• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 16

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, definisi kemiskinan adalah kondisi yang membuat seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Jadi dengan menggunakan pendekatan berbasis hak, kemiskinan dapat diidentifikasi dari rendahnya akses terhadap berbagai sumberdaya dan aset produktif yang diperlukan untuk pemenuhan sarana kebutuhan hidup dasar. Sumberdaya dan aset produktif tersebut, termasuk: barang dan jasa, informasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Batasan kemiskinan tidak terbatas sekedar pada ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang dipengaruhi oleh berbagai faktor

(2)

16 - 2

yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, serta kondisi lingkungan.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Pada awal penyusunan RPJMN 2004-2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia relatif besar. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak 36,1 juta jiwa atau 16,7 persen dari jumlah penduduk tergolong penduduk miskin. Pada tahun 2005, kondisi terus berlanjut, meski terjadi penurunan penduduk miskin menjadi 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen. Meskipun telah terjadi penurunan kemiskinan sejak 2004-2009, secara absolute jumlah penduduk miskin masih tinggi. Tingginya angka kemiskinan ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Selanjutnya, permasalahan kemiskinan pada waktu itu, apabila dilihat dari aspek pemenuhan hak dasar, meliputi hal berikut.

Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Dari sisi permintaan, rendahnya kemampuan daya beli dan ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin, sedangkan dari sisi penawaran meliputi permasalahan stabilitas ketersediaan pangan secara merata dengan harga yang terjangkau dan kurangnya upaya diversifikasi pangan, serta belum efisiennya proses produksi pangan, dan rendahnya harga jual yang diterima petani.

Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan. Masalah utama yang menyebabkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, disparitas status kesehatan antarmasyarakat, antarkawasan, dan antara perkotaan dan perdesaan masih cukup tinggi.

(3)

16 - 3 Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Pembangunan pendidikan ternyata belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Sampai dengan tahun 2003 masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup lebar antarkelompok masyarakat terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara perdesaan dan perkotaan.

Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha. Masyarakat miskin umumnya menghadapi permasalahan terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Masyarakat miskin dengan keterbatasan modal dan kurangnya keterampilan ataupun pengetahuan, hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak terjamin keberlanjutannya.

Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan usaha. Permasalahan yang dihadapi, antara lain, sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan terhadap kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi. Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM. Masyarakat miskin juga menghadapi masalah lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, terutama perlindungan terhadap hak cipta industri tradisional, dan hilangnya aset usaha akibat penggusuran.

Terbatasnya akses layanan perumahan, sanitasi dan air bersih. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya

(4)

16 - 4

perlindungan untuk mendapatkan dan menghuni perumahan yang layak dan sehat. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan pesisir, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering juga menghadapi kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Selanjutnya, kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses, terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Keterbatasan akses terhadap air bersih dapat mengakibatkan penurunan mutu kesehatan dan penyebaran berbagai penyakit lain seperti diare. Jelas bahwa akses terhadap air bersih masih menjadi persoalan yang harus diatasi.

Masyarakat miskin juga mengalami masalah dalam mengakses sumber-sumber air yang diperlukan untuk usaha tani dan menurunnya mutu air akibat pencemaran dan limbah industri. Berkurangnya air waduk akibat penggundulan hutan dan pendangkalan, serta menurunnya mutu saluran irigasi mengakibatkan berkurangnya jangkauan irigasi. Masalah ini membuat lahan tidak dapat diusahakan secara optimal, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan petani. Sementara itu, untuk masyarakat miskin di perkotaan yang tinggal di bantaran sungai masih banyak yang memanfaatkan air sungai dan sumur galian yang sudah tercemar untuk kebutuhan hidup seperti mandi, memasak, mencuci, dan bahkan air minum.

