22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan salah satu upaya atau acuan peneliti untuk membandingkan dan memperkaya referensi yang berguna untuk mengkaji penelitian yang sedang dilakukan. Dalam hal ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian sebelumnya yang sudah terpublikasi maupun yang belum terpublikasi. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Peneliti Hasil Penelitian
Joko Tri Haryanto.
2016.
Pesan Kerukunan Cerita Lisan Masyarakat Tengger Desa Ngadas Kabupaten Malang.
Pada penelitian ini Joko Tri Haryanto meneliti bahwa konteks sosiokultural masyarakat Ngadas adalah masyarakat yang di mana masyarakatnya memiliki tigas agama yaitu Islam,.Budha, dan.Hindu. Namun demikian, Komunitas Tengger Desa Ngadas telah berhasil menjaga kerukunan dan toleransi beragama, baik itu
23 secara individu maupun antar umat beragama. Karena Komunitas Tengger desa Ngadas mempunyai adat istiadat Tengger yang bisa membuat mereka guyub rukun dan menjaga keharmonisan yang dimana bisa melebihi latarbelakang kepercayaan masing-masing.
Perbedaan : Pada penelitian Joko Tri Haryanto ini fokus kepada cerita-cerita lisan turun temurun yang membuat masyarakat suku Tengger desa Ngadas menciptakan suatu keharmonisan dan kerukunan beragama sedangkan penelitian ini berfokus pada praktik-praktik sosial turun temurun dari leluhur yang dilakukan masyarakat suku Tengger dalam menciptakan suatu kerukunan beragama. (Jurnal SMaRT Volume 02 Nomor 02. 2016).
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Joko Tri Haryanto.
2014.
Kearifan Lokal
Pendukung Kerukunan
Beragama pada
Komunitas Tengger Malang Jatim
Kearifan.lokal.masyarakat.suku Tengger di Desa Ngadas yang berkaitan dengan hubungan antara umat agama didasari oleh sebuah pengetahuan yang berkaitan dengan cara berkomunikasi secara sosial.
Interaksi antarumat beragama masyarakat desa Ngadas juga menggambarkan suatu agama yang bisa digunakan dalam hal
24 yang berkaitan dengan sosial masyarakat.
Toleransi dalam beragama, yang terdapat di desa Ngadas yang diwujudkan dalam implementasi sosial diatas didasari oleh sebuah kearifan lokal dari adat istiadat suku Tengger yang dijaga secara kuat oleh semua masyarakat.
Perbedaan : Pada penelitian yang dilakukan Joko Tri Haryanto ini menggunakan teori kerukunan beragama dan teori kearifan lokal sedangkan penelitian ini menggunakan teori tindakan sosial tradisional dari Max Weber untuk mengkaji fenomena atau realita yang peneliti ambil. (Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 02. 2014).
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Okta Hadi
Nurcahyono dan Dwi Astutik. 2018.
HARMONISASI
MASYARAKAT ADAT
SUKU TENGGER
(ANALISIS
KEBERADAAN MODAL SOSIAL PADA PROSES HARMONISASI PADA MASYARAKAT ADAT SUKU TENGGER, DESA TOSARI, PASURUAN, JAWA TIMUR)
Di Desa Tosari dihuni oleh sebagian besar suku Tengger, yang memeluk 3 agama yang berbeda yakni Hindu, Islam dan Kristen. Beragam kearifan sosial dimiliki masyarakat Desa Tosari dalam hal menjaga harmoni sosial.
Modal sosial yang telah diwujudkan atas keyakinan, dan kewajiban, norma serta sanksi, hingga informasi yang terdapat pada cerita
25 masyarakat suku Tengger Desa Tosari pada sebenarnya bisa menjadi suatu kekuatan bagi masyarakat Suku Tengger Desa Tosari untuk mendapatkan suatu kehidupan harmonis karena mempunyai suatu tujuan untuk hidup secara damai, guyup rukun dan aman sesuai pengajaran atau pesan yang terdapat didalam cerita (mitologi Gunung Bromo dan Desa Tosari).
Perbedaan : Pada penelitian yang.dilakukan oleh Okta Hadi Nurcahyono ini berfokus pada kerukunan 3 agama yaitu Hindu, Islam dan Kristen serta modal sosial yang mendasari terciptanya kerukunan sedangkan penelitian ini berfokus pada 3 agama yaitu Buddha, Hindu dan Islam serta praktik atau tindakan sosial antar masyarakat untuk menciptakan kerukunan beragama. (Jurnal Sosiologi Vol. 2, No.1, Mei 2018).
