• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Ekonometrika Spasial Pertumbuhan Propinsi Kepulauan Riau, Sebagai Dasar Pengembangan Sistem Pertahanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Ekonometrika Spasial Pertumbuhan Propinsi Kepulauan Riau, Sebagai Dasar Pengembangan Sistem Pertahanan."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Model Ekonometrika Spasial Pertumbuhan Propinsi Kepulauan Riau, Sebagai Dasar Pengembangan Sistem Pertahanan.

Susanti Linuwih1, Setiawan1, Brodjol Sutijo1, Sutikno1 , Dwiatmono AW1, Suhartono1, Wiryadi, 2

1) Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA ITS, 2) Staf Balitbang Dephan

Abstrak

Propinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Sebagai salah satu daerah kepulauan yang terdiri dari 7 kota/kabupaten, propinsi ini memiliki potensi keragaman kondisi dan sumber daya alam antar daerah yang besar. Perencanaan daerah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah mutlak dibutuhkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga dapat menumbuhkan loyalitas dan sifat nasionalisme terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau digunakan model ekonometrika spasial. Hal ini karena adanya keterkaitan sumbersaya dan kondisi sosial ekonomi antar daerah (kabupaten/kota) dalam wilayah Propinsi Kepulauan Riau. Dari hasil kajian diperoleh bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi pada setiap sektor, terutama sektor yang menjadi andalan di masing-masing Kabupaten/kota. Besarnya elastisitas investasi di masing-masing sektor berkisar antara 0 sampai 1.

Kata Kunci : Model Pertumbuhan, Ekonometrika Spasial

Pendahuluan

Kepulauan Riau sebagai salah satu daerah kepulauan di Indonesia, menunjukkan keragaman kondisi dan sumberdaya alam antar daerah yang besar. Wilayah (bukan daerah administrasi pemerintahan) Kepulauan Riau didominasi oleh pulau-pulau kecil dengan beberapa pulau yang cukup besar dan memiliki ciri aksesibilitas tinggi ke pasar internasional seperti Singapura dan Malaysia. Di samping itu, kawasan kepulauan ini juga memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar di bidang migas dan perikanan. Di sisi lain, dilihat dari geografis terdapat dua kelompok kepulauan besar yaitu daerah Batam dan sekitarnya yang dekat dengan daratan Riau dan Kepulauan Natuna yang secara fisik lebih dekat ke Kalimantan.

Perekonomian daerah didominasi oleh sektor pertanian. Di Kepulauan Riau sektor pertanian memberikan kontribusi sekitar 88%, sementara di Batam sektor ini memberikan kontribusi sekitar 31%. Sektor industri baru berkembang di wilayah sekitar Batam, sementara di daerah lain di Kepulauan Riau peranan sektor industri hanya memiliki peran sekitar 1-2%.

Seminar Nasional Statistika IX

(2)

2

Jika dilihat dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN) terdapat dua kawasan andalan, yaitu kawasan andalan Batam dan sekitarnya, serta kawasan andalan Natuna. Daerah Batam dan sekitarnya memiliki potensi di sektor industri, pertambangan serta pariwisata. Kedekatan lokasi dengan pasar internasional seperti Singapura memberikan keuntungan bagi pengembangan industri dan jasa di Batam. Kawasan ini direncanakan untuk menjadi daerah perdagangan bebas, dimana bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah dan cukai atas barang-barang material ditiadakan. Kawasan ini juga memiliki potensi di pertambangan, dimana di Kepulauan Anambas diperkirakan terdapat 5,5 miliar m3 batu granit serta 18 juta m3 pasir kuarsa, andesit, basal dan batu setengah permata. Disamping itu daerah ini juga memiliki potensi di bidang pariwisata. Beberapa objek wisata yang dapat dikembangkan di masa datang kebanyakan berupa wisata bahari seperti berlayar, pantai dan menyelam di Bintan. Disamping itu dengan adanya ketentuan dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah kabupaten memiliki kewenangan untuk mengelola sumberdaya pesisir termasuk dalam pengembangan wisata bahari. Upaya ini perlu dilakukan secara berkelanjutan dan memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal sehingga pembangunan daerah pesisir tidak merusak ekosistem laut dan sekitarnya serta memberdayakan masyarakat pesisir.