Lemahnya akses terhadap tanah dan sumber daya alam (SDA) serta memburuknya kondisi SDA dan lingkungan hidup (LH). Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif yang dapat diakses masyarakat miskin. Sumberdaya produktif lainnya adalah sumber daya alam (SDA). Masyarakat miskin kehilangan sumber mata pencaharian sebagai akibat dari konversi hutan dan degradasi LH, terutama pada hutan, laut, dan daerah pertambangan. Masyarakat miskin di Indonesia juga sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan SDA dan LH. Penyebab utamanya adalah akses yang terbatas terhadap SDA sebagai sumber mata

(5)

16 - 5 pencaharian dan penunjang kehidupan sehari-hari. Hal ini diperburuk dengan menurunnya mutu LH yang membuat masyarakat rentan jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Lemahnya partisipasi dan jaminan rasa aman. Salah satu penyebab kegagalan kebijakan dan program pembangunan dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah lemahnya partisipasi mereka dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya jaminan rasa aman dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka.

Lemahnya jaminan rasa aman juga terjadi dalam bentuk ancaman nonkekerasan antara lain, kerusakan lingkungan, perdagangan perempuan dan anak (trafficking), krisis ekonomi, penyebaran penyakit menular, dan peredaran obat-obat terlarang yang menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Konflik yang terjadi di berbagai daerah telah menyebabkan hilang atau rusaknya tempat tinggal, terhentinya kerja dan usaha sehingga penghasilan keluarga hilang, menurunnya status kesehatan individu dan lingkungan yang berakibat pada penurunan produktivitas, rusaknya infrastruktur ekonomi yang menyebabkan langkanya ketersediaan bahan pangan, menurunnya akses terhadap pendidikan, menurunnya akses terhadap air bersih, rusaknya infrastruktur sosial dan hilangnya rasa aman, serta merebaknya rasa amarah, putus asa, dan trauma kolektif.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Berbagai kebijakan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan diarahkan ke dalam bentuk peningkatan kesejahteraan dan pengurangan beban penduduk miskin. Sejak tahun 2005-2008, beberapa upaya tersebut didorong oleh berbagai kebijakan lintas

(6)

16 - 6

sektor yang mengarah pada penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

Upaya dalam menanggulangi kemiskinan tersebut dilakukan secara intensif dan komprehensif dan menghasilkan pencapaian angka kemiskinan yang terus membaik dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta atau 15,42 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut telah berkurang sebesar 2,21 juta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta atau 16,58 persen. Sementara itu, pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin sebesar 32,53 juta jiwa (14,15 %) atau turun sebesar 2,43 juta jiwa dibandingkan penduduk miskin pada tahun 2008. Namun demikian, meskipun jumlah penduduk miskin telah menurun, jumlah penduduk miskin yang ada masih harus terus diturunkan. Sehubungan dengan itu, diperlukan kerja keras untuk menanggulangi kemiskinan yang menjadi tanggung jawab bersama, baik instansi pemerintah pusat dan daerah, instansi swasta maupun masyarakat pada umumnya.

Pada tahun 2009 ini, kebijakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan terdiri dari 4 (empat) fokus yang meliputi (i) pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin; (ii) perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana; (iii) penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; dan (iv) peningkatan usaha rakyat.

Adapun kegiatan yang dilakukan dan hasil yang telah dicapai Pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan, di antaranya adalah sebagai berikut.

A. Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial dan Keberpihakan terhadap Rakyat Miskin

Kebijakan pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin ini bertujuan untuk melindungi masyarakat miskin yang rentan terhadap

(7)

16 - 7 guncangan sosial, ekonomi ataupun bencana. Kegiatan yang telah dilakukan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pemberian Bantuan Langsung Tunai

Tujuan program pemberian bantuan langsung tunai (BLT) adalah mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan BBM terjadi pada bulan Oktober 2005 dan pertengahan tahun 2008. Penerima BLT adalah rumah tangga yang menurut kriteria yang ditetapkan Pemerintah adalah yang termasuk dalam kelompok rumah tangga sangat miskin, miskin, dan mendekati miskin. Pada saat kenaikan harga BBM di bulan Oktober 2005, Pemerintah telah menyalurkan bantuan tunai kepada 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) mulai dari Oktober 2005 sampai dengan September 2006.

