• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN METODE KONTUR AKTIF DENGAN SEGMENTASI LOKAL ATAU GLOBAL SECARA SELEKTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN METODE KONTUR AKTIF DENGAN SEGMENTASI LOKAL ATAU GLOBAL SECARA SELEKTIF"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN METODE KONTUR AKTIF DENGAN

SEGMENTASI LOKAL ATAU GLOBAL SECARA SELEKTIF

Yustina Retno B1, Yudhi Purwananto2, Rully Soelaiman3

Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email : [email protected]

, [email protected], [email protected]

ABSTRAKSI

Segmentasi merupakan proses yang sering digunakan dalam pemilahan citra. Proses segmentasi dapat dilakukan dengan menggunakan 2 buah pendekatan yaitu metode berdasarkan tepi dan metode berdasarkan daerah. Namun kedua metode tersebut belum bisa melakukan proses segmentasi secara maksimal.

Untuk memperbaiki kedua metode yang sudah ada, maka pada makalah ini, diusulkan sebuah metode yang menggabungkan kelebihan dari metode berdasarkan tepi dan metode berdasarkan daerah. Pada model yang diusulkan, digunakan model kontur aktif, yang mengimplementasikan sebuah proses khusus yaitu Selective Binary and Gaussian Filtering Regularized Level Set (SBGFRLS). Pada proses SBGFRLS, pertama kali dilakukan pengubahan fungsi level set kedalam bentuk biner, kemudian digunakan filter gaussian untuk meregularisasinya.

Uji coba dilakukan pada citra gray scale. Objek-objek pada citra, sudah berhasil disegmentasi dengan baik menggunakan metode yang diusulkan.

Kata kunci : Aktif kontur, Geodesic Active Contour, Chan-Vese model, Segmentasi Citra, Filter gaussian, Fungsi level set

1

PENDAHULUAN

Proses yang sering digunakan dalam pemilahan citra adalah segmentasi, yaitu membagi citra menjadi bagian-bagian dimana bagian-bagian-bagian-bagian tersebut dipandang sebagai obyek-obyek mandiri yang dapat dianalisis [1]. Segmentasi menjadi penting untuk diperhatikan, karena segmentasi citra akan sangat berguna dalam pengukuran atau pemahaman citra.

Proses Segmentasi dapat dilakukan menggunakan 2 buah pendekatan, yaitu [1]:

- Metode berdasarkan tepi (edge-based)

Segmentasi dilakukan berdasar perbedaan atau perubahan mendadak intensitas suatu piksel terhadap piksel yang berdekatan(tetangga).

- Metode berdasarkan daerah(region-based) Segmentasi dilakukan berdasar kesamaan nilai suatu piksel terhadap piksel yang berdekatan(tetangga).

Metode berdasarkan tepi (edge based model) yang paling popular yaitu Geodesic Active Contours (GAC) yang menggunakan gradient untuk menemukan tepi dari suatu fitur dan akan mendeteksi kontur dimana inisial

kontur berada [2]. Sehingga GAC disebut sebagai segmentasi lokal tetapi model ini memiliki kecenderungan mudah jatuh pada suatu lokal minimum, sehingga tidak berhasil dalam mendeteksi exterior dan interior boundaries, ketika inisial konturnya jauh dari objek yang diinginkan [2].

Tony F. Chan mengusulkan suatu metode baru yaitu Chan-Vese (C-V) model, yang merupakan Region based model [3]. Model ini merupakan perbaikan dari edge based model, karena mendasarkan pendeteksian tepi pada suatu citra tidak berdasar pada gradient citra tapi didasarkan pada teknik curve evolution, Mumford-shah function for segmentation dan level set [3]. Hal ini dikarenakan, pendeteksian menggunakan gradient citra dikira kurang efektif karena diskrit gradient ini terbatas dan fungsi pemberhentian g tidak pernah null pada suatu tepi dan memungkinkan kurva melewati batas yang ada [2,3]. Pada model ini, inisial kontur bisa dilakukan dimana saja pada citra dan C-V model akan secara otomatis mendeteksi keseluruhan kontur, tidak peduli letak dari inisial kontur [2]. Sehingga bisa dikatakan C-V model merupakan global segmentasi [2]. Namun pada C-V model ini, tidak bisa melakukan segmentasi secara selektif pada area tertentu suatu citra, arah dari evolusi kurva tidak bisa dikontrol serta memiliki komputasi yang tidak efisien.