Kawasan andalan Natuna memiliki potensi di pertambangan dan perikanan serta perkebunan. Di daerah ini ditemukan cadangan migas yang cukup besar, beberapa perusahaan asing saat ini sedang melakukan eksplorasi kandungan migas tersebut. Potensi lain yang dapat dikembangkan di kawasan ini adalah perikanan dan perkebunan. Perikanan di sini mencakup perikanan darat, tambak maupun laut. Mengingat kepulauan Natuna dikelilingi oleh laut lepas, maka daerah ini memiliki potensi perikanan laut lepas yang cukup besar. Perkebunan di kawasan ini yang berpotensi untuk dikembangkan adalah perkebunan kelapa sawit.

Adanya dua kelompok kawasan yaitu kawasan Batam dan sekitarnya serta kawasan Natuna dan sekitarnya yang secara geografis terletak berjauhan, dapat mengurangi keterkaitan ekonomi antar kedua sub kawasan tersebut. Kawasan Batam dan sekitarnya lebih memiliki keterkaitan dengan perekonomian di Riau daratan dan Singapura, sedangkan Kepulauan Natuna lebih dekat dengan Kalimantan dan Sarawak. Pemaksaaan keterkaitan antara dua kawasan dalam suatu wilayah Kepulauan Riau dapat menurunkan efektivitas dan efisiensi pengembangan wilayah.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Membangun model ekonometrika spasial pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau.

Model Ekonometrika

Penelitian ekonometrika terapan berkenaan dengan pengukuran parameter dari hubungan variabel-variabel ekonomi dan melakukan peramalan (prediksi) nilai dari berbagai variabel ekonomi. Model ekonometrika yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel ekonomi terkadang hanya bersifat sederhana, yaitu berupa persamaan tunggal, tetapi seringkali berupa beberapa persamaan yang bersifat simultan (sistem persamaan simultan). Ada empat tahapan dalam penelitian ekonometrika, yaitu : (i) spesifikasi model, (ii) estimasi model, (iii) evaluasi dari hasil estimasi, serta (iv) evaluasi daya peramalan.

(3)

3

Pada tahap spesifikasi model harus dapat dibuat model yang secara spesifik menggambarkan fenomena yang dimodelkan, dalam kasus ini karena yang dimodelkan sangat kompleks, maka modelnya berupa sistem persamaan simultan spasial karena menyangkut keterkaitan antar daerah baik local, nasional, regional, maupun internasional. Selanjutnya pada tahap estimasi model, diperliukan suatu metode estimasi yang cocok yaitu metode 3SLS spasial. Tahapan berikutnya adalah evaluasi darai hasil estimasi. Model yang baik haruslah memenuhi criteria ekonomi (tanda dan ukuran), kriteria statistika (goodness of fit), serta kriteria ekonometrika. Tahapan akhir dari penelitian ini adalah model digunakan untuk meramal serta mengevaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan dengan membuat simulasi (skenario).

Tahapan penting dalam ekonometrika adalah membuat spesifikasi model atau membuat formulasi model secara spesifik (khusus) tentang fenomena ekonomi yang dimodelkan. Oleh karena itu untuk dapat menghasilkan model yang baik, pembuat model harus mengetahui tentang fenomena yang dimodelkan.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi model, yaitu : (i) variabel-variabel yang digunakan dalam model, (ii) tanda dan ukuran dari parameter model, serta (iii) bentuk matematika dari model.

Untuk membangun model pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diperlukan pemahaman yang spesifik tentang kondisi dan potensi daerah tersebut agar model yang dihasilkan benar-benar menggambarkan dan dapat diimplementasikan untuk membangun perekonomian Provinsi Kepulauan Riau.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan pertumbuhan Produk Domentik Regional Bruto (PDRB). Sedangkan besaran PDRB merupakan penjumlahan dari ouput 9 sektor, yaitu : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri, (4) listrik gas dan air, (5) bangunan, (6) perdagangan, (7) transportasi dan angkutan, (8) lembaga keuangan, serta (9) jasa-jasa. Di sisi lain, tentu di setiap daerah mempunyai kebijakan yang spesifik sektor mana yang menjadi unggulan yang dikaitkan dengan potensi daerah yang bersabngkutan

Di Provinsi Kepulauan Riau terdapat dua kawasan andalan, yaitu Batam dan sekitarnya serta Natuna. Di kawasan Batam terdapat 4 potensi yang perlu dikembangkan, yaitu : (1) industri, (2) pertambangan, (3) pariwisata, serta (4) jasa. Sehingga dalam membangun model pertumbuhan ekonomi kawasan ini arahnya adalah membangun model dengan membuat simulasi pertumbuhan keempat sector tersebut. Sedangkan di kawasan Natuna terdapat 3 potensi andalan, yaitu : (1) pertambangan, (2) kelautan (perikanan), serta (3) perkebunan.