Dengan adanya kenaikan harga BBM pada tahun 2008, untuk mencegah agar masyarakat miskin tidak semakin jatuh ke dalam kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat terhadap kebutuhan bahan-bahan pokok, pemerintah kembali meluncurkan program BLT kepada 18,8 juta rumah tangga sasaran (RTS). Pada tahun 2009, mengingat harga BBM telah dapat diturunkan, program BLT hanya direncanakan untuk jangka waktu 2 bulan kepada 18,5 juta rumah tangga sasaran dengan alokasi sekitar Rp 4,4 triliun.

2. Pelaksanaan Program Harapan Keluarga (PKH)

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada keluarga miskin termasuk perempuan dan anak, pemerintah melakukan uji coba PKH yang dipersiapkan sebagai cikal bakal sistem perlindungan sosial pada masa depan. PKH adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan kewajiban untuk memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.

Program PKH pertama kali diluncurkan pada tahun 2007 di 7 provinsi pada 348 kecamatan (49 kabupaten) dengan target 500.000 RTSM. Total dana yang dikeluarkan Pemerintah untuk pelaksanaan PKH pada tahun 2007 mendekati Rp 1 triliun. Pada tahun 2008, uji

(8)

16 - 8

coba PKH dilanjutkan dan diperluas ke 6 (enam) provinsi tambahan untuk mengetahui dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup RTSM, dengan anggaran sebesar Rp 1,1 triliun. Pada tahun 2009, jumlah sasaran PKH akan ditingkatkan menjadi 720.000 RTSM di 13 provinsi dengan fokus pada perbaikan beberapa komponen seperti Sistem Informasi Manajemen serta pelatihan-pelatihan bagi penyedia layanan. Kegiatan ini juga diupayakan untuk menarik anak-anak yang bekerja agar kembali bersekolah.

Pengurangan pekerja anak (PPA) dilakukan oleh program PPA-PKH dan telah dilaksanakan di 48 kabupaten/kota pada 7 provinsi, dengan sasaran 4.946 anak. Realisasi pelaksanaan dilakukan bagi 4.887 anak. Dari 4.887 anak yang ditarik dari pekerjaannya sebanyak 599 anak yang telah memperoleh pendidikan kesetaraan (paket A, B, dan C), dan sebanyak 400 anak yang mengikuti pendidikan layanan khusus (PLK).

3. Subsidi Pangan untuk Masyarakat Miskin

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok akan beras, Pemerintah memberikan subsidi beras untuk masyarakat miskin (Raskin) yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok. Realisasi pelaksanaan Raskin dalam periode tahun 2005—2008 relatif tinggi, yaitu rata-rata mencapai 99,13 persen, dengan jumlah rumah tangga sasaran (RTS) cenderung meningkat. Pada tahun 2005, Raskin ditujukan kepada 8,3 juta RTS dengan durasi 12 bulan. Pada tahun 2006, jumlah RTS meningkat menjadi 10,83 juta, namun durasinya berkurang menjadi 10 bulan. Jumlah RTS dan durasi bulan kembali meningkat pada tahun 2007 menjadi 15,8 juta RTS selama 11 bulan. Sementara itu, pada tahun 2008, Raskin dialokasikan kepada 19,1 juta RTS selama 12 bulan. Untuk tahun 2009, program Raskin ditujukan bagi 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) dengan pagu alokasi mencapai 3,33 juta ton beras. Berdasarkan alokasi tersebut, tiap-tiap RTS mendapatkan beras sebesar 15 kg selama 12 bulan. Sampai dengan 30 Juni 2009, realisasi penyaluran Raskin telah mencapai 1,46 juta ton atau sekitar 43,9 persen.