Untuk memperbaiki metode yang sudah ada, dalam makalah ini diusulkan sebuah metode baru yang menggabungkan kelebihan dari edge base model dan region based model, dimana metode ini mampu melakukan segmentasi global atau lokal secara selektif

2

GEODESIC ACTIVE CONTOUR

GAC merupakan bagian dari aktif kontur yang termasuk ke dalam golongan Edge Based Model. GAC model hanya dapat medeteksi kontur, dimana inisial kontour berada, sehingga bisa dikatakan, GAC model merupakan segmentasi lokal [2].

Pada snake, dideskripsikan [4] :

C(q):[0,1] → R2 menjadi parameter planar kurva

I:[0,a]×[0,b] → R+merupakan citra yang akan kita cari

batasnya.

Dalam mencari tepi suatu citra, diformulakan [4]: dq q C I dq q C dq q C C E( ) | (' ) | '(' )| | ( ( )) 1 0 1 0 2 2 1 0

|

   

(1)

Dengan mengeset nilai

0

, akan dihasilkan curve smoothing. Sehingga formula (1) menjadi

(2)

dq q C I dq q C C E( ) | (' ) | ( ( )) 1 0 2 1 0

|

  

(2)

Formula (2) dapat diperluas dengan melakukan generalisasi pada edge detector dengan :

g [0, +

] R+ menjadi fungsi turunan.

g(r)

0 dan r

Sehingga formula (2) dapat dituliskan menjadi [4]: dq q C I g dq q C C E 2 1 0 2 1 0 )) ( ( (| ) (' | ) ( 

|

 (3) dq q C E q C E ( ( )) ext( ( ))) ( 1 0 int  

(4) Sebuah teori klasik mengatakan bahwa, masalah minimisasi energy(snakes) ekuivalent dengan menemukan sebuah geodesic kurva(geodesic kurva merupakan jarak minimum antara 2 titik) pada Riemannian space [4]. Jarak merupakan ukuran dari Riemannian space, dimana pokok utamanya pada gij

ij

ij m E U C

g 2 ( 0  ( )

(5)

Sehingga minimisasi energi pada formula (2) dengan H=E0 , hal ini ekuivalent dengan [4]

1 0 ' 'C dq C gij i j (6)

Dengan i,j=1,2 maka

1

0 ' 2 22 ' 2 ' 1 12 ' 1 2 2

2

g

C

C

g

C

dq

C

g

ij (7)

Dengan menggunakan formula (7), bisa dilakukan proyeksi dari minimisasi pada formula (2) di (x,y,q) ke bidang (x,y).

Dengan nilai E0=0 dan

g

ij

m

g

I

C

ij

2

|)

)

(

(|

2

Maka formula (6) dapat dituliskan dengan [4]: dq q C q C I g m Min 2 (| ( ( )|)| '( ) 1 0 

(8)

Kemudian dengan mengeset nilai dari

2

m

1

maka

formula (8) dapat ditulis [4]: dq q C q C I g Min (| ( ( )|)| '( )| 1 0 

(9) Pendefinisian lain dari formula (9) pada Riemannian space [4]:

dq

q

C

q

C

I

g

L

R

:

(|

(

(

)

|)

|

(

)

|

' 1 0

(10) Karena pada Euclidean | C’(q) | dq = ds maka [4]

ds

q

C

I

g

L

C L R

:

(|

(

(

)

|)

) ( 0

(11) Melakukan minimisasi pada formula (10) atau LR, dengan

menggunakan Euler-Lagrange. Dan didapatkan [4]:

N N g N k I g t t C ) . ( ) ( ) (   (12) Dimana: K= Euclidean curvature

N= unit inward normal

Perlu ditambahkan kecepatan konstan,

untuk

meningkatkan kecepatannya. Sehingga formula (12) dapat ditulis dengan [4] N N g N k I g t t C() ( )( ) ( . )   (13) Dan formula level-setnya yaitu:

               . ) ) | | ( ( | | div g g t

(14)

Dimana

merupakan ballon force, yang bisa

mengkontrol kontur untuk menyempit atau mengembang. GAC menggunakan gradient untuk Edge Stopping Function. g(|

I|) dimana

lim

t

g

(

t

)

0

. Dan

perumusannya [1]: 2 | * | 1 1 |) (| I G g      (15)

Dimana

G

*

I

merupakan citra konvolusi I dengan

sebuah Gaussian kernel yang memiliki standar deviasi

. Pada citra digital, diskrit gradient terbatas. Dan ESF pada formula (15) tidak pernah 0 pada suatu edge [2]. Meskipun menggunakan balloon force, yang akan mengembang dan menyempit pada suatu kontur, tetapi hal ini sulit di design. Apabila balloon force besar, kontur akan melewati weak edge pada suatu objek, dan apabila balloon force tidak terlalu besar, mungkin kontur tidak melewati bagian objek yang sempit [2]. Selain itu, model ini cenderung mudah jatuh pada lokal minimum, sehingga tidak berhasil dalam mendeteksi exterior dan interior boundaries, ketika inisial kontournya jauh dari objek yang diinginkan.

3

ACTIVE CONTOUR WITHOUT EDGE

Tony F. Chan mengusulkan suatu metode yaitu Chan-Vese (C-V) model, yang termasuk Region based model. Model ini merupakan perbaikan dari edge based model, karena mendasarkan pendeteksian tepi pada suatu citra tidak berdasar pada gradient citra tapi didasarkan pada teknik curve evolution, Mumford-shah function for segmentation dan level set [3].

Hal ini dikarenakan, pendeteksian menggunakan gradient citra dikira kurang efektif karena diskrit gradient ini terbatas dan fungsi pemberhentian g tidak pernah null pada suatu tepi dan memungkinkan kurva melewati batas yang ada. Pada model ini, inisial kontur bisa dilakukan dimana saja pada citra dan C-V model akan secara otomatis mendeteksi keseluruhan kontur, tidak peduli letak dari inisial kontur. Sehingga bisa dikatakan C-V model merupakan global segmentasi.

C-V model diformulasikan dengan melakukan minimisasi fungsi energy berikut [3]:

dxdy

y

x

y

x

c

c

F

(

(

,

))

|

(

,

)

|

)

,

,

(

1 2

(3)

dxdy y x H c y x dxdy y x H c y x dxdy y x H v ))) , ( ( 1 ( | ) , ( | )) , ( ( | ) , ( | )) , ( ( 2 2 0 2 2 1 0 1             

  

(16)

Dengan menggunakan

dan minimisasi energy

) , ,

(c1 c2 

F , secara mudah c

1 dan c2, dapat diekspresikan

dengan [3] :

   dxdy y x H dxdy y x H y x c )) , ( ( )) , ( ( ). , ( ) ( 0 1    

     dxdy y x H dxdy y x H y x c ))) , ( ( 1 ( ))) , ( ( 1 ).( , ( ) ( 0 2    Penulisan lain dari minimisasi energy dengan menggunakan

F

[3]

dxdy y x y x c c F

   ( ( , ))| ( , )| ) , , ( 1 2

dxdy y x H c y x dxdy y x H c y x dxdy y x H v ))) , ( ( 1 ( | ) , ( | )) , ( ( | ) , ( | )) , ( ( 2 2 0 2 2 1 0 1                

  

Dengan dilakukan minimisasi terhadap yang respek pada , ditarik kesimpulan tentang asosiasi euler-lagrage equation yang terkait dengan . . Dimana pendefinisian inisial kontur dengan formula level set [3]:

0 ) ( ) ( | | ) ( 2 2 0 2 2 1 0 1                       c c v div t           

4

KONTUR AKTIF DENGAN

SEGMENTASI LOKAL ATAU

GLOBAL SECARA SELEKTIF

Untuk memperbaiki metode yang sudah ada, maka diusulkan sebuah metode baru yang menggabungkan kelebihan dari edge base model dan region based model, dimana metode ini mampu melakukan segmentasi global atau lokal secara selektif. Pada metode ini, digunakan informasi statistik inside dan outside kontour untuk membentuk fungsi Signed Pressure Force (SPF), yang mana mampu untuk mengkontrol arah evolusi, untuk menggantikan Edge Stopping Function (ESF). SPF akan menyempit ketika berada diluar object dan akan meluas ketika berada di dalam object.Serta digunakan Selective Binary and Gaussian Filtering Regularized Level Set (SBGFRLS) untuk memperbaiki metode tradisional level set dengan menghindari perhitungan dari Signed Distance Function (SDF) dan re-inisialisasi [2]. Disini digunakan sebuah selectif step, pertama mengunbah level set function ke dalam binary dan kemudian menggunakan Gaussian filter untuk meregularisasinya [2]. Gaussian filter dapat

membuat level set function smooth dan evolusinya lebih stabil. Selain itu, kompleksitas dari SBGFRLS lebih efisien daripada tradisional level set method dan SBGFRLS memiliki property dari selectif local dan global segmentasi, yang mana tidak hanya mengekstrak objek yang diinginkan, tapi juga dapat mengekstrak semua objek dengan interior dan exterior boundaries.

4.1 Desain dari Fungsi SPF

Fungsi SPF memiliki range nilai antara [-1, 1]. Range nilai ini, merepresentasikan tanda dari kekuatan tekanan pada inside dan outside kontur. Sehingga kontur menyempit ketika berada diluar objek, dan melebar ketika berada didalam objek.

Fungsi SPF dapat diformulakan sebagai berikut [2]:

           xc c x I c c x I x I spf , | 2 ) ( | max 2 ) ( )) ( ( 2 1 2 1

(21)

Dimana c1 dan c2 didapatkan dari formula (17) dan (18)

secara berurutan.

Gambar 1 Tanda dari fungsi SPF pada inside dan outside objek

Seperti dapat dilihat pada gambar 1, intensitas pada inside dan outside objek adalah homogen. Hal ini intuitif bahwa Min(I(x)) c1 dan c2 Max(I(x)). Tanda-tanda yang

sama tidak bisa diperoleh secara bersamaan dimanapun kontur tersebut. Oleh karena itu, menggunakan formula berikut [1]:

c

c

Max

I

x

x

x

I

Min

(

(

)),

2

))

(

(

1 2

(22)

Tanda pada fungsi SPF pada formula (21) identik dengan gambar 1, sehingga formula (21) dapat dijadikan sebagai fungsi SPF. Dengan melakukan substitusi fungsi SPF pada formula (21) untuk ESF pada formula (15), maka dapat dibentuk suatu formula level set untuk segmentasi lokal atau global secara selektif, sebagai berikut :                         x x I spf div x I spf t ( ( )). | | | | ( ( )). ,

(23)

4.2 Implementasi

Pada metode tradisional, digunakan SDF untuk inisialisasi awal. padahal re-inisialisasi ini memiliki efek yang kurang signifikan pada perpindahan zero level set, sulit memprediksi kapan dan bagaimana menerapkan re-(17) (18) (19) 

F

(20)

(4)

inisialisasi dan merupakan operasi yang mahal. Dan untuk mengatasi hal ini digunakanlah Gausian Filter untuk mengatur selective binary level set function setelah selesai iterasi [2]. Pengubahan ke bentuk biner ini dilakukan bila kita ingin melakukan lokal segmentasi.

Pada metode aktif kontur dengan selektif lokal atau global segmentasi, level set function diinisialisasikan konstan. Yang mana memiliki tanda yang berbeda ketika berada di dalam atau diluar kontour.

Digunakan Gausian kernel filtering pada level set function. Disini digunakan informasi statis dari region. Dan formula level set (23) dapat dituliskan sebagai berikut [1]:

x

x

I

spf

t

(

(

)).

|

|,

(24)

Secara ringkas, prosedur dari model yang diusulkan pada makalah ini bisa dilihat pada gambar 2

START

Memasukkan input citra gray scale

Melakukan inisialisasi terhadap fungsi level

set(ϕ)

Menghitung rata-rata intensitas inside(c1(ϕ) ) dan

outside kontur (c2(ϕ))

Menyusun fungsi level set menggunakan formula SPF

Melakukan segmentasi lokal ?

Menetapkan fungsi level set

dengan gausian filter

SELESAI Evolusi dari fungsi

level set telah menyatu?

Tidak

Ya Ya

Tidak

Gambar 2 Diagram alir garis besar proses segmentasi

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses pertama kali yaitu melakukan inisialisasi terhadap fungsi level set sesuai dengan formula (25) [2]

0 0 0 0

0

)

0

,

(

x

x

x

t

x

(25) Keterangan: ρ > 0 : tetap

Ωo : subset dari image

∂Ω : batasan dari Ω0

Setelah didapatkan nilai dari inisialisasi awal level set pada citra inputan, langkah selanjutnya yaitu menggunakan informasi statistik inside dan outside kontur untuk membentuk fungsi Signed Pressure Force (SPF), dimana yang mampu untuk mengkontrol arah evolusi dan untuk menggantikan Edge Stopping Function (ESF. Untuk mendapatkan nilai rata-rata intensitas pada inside dan outside kontur, digunakan formula (17) dan (18) secara berurutan.

Setelah didapatkan nilai rata-rata intensitas pada inside dan outside kontur, kemudian dilakukan perhitungan pada fungsi SPF, menggunakan formula (21). Dari nilai yang didapatkan pada fungsi SPF, dapat dicari nilai untuk evolusi kurva pada level set function (yang digambarkan dengan sebuah kontur), dengan melakukan perhitungan menggunakan formula (24).

Apabila ingin melakukan lokal segmentasi, maka dilakukan perubahan level set function ke dalam bentuk binary dan kemudian menggunakan Gaussian filter untuk meregularisasinya.

Dengan dilakukan sebanyak n iterasi tertentu, proses evolusi kontur akan dapat membawa kurva menuju tepian objek yang diinginkan.

5

UJI COBA DAN EVALUASI

5.1 Uji Coba pada Objek yang Memiliki

Tepi Blur

Citra awal yang digunakan sebagai input dalam proses segmentasi yaitu berupa citra gray scale dimana citra gray scale tersebut berupa citra galaxy, yang dapat dilihat pada gambar 3 a. (a) inisial kontur 50 100 150 200 250 50 100 150 200 250 (b)

Gambar 3 (a) citra galaxy.jpg (b) kurva inisialisasi untuk proses segmentasi

StrDev =1 50 100 150 200 250 50 100 150 200 250 (a) StrDev =0.05 50 100 150 200 250 50 100 150 200 250 (b)

(5)

StrDev =0.25 50 100 150 200 250 50 100 150 200 250 (c) StrDev =1 50 100 150 200 250 50 100 150 200 250 (d) fakfjla

5.2 Fjkas

5.3 Fjakldsf

5.4 fkasl

Gambar 6 Citra cell.bmp inisial kontur 10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 (a) inisial kontur 10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 (b) StrDev =1 10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 (c) StrDev =1 10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 (d)

Gambar 7 (a) inisialisai kurva untuk lokal segmetnasi (b) inisialisasi kurva untuk global segmentasi (c) hasil

lokal segmentasi (d) hasil global segmentasi

Menggunakan metode yang diusulkan, dapat dilakukan segmentasi lokal maupun global dengna mensetting inisialisasi awalnya. Apabila ingin melakukan lokal segmentasi, maka inisialisasi kurva mengelilingi objek yang akan disegmentasi seperti yang bisa dilihat pada gambar 7 (a) dan hasilnya bisa dilihat pada gambar 7(c) sedangkan bila ingin melakukan global segmentasi, maka inisialisasi kurva mengeliling keseluruhan objek seperti yang bisa dilihat pada gambar 7(b) dah hasilnya bisa dilihat pada gambar 7(d).