Kerangka Pemikiran

Secara grafis kerangka pikir analisis pertumbuhan ekonomi (PDRB) disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar tersebut dapat dilihat hubungan antar satu variabel dengan variabel lain.

(4)

4

Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau

Ekonometrika Spasial

Prinsip dasar ekonometrika spasial hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena ‘autokorelasi spasial’. Ekonometrika spasial merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena-fenomena autokolerasi spasial. Secara umum model spasial dapat dinyatakan dalam bentuk (Anselin, 1988).

Y = ρW1y +Xβ + u u = λWu+ε

ε ~ N(0,σ2I

n).

Y adalah vektor berukuran p x 1, ρ adalah koefisien dari variabel dependen

spasial lag. u adalah vektor error, sedangkan W adalah matrik terbobot dengan ukuran nxn. β adalah vektor kx1 dari parameter yang dihubungkan dengan exogenous. X adalah matrik berukuran nxk sedangkan λ adalah koefisien dalam struktur spasial autoregressive untuk disturbance u.

Upah Minimum Regional Kebutuhan Hidup Minimum Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendapatan Regional Sektoral Produktifitas

Sektoral Migrasi Wilayah

Kesempatan Kerja Sektoral Upah Riil Sektoral Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Investasi Sektoral Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan Aliran Pengaruh Variabel Endogen Variabel Eksogen

(5)

5

Salah satu Efek spasial yang terjadi dalam data cross section (data spasial) yaitu spasial autokorelasi (spatial autocorrelation). Spasial autokorelasi yang juga dikenal sebagai spasial dependensi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu

spasial lag dan spasial error. Spasial dependensi terjadi akibat adanya

dependensi pada data cross-section pada region-region dalam suatu kawasan tertentu. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model dari spasial

lag, karena dengan menggunakan model spasial lag dapat diketahui apakah

besarnya nilai produk domestik regional bruto per kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur dipengaruhi juga oleh region sekitarnya.

a. Model Spasial Lag

Dari persamaan umum dapat diperoleh bentuk khusus dengan memberikan batasan (restriction) tertentu. Jika pada persamaan tersebut dinyatakan λ = 0, maka diperoleh bentuk :

Y = ρW1y +Xβ + u u = (0)Wu+ε =

dengan ε ~ N(0,σ2In).

Model ini merupakan model mixed regressive-spatial autoregressive yang mempunyai variabel dependen spasial lag ke-1.

b. Model Spasial Error

Jika pada persamaan tersebut dinyatakan ρ=0, maka akan diperoleh bentuk persaman sebagai berikut:

Y = (0)Wy + Xβ + u

Y = Xβ + u, dan u = λWu+ε u = (1-λW)-1λ

dengan u ~ N(0,σ2In).

Model dapat ditulis menjadi

Y = Xβ + u

(1 – λW)y = (1-λw) Xβ + (1-λW) u Y- λWy = Xβ – λWXβ + (1-λW) u

Y = λWy + Xβ – λWXβ +

Model ini merupakan model regresi linier dikenal dengan nama spatial

autoregressive disturbance.

c. Matriks Pembobot/Penimbang Spasial (Spatial Weighting Matrix)

Matriks pembobot/penimbang spasial (W) dapat diperoleh berdasarkan informasi jarak dari ketetanggaan (neighborhood), atau dalam kata lain dari jarak antara satu region dengan region yang lain. Ada beberapa metode untuk mendefinisikan hubungan persinggungan (contiguity) antar region tersebut. Menurut LeSage (1999), metode itu antara lain sebagai berikut :

1. Linear Contiguity (Persinggungan tepi); mendefinisikan Wij = 1 untuk region

yang berada di tepi (edge) kiri maupun kanan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.

(6)

6

2. Rook Contiguity (Persinggungan sisi); mendefinisikan Wij = 1 untuk region

yang bersisian (common side) dengan region yang menjadi perhatian, Wij =

0 untuk region lainnya.

3. Bhisop Contiguity (Persinggungan sudut); mendefinisikan Wij = 1 untuk region yang titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan sudut region

yang menjadi perhatian, wij = 0 untuk region lainnya.

4. Double Linear Contiguity (Persinggungan dua tepi); mendefinisikan Wij = 1

untuk dua entity yang berada di sisi (edge) kiri dan kanan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.

5. Double Rook Contiguity (Persinggungan dua sisi); mendefinisikan Wij = 1 Wij

untuk dua entity di kiri, kanan, utara dan selatan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.

6. Queen Contiguity (persinggungan sisi-sudut); mendefinisikan Wij = 1 untuk entity yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex)

bertemu dengan region yang menjadi perhatian, Wij = 0 untuk region lainnya.

Model Pertumbuhan Ekonomi

t t t t t t t

a

a

INSP

a

INDP

a

KP

a

PRP

a

PDRBP

PDRBP

0

1

2

3

4

5 1

1 (1) t t t t t t t

b

b

INST

b

INDT

b

KT

b

PRT

b

PDRBT

PDRBT

0

1

2

3

4

5 1

2 (2) t t t t t t

t

c

c

INSI

c

INDI

c

KI

c

PRI

c

PDRBI

PDRBI

0

1

2

3

4

5 1

31 (3) t t t t t t t

d

d

INSL

d

INDL

d

KL

d

PRL

d

PDRBL

PDRBL

0

1

2

3

4

5 1

4 (4) t t t t t t t

e

e

INSB

e

INDB

e

KB

e

PRB

e

PDRBB

PDRBB

0

1

2

3

4

51

5 (5) t t t t t t t

f

f

INSD

f

INDD

f

KD

f

PRD

f

PDRBD

PDRBD

0

1

2

3

4

51

6 (6) t t t t t t

t

g

g

INSA

g

INDA

g

KA

g

PRA

g

PDRBA

PDRBA

0

1

2

3

4

51

7 (7) t t t t t t t

h

h

INSK

h

INDK

h

KK

h

PRK

h

PDRBK

PDRBK

0

1

2

3

4

5 1

8 (8) t t t t t t t

i

i

INSJ

i

INDJ

i

KJ

i

PRJ

i

PDRBJ

PDRBJ

0

1

2

3

4

5 1

9 (9)

PDRBJ

PDRBK

PDRBA

PDRBD

PDRBB

PDRBL

PDRBI

PDRBT

PDRBP

PDRB

(10) Keterangan:

PDRBP Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Pertanian (juta rupiah)

PDRBT Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Pertambangan (juta rupiah)

PDRBI Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Industri (juta rupiah) PDRBL Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Listrik gas dan air

(juta rupiah)

PDRBB Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Bangunan (juta rupiah)

PDRBD Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Perdagangan (juta rupiah)

(7)

7

dan Angkutan (juta rupiah)

PDRBK Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor Lembaga Keuangan (juta rupiah)

PDRBJ Produk Domestik Regional Bruto (PDRRB) sektor jasa-jasa (juta rupiah) INSP Investasi Swasta sektor Pertanian (juta rupiah)

INDP Investasi Pemerintah Daerah sektor Pertanian (juta rupiah) KP Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan

memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor pertanian. (orang)

PRP Produktivitas pekerja dari sektor pertanian (juta rupiah) INSPT Investasi Swasta sektor Pertambangan (juta rupiah)

INDT Investasi Pemerintah Daerah sektor Pertambangan (juta rupiah) KT Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan

memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor pertambangan. (orang)

PRT Produktivitas pekerja dari sektor pertambangan (juta rupiah) INSI Investasi Swasta sektor industri (juta rupiah)

INDI Investasi Pemerintah Daerah sektor industri (juta rupiah)

KI Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor industri. (orang)

PRI Produktivitas pekerja dari sektor industri (juta rupiah) INSL Investasi Swasta sektor Listrik (juta rupiah)

INDL Investasi Pemerintah Daerah sektor Listrik (juta rupiah)

KL Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor listrik (orang)

PRL Produktivitas pekerja dari sektor listrik (juta rupiah) INSB Investasi Swasta sektor bangunan (juta rupiah)

INDB Investasi Pemerintah Daerah sektor bangunan (juta rupiah)

KB Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor bangunan. (orang)

PRB Produktivitas pekerja dari sektor bangunan (juta rupiah) INSD Investasi Swasta sektor Perdagangan (juta rupiah)