(9)

16 - 9 4. Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan adalah menerapkan program wajib belajar sembilan tahun (Wajar 9 tahun), yang telah dimulai sejak tahun 1994. Sementara itu, sejak tahun 2005, Pemerintah juga menyediakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang digunakan untuk membiayai operasional sekolah dan membantu anak-anak yang berasal dari keluarga miskin untuk memperoleh layanan pendidikan minimal sampai dengan tingkat SLTP. Alokasi BOS dari tahun ke tahun terus meningkat, dari Rp 10,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 11,6 triliun pada tahun 2007, dan meningkat lagi menjadi Rp 11,9 triliun pada tahun 2008. Selain itu, pada tahun 2007 upaya penuntasan Wajib Belajar Pendidikan dasar 9 tahun juga dilakukan melalui jalur pendidikan nonformal di antaranya dengan melakukan pemberian biaya operasional penyelenggaraan (BOP) Paket A dan Paket B. Sementara itu, upaya pencapaian peningkatan akses masyarakat miskin pada pendidikan adalah melalui pemberian beasiswa bagi sebanyak 4.048.879 siswa/mahasiswa miskin pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 akan diberikan kepada 5.509.231 siswa/mahasiswa miskin.

5. Peningkatan Kepastian Kepemilikan dan Penguasaan Tanah Bagi masyarakat miskin, aspek penguasaan dan pemilikan lahan menjadi sangat penting khususnya bagi petani. Untuk membantu masyarakat miskin memiliki kepastian dan penguasaan tanah, beberapa upaya telah dilakukan. Salah satunya adalah penerbitan sertifikat hak atas tanah. Hasil yang telah dicapai pada tahun 2005 adalah sebagai berikut. Penerbitan sertifikat hak atas tanah sebanyak 41.600 bidang tanah dengan jumlah penerima manfaat 2.154 KK; (ii) Penerbitan sertifikat hak atas tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sebanyak 91.205 bidang tanah dengan jumlah penerima manfaat 91.194 KK; (iii) Redistribusi tanah objek land-reform bagi petani penggarap tanah objek land-reform dengan rencana jumlah penerima manfaat sebesar 5.000 KK dan yang terealisasi sebanyak 4.800 KK; (iv) Penerbitan sertifikat hak atas tanah bagi transmigran sebanyak 39.548 bidang tanah dengan jumlah penerima manfaat 15.819 KK. Sementara itu, pada 2006 dan

(10)

16 - 10

2007, berturut-turut telah dikeluarkan sertifikat tanah sebanyak 1.881.000 dan 257.995.

Hal-hal yang telah dicapai pada tahun 2008 terkait dengan kepastian kepemilikan dan penguasan tanah adalah (i) Sertifikasi tanah melalui Prona sebanyak 418.766 bidang; (ii) Redistribusi tanah sebanyak 332.935 bidang; (iii) Konsolidasi tanah sebanyak 10.100 bidang; (iv) Sertifikasi tanah UKM sebanyak 30.000 bidang; (v) Sertifikasi tanah transmigrasi sebanyak 24.970 bidang; (vi) Adjudikasi land management and policy development project (LMPDP) sebanyak 651.000 bidang; dan (vii) Adjudikasi reconstruction of Aceh land administration system

6. Peningkatan Akses Terhadap Air Bersih

Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap air bersih dan aman, Pemerintah telah membangun prasarana air minum. Pada tahun 2008, Pemerintah telah membangun prasarana air minum bagi 3,5 juta penduduk perdesaan dan 1,6 juta penduduk perkotaan sedangkan pada tahun 2009, akses terhadap air bersih meningkat menjadi 68,7 persen yang terdiri dari 54,1 persen penduduk dengan akses pelayanan air minum non-perpipaan terlindungi dan 14,6 persen penduduk dengan akses pelayanan air minum perpipaan.

B. Perluasan Akses Masyarakat Miskin Terhadap Kesehatan serta Keluarga Berencana

Kebijakan perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia keluarga miskin dan generasi muda dari keluarga miskin sehingga berpeluang besar untuk memperbaiki kualitas kesejahteraannya. Hasil nyata kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan Akses Masyarakat Miskin Terhadap Kesehatan Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang pada tahun 2004 dilaksanakan melalui Program Jaminan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) telah ditingkatkan pelaksanaannya menjadi Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Program yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi Program Jaminan

(11)

