• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERPRETASI DATA GEOPHYSICAL WELL LOGGING DAN ANALISIS HUBUNGAN DENSITY LOG DENGAN KUALITAS BATUBARA.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERPRETASI DATA GEOPHYSICAL WELL LOGGING DAN ANALISIS HUBUNGAN DENSITY LOG DENGAN KUALITAS BATUBARA.pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

INTERPRETASI DATA

GEOPHYSICAL WELL LOGGING

DAN

ANALISIS HUBUNGAN

DENSITY LOG

DENGAN KUALITAS

BATUBARA

Desri Akbari, Sutrisno

Kelompok Keilmuwan Geofisika Program Studi Fisika – UIN Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Jakarta

Email : desriakbari@gmail.com

ABSTRAK

Aplikasi metode well logging pada 9 titik sumur eksplorasi dan interpretasi data

gamma ray log dan density log menggunakan WellCAD 4.3. telah dilakukan untuk mengetahui lithologi bawah permukaan dan arah penyebaran lapisan batubara di Tambang Air Laya Timur (TAL Murman), PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan pendekatan geostatistik metode trideline scatterplot bivariant untuk menganalisa hubungan nilai density log dengan kualitas batubara. Hasil interpretasi data geophysical well logging menunjukkan bahwa lithologi penyusun yang dominan pada daerah penelitian adalah batupasir, batulempung, batubara, dan batulanau. Selain itu, diperoleh nilai rata-rata densitas batubara 1,71 gr/cc, volume shale 3,94 %, total moisture 13,58 %, ash content 3,28 %, dan calorific value rata-rata sebesar 6831 kcal/kg. Arah penyebaran lapisan batubara menunjukkan bahwa batubara menerus dan menebal ke arah timur laut dan menipis ke arah selatan dengan kualitas yang semakin baik, yang diperkuat dengan hasil korelasi dip sebanyak tiga cross line. Dari tiga hasil analisis hubungan density log dengan kualitas batubara, yang terbaik adalah hasil analisis nilai density log terhadap nilai kalori batubara dengan koefisien korelasi (R2) sebesar 0,6396 atau 63,96 % yang menunjukkan korelasi kuat. Dengan demikian, batubara pada daerah penelitian memiliki kualitas yang baik dengan range nilai kalori 6389 - 7936 kcal/kg dan telah ditemukan hubungan yang linier antara nilai density log dengan nilai kalori (calorific value)

yang dapat memprediksi nilai kalori batubara pada kasus tanpa core dan apabila terjadi lose core pada saat pengeboran tanpa harus dilakukan pengujian laboratorium.

ABSTRACT

Application of well logging methods on a 9 point exploration wells and interpretation of gamma ray log and density log data using WellCAD 4.3. has been done to determine the subsurface lithology and direction of the spread of coal seam at Air Laya Mine (TAL Murman), PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, South Sumatra. The purpose of this research is to apply geostatistical approach with trideline scatterplot bivariant method to analyze the density log value relationship with the quality of coal. The results of geophysical well logging data interpretation shows that the dominant lithology constituent in the research areas are sandstone, claystone (mudstone), coal, and siltstone. Furthermore, obtained an average value of the density of coal is 1,71 gr/cc, volume shale 3,94 %, total moisture 13,58 %, ash content 3,28 %, and average calorific value is 6831 kcal/kg. Direction of the spread of coal seam shows that coal continuous and thickened to the northeast and thinning to the south with the better quality, reinforced with the results of the dip correlation as much as three cross line. From the result of three analysis of density log relationship with the quality of coal, the best result is analysis of density log value against the calorific value of coal with

(2)

2 the correlation coefficient (R2) of 0,6396 or 63,96 % which indicates strong correlation. Thus, Coal in the research area has good quality by the range of calorific value is 6389 – 7936 kcal/kg and has found a linear relationship between density log value with calorific value which can predict calorific value of coal in the case of non-core and in the event of lose core while drilling without laboratory testing.

Keywords : Density log, well logging, calorific value

1. Pendahuluan

Batubara merupakan terminologi masyarakat yang dipergunakan untuk menyebut semua sisa tumbuhan yang telah menjadi fosil yang bersifat padat, berwarna gelap, dan dapat dibakar. Batubara mengandung unsur utama yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Terdapat dua teori pembentukan batubara, yaitu teori insitu dan teori drift. Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batubara sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk keperluan ekspor. Dengan demikian, batubara sangat dibutuhkan pada masa sekarang dan masa mendatang. Hal ini juga disebabkan oleh peningkatan harga minyak bumi sehingga penggunaan energi dialihkan atau digantikan dengan jenis energi lain. Energi dengan harga yang relatif terjangkau namun memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dari minyak bumi, sehingga penggantian tersebut akan meningkatkan efisiensi energi dan fiskal. [1]

Dalam produksi dan pemanfaatan batubara, hal penting yang harus di perhatikan lainnya adalah kualitas batubara. Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Secara umum, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat yang menghasilkan data ADB (Air Dried Basis)

berupa total moisture, calorific value, vollatil matter, dan ash content. [4]

Salah satu metode geofisika dalam eksplorasi batubara yang digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan secara cepat dan detail adalah metode well logging. Berdasarkan data

geophysical well logging yang didukung oleh data geologi serta data inti batuan dapat digunakan untuk mengetahui lithologi bawah permukaan dan arah penyebaran lapisan batubara secara lateral dan vertikal.