Gambar 4 (a) hasil segmentasi dengan nilai

=1,

=3,

=1; (b)

=0.05,

=15,

=1 (c)

=0.25,

=15,

=1; (d)

=1,

=6.89,

=1

Pada gambar 4 ditunjukkan hasil segmentasi pada objek galaxy dengan nilai parameter yang berbeda-beda. Apabila nilai dari

terlalu kecil, masih akan menghasilkan objek yang bernoise. Sedangkan bila nilai dari

terlalu kecil maka elastisitas kontur berkurang.

Pada gambar 4 (d), dapat dilihat bahwa dengan memilih parameter

,

,

yang sesuai, model yang

diusulkan dapat melakukan segmentasi dengan baik pada objek yang memiliki tepi yang blur.

Dari beberapa uji coba yang dilakukan, apabila digambarkan dalam sebuah grafik untuk mengukur daerah yang menyimpang dari kontur yang benar, yang biasa disebut dengan area error measure (AEM), dapat dilihat pada gambar 5.

-1 0 1 2 3 4 5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Standar Dev iasi Gaussian Filter

AEM

alpha=3 alpha=6.89 alpha=15

Gambar 5 Grafik AEM dengan nilai

=3,

=6.89 dan

=15, terhadap

5.2 Uji Coba pada Objek yang Memiliki

Intensitas Interior Tidak Homogen.

Untuk uji coba kali ini, citra yang digunakan sebagai input dalam proses segmentasi yaitu citra dua cell, seperti yang bisa dilihat pada gambar 6. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa objek cell memiliki intensitas interior yang tidak homogen. Tetapi dengan menggunakan metode yang diusulkan, dapat dilakukan segmentasi dengan baik pada objek tersebut, seperti yang bisa dilihat pada gambar 7(c) dan (d).

5.3 Segmentasi pada Objek yang Memiliki

Intensitas lebih Gelap.

Pada uji coba kali ini, akan dilakukan uji coba pada citra medis yaitu citra noise ventricle of a human heart. Seperti yang bisa dilihat pada gambar 8.

(6)

inisial kontur 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 (a) StrDev =1.294 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 (b)

Gambar 9 (a) inisialisai awal kontur (b) hasil segmentasi

Hasil proses segmentasi pada objek yang lebih gelap dapat dilihat pada gambar 9 (b). Dimana untuk inisialisasi awal dilakukan invers terlebih dahulu, karena akan mendeteksi daerah yang lebih gelap dengan inisialisasi awal kontur di dalam daerah gelap tersebut.

Dari hasil proses segmentasi tersebut juga dapat dilihat bahwa dengan menggunakan metode yang diusulkan, arah dari evolusi kurva dapat diatur, yaitu hanya mendeteksi bagian tertentu dari citra inputan.

5.3 Uji Coba pada Objek yang Bernoise

Input citra yang digunakan dalam uji coba yaitu citra Gray scale yang terdapat objek persegi yang memiliki bagian yang cekung. Citra input tersebut dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Objek citra input

Pada uji coba kali ini akan dilihat pengaruh nilai dari parameter terhadap hasil segmentasi. Setelah hasil segmentasi selesai, akan dihitung daerah yang menyimpang dari kontur yang benar menggunakan grafik AEM [1].