16 - 11 Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada tahun 2005 semula hanya diarahkan untuk melayani penduduk miskin, kemudian masyarakat miskin, sehingga konsep penanganan kesehatan perorangan menjadi kesehatan penduduk miskin dan masyarakatnya. Semula jumlah sasaran hanya 36,4 juta penduduk miskin, pada tahun 2006 menjadi 60 juta penduduk miskin serta penduduk hampir miskin dan tidak mampu, kelompok masyarakat tersebut apabila sakit menjadi miskin atau miskin sekali. Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 sasaran penerima Jamkesmas telah ditingkatkan menjadi 76,4 juta penduduk dan sampai saat ini telah diterbitkan sebanyak 71.911.261 (94,1%) kartu peserta, dan yang telah didistribusikan sebanyak 71.889.245 (94,1%). Jumlah pembiayaan untuk Askeskin pun terus meningkat dari Rp3,6 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp4,6 triliun pada tahun 2007 dan 2008.

Selain itu, jenis pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin telah dapat ditingkatkan. Jjika pada awal program jenis pelayanan kesehatan dibatasi pada pelayanan emergensi, pelayanan yang mengancam jiwa, pelayanan ibu dan anak; maka sejak tahun 2005 jenis pelayanan bagi masyarakat miskin lebih ditingkatkan lagi, termasuk pelayanan khusus, antara lain hemodialisa, operasi jantung, operasi caesar, serta tindakan besar lainnya sehingga semua pelayanan yang hanya dapat diperoleh masyarakat berkecukupan telah dapat diterima oleh masyarakat miskin, hampir miskin, dan tidak mampu bagi peserta program Jamkesmas.

2. Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Keluarga Berencana Untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi, Pemerintah melaksanakan program keluarga berencana.Kebijakan umum yang diambil di antaranya diarahkan untuk: (1) memberdayakan dan menggerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas; dan (2) memberikan fasilitas penyediaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro bagi pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan keluarga miskin. Kebijakan umum tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebijakan operasional, di antaranya dengan meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan. Upaya meningkatkan

(12)

16 - 12

perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan tersebut dilaksanakan di antaranya melalui pelayanan KB gratis bagi penduduk miskin.

Pencapaian peserta KB Baru dan KB Aktif untuk pasangan usia subur (PUS) miskin dari tahun ketahun semakin meningkat. Pada bulan mei 2006, pencapaian peserta KB Baru (PB) miskin adalah sekitar 0,8 juta PUS dan Peserta KB Aktif (PA) PUS miskin adalah sekitar 11,8 juta PUS. Dan pada tahun 2008 Pemerintah juga melakukan penyediaan kontrasepsi gratis bagi 813.850 peserta keluarga berencana (KB) baru miskin dan 9.534.600 peserta aktif KB miskin di 73.500 desa/kelurahan dan 5.500 kecamatan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan.

C. Penyempurnaan dan Perluasan Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat

Kebijakan penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas program-program penurunan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dengan semakin memperkuat peran masyarakat baik perempuan maupun laki-laki dalam setiap tahap pembangunan. Pada tahun 2007, Pemerintah telah mengonsolidasikan program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh kementerian dan lembaga ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Penyelesaian permasalahan kemiskinan yang ada diharapkan dapat mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang berada dalam kategori miskin. Hingga kini hasil yang telah dicapai PNPM Mandiri adalah sebagai berikut. 1. Pada tahun 2007, pelaksanaan PNPM inti menggunakan

mekanisme Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk daerah perdesaan dan mekanisme Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) untuk daerah perkotaan dengan jumlah lokasi sebanyak 1993 kecamatan di perdesaan dan 838 kecamatan di perkotaan. Total bantuan yang disalurkan untuk kegiatan PNPM tahun 2007 sebesar Rp3,8 triliun.

(13)

16 - 13 2. Pada tahun 2008, PNPM Mandiri diprioritaskan untuk

menyelesaikan masalah kemiskinan di daerah tertinggal. Untuk itu, PNPM inti diperluas melibatkan Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi wilayah (PISEW) dan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), serta diperkuat oleh berbagai program pemberdayaan masyarakat lainnya yang dilaksanakan oleh departemen sektor. Pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kebijakan PNPM Mandiri tersebut akan memperluas cakupan pembangunan hingga ke daerah-daerah tertinggal dan terpencil. Dengan anggaran yang direncanakan sebesar Rp6,7 triliun, PNPM inti mencakup 4.768 kecamatan pada tahun 2008.

