• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Paradigma pembangunan masa lalu yang menempatkan pemerintah sebagai aktor utama pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi terbukti tidak mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. Maka diperlukan pergeseran paradigma pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan melalui peningkatan partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, Supriatna (1997) mengatakan bahwa transformasi pembangunan sosial yang strategis harus diarahkan pada mewujudkan pelembagaan kelompok miskin guna memberi peluang tumbuhnya kegotong-royongan, keswadayaan serta partisipasi aktif selaku subjek pembangunan. Selain itu terciptanya akses yang terbuka dan sama dalam pelayanan publik kepada seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan dalam proses dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Hal ini dianggap penting karena kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan masyarakat dalam memperoleh akses, manfaat, kesempatan, kontrol dan kemampuan menggunakan pelayanan publik. Dengan demikian dalam rangka memberdayaakan masyarakat, perlu melakukan usaha-usaha mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Desentarlisasi adalah salah satu strategi dalam mendekatkan pelayanan publik sejalan dengan esensi dari adanya kebijakan politik tentang otonomi daerah (Sedarmayanti 2005), yaitu: 1) secara

filosofis adalah mendorong terciptanya ”keanekaragaman dalam kesatuan”; 2) secara politik adalah mendorong terciptanya demokratisasi, pemerataan dan

keadilan; 3) secara ekonomi adalah meningkatkan daya saing daerah dalam menghadapi persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat; 4) secara administrasi adalah mendorong terciptanya efektifitas dan efisiensi dengan mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan masyarakat.

(2)

Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (PMPD), Program Kemitraan dan Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL), Program Pembangunan Pendukung Desa Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Program Pembangunan Prasarana Pedesaan (P2D), Program Pemberdayaan dan Reformasi Tata Pemerintahan dan Kelembagaan (P2RTPD), Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan akhirnya muncul Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang lebih bernuansa charity.

Secara lokal pun perhatian Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Nabire terhadap pemberdayaan kampung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan adanya Progam Pemberdayaan Kampung (PPK) yang bersumber dana otonomi khusus Provinsi Papua sejak tahun 2005. Pada tahun 2007, seluruh Pemerintahan Kampung di Kabupaten Nabire telah menerima bantuan sebesar Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah). Selain itu, Kampung Urumusu telah menerima juga hibah dari Pemerintah (APBN) sebesar Rp 200. 0000. 000,00 (duaratus juta rupiah) melalui Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Dengan demikian pada Tahun Anggaran 2007 Kampung Urumusu telah menerima dana pemberdayaan kampung sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(3)

Kampung Urumusu mengalami penurunan tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi Kampung mengalami stagnasi, yang ditandai dengan belum adanya penambahan unit usaha ekonomi produktif maupun perlusan lahan kakao milik masyarakat kampung selama periode 3 tahun terakhir; 2) aspek sosial, multi-pihak di Kampung Urumusu sedang terjadi penurunan kualitas modal sosial sebagai energi sosial dalam mengatasi masalah ekonomi, sosial dan politik secara kolektif; dan 3) aspek politik, multi-pihak di Kampung Urumusu telah kehilangan ruang partisipasi aktif termasuk pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengawasan pembangunan. Semua masalah ini adalah merupakan efek dari proses pembangunan dan program pemberdayaan kampung yang tanpa memberikan ruang untuk penguatan kapasitas pada pemerintahan kampung sebagai pengelola atas program yang masuk ke kampung. Jika kondisi ini tetap dibiarkan maka peluang tercipta kondisi seperti yang dikatakan Jamasi (2004) angka kemiskinan (ekonomi, sosial dan politik) di Indonesia sedang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sering perkembangan penerapan konsep partisipasi dan pemberdayaan dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Oleh sebab itu, menurut Putri (2006) dalam pelaksanaan program pemberdayaan, perlu memperhatikan aspek tata pengaturan (governance) atau sistem admnistrasi pemerintahan sebagai faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu kawasan. Penguatan tata pemerintahan desa sebagai pengatur sama pentingnya dengan program pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Sedangkan Wasistiono (2007), keberhasilan suatu program di desa sangat ditentukan oleh kemampuan atau kapasitas tata kelola pemerintahan desa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

(4)

komponen masyarakat dalam pembangunan (partisipasi), membangun kondisi persaingan yang sehat (demokrasi), pembagian wewenang dan tanggung jawab (desentrasasi) untuk dapat mendorong produktivitas, pertanggungjawaban pekerjaan (akuntabilitas) agar dipercaya rakyat, dan keberlanjutan (pelestarian).

Untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik di atas, perangkat pemerintahan kampung harus mempunyai kekuatan kapasitas tata kelola. Kapasitas tata Pemerintahan Desa tersebut menurut Wasistiono (2007) adalah: a) Kapasitas Pemerintah Desa, yang meliputi: kapasitas kewenangan, kapasitas keorganisasian, kapasitas personil, kapasitas keuangan, kapasitas perlengkapan, kapasitas fungsi perencanaan, kapasitas fungsi pengawasan dan fungsi pendokumentasian; serta b) Kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD), meliputi kapasitas fungsi agregasi, artikulasi dan fungsi legislasi.

Dengan kekuatan kapasitas tata pemerintahan yang dimiliki Kampung diharapkan dapat melaksanakan tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang diamanatkan melalui pasal 206 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 jo Permendagri Nomor 30 Tahun 2006, meliputi: 1) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; 2) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 3) tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan 4) urusan pemerintah lainya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

(5)

akan menjadi kontra-produktif terhadap proses percepatan pembangunan. Sumber konflik tersebut dapat berkembang ke tingkat regional bahkan nasional. Mashad et al. (2006) mengemukakan bahwa beberapa daerah yang sudah menyerahkan beberapa kewenangan kepada pemerintahan desa di Indonesia, telah menimbulkan konflik antar-elite desa maupun antar-masyarakat di tingkat desa yang pada akhirnya melumpuhkan seluruh proses penyelenggaraan tata pemerintahan di tingkat desa, termasuk program pemberdayaan masyarakat dan percepatan pembangunan di kampung.

Untuk menghindari kemungkinan munculnya sumber konflik baru dan dalam rangka mengoptimalkan tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan maka penguatan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung tidak dapat ditunda lagi. Dalam kondisi kapasitas pemerintahan kampung yang kredibel dan berkemampuan (berdaya) maka: 1) program pemberdayaan yang berkualitas akan terlaksana sesuai tujuan dan sasarannya; 2) pemerintahan kampung dapat melaksanakan tugas pokoknya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; dan 3) mengkawal perubahan masyarakat secara terencana tanda menimbulkan konflik.

(6)

kebijakan-kebijakan tersebut diimplementasikan untuk mendorong terciptanya pemerataan pembangunan antara kampung dan kota. Oleh sebab itu, advokasi kebijakan publik merupakan salah satu strategi alternatif karena status quo dilakukan melalui proses-proses kebijakan publik di tingkat pemerintahan kabupaten seperti pada muatan materi naskah, tata laksana dan budaya Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati. LSM lokal diharapkan menjadi unjung tombak dan bersinergis dengan stakeholders lainnya dalam pembaharuan penguatan tata kelola pemerintahan kampung. Advokasi yang dilakukan secara bersinergis dengan multi-pihak diharapkan dapat menciptakan kebijakan, mereformasi kebijakan dan mendorong pelaksanaan kebijakan-kebijakan (Perda-Perda) yang mengatur tentang penguatan tata kelola pemerintahan kampung, khususnya dalam hal desentralisasi fiskal (kewenangan keuangan), desentralisasi administratif (kewenangan menyelenggarakan pelayanan publik) dan desentralisi politik (kewenangan pengambilan keputusan) sebagai prasyarat dalam penyelenggaraan tata Pemerintahan Kampung Urumusu yang berprinsipkan Good Governance dan Total Quality Governance (TQG) untuk memenuhi kebutuhan multi-pihak di Kampung Urumusu, yakni pemerintah, swasata dan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang kajian tersebut, pengkaji memandang perlu melakukan pengkajian melalui Tugas Akhir dengan judul “Strategi Penguatan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung (studi Kasus di Kampung Urumusu, Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire Provinsi Papua).

Perumusan Masalah Yang menjadi pertanyaan dalam kajian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi peta sosial tentang Kampung Urumusu ?

2. Apakah Program Pemberberdayaan Kampung (PPK) yang pernah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire pada tahun 2005 telah menguatkan kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu ? 3. Bagaimana kondisi kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu

dalam tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan ?

(7)

Tujuan Kajian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari Tugas Akhir ini adalah menyusun rencana strategis penguatan kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu dalam tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :

1. Mendeskripsikan kondisi peta sosial tentang Kampung Urumusu.

2. Mengevaluasi Program Pemberberdayaan Kampung (PPK) yang pernah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire pada tahun 2005 dari perspektif penguatan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung.

3. Menganalisis kondisi kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu dalam tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

4. Menyusun strategi penguatan kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu secara partisipatif.

Manfaat Kajian

Manfaat dari Kajian Tugas Akhir ini dapat ditinjau dalam perpektif praktis, akademis dan strategis, yaitu:

1. Manfaat akademis, mengkayakan literatur tentang teori dan praktek tentang konsep pengembangan kapasitas tata kelola pemerintahan.

2. Manfaat praktis, memberikan masukan tentang konsep pengembangan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung agar Kampung dapat melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 3. Manfaat strategis, memberikan masukan tentang konsep pembangunan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai pengaruh pemberian terapi musik

Berdasarkan hasil perhitungan pada masing-masing sumur, semakin besar nilai getaran, maka deviasi pengukuran laju aliran akan semakin besar.. Selain itu, persentase

5) Stasiun-stasiun umpan yang sudah dilengkapi berada di tempatnya di Pulau Serena awal Desember 2008. Diperkirakan menjelang 28 Februari 2009 semua tikus

Kata pertimbangan berasal dari kara “timbang” memperoleh awalan per dan akhiran an. Di era otonomi daerah yang tengah bergulir di masa sekarang ini, keterlibatan

Kondisi ini pun telah merambah ke dalam ruang birokrasi sehingga tercipta kesenjangan struktur ekonomi (distribusi pendapatan), struktur sosial (pelapisan masyarakat) dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa: (1) Perusahaan yang memiliki kepemilikan managerial cenderung memilih strategi akuntansi yang

Program JRC Talk telah diadakan pada 27 Nov 2019 dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan pendedahan kepada pelajar Fakuti Kejuruteraan Awam dan Alam Sekitar mengenai

Terlihat jelas diatas bahwa hubungan serta sejarah yang cukup lama antara Kota Bandung dengan Kota Hamamatsu merupakan awal dimana suatu hubungan kerjasama antara kedua