Pada gambar 11 (a) dapat dilihat hasil segmentasi dengan nilai

=0.2 dan nilai

=5, akan menghasilkan segmentasi yang tidak tepat, Hal ini dikarenakan, dengan nilai

yang kecil maka kapasitas dari Gaussian smootingnya lemah, sehingga objek masih bernoise. Hal ini dapat diatasi dengan memanbah nilai dari

menjadi 1, dan hasil segmentasinya cukup memuaskan seperti yang bisa dilihat gambar 11 (b). Tetapi dengan bertambahnya nilai

sedangkan nilai dari

masih kecil, akan menyebabkan bagian permukaan dari level set akan sangat smooth, sehingga kontur tidak bisa mendeteksi daerah yang sempit pada objek tersebut sehingga menyebabkan nilai dari AEM akan meningkat seperti yang bisa dilihat

pada grafik gambar 13.Sedangkan hasil segmetasinya bisa dilihat pada gambar 11(c).

Tapi hal ini dapat diatasi yaitu dengan menambahkan nilai dari

. Dengan nilai

yang lebih tinggi, akan menghasilkan segmentasi yang lebih stabil pada beberapa nilai

. Seperti yang bisa dilihat pada gambar 12 (a) dan (b) StrDev =0.2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

(a)

StrDev =1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (b) StrDev =2.5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (c)

Gambar 11 (a) hasil segmentasi dengan nilai

=0.2,

=5,

=5, sizeN=7; (b)

=1,

=5,

=5, sizeN=7 (c)

=2.5,

=5,

=5, sizeN=7; StrDev =1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (a) StrDev =1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (b)

Gambar 12 (a) hasil segmentasi dengan nilai

=1,

=5,

=5, sizeN=5; (b)

=2.5,

=5,

=5, sizeN=5 -1 0 1 2 3 4 5 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Standar Dev iasi Gaussian Filter

AEM

alpha=5 alpha=10

(7)

6

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uji coba dan evaluasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pada metode kontur aktif dengan selektif lokal atau

global segmentasi, menggunakan SBGFRLS untuk menggantikan perhitungan dari re-inisialisasi dan SDF dimana re-inisialisasi dan SDF merupakan metode yang cukup mahal dan kurang efisien. b. SBGFRLS merupakan metode yang efisien, dan

memiliki property untuk melakukan segmentasi secara selektif lokal ataupun global dengan cara mensetting inisialisasi konturnya.

c. Inisialisasi bisa dilakukan dimana saja, meskipun jauh dari objek yang ingin disegmentasi, tetapi dapat mendeteksi eksterior dan interior boundary dengan baik,.

d. Arah dari evolusi kurva dapat diatur, sehingga bisa menghasilkan suatu hasil segmentasi seperti yang diharapkan.

e. Nilai

,

dan ukuran filter Gaussian mempenguhi evolusi dari kurva, dimana semakin tinggi nilai dari

, akan menyebabkan kontur lebih elastis, sehingga bisa mengembang atau menyempit dengan lebih baik dalam mendeteksi tepi objek.

f. Dapat melakukan segmentasi dengan baik pada suatu objek, baik yang memiliki tepi yang jelas maupun blur, serta pada objek yang memiliki intensitas interior tidak homogen.

g. Diperlukan melakukan invers pada inisialisasi kontur, apabila ingin mendeteksi suatu objek yang memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan daerah sekitarnya..

h. Pada citra yang bernoise, diperlukan nilai dari

yang lebih besar.

REFERENSI

[1] Wulandari Ayu. 2006. Tugas Akhir Pengolahan Citra untuk Membantu Diagnosis Tumor Tulang. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung

[2] Kaihua Zhang, Lei Zhang, Huihui Song, Wengang Zhou. 2010. Active Contour with Selective Local or Global Segmentation. Image and Vision Computing 28 668-676

[3] Tony F. Chan, Lumina A. Vese, 2001. Active

Contours Without Edges. IEE Transactions on Image Processing, Vol 10, No 2

[4] Vicent Caselles, Ron Kimmel, Guillermo Saprio. 1995. Geodesic Active Contours. International Journal of Computer Vision 22(1), 61-79

Referensi

Dokumen terkait