3. Pada tahun 2009, sasaran PNPM diperluas menjadi 6.408 kecamatan yang terdiri dari 4.371 kecamatan PNPM Perdesaan, 1.145 kecamatan PNPM Perkotaan, 186 kecamatan PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), 479 kecamatan PNPM Infrastruktur Perdesaan, dan 237 kecamatan PNPM Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Jumlah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikucurkan pada tahun 2009 adalah Rp 11,01 triliun yang terdiri dari Rp 7,65 berasal dari APBN dan Rp 3,36 triliun dari APBD.

4. Pada tahun 2009 ini juga mulai dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi program-program sektoral yang berbasis pemberdayaan untuk masuk kedalam PNPM Penguatan. Salah satunya adalah kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dan Penguatan Kelembagaan Ekonomi Perdesaan melalui Lembaga Mandiri yang Mengakar pada Masyarakat (LM3). Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP telah diberikan kepada 10.542 Gabungan kelompok tani (Gapoktan). Masing-masing Gapoktan menerima modal sebesar Rp 100 juta, dan tahun 2009 ditargetkan sebanyak 10.000 Gapoktan yang akan mendapatkan bantuan BLM-PUAP. Sementara itu, untuk kegiatan penguatan kelembagaan ekonomi melalui LM3, pada tahun 2008 diarahkan untuk

(14)

16 - 14

memberikan bantuan bagi 227 LM3-Horti, 150 LM3 Pengolahan, 1000 desa rawan pangan di 200 kabupaten, fasilitasi pemberdayaan SDM di 1000 LM3. Pada tahun 2009 ini, kegiatan LM3 tersebut dilanjutkan kembali yang diarahkan untuk memberikan bantuan permodalan 250 LM3 tanaman pangan, 755 LM3 peternakan, pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian di 200 LM3, dan fasilitasi pemberdayaan/pengembangan kapasitas LM3 sebanyak 1000 orang.

5. Pada program pemberdayaan bidang kelautan dan perikanan, Pemerintah telah menyalurkan bantuan langsung masyarakat dalam rangka menekan biaya produksi perikanan, antara lain, melalui pembangunan kedai pesisir, solar packed dealer nelayan (SPDN), dan bantuan sarana listrik dan sarana modal usaha. Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2005-2009 adalah pembangunan kedai pesisir sebanyak 196 unit di 168 kabupaten/kota dan pembangunan SPDN di 225 titik lokasi yang tersebar di 136 kabupaten/kota. Untuk mendukung meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil juga telah dilakukan penyediaan pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Sarana dan prasarana yang disediakan adalah berupa pembangkit listrik tenaga surya tipe SHS 50 watt untuk 3.631 rumah dan hybrid system sebanyak 4.321 unit yang tersebar di 38 pulau-pulau kecil di 15 provinsi.

D. Peningkatan Usaha Rakyat

Kebijakan peningkatan usaha rakyat ini bertujuan untuk meningkatkan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin ataupun kelompok usaha mikro melalui dukungan dan bimbingan teknis dan infrastruktur.

1. Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil

Program KUR dilaksanakan dengan melibatkan instansi-instansi yang secara lintas sektoral melakukan pemberdayaan Koperasi dan UMKM dengan mengikutsertakan 6 bank pelaksana

(15)

16 - 15 (Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri) serta Perum Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai lembaga penjamin. Realisasi penyaluran KUR sampai dengan Mei 2009 adalah sebesar Rp14,5 triliun untuk 1,9 juta debitur, dengan rata-rata kredit senilai Rp7,4 juta. Distribusi penyaluran KUR yang paling besar adalah di sektor perdagangan, restoran & hotel; dan sektor pertanian dengan sebaran masing-masing sebesar 55,0 persen dan 26,5 persen. Sementara itu, pemanfaatan KUR terbesar adalah di pulau Jawa dan Sumatera dengan proporsi masing-masing sebesar 48,9 persen dan 23,6 persen.

