 95% dan 99% untuk nilai µ dari output yang dihasilkan dengan menganggap metode penarikan