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Rini Fidiyani.
2013.
KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA DI
INDONESIA (Belajar Keharomonisan dan Toleransi Umat Beragama Di Desa Cikakak, Kec.
Wangon, Kab. Banyumas)
Agama Islam Aboge adalah wujud perpaduan budaya Islam dan budaya adat jawa yang bisa digambarkan oleh situs yang berada di Desa Cikakak.
Kearifan budaya lokal yang terdapat pada Komunitas Islam Aboge tidak bisa lepas dari
26 nilai yang berada di budaya Jawa, contoh toleransi, menghargai sesama dan menjaga nilai-nilai lelulur,
kerukunan ini
diimplementasikan pada kegiatan seperti kerja bakti atau gotong royong, cinta damai, tidak mendiskriminasi, serat mampu terbuka kepada nilai dari luar.
Perbedaan : Pada.penelitian yang dilakukan oleh Rini Fidiyani, kearifan lokal yang bersumber pada nilai-nilai, tradisi dan ajaran kebudayaan Jawa yang mendasari terciptanya kerukunan beragama sedangkan penelitian ini bersumber pada nilai-nilai dan ajaran yang dilestarikan secara turun temurun oleh kebudayaan suku Tengger sehingga terciptanya kerukunan antar umat beragama.
(Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 3 September 2013).
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Darwis Muhdina.
2015.
KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA..MAKASSAR.
Kearifan lokal yang berada di Makassar yaitu Sipakatau dan Sipakalebbi menjadi suatu pemersatu keharmonisan antar umat agama, dimana itu harus terus dilestarikan. Salah satu contoh yang bisa dijadikan sebagai sebuah wujud kerukunan adalah kehidupan masyarakat yang berada di Toraja yang dimana disatukan
27 oleh kearifan lokal yaitu adat istiadat Solata. Semua tinggal bersama didalam satu rumah
dimana didalamnya
mempunyai terdapat agama yang berbeda yang mampu hidup secara rukun dan aman.
Realita di atas merupakan suatu bukti nyata bahwa budaya lokal bisa memberikan peran yang baik untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dan mencegah apabila terjadi konflik di Kota Makassar.
Perbedaan : Pada penelitian yang dilakukan oleh Darwis Muhdina lebih berfokus pada kearifan lokal yang ada di kota Makassar sebagai media untuk menjaga kerukunan beragama dan kerukunan antar etnis sedangkan penelitian ini berfokus pada praktik atau perilaku masyarakat suku Tengger untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. (Jurnal Diskursus Islam Volume 3 Nomor 1, Tahun 2015).
Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Rina Hermawati,
Caroline
Paskarina, Nunung Runiawati. 2016.
Toleransi Antar Umat Beragama di Kota Bandung.
Kerukunan Beragama yang berada di Kota Bandung secara indeks mencapai sebesar 3,82 dalam hal ini termasuk kategori yang tinggi, yang ini
menunjukkan bahwa
komunikasi sosial antarumat
28 beragama di Bandung telah terjadi sangat baik dan berada didalam hubungan sosial yang wajar. Rata-rata responden mempunyai pemikiran positif terhadap pernyataan yang ditanyakan terkait dengan kerukunan antarumat beragama, yang dimana tergambarkan dalam perilaku antarumat beragama mau atau bersedia menerima terbuka adanya pemeluk agama yang berbeda dalam lingkup sosial.
Perbedaan : Pada penelitian yang dilakukan Rina Hermawati dkk metode penelitian yang digunakan adalah teknik survei dengan menggunakan angket dan fokus penelitiannya hanya mencari data terkait respon atau tanggapan masyarakat terhadap kerukunan antar umat beragama sedangkan penelitian ini menggunakan metode penelitian teknik deskriptif dengan studi etnografi dan berfokus pada praktik masyarakat dalam menjaga kerukunan beragama. (Indonesian Journal of Anthropology Volume 1 (2) Desember 2016).
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Arief Aulia
Rachman.
2014.
DINAMIKA
KERUKUNAN..UMAT BERAGAMA..DALAM KEPEMIMPINAN KESULTANAN YOGYAKARTA.
Dampak kepemimpinan dibawah kesultanan..Yogyakarta..terkait toleransi beragama yang berada di wilayah Yogyakarta merupakan majunya pemikiran terkait perbedaan beragama dan berbudaya
29 yang berada dalam masyarakat.
Suatu pemikiran itu diwujudkan dalam..bentuk perilaku yang mampu bertoleransi adanya perbedaan atau keberagaman sebagai wujud kekayaan budaya..masyarakat..di..Yogyakarta.
Realita seperti ini..memperlihatkan kesultanan..Yogyakarta..dalam mempraktikan cara beragama yang..terbuka, seperti pemahaman, keyakinan beragama, berbudaya, serta berpolitik yang berbeda. Sikap seperti ini menunjukkan suatu keramahan Kota Yogyakarta sebagai aset budaya yang kaya.
Perbedaan : Pada penelitian yang dilakukan oleh Arief Aulia Rachman berfokus pada peran kepemimpinan Sultan Yogjakarta dalam memberikan pemahaman kepada masyarat terkait kerukunan beragama sedangkan penelitian ini berfokus pada peran nilai-nilai atau pesan leluhur suku Tengger yang menjadi dasar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama. (Jurnal Akademika, Vol. 19, No. 01, Januari -Juni 2014).
Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Charles Okeke. 2016
Judeo..Igbo..Traditional..Reli gious Conception of Sin : Socio Religious Implications on Igbo Society.
Sin.in Igbo society is not separated..from..the.religion of the.people. That is.any sin committed..by an individual affects both..social and
30 religious.life of.the people. In other words, it has both social..and..religious.dimensions and.also.it..affects..the.individual who..committed..the sin.
It is.believed that sin.affects the society.as well as the.individual and.above.all the.deity, who is believed to.have been.offended.
The traditional.Igbo believe.that he is.not free.as the spirit.is always.watching and.monitoring his.actions.here.in.the..physical world.
Perbedaan : Penelitian dari Charles Okeke di lakukan pada masyarakat suku Igbo di negara Nigeria Afrika dan fokus penelitiannya membahas tentang tindakan- tindakan yang menimbulkan dosa pada agama tradisional masyarakat suku Igbo yang dimana setiap tindakan yang dilakukan akan mempengaruhi hubungan baik secara agama kepada sang pencipta maupun sosial kepada masyarakat lainnya.
Sedangkan penelitian ini membahas terkait religious folkways masyarakat suku Tengger dalam menjaga kerukunan beragama. (Journal of Religion and Human Relations Vol 8 No 2. 2016).
Tabel 2.9 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Grace Ifeoma Otubah. 2015
Different..Ritual Symbols in..Igbo..Traditional.Religion and Their Functions.
African..religiosity..religious symbols..have..various.purposes.
They evoke.the.presense.of God and.the.ancestors..among..the people. They..bring..to mind for
31 the people..the lineage..of their ancestors..in order..to build..up consciousness..of their.particular ethnic..group..and its..traditions.
They..are especially..important to remind..the leaders..that they are the..medium of..God and the ancestors..in the..life of the people..who should..uphold in the..community all..the proper values and..traditions.
Perbedaan : Penelitian dari Grace Ifeoma Otubah ini dilakukan pada suku Igbo di Nigeria Afrika dan fokus penelitiannya yaitu mengenai ritual beserta maknanya pada agama tradisional suku Igbo, dimana masyarakat suku Igbo sesuai agama yang dianut mempunyai ritual untuk menyembah Tuhan dan mempunyai makna berbeda-beda. Sedangkan penelitian ini berfokus pada kerukunan beragama yang tercipta karena adanya tradisi agama serta adat istiadat dan ritual yang kuat yang diwarisi oleh leluhur masyarakat suku Tengger. (Journal of Religion and Human Relations Vol 7 No 2. 2015).
2.2 Penjelasan Konsep a) Religious Folkways
Religious Folkways berasal dari kata Religious dan Folkways. Religious
bisa dimaknai atau diartikan bahwa agama bersifat mengikat serta mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, maka dengan ini Religious merupakan sikap dan tingkah laku yang harus dipatuhi dalam menjalankan ajaran- ajaran agama yang dianutnya, memiliki toleransi terhadap pelaksanaan ajaran- ajaran agama lain serta mampu hidup guyup rukun dengan pemeluk agama lain.
Religious bisa dikatakan juga sebagai penghayatan dan pelaksanaan ajaran-ajaran
32 agama didalam kehidupan sehari-hari. Sementara folkways menurut William Graham Sumner merupakan suatu kebiasaan sosial yang muncul secara tidak sadar dalam lingkungan masyarakat, kebiasaan inilah akhirnya menjadi sebuah bagian dari tradisi atau adat istiadat. Semua aturan-aturan seperti kehidupan sosial, upacara tradisi, sopan santun, kesusilaan, dan lain-lain, termasuk didalam Folkways. Aturan-aturan tersebut adalah kaidah-kaidah didalam kelompok yang
mana masing-masing mempunyai tingkat kekuatan yang berbeda-beda. Apabila kaidah-kaidah tadi dianggap sebagai sesuatu yang penting, maka kaidah-kaidah tersebut bisa dikatakan sebagai tata kelakuan (mores).
Maka Religious Folkways merupakan suatu kegiatan ritual yang menggabungkan antara tatacara yang dilakukan oleh agama yang dianut dan tatacara yang dilakukan atau di turun temurunkan oleh leluhurnya untuk selalu dilestarikan. Religious Folkways sendiri biasa terjadi di daerah yang memiliki adat istiadat dan sifat religi yang kuat seperti didaerah pedesaan yang berada di pulau Jawa. Menurut Hildred G. (1983) masyarakat pedesaan Jawa sebagian besar agama yang diyakini adalah agama Islam dan juga agama Islam abangan dengan kepercayaan atau keyakinan berasal dari tradisi nenek moyang atau yang biasa disebut dengan monisme yaitu percaya dengan kebenaran yang dilakukan..oleh leluhurnya.
Orang-orang perdesaan bersifat sangat religius, sifat ini ditandai dengan berbagai kepercayaan yang dijalankan oleh masyarakat. Kegiatan keagamaan ini meliputi tahlilan, arisan dan pengajian yang dilaksanakan olek beberapa kelompok laki-laki dan kelompok perempuan selain upacara keagamaan atau ritual biasanya mereka juga secara bersama-sama melakukan upacara adat istiadat yang diturun
33 temurunkan oleh leluhur mereka seperti selamtan, bersih..desa, melakukan pemberian sesaji untuk penunggu atau leluhur yang telah meninggal.
Kegiatan untuk upacara ritual atau kegiatan keagamaan seperti selamatan dan sesaji serta doa dilakukan dalam rangka memulai usaha menanam padi atau palawija serta ketika akan panen tanaman padi dan palawija dan ini biasanya dilakukan oleh para suami atau laki-laki sedangkan untuk kegiatan upacara sosial seperti upacara perkawinan, sunatan, menunggu kelahiran dan selamatan untuk kelahiran jabang bayi dilakukan oleh istri atau kaum perempuan.
b) Masyarakat
Masyarakat yang diungkapkan oleh Seorang ahli antropologi R.
Linton, setiap selompok masyarakat yang hidup dan bekerjasama dengan waktu yang cukup lama, serta mereka dapat mengkontrol dirinya sebagai sebuah kesatuan sosial dengan aturan-aturan yang telah ditentukan (Abu Ahmadi, 1986:56). Masyarakat merupakan kumpulan seseorang yang tinggal bersama- sama serta memperoleh suatu budaya. Kehidupan bermasyarakat merupakan sebuah tatanan sosial di mana terdapat beberapa bagian yang ada di dalamnya saling berintegrasi dan saling ketergantungan dengan yang lainnya serta menjadi beberapa bagian sehingga membentuk suatu kesatuan yang terpadu, individu akan berinteraksi dengan individu lainnya dalam suatu lingkungan bermasyarakat dengan pola peran dan perilaku yang berbeda.
Menurut Soerjono..Soekanto masyarakat memiliki unsur-unsur pembentuknya, berikut unsur-unsur pembentuk yang berada dalam masyarakat:
1. Adanya anggota minimal dua orang.
34 2. Anggota harus sadar sebagai satu kesatuan.
3. Menjalin hubungan dalam kurun waktu yang lama sehingga menghasilkan anggota baru yang saling berinteraksi serta membuat suatu aturan antar..anggota..masyarakat.
4. Terjadinya sistem hidup secara bersama yang dapat memunculkan kebudayaan dan hubungan dengan satu..sama lain..sebagai..anggota masyarakat.
Menurut Emile Durkheim menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya, sementara menurut Betrand (1987) masyarakat merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya.
Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Masyarakat dibagi menjadi 2 yaitu masyarakat sederhana atau tradisional dan masyarakat modern. Masyarakat sederhana atau tradisional merupakan suatu masyarakat yang didalam hidupnya masih memegang teguh tradisi leluhur.
Tradisi adat istiadat merupakan sebuah peraturan yang mengatur semua sistem kebudayaan serta mengatur semua perilaku atau tatanan masyarakat didalam berkehidupan sosial. Jadi masyarakat sederhana atau tradisional didalam berkehidupannya masih menggunakan tata cara dan kebiasan yang sudah lama diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang. Sedangkan masyarakat modern adalah masyarakat yang mengalami perubahan dan perkembangan baik itu dalam ilmu pengetahuan maupun teknologi. Masyarakat modern cenderung
35 meninggalkan nilai-nilai leluhur dan lebih mengedepankan nilai-nilai yang sifatnya untuk kenikmatan pribadi.
Masyarakat suku Tengger bisa disebut juga sebagai masyarakat sederhana atau masyarakat tradisional karena masyarakat suku Tengger dalam berkehidupan sosial masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat lama sehingga tata cara atau kebiasaan yang masyarakat suku Tengger lakukan berpegang teguh pada nilai-nilai leluhur yang telah diwarisi sejak dahulu seperti melaksanakan tradisi ritual atau upacara adat, memberikan sesaji ditempat-tempat yang dianggap suci oleh masyarakat suku Tengger serta menjunjung tinggi solidaritas dan guyup rukun antar masyarakat meskipun satu sama lain berbeda agama atau keyakinan sekalipun.
c) Suku Tengger
Suku Tengger atau wong Tengger merupakan suku atau komunitas masyarakat yang tinggal di sekitaran kawasan pegunungan Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Masyarakat suku Tengger menempati disebagian wilayah di Kabupaten..Pasuruan, Kabupaten..Lumajang, Kabupaten Probolinggo..dan Kabupaten..Malang. Adapun desa-desa yang..dihuni oleh suku Tengger sebagai berikut:
1) Desa.Ngadas, desa..Jetak, desa.Wonotoro, desa.Ngadirejo, dan desa.Ngadisari yang berada di Kecamatan..Sukapura, Kabupaten..Probolinggo.
2) Desa..Ledokombo, desa..Pandansari, dan desa..Wonokerso yang berada di Kecamatan..Sumber, Kabupaten.Probolinggo.
36 3) Desa..Tosari, desa..Wonokitri, desa..Sedaeng, desa..Ngadiwono, desa..Podokoyo yang berada di Kecamatan..Tosari, Kabupaten..Pasuruan.
4) Desa..Keduwung yang berada di Kecamatan..Puspo, Kabupaten..Pasuruan.
5) Desa..Ngadas yang berada di Kecamatan..Poncokusumo, Kabupaten..Malang.
6) Desa..Argosari dan desa..Ranu Pani yang berada di Kecamatan..Senduro, Kabupaten..Lumajang.
Masyarakat suku Tengger terkenal sebagai petani yang tangguh yang tinggal secara berkelompok di bukit area kawasan gunung bromo yang terdapat sawah atau lahan pertanian yang merupakan lahan mereka. Suhu..udara di daerah bromo sangat dingin yang membuat mereka betahbekerja di sawah mulai pagi hingga selesai sore. Masyarakat yang menjadi seorang petani bisa dibilang tinggi, yaitu mencapai 95%, sementara sisanya sekitar 5% bekerja menjadi PNS, pedagang, buruh, dan jasa. Jenis jasa dikerjakan seperti sewa kuda untuk para wisatawan yang ada di bromo, sewa mobil jeep dan sewa homestay. Sumber pertanian mereka berupa sayuran, seperti kubis dan kebanyakan seperti kentang, wortel, bawang putih, dan bawang merah. Sawah mereka juga cocok untuk ditanamai jagung.
Dahulu tanaman jagung ialah sumber makanan utama masyarakat suku Tengger. Tapi sekarang ini mereka sudah jarang yang ditanami jagung lantaran nilai pasarannya cukup rendah sehingga diganti sayur-sayuran yang mempunyai nilai pasar yang cukup..tinggi. Namun, ada beberapa sawah pertanian..mereka ada
37 beberapa yang masih..ditanami..jagung, karena..tidak..semua masyarakat suku Tengger..mengganti..makanan utamanya dengan..beras. Hanya..saja, dalam memanen hasil jagung, masyarakat suku Tengger..harus..menunggu waktu yang tidak singkat, yang dimana masa panennya mencapai setahun. Bahkan sampai saat ini nasi aronTengger (nasi..jagung) tetap menjadi sebagai makanan tradisional..dalam..kuliner..Nusantara.1
Masyarakat suku..Tengger masih memegang tradisi nenek moyangnya dalam bentuk berbagai kegiatan upacara adat dan keagamaan yang telah dilakukan oleh leluhur Tengger sejak ratusan tahun yang lalu. Masyarakat Suku Tengger pada awalnya menganut kepercayaan lokal, yang cenderung pada tradisi ritual pemujaan roh gunung. Hal ini yang dibuktikan dengan adanya tradisi Kasada, yakni upacara mempersembahkan hasil bumi kepada Gunung Bromo. Namun banyak sejarawan lainnya yang menghubungkan budaya Tengger ini dengan agama Hindu Majapahit, di mana asal-usul masyarakat Tengger berasal dari pelarian Majapahit yang terdesak oleh perkembangan Islam dan keruntuhan Majapahit. 2 Suku Tengger merupakan orang-orang yang menjunjung tinggi norma, aturan serta sopan santun antar individu dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Pengungsi majapahit dan masyarakat di pegunungan itu menjadi leluhur orang Tengger (Wong Tengger) masa kini, (Taufik Abdullah, 2002:78).
d) Kerukunan Beragama
1 Dikutip pada Jurnal Ayu Sutarto ”Sekilas tentang Masyarakat Tengger” pada halaman 2
2 Dikutip pada Jurnal SMaRT Volume 02 Nomor 02, Desember 2016 oleh Joko Tri Haryanto “Pesan Kerukunan Cerita Lisan Masyarakat Tengger desa Ngadas Kabupaten Malang” pada halaman 135
38 Kerukunan dan keharmonisan umat beragama telah menjadi suatu program nasional..bahkan..internasional..yang..sampai saat ini tak..kunjung terselesaikan, hal ini..bisa dijelaskan..karena untuk masa..depan..suatu..bangsa dan negara tergantung..pada..sejauh..mana tingkat kerukunan dan keharmonisan..antarumat pemeluk agama. Jika gagal mewujudkan program berarti membawa suatu..bangsa pada..hancurnya suatu negara. Oleh karena itu, kerukunan beragama adalah suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan dengan cara memberikan suatu pemahaman terkait ajaran-ajaran agama yang mengedepankan pada sikap kerukunan umat beragama, sehinggga kerukunan umat beragama dapat terlaksana pada semua kalangan pemeluk agama masing-masing.
Kerukunan adalah sebuah keadaan yang damai, sehingga memungkinkan seluruh masyarakat bersikap saling menjaga dan saling menghargai satu sama lain. Secara konsep kerukunan adalah sebuah alat untuk menghindari dari munculnya sebuah konflik yang mengutamakan suatu kerukunan dalam berkehidupan masyarakat..yang beragam. Toleransi antarumat pemeluk agama di Indonesia...mempunyai 3 aspek yaitu pertama kerukunan..inter umat..beragama, kedua kerukunan..antar..umat..beragama serta terakhir kerukunan..umat.beragama dengan..pemerintah. Aspek-aspek itulah yang akan menjadi sebuah perhatian dalam program..pemerintah serta untuk tiap umat pemeluk agama. Oleh karena itu guna mewujudkan sebuah kerukunan..dan..keharmonisan dikeluarkannya beberapa aturan dan undang-undang, serta..forum untuk..menyelesaikan..konflik antar pemeluk umat agama. Kerukunan agama..bisa dan dapat dilaksanakan..dengan sangat maksimal jika ada suatu kerukunan diantara pemeluk umat..agama lainnya. Saat ini dengan berkembangnya kekuatan masyarakat sipil
39 ini menjadi suatu kabar baik yang dapat mewujudkan suatu keharmonisan dan dapat mewarnai perjalanan sejarah hidup bangsa, yang oleh banyak orang menilai paling menjunjung nilai-nilai kebersamaan dan toleransi.3
Menurut Emile Durkheim kerukunan dalam beragama merupakan upaya menciptakan suatu equilibrium (keselarasan) yang dimana manusia harus mempunyai solidaritas yang tinggi, disiplin untuk tujuan-tujuan sosial. Kerukunan juga memiliki fungsi yang sangat penting bagi penguatan dan pemeliharaan struktur sosial di dalam suatu masyarakat. Kerukunan dapat menjadi suatu alat pengaman bagi disintegrasi sosial. Kerukunan dapat mengurangi terjadinya konflik, disamping secara fungsional struktural berfungsi untuk membangun keseimbangan masyarakat (social equilibrium). Kerukunan, dengan dalam hal ini berfungsi untuk mengontrol, memelihara, menguatkan, menciptakan dan membangun suatu ikatan sosial dalam struktur masyarakat.
2.3 Kajian Teori
Dalam penelitian ini peneliti mencoba menghubungkan permasalahan dan judul yang diambil menggunakan teori tindakan sosial dari yaitu Max Weber mengenai Tindakan Sosial, dimana menurut Weber Tindakan Sosial ditujukan untuk memfokuskan perhatian pada diri individu, suatu pola dan aturan-aturan tindakan dan bukan pada suatu kolektivitas. Tindakan disini dimaksudkan sebagai suatu perilaku seseorang atau beberapa individual. Weber menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu tujuan mungkin harus memperlakukan kolektivitas sebagai
3 UMI SUMBULAH. 2015. “PLURALISME DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA PERSPEKTIF ELITE AGAMA DI KOTA MALANG”. Analisa Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 01 June 2015. Pada hal 2.
40 individu, namun untuk menjelaskan tindakan seseorang dalam ranah sosial, kolektivitas seperti ini harus diperlakukan semata-mata sebagai resultan dan mode organisasi dari tindakan individu tertentu, karena semua itu dapat dipahami secara subjektif.4
Max Weber dalam teori tindakan sosialnya mengklasifikasikan ada empat jenis yang dapat mempengaruhi suatu sistem dan struktur sosial didalam masyarakat. Keempat jenis tindakan sosial itu adalah
a) Rasionalitas instrumental adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau individu yang didasarkan atas suatu pertimbangan dan pilihan secara sadar yang berhubungan dengan tujuan dan ketersediaan alat yang digunakan untuk mencapainya.
b) Rasionalitas yang berorientasi nilai adalah bahwa suatu alat yang tersedia merupakan suatu pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sedangkan tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut.
c) Tindakan Tradisional adalah tindakan yang dimana individu atau kelompok melakukan suatu perilaku tertentu karena sebuah kebiasaan yang diperoleh dari leluhur atau nenek moyang mereka yang telah diwariskan secara turun temurun.
d) Tindakan afektif adalah tindakan yang menggunakan sebuah perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar.5
4 Dikutip pada buku Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial PostModern oleh George Ritzer dan Douglas J. Goodman pada halaman 137.
5 Dikutip pada buku Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan oleh J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto pada halaman 19
41 Dari empat jenis tindakan menurut Weber diatas dapat dikaitkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh masyarakat suku Tengger dalam menjaga kerukunan beragama termasuk pada tipe tindakan sosial tradisional yang merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok berdasarkan ajaran yang sudah ada sejak turun temurun dari leluhur atau nenek moyang, terbukti banyak tradisi turun temurun yang dimana setiap tahun atau bahkan setiap beberapa bulan sekali dilaksanakan oleh suluruh masyarakat suku Tengger khususnya masyarakat Tengger di desa Ngadas.
Desa Ngadas merupakan satu-satunya desa adat Tengger Di Kabupaten Malang yang masih mempertahankan dan melestarikan berbagai tradisi dan ritual Tengger. Mereka masih memegang tradisi nenek moyangnya dalam bentuk berbagai kegiatan upacara adat dan keagamaan yang telah dilakukan oleh leluhur Tengger sejak ratusan tahun yang lalu.
42
Kerangka Teori
Religious Folkways masyarakat suku Tengger
Tindakan sosial tradisional 1. Melestarikan tradisi adat
istiadat dari leluhur.
2. Mematuhi aturan atau pesan dari leluhur
Kerukunan antar umat beragama