Pemberdayaan usaha mikro dan kecil dilakukan melalui: (a) penataan sarana usaha pedagang kaki lima (PKL); (b) pengembangan sarana pasar tradisional; (c) pengembangan sentra di derah tertinggal, terisolir, dan perbatasan; (d) penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional; dan (e) diklat kewirausahaan, manajerial dan ketrampilan teknis. Pada periode tahun 2005-2008, PKL yang sudah dibantu adalah sebanyak 2.319 yang tersebar di 16 lokasi dan 13 provinsi. Selanjutnya, pada tahun 2009, dilakukan penataan sarana usaha PKL di 13 kabupaten/kota. Pasar tradisional telah dikembangkan sebanyak 71 unit pada periode tahun 2005-2008. Sementara itu, pada tahun 2009 dilaksanakan program stimulus pembangunan pasar tradisional sebanyak 91 unit. Kegiatan sosialisasi pengembangan sentra untuk di daerah tertinggal, terisolir, dan perbatasan dilakukan di Kalimantan Barat, Bengkulu, dan NTB pada tahun 2008. Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional telah disalurkan kepada 2.127 koperasi selama periode tahun 2005-2008. Selanjutnya pada periode yang sama, pendidikan dan pelatihan telah dilaksanakan kepada 8.490 usaha mikro dan kecil untuk diklat kewirausahaan, 21.750 orang untuk diklat manajerial, dan 1.980 orang untuk diklat ketrampilan teknis.

2. Penguatan Modal di Sektor Pertanian

Pemerintah juga telah meningkatkan anggaran stabilisasi harga beras yang dikenal dengan Dana Penguatan Modal – Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) yang bertujuan untuk melindungi

(16)

16 - 16

petani dari resiko kejatuhan harga. Kegiatan ini bersama-sama dengan program pembelian beras oleh BULOG dan kebijakan pengetatan impor beras telah berhasil meningkatkan harga gabah petani dari rata-rata Rp 1.226/Kg Gabah Kering Panen (GKP) pada tahun 2004 menjadi rata-rata Rp 2.052/Kg GKP pada tahun 2006 atau berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pada tahun tersebut. Mengingat pentingnya kegiatan stabilisasi harga tersebut, pada tahun 2008 kegiatan DPM-LUEP akan diarahkan untuk mencapai sasaran pembelian gabah petani sebanyak 130 ribu ton, jagung 35 ribu ton di 27 provinsi.

3. Penguatan Akses Modal di Sektor Kelautan dan Perikanan Di bidang kelautan dan perikanan, Pemerintah juga memberikan penguatan akses modal kerja untuk masyarakat pesisir melalui penyediaan jasa lembaga keuangan di sentra-sentra kegiatan nelayan. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, telah terbentuk sebanyak 277 unit lembaga keuangan mikro (LKM) sebagai salah satu unit usaha koperasi, yang melibatkan 726 orang konsultan keuangan mitra bank (KKMB) yang memfasilitasi pencapaian penyaluran kredit ke sektor kelautan dan perikanan di 33 provinsi, 3.155 kelompok usaha bersama (KUB) nelayan, serta 281 koperasi perikanan di kabupaten/kota.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Penanggulangan kemiskinan adalah suatu proses panjang yang memerlukan penanganan berkelanjutan. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mempercepat pencapaian sasaran program-program penanggulangan kemiskinan adalah dengan meningkatkan elemen pemberdayaan di tingkat masyarakat miskin. Hal ini bertujuan agar masyarakat miskin mampu mengidentifikasi kebutuhan mereka sehingga secara swadaya memiliki kemampuan untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan. Keberdayaan masyarakat miskin juga ditujukan agar mereka mampu memanfaatkan sumber daya produktif yang tersedia, baik yang sudah ada di masyarakat maupun yang disediakan pemerintah melalui berbagai programnya.