INDD Investasi Pemerintah Daerah sektor Perdagangan (juta rupiah)

KD Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor perdagangan (orang)

PRP Produktivitas pekerja dari sektor perdagangan (juta rupiah) INSA Investasi Swasta sektor Transportasi dan angktan (juta rupiah)

INDA Investasi Pemerintah Daerah sektor Transportasi dan Angkutan (juta rupiah)

KA Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor transportasi dan angkutan (orang)

(8)

8

INSP Investasi Swasta sektor Pertanian (juta rupiah)

INDP Investasi Pemerintah Daerah sektor Pertanian (juta rupiah)

KP Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor pertanian. (orang)

INSK Investasi Swasta sektor Keuangan (juta rupiah)

INDK Investasi Pemerintah Daerah sektor Keuangan (juta rupiah)

KK Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor Keuangan. (orang)

PRK Produktivitas pekerja dari sektor keuangan (juta rupiah) INSJ Investasi Swasta sektor jasa-jasa (juta rupiah)

INDJ Investasi Pemerintah Daerah sektor jasa-jasa (juta rupiah)

KJ Jumlah penduduk yang melukukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah paling sedikit satu jam terus menerus selama seminggu yang lalu di sektor jasa-jasa (orang)

PRJ Produktivitas pekerja dari sektor jasa-jasa (juta rupiah)

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pendugaan diperoleh bahwa semua model mempunyai koefisien determknasi di atas 85%, artinya model dapat dikatakan baik. Begitu juga dengan koefisien spasial yang pada umumnya signifikan, berarti memang dalam model pertumbuhan ekonomi di KEPRI terdapat keterkaitan antar daerah kabupaten/kota.

Koefisien untuk varaiabel invesatasi sektoral pada umumnya signifikan pada level 5% dengan bearan antara 0 sampai 1. Hal ini berarti besarnya investasi sektoral berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Besaran koefisien antara 0 sampai 1 menunjukkan bahwa tingkat elastisitas investasi sektoral terhadap pertumbuhan PDRB adalah 0 ampai 1.

Penutup

Untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi di KEPRI perlu adanya tambahan investasi di masing-masing sektor.

Daftar Pustaka

Anselin, L. (1988) Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers

LeSage, J.P. (1999), The Theory and Practice of Spatial Econometrics, Departement of Economics University of Toledo

Mustakim dan Setiawan, 2009. Pendekatan Persamaan Simultan dengan Fixed Effect Model untuk Pemodelan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah. Seminar Nasional Pascasarjana ITS, Surabaya, 12 Agustus 2009

(9)

9

Setiawan, 1995. Metode Weighted Seemingly Unrelated Regression. Laporan Penelitian Litmud.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pikir Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi                     Kepulauan Riau

Referensi

Dokumen terkait

Masykur hafidz.Semula hubungan dalam pengumpulan zakat fitrah maupun zakat mal ini berjalan dengan lancar.Akan tetapi pengumpulan zakat fitrah yang dikoordinir

1. Perawatana preventif dan korektif pada sarana dan prasarana laboratorium busana belum sepenuhnya dilakukan. Belum tersedianya teknisi tetap pada laboratorium busana di SMK N 3

Judul skripsi : APLIKASI PERANGKAT AJAR PENGENALAN SENI DAN BUDAYA INDONESIA “PETUALANGAN SIBI” UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI.. Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak

Design dan rancangan penelitian pada pengkajian kebutuhan kapasitas fasilitas landside untuk tahun 2015 sebagai upaya peningkatan kenyamanan penumpang di Bandar

Akulturasi budaya tampak pada gaya bangunan rumah tinggal dan dua sistem adat lama ( pepadun dan sebatin ), beserta benda-benda upacara adat Begawi, sedangkan

Dari nilai OR yang diperoleh, berarti responden dengan pendidikan rendah memiliki kemungkinan 6,2 kali lebih besar untuk mendapatkan skor pengetahuan kurang

Faktor risiko stunting pada kelompok umur anak 2-4,9 tahun adalah berat badan lahir rendah, disusui selama 6 bulan atau lebih, memiliki orang tua yang pendek, dan

Adapun hasil dari implementasi edutainment di SMP Negeri 35 Surabaya adalah: (1) mendukung dan membantu mengembangkan kreativitas siswa khususnya pada