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk., Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan dengan luas daerah tambang ± 6,5 km2, secara geografis terletak pada 3o42’30”- 4o47’30” LS dan 103o45’ - 103o50’10” BT, terletak ± 247 km di sebelah barat daya kota Palembang, ±520 km di sebelah timur Bengkulu. Penulis sangat tertarik untuk mengetahui kandungan lithologi dan kualitas serta ketebalan batubara di daerah tersebut dengan menggunakan metode well logging. Penelitian ini dilaksanakan di tambang Air Laya Timur, yang terletak di Formasi Muara Enim. Jarak tempuh untuk menuju lapangan ± 10 menit dari kantor Ekplorasi Rinci PT. Bukit Asam. Di Lapangan tersebut terdapat 5 (lima) lapisan batubara yaitu, lapisan A1, A2, B1, B2, C yang memiliki ketebalan dan ciri khas yang berbeda.

Dalam penelitian ini akan dilakukan kombinasi antara interpretasi data geophysical well logging dengan hasil analisis kualitas batubara dan inti batuan

(core analysis) untuk mengetahui lithologi bawah permukaan (subsurface), arah penyebaran dan kemiringan lapisan

(3)

3 batubara, dan menganalisa hubungan nilai

density log dengan kualitas batubara

(calorific value, total moisture, dan ash content).

2. Dasar Teori

1. Metode Well Logging

Well logging merupakan metode pengukuran besaran-besaran atau parameter fisika dan kimia batuan terhadap kedalaman lubang bor. logging geofisika bertujuan untuk memperoleh data kedalaman, ketebalan, dan kualitas lapisan batubara yang dikombinasikan dengan data pengeboran. Log geofisika yang utama digunakan dalam eksplorasi batubara adalah gamma ray log, density log, dan caliper log. Kombinasi ini biasa disebut dengan formation density sonde

(FDS). [3]

1. Gamma Ray Log

(GR Log)

Prinsip pengukuran gamma ray log

adalah perekaman radioaktivitas alami bumi. Radioaktivitas gamma ray berasal dari unsur-unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu Uranium – U, Thorium – Th, dan Potasium – K, yang secara continue

memancarkan sinar gamma dalam bentuk pulsa – pulsa energi radiasi tinggi. Sinar Gamma ini mampu menembus batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor sintilasi. Setiap GR yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor. Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu (sering disebut cacah GR). [3]

Kegunaan log gamma ray :

1. Evaluasi kandungan shale (Vshale). 2. Menentukan lapisan permeabel dan non

permeabel berdasarkan sifat radioaktif. 3. Ketebalan lapisan batuan.

4. Korelasi antar sumur.

1. Log Densitas

(Density Log)

Log density merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur

densitas elektron suatu formasi. Prinsip kerja log density [3] yaitu suatu sumber radioaktif dari alat pengukur di pancarkan sinar gamma dengan intensitas energi tertentu menembus formasi/batuan. Batuan terbentuk dari butiran mineral, mineral tersusun dari atom-atom yang terdiri dari

proton dan elektron. Partikel sinar gamma

bertumbukan dengan elektron-elektron

dalam batuan. Akibat tumbukan ini sinar

gamma akan mengalami pengurangan

energi (loose energy). Energi yang kembali sesudah mengalami benturan akan diterima oleh detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya. Kandungan komponen kuarsa, seperti kuarsa yang berbutir halus dapat memberikan efek yang sangat besar dalam pembacaan

density log. Hal tersebut dapat

menyebabkan porositas semu batubara akan menurun sedangkan densitas batubara akan meningkat.

Semakin lemahnya energi yang kembali menunjukkan semakin banyaknya

elektron-elektron dalam batuan, yang berarti semakin banyak/padat butiran/mineral penyusun batuan persatuan volume. Besar kecilnya energi yang diterima oleh detektor tergantung dari : 1. Besarnya densitas matriks batuan. 2. Besarnya porositas batuan.

3. Besarnya densitas kandungan yang ada dalam pori-pori batuan.

1. Konversi Satuan

Density Log

Dalam penelitian ini, satuan dari

density log adalah counts per second

(CPS). untuk memudahkan perhitungan, maka dilakukan konversi satuan dari CPS ke gr/cc, nilai satuan CPS berbanding terbalik dengan nilai satuan gr/cc. Apabila defleksi log dalam satuan CPS menunjukkan nilai yang tinggi, maka akan

(4)

4 menunjukkan nilai yang rendah dalam

satuan gr/cc. [12]

Log density terdiri dari 2 macam yaitu Long Spacing Density (LSD) dan

Short Spacing Density (SSD) atau Bed Resolution Density (BRD). Long spacing density digunakan untuk evaluasi lapisan batubara karena menunjukan densitas yang mendekati sebenarnya berkat pengaruh yang kecil dari dinding lubang bor. Sedangkan Short spacing density

mempunyai resolusi vertikal yang tinggi, maka cocok untuk pengukuran ketebalan lapisan batubara [10]. (Gambar 2.2)

Gambar 2.1. Hubungan antara satuan CPS dan gr/cc menurut Warren (2002) yang telah dimodifikasi.

Berdasarkan gambar 3.3 dapat diperoleh rumus, sebagai berikut:

Y = 177598

x

e

2.4325 (2.1)

Keterangan:

Y : nilai densitas dalam satuan CPS X : nilai densitas dalam satuan gr/cc

Gambar 2.2. Alat perekaman log densitas (Firdaus, 2008).

2. Penentuan Volume

Shale

Kandungan serpih (shale) pada suatu lapisan batuan khususnya lapisan batubara dapat diketahui dengan menggunakan gamma ray log, sebab kurva

gamma ray tidak dipengaruhi oleh jenis kandungan maupun kekompakan batuan. Sehingga besar kecilnya intensitas radioaktif yang diterima oleh detektor mencerminkan besar kecilnya kandungan

shale/clay yang ada dalam suatu lapisan batuan. Dengan asumsi bahwa selama lapisan batuan tidak mengandung mineral lain yang bersifat radioaktif selain

shale/clay.

Gamma ray log memiliki beberapa

respon empiris non linier yang sebaik respon linier. Respon non linier didasarkan pada area geografi dan umur formasi batuan. Semua hubungan non linier lebih diharapkan menghasilkan sebuah nilai volume shale yang lebih rendah daripada hasil dari persamaan linier [9]. Karena daerah penelitian berada pada batuan zaman tersier maka Harga Vsh pada lapisan batubara dapat dihitung dengan persamaan 2.2.

Respon linier (VShale = IGR) :

𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 =

𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔−𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛

(5)

5

Gambar 2.3. Perbandingan Semua Metode Kalkulasi Volume Shale (Irfan Saputra, 2008)

Respon Non Linier :

Tertiary Clastic (Larionov, 1969)

Vsh = 0,083 .(2 3,7IGR – 1) (2.3)

Older Rock (Larionov, 1969):

Vsh = 0.33 .(2 2.IGR – 1) (2.4) Steiber (1970) : 𝑉𝑠ℎ = 𝐼𝐺𝑅 3−2 × 𝐼𝐺𝑅 (2.5) Clavier (1971) : 𝑉𝑠ℎ= 1,7 − [(3,38 − (𝐼𝐺𝑅+ 0,7)2)] 1 2 (2.6) Vsh : Volume shale/clay (%)

IGR : Indeks shale gamma ray(%)

GR : respon log gamma ray pada lapisan yang ingin dihitung (API) GRmin : respon log pada zona yang bebas

shale (%)

GRmax : respon log di zona shale (%)

Gambar 2.4. Pemodelan untuk menghitung IGR (Introduction to log interpretation, Anonim).

Gambar 3.11. Grafik Vsh Vs gamma ray. (Introduction to log interpretation, Anonim).

4. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode geofisika well logging untuk menentukan lithologi bawah permukaan dan arah penyebaran lapisan batubara di daerah penelitian. Selain itu, dilakukan analisis hubungan nilai density log dengan kandungan total moisture, Calorific value,

dan ash content dengan mengintegrasikan data geophysical well logging dan data kualitas batubara (Air Dried Basis)

menggunakan geostatistika bivarian dengan metode tradeline scatterplot bivariant yang digunakan untuk menganalisis hubungan dari dua kumpulan data atau variabel populasi yang berbeda, tetapi terletak pada lokasi yang sama.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka dilakukan lima tahapan utama dalam penelitian ini, yaitu meliputi tahap pendahuluan, tahap pengambilan data lapangan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan dan analisis data, dan tahap penyusunan laporan.

(6)

6

1. Tahap Akuisisi Data Geophysical Well Logging

Pada tahapan ini, dilakukan pengambilan data primer yaitu data logging geofisika. Data ini diperoleh dari perekaman respon radioaktif pada setiap titik bor pada area penelitian. Tahapan pengambilan data logging geofisika sebagai berikut:

1. Penentuan lokasi titik bor

2. Pengeboran yang dilakukan oleh tim pengeboran (drilling)

3. Pengambilan sample coring (inti batuan)

4. Perekaman data geophysical well logging

Dilakukan setelah pengeboran mencapai terget kedalaman tertentu.

1. Pemboran Geologi (Geological

Drilling)

Pemboran geologi dilakukan sebelum pengambilan data logging geofisika. Hal pertama yang dilakukan dalam pemboran adalah menentukan titik bor berdasarkan peta geologi dan penampang geologi dengan skala memadai serta mempertimbangkan akses menuju lokasi pemboran, keadaan lokasi sekitar titik bor yang direncanakan seperti, ketersediaan air , tata guna lahan, topografi dan perizinan. Metode yang efektif untuk pemboran adalah metode core drilling. Pada pemboran ini digunakan triple tube core barrel yang berfungsi melindungi inti bor agar tidak rusak atau hancur. Metode ini memungkinkan untuk mengurutkan dan mencatat secara rinci inti batuan ketika inti masih di dalam tabung atau setelah dipindahkan ke dalam core box.

Tujuan Pemboran adalah sebagai berikut :

1. Memastikan letak atau posisi dan kedalam seam batubara

2. Mengetahui sequence stratigrafi dan geologi daerah penelitian sebagai data perbandingan.

3. Memperoleh contoh dan sampling batubara dan litologi batuan lain pada daerah penelitian.

1. Deskripsi Inti Batuan (Core

Description)

Deskripsi inti batuan merupakan sebuah langkah penting dalam menentukan litologi batuan karena langsung memperlihatkan dan mengidentifikasi batuan yang mencerminkan kondisi bawah permukaan (subsurface)

seperti terlihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Sampling dan Deskripsi Inti Batuan (PT. Bukit Asam, 2014)

2. Peralatan Akuisisi Data Geophysical Well Logging

Peralatan yang digunakan dalam akuisisi data logging geofisika meliputi peralatan pengeboran dan peralatan logging.

1. Peralatan Logging Geofisika 1. Probe gamma ray dan density 2. Cairan radioaktif cesium 137

3. Winch system

4. Laptop, digital data logging

(Rescalog)

5. Genset dan stabilizer 6. Survey meter dan kamera

(7)

7 7. Peralatan Pengeboran

1. Anjungan pemboran 2. Pipa bor

3. Generator 4. Mata bor (baja)

1. Pengolahan Data Geophysical Well Logging

Data yang diterima dari hasil rekaman awal well logging berupa data

LAS (Log ASCII Standart) yaitu format standar untuk perekaman data log. Data LAS merupakan data original dari alat perekaman well logging sebelum diubah menjadi kurva log. LAS file merupakan suatu susunan data pemboran yang berisi pembacaan well logging, kedalaman, informasi alat dan lubang bor (Gambar 3.3)

Gambar 3.3. Tampilan dari data LAS file (PT. Bukit Asam, 2014)

1. Pembuatan Kurva Well Logging

Hasil data LAS dengan format .DAT kemudian diolah menjadi kurva log menggunakan Software Wellcad 4.3..

Wellcad juga berisi semua informasi lubang

bor dan logging operation serta data kurva log, skala, dan koreksi kedalaman (Gambar 3.4).

Gambar 3.4. Hasil Pengolahan data well logging menggunakan wellcad 4.3. (PT. Bukit Asam, 2014)

2. Interpretasi Data Geophysical Well Logging

Interpretasi data logging geofisika dilakukan untuk menentukan lithologi pada setiap kedalaman di bawah permukaan bumi. Masing-masing batuan mempunyai respon yang khas pada kurva log, sehingga jenis litologi dapat ditentukan.

Dalam penelitian ini, interpretasi data logging geofisika meliputi :

1. Penentuan Lithologi pada setiap kedalaman di bawah permukaan bumi (Subsurface)

2. Penentuan ketebalan lapisan berdasarkan defleksi kurva gamma ray log dan density log.

3. Penentuan estimasi volume shale

(8)

8

1. Penentuan Batas Lithologi dan Ketebalan

Log yang digunakan dalam penentuan ketebalan batubara dan parting adalah kombinasi dari density log, GR Log dan caliper. Log dibuat secara khusus untuk menghasilkan kombinasi log yang dapat digunakan untuk menentukan ketebalan batubara. SSD mampu untuk melakukan identifikasi rongga-rongga, misalnya pada roof dan floor. Pengukuran titik-titik batas pada garis transisi antara lapisan batubara, roof dan floor serta parting

mempunyai cara yang berbeda untuk masing-masing komponen log densitas [5]. Batasan untuk setiap log adalah sebagai berikut:

GR = 1/3 panjang garis menuju lapisan yang berdensitas rendah.

LSD = 1/3 panjang garis menuju lapisan yang berdensitas rendah.

SSD = 1/2 panjang garis defleksi

Gambar 3.5. Penentuan ketebalan dengan menggunakan gamma ray log (from BPB Manual, 1981)

Gambar 3.6. Penentuan ketebalan antara log LSD (Long Spacing Density) dan SSD (Short Spacing Density) (Robertson Research

Engineering, 1984)

2. Pembuatan Model Korelasi Antar

Sumur Bor

Cross line A – A’ dan B – B’ berarah barat daya – timur laut yang dibuat untuk korelasi stratigrafi. Titik bor yang tersayat pada korelasi line A – A’ adalah titik bor BGT_39, SD_346, SD_369, dan SD_378. Korelasi line B – B’ yang tersayat adalah titik bor BGT_40, SD_374, dan SD_373. Dan korelasi line X – X’ yang berarah utara – selatan yaitu titik bor SD_378, BGT_35, BGT_36, dan SD_373. Sedangkan cross line

P,Q,R digunakan untuk menentukan arah kemiringan dip lapisan batubara.

(9)

9 Gambar 3.7. Profil Cross Line Titik Bor

3. Analisis Hubungan density log dengan kualitas batubara

1. Koefisien Korelasi

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono:2006):

1. 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

2. >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

3. >0,25 – 0,5: Korelasi cukup

4. >0,5 – 0,75: Korelasi kuat

5. >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat

6. 1: Korelasi sempurna

Koefisien korelasi Pearson (R) dirumuskan sebagai berikut : 𝑅 = 𝑁(∑ 𝑋𝐼𝑌𝐼)−(∑ 𝑋𝐼)(∑ 𝑌𝐼) √(𝑁(∑ 𝑋𝐼2)−(∑ 𝑋 𝐼)2)×(𝑁(∑ 𝑌𝐼2)−(∑ 𝑌𝐼)2) (3.2) Dimana : R = Koefisien korelasi N = Jumlah data

X = Nilai data variabel pertama Y = Nilai data variabel kedua

1. Metode Geostatistik Bivariant (Trideline Scatterplot Bivariant)

Metode Geostatistik Bivarian merupakan metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan dari 2 (dua) kumpulan data atau variabel populasi yang berbeda, tetapi terletak pada lokasi yang sama. [8]

Bentuk umum persamaan linier sederhana adalah 𝜇𝑌/𝑥= 𝛼 + 𝛽𝑥 (3.3) Koefisien Regresi : 𝑦̂ = 𝑎 + 𝑏𝑥 (3.4) 𝑎 = 𝑦̅ − 𝑏𝑥̅ 𝑏 = 𝑅𝐽𝑋𝑌 𝐽𝑋𝑋

4. Hasil dan Pembahasan

1. Interpretasi Lithologi Batuan

Secara umum, pengolahan dan interpretasi data well logging di 9 titik sumur eksplorasi yang telah dilakukan di daerah TAL Murman menghasilkan deskripsi lithologi batuan, ketebalan lapisan batuan, densitas batubara dari data log, dan volume shale pada lapisan batubara.

Berdasarkan data 9 titik sumur bor, variasi runtunan lithologi di daerah penelitian didominasi oleh satuan batupasir, batulempung, batulanau, dan batubara. Range nilai gamma ray pada batubara berkisar antara 0 sampai ± 10 CPS dan density berkisar antara 1600 sampai ± 2700 CPS. Range nilai gamma ray pada batulempung berkisar antara 15 sampai ± 35 CPS dan density berkisar antara 1000 sampai ± 2000 CPS. Range nilai gamma ray pada batupasir berkisar antara 17 sampai ± 25 CPS dan density berkisar antara 500 sampai ± 1200 CPS. Range nilai gamma ray pada batulanau berkisar antara 20 sampai ± 40 CPS dan density berkisar antara 1200 – 2500 CPS. Tabel range nilai gamma ray dan density log dapat dilihat pada lampiran.

(10)

10 Pada sumur BGT_35 pengeboran

(drilling) dilakukan sampai kedalaman 81,40 m. Litologi penyusun yang dominan di sumur BGT_35 adalah batulempung, batulempung lanauan, batupasir, dan batubara. Di sumur BGT_35 ditemukan tiga lapisan batubara (Seam) yaitu Seam B1, Seam B2, dan Seam C. Seam B1 ditemukan pada kedalaman 8,28 – 15,74 m dengan ketebalan 7,46 m, batubara seam B1 berwarna hitam mengkilat di sekitar intrusi, rapuh, dan mengandung resin. Terdapat parting (lapisan pengotor) berupa batulempung lanauan karbonan yang tebalnya sekitar 20 cm yang mengandung mineral pyrite. Overburden di atas seam B1 berupa batulempung lanauan berwarna abu-abu dan keras dengan ketebalan sekitar 5 m. Seam B1 memiliki nilai rata-rata densitas batubara sekitar 1,61 gr/cc dan volume shale sebesar 4,25 % yang diperoleh dari perhitungan VShale. Selain itu, didapat nilai kalori (calorific value)

batubara sebesar 6432 kcal/kg, kandungan abu (ash content) sebesar 1,9 %, dan kandungan lengas/air (total moisture)

sebesar 19,1 % yang diketahui setelah dilakukan uji laboratorium. Hal ini menunjukkan bahwa batubara pada seam B1 berkualitas baik.

Gambar 4.1. Model Sumur BGT_35

Seam batubara B2 terdapat pada kedalaman 18,56 – 22,78 m dengan ketebalan lapisan 4,22 m dan lapisan batubara ini berwarna hitam kecoklatan dan terdapat mineral pyrite serta parting

berupa batulempung massif yang tebalnya sekitar 8 cm. Interburden antara Seam B1 dan Seam B2 ditandai dengan adanya batulempung massif berwarna hitam dan keras dengan ketebalan sekitar 2,7 m. Batubara pada Seam B2 memiliki nilai densitas rata-rata sekitar 1,67 gr/cc dengan

volume shale sebesar 3,69 % yang

diperoleh dari perhitungan VShale. Dari hasil uji laboratorium, didapatkan nilai ash content sebesar 1,4 %, total moisture

19,6 %, dan nilai kalori sebesar 6516 kcal/kg. Hal ini menunjukkan bahwa batubara pada Seam B2 berkualitas baik.

Pada kedalaman 65,80 – 75,00 m ditemukan Seam C dengan ketebalan 9,20 m. Lapisan batubara ini berwarna hitam mengkilat, rapuh, dan mengadung resin serta terdapat parting berupa batulempung abu-abu gelap dengan ketebalan sekitar 18 cm. Interburden antara Seam B2 dan C dicirikan oleh adanya batupasir

(11)

11

(siltstone) dengan ketebalan 40,42 m. Batubara Seam C memiliki nilai densitas sekitar 1,69 gr/cc dan volume shale sebesar 3,30 % yang didapatkan dari konversi satuan density log dan perhitungan VShale. Dengan nilai ash content sebesar 3,3 %,

total moisture 16,7 %, dan nilai kalori sebasar 6610 kcal/kg yang diperoleh dari hasil uji laboratorium dalam bentuk data ADB(Air Dried Basis). Secara lengkap, dapat dilihat pada (gambar 4.1.)

2. Interpretasi Arah Penyebaran dan Kemiringan dip Lapisan Batubara 1. Hasil Korelasi Lithologi Line A-A’

Berdasarkan hasil korelasi line A-A’ pada gambar 4.2. terlihat lithologi penyusun yang dominan pada daerah penelitian terdiri dari batulempung, batu lanau, batulempung karbonan, batubara, dan batupasir.

Gambar 4.2. Pemodelan Korelasi A – A’

Terdapat empat titik sumur bor yang tersayat dalam korelasi A-A’ yakni BGT_39, SD_346, SD_369, dan SD_378. Dari keempat sumur bor, hanya lapisan batubara (seam) C yang ada pada semua sumur bor. Seam B2 hanya ada di sumur SD_369 pada kedalaman 9,10 – 13,24 m dengan ketebalan sekitar 4,14 m yang kemungkinan merupakan sisa batubara yang belum mengalami penggalian sebelumnya. Lapisan batubara C menerus secara lateral dan tidak teratur yang kemungkinan disebabkan oleh adanya

struktur sesar normal dan terletak pada posisi atau daerah pergeseran turun. Hal ini juga diperlihatkan oleh perbedaan lithologi antara roof dan floor batubara pada beberapa sumur bor pada korelasi ini. Pada gambar 4.2. menunjukkan bahwa arah penyebaran Seam C yakni dari arah barat daya ke arah timur laut, yang mana terlihat kemenerusan lapisan batubara C pada sumur BGT_39 yang tipis yaitu 6,20 m menebal hingga ke arah timur laut pada sumur SD_378 yang memiliki ketebalan Seam C sekitar 8,06 m.

2. Arah Penyebaran dan Kemiringan Lapisan Batubara

Dari hasil korelasi untuk masing-masing cross section tersebut dapat diperoleh pola arah penyebaran lapisan batubara yang menerus dan menebal seperti terlihat pada gambar 4.3. Ketebalan lapisan batubara di daerah penelitian dipengaruhi oleh gaya tektonik dan proses pematangan batubara, dimana semakin ke arah selatan kualitas batubara semakin tinggi, sehingga ketebalan batubara semakin menipis ke arah selatan. Hal ini dapat terlihat dari nilai kalori batubara pada sumur BGT_39 dan BGT_40 yang relatif tinggi yaitu sekitar 6582 – 7936 kcal/kg.

Lapisan batubara di daerah TAL Murman mengalami perubahan arah kemiringan dimana bagian utara kemiringan ke arah timur yaitu ke arah sumur BGT_36 dengan kemiringan sekitar 450 ke arah timur. Dan kemudian berubah arah kemiringan ke arah tenggara yakni menuju sumur SD_373 dan SD_374 dengan kemiringan sekitar 600 ke arah tenggara serta kemiringan antara korelasi titik bor BGT_39 dan BGT_40 yaitu sekitar 350 ke arah selatan. Arah kemiringan lapisan batubara ini memperlihatkan kemenerusan dan penipisan lapisan batubara ke arah selatan, dimana terdapat lapisan batubara dengan kualitas yang semakin baik.

(12)

12

Gambar 4.3. Arah Penyebaran dan Kemiringan Lapisan Batubara

3. Hasil Analisis Hubungan Nilai

Density Log dengan Kualitas

Batubara

1. Hubungan Nilai Density log

dengan Total Moisture (TM)

Berdasarkan hasil pengolahan data dan menghitung koefisien korelasi (R2) dengan menggunakan metode trendline scatterplots observasi bivariant untuk mendapatkan hubungan korelasi dari dua variabel yang berbeda di lokasi yang sama.

Diperoleh hasil hubungan densitas dengan

total moisture pada daerah penelitian dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,344 dengan nilai rata-rata densitas 1,69 gr/cc dan nilai rata-rata total moisture 12,5 %.

Dilihat dari koefisien korelasi yang merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variable, maka nilai R2 = 0,344 atau 34,4 %, di kategorikan hubungan korelasinya cukup kuat dengan kecenderungan posisi garis berat bergerak kearah yang negatif.

Gambar 4.4. Grafik hubungan density (gr/cc) dengan total moisture

Garis berat memiliki kecenderungan ke arah negatif mempunyai arti semakin batubara memiliki densitas yang tinggi maka nilai total moisture nya akan menurun. (Gambar 4.4).

2. Hubungan Nilai Density log

dengan Calorific Value (CV)

Hubungan density terhadap nilai kalori (CV) dilihat dari koefisien korelasi yang merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variable maka nilai R2 = 0,619 atau 61,9 %, yang mana menunjukkan hubungan korelasi kuat dengan kecenderungan posisi garis berat bergerak ke arah yang positif. Garis berat memiliki kecenderungan ke arah positif, mempunyai arti bahwa semakin batubara memiliki densitas yang tinggi maka nilai kalori (calorific value) nya akan semakin tinggi. (Gambar 4.5).

Fakta ini dikaitkan dengan asumsi awal yang menyatakan bahwa densitas dan kalori batubara mempunyai hubungan erat karena secara fisis menyatakan bahwa jika batubara mempunyai nilai densitas yang lebih tinggi, maka porositas nya akan semakin rendah, sehingga akan membuat kandungan kelembaban dalam batubara menjadi sedikit karena tidak ada pori-pori/rekahan atau semacam cleat untuk menyerap dan aliran fluida.

(13)

13

Gambar 4.5. Grafik hubungan density (gr/cc) dengan calorific value

Dan hal ini akan menyebabkan proses pembakaran batubara menjadi sempurna sehingga nilai kalori yang dihasilkan akan semakin tinggi. Nilai kalori adalah kalori jenis atau nilai panas yang dihasilkan pada pembakaran batubara. Semakin tinggi nilai kalori maka kualitas batubara semakin baik.[2]

3. Hubungan Nilai Density log

dengan Ash Content

Berdasarkan hasil korelasi

trendline observasi scatterplots bivariant

hubungan Densitas dengan kandungan abu pada daerah penelitian, didapatkan nilai koefisien korelasi R2 = 0,4297 dengan rata-rata densitas 1,717 gr/cc dan nilai rata-rata kandungan Abu2,9 %.

Dilihat dari koefisien korelasi yang merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variable pada lokasi yang sama, maka nilai R2 = 0,429 atau 42,9 %, yang menunjukkan hubungan korelasi yang cukup kuat dengan kecenderungan posisi garis berat bergerak kearah yang negatif. Garis berat memiliki kecenderungan kearah negatif, artinya semakin batubara memiliki densitas yang tinggi maka nilai kandungan abunya akan menurun begitupun juga sebaliknya.

(Gambar 4.6).

Gambar 4.6. Grafik hubungan density (gr/cc) dengan ash content

4. Perbandingan Hasil Hubungan

Nilai Density Log dengan

Kualitas Batubara (gr/cc dan CPS)

Tabel 4.1. Perbandingan Koefisien Korelasi dalam satuan CPS dan gr/cc

Dari ketiga analisis hubungan di atas, hasil analisis hubungan nilai density log dengan nilai kalori batubara (calorific value) merupakan hasil yang terbaik dengan koefisien korelasi kuat yaitu 0,6396 atau 63,96%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh nilai density log

terhadap nilai kalori batubara, yakni semakin tinggi nilai density log, maka nilai kalori batubara akan semakin tinggi pula.

Dengan demikian nilai density log

dalam satuan gr/cc maupun CPS dapat memperkirakan nilai kalori dari lapisan batubara dengan menggunakan rumus koefisien korelasi yang telah diperoleh dan dibuktikan dari analisis hubungan kedua variabel tersebut. Yang

(14)

14 membedakan hanya kecenderungan

arahnya, jika gr/cc cenderung ke arah positif sedangkan CPS cenderung ke arah negatif. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk memperkirakan nilai kalori batubara apabila terjadi lose core dan dapat dikembangkan menjadi sebuah alat yang dapat menentukan nilai kalori batubara.

5. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil Interpretasi data logging

geofisika dari 9 sumur bor menunjukkan bahwa :

1. Lithologi yang dominan pada daerah penelitian adalah batupasir, batulempung, batulanau, batubara, dan batulempung karbonan.

2. Setiap lithologi mempunyai ciri khas yang berbeda-beda dengan nilai range gamma ray dan density log yang berbeda.

3. Pada lapisan batubara, rata-rata dari nilai densitas batubara adalah 1,71 gr/cc, nilai volume shale 3,94 %,

total moisture 13,58 %, ash content

3,28 %, dan calorific value sebesar 6831 kcal/kg. Hal ini menunjukkan bahwa daerah TAL Murman memiliki lapisan batubara yang berkualitas baik.

4. Hasil korelasi stratigrafi semua cross line menunjukkan bahwa arah kemenerusan dan penebalan lapisan batubara yaitu ke arah timur laut dan selatan, dimana semakin ke arah selatan kualitas batubara semakin tinggi. Lapisan batubara di daerah TAL Murman mengalami perubahan

arah kemiringan dimana bagian utara kemiringan ke arah barat kemudian berubarah arah kemiringan ke arah selatan di sebelah selatan area penelitian.

5. Dari hubungan nilai density log

dengan total moisture didapatkan nilai R2 = 0,3443 atau 34,43% cenderung ke arah negatif, dimana dikategorikan korelasi cukup kuat. Semakin kecil nilai total mositure,

maka kualitas batubara semakin baik. 6. Hubungan nilai density log dengan

calorific value didapatkan nilai R2 = 0,6396 atau 63,96 % cenderung ke arah positif, dimana dikategorikan korelasi kuat. Semakin tinggi nilai

calorific value, maka kualitas batubara semakin baik.

7. Hubungan nilai density log dengan

ash content didapatkan nilai R2 = 0,4297 atau 42,97 % cenderung ke arah negatif, dimana dikategorikan korelasi cukup. Semakin kecil nilai

ash content, maka kualitas batubara semakin baik.

8. Daftar Pustaka

1. Sukandarrumidi. 2009. Batubara

dan Pemanfaatannya. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta. 2. Thomas, L. 2002. Coal Geology:

John Wiley & Sons Ltd. The Atrium. Southern Gate. Chishester, West Sussex P019 8Sq, England.

3. Harsono, 1993. Pengantar Evaluasi Log. Schlumberger Data Services. Jakarta.

4. Muchjidin, 2005. Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Penerbit ITB, Bandung.

(15)

15 5. BPB manual. 1981. British

Petroleum Book, British company.

United Kingdom.

6. Larianov, 1969. Borehole

Radiometry. Riedra, Moscow.

127PP

7. Serra,Oberto. 1988. Fundamentals

Of Well Log Interpretation.

Elsevier Science Publiching Company, New York.

8. Simbolon,Hotman.2013.Statistika.

Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

9. Asquith, G., and D. Krygowski. 2004. Basic Well Log Analysis: AAPG Methods in Exploration 16, p.31-35.

10. Firdaus, M. 2008. Interpretasi Petrofisik. PT. Elnusa Geosains. Jakarta.

11. Vanberg, Dale. 2003. Calculus 8th Edition Vanberg, Purcell, Rigdon. Jakarta : Penerbit Erlangga.

12. Warren, J., 2002. Well Logging,

google.com(www.geosciencer.com

; tgl 16 Juni 2014; jam 00.19) 13. Vinda Dinata, Fransisca. 2011.

Analisis Fasies Batubara dan Karakteristik Petrofisik, Formasi

Balikpapan, Lapangan “X”,

Cekungan Kutai Berdasarkan Data

Log Sumur dan Inti Batuan.

Yogyakarta : Fakultas Teknologi Mineral UPN “VETERAN”.

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan antara satuan CPS dan gr/cc  menurut Warren (2002) yang telah  dimodifikasi
Gambar 3.11.  Grafik V sh  Vs gamma ray.  (Introduction to  log  interpretation, Anonim)
Gambar 3.2. Sampling dan Deskripsi Inti Batuan (PT. Bukit Asam,  2014)
Gambar 3.3. Tampilan dari data  LAS file (PT. Bukit Asam, 2014)
+6

Referensi

Dokumen terkait