Sementara itu, sejak 2007 Pemerintah terus melakukan sinergi dan mengintegrasikan berbagai program penanggulangan kemiskinan

(17)

16 - 17 berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor dalam wadah PNPM Mandiri. Dengan demikian, program-program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat diharapkan dapat diarahkan secara harmonis guna menciptakan modal sosial. Pada tahun 2009 ini, program PNPM Mandiri akan terus dikembangkan di seluruh kecamatan, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Tidak kalah penting, akan ditingkatkan pula harmonisasi program PNPM Penguatan ke dalam PNPM Mandiri.

Selanjutnya, mulai 2008 Pemerintah terus meningkatkan efektivitas program-program untuk secara konsisten menurunkan tingkat kemiskinan. Pengelompokan program-program ke dalam tiga kluster merupakan langkah untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi program-program penanggulangan kemiskinan, terutama pelaksanaan di lapangan. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, program-program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam beberapa kluster.

a. Kluster I: Bantuan dan Perlindungan Sosial yang ditujukan untuk sasaran individu atau rumah tangga sangat miskin. Golongan tersebut sangat membutuhkan bantuan untuk dapat mengakses kebutuhan dasar minimum secara layak. Sasaran dari kelompok program ini adalah rumah-tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin, serta anggota keluarganya. b. Kluster II: Pemberdayaan Masyarakat ditujukan untuk

meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin agar mereka mampu berperan serta secara aktif dalam proses pembangunan. Dengan partisipasi masyarakat yang lebih besar, upaya penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat berjalan lebih berkelanjutan.

c. Kluster III: Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil ditujukan untuk memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok atau individu yang mempunyai usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan akses terhadap permodalan, teknologi dan pasar. Dengan demikian, upaya peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan lebih baik lagi.

Selain itu, berbagai langkah pengendalian harga bahan-bahan pokok juga terus dilakukan. Dukungan agar masyarakat miskin dapat

(18)

16 - 18

menjangkau sumber daya produktif dan berusaha, baik dalam skala informal maupun mikro, juga diupayakan. Dengan cara ini, lambat-laun mereka akan terhubungkan dan mampu menghubungkan diri dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lain. Ke depan, mereka diharapkan tidak terisolasi dari berkembang dan bertumbuhnya kegiatan ekonomi di wilayah mereka saja. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan dialami oleh semua kelompok masyarakat, mulai dari yang miskin, menengah, dan kaya. Melalui keterhubungan ini, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan semakin berkualitas dan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan tingkat partisipasinya.

Dalam kaitan itu, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 telah menetapkan arah kebijakan pengurangan kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (i) pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin; (ii) penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; dan (iii) peningkatan usaha rakyat. Sementara itu, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam RKP 2010 prioritas Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial adalah tingkat kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12 – 13,5 persen. Dalam rangka mencapai tingkat kemiskinan tersebut, kebijakan yang akan ditempuh adalah: (i) Perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); (ii) Peningkatan keberdayaan dan kemandirian masyarakat; (iii) Peningkatan efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan; (iv) Peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil melalui penguatan kelembagaan; (v) Penataan dan pelaksanaan kelembagaan dalam pelaksanaan jaminan sosial.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Data yang akan digali dengan metode ini antara lain, data yang berkaitan dengan persoalan-persoalan kejiwaan yang berkaitan dengan pasien gagal ginjal,

bahwa untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya masyarakat miskin dan tidak mampu, masyarakat yang terdampak Kejadian

Hastuti dkk, (2011) menyatakan bahwa amoniasi berfungsi memutuskan ikatan antara selulosa dan lignin, serta membuat ikatan serat menjadi longgar, sedangkan dalam

MA'HADUT THOLABAH Sejarah Kebudayaan Islam KAB.. LEBAKSIU Sejarah Kebudayaan

Tanda Bukti Pelaporan adalah Tanda Bukti yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Kependudukan Kabupaten Siak atau pelaporan yang dilakukan Warga Negara Indonesia

11 92 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang

Pengembangan tele-ICU membutuhkan peran perawat profesional yang memiliki ideologi dalam justifikasi perkembangan tehnologi dalam posisi yang berbeda, dimana perawat dapat

Usaha mengengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilaksanakan secara perorangan atau badan usaha, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan