• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Korelasi Mengenai Konformitas dan Excessive Buying Terhadap Produk Fashion Pada Mahasiswi Fakultas "X" Universitas "Y" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Korelasi Mengenai Konformitas dan Excessive Buying Terhadap Produk Fashion Pada Mahasiswi Fakultas "X" Universitas "Y" Bandung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dan excessive buying terhadap produk fashion pada mahasiswi Fakultas “X” Universitas “Y” Bandung. Jumlah sampel dalam penelitian ini sejumlah 75 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang disusun peneliti dengan mengacu pada teori konformitas dari Sears (1994) yang terdiri dari 33 item dan diterjemahkan dari teori excessive buying oleh Lan Wu (2006) yang terdiri dari 14 item. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Spearman dan uji relibialitas dengan menggunakan split half, keseluruhan 33 item konformitas diterima dengan valitiditas berkisar antara 0,30 – 0,700 dan reliabilitas sebesar 0,766. Sedangkan 14 item excessive buying diterima dengan validitas berkisar 0,335 – 0,807 dan reliabilitas sebesar 0,889. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik korelasi Spearman dan didapatkan hasil bahwa konformitas dan excessive buying tidak memiliki hubungan yang signifikan, sedangkan di dalam aspek konformitas dan excessive buying yaitu kekompakan dan emosi negatif memiliki hubungan positif yang signifikan sebesar 0,577

(2)

iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research intended to find the correlation between conformity and excessive buying on college student in Faculty “X”University “Y” Bandung. The selection for the sample has used Stratifeid Sampling Method and the samples of this research are 75 persons.

The measurement used on this research is questioner, prepared by the researcher by developing the theory of conformity from Sears (1994) which consisted of 33 items and translate from theory of excessive buying from Lan Wu

(2006) which consisted of 14 items. Based on the result of the validity test, with

the Rank Spearman formula, and the reliability test, with the split half formula, all 33 items of conformity are accepted with the validity between 0,30-0,700 and the reliability of 0,766. The obtained data was processed using the Spearman’s correlation technique and obtained results that conformity and excessive buying does not have a significant relationship, while in the aspect of conformity and excessive buying that is compactness and negative emotions have a positive significant relationship for 0.577.

(3)

vi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK...ii

ABSTRACT...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR BAGAN...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I : PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Identifikasi Masalah ...11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ...11

1.3.1 Maksud Penelitian...11

(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

1.4. Kegunaan Penelitian ...12

1.4.1 Kegunaan teoritis …...12

1.4.2 Kegunaan praktis ...12

1.5. Kerangka Pikir ...12

1.6. Asumsi Penelitian ...22

1.7 Hipotesis Penelitian ...22

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...23

2.1 Konformitas………..……….……….23

2.1.1 Pengertian Konformitas……….……23

2.1.2 Konformitas Pada Remaja……….……….………23

2.1.3 Aspek-Aspek Konformitas………...………….24

2.2 Excessive Buying………..………….……….28

2.2.1 Latar Belakang Munculnya Excessive Buying...28

2.2.2 Pengertian Excessive Buying...31

2.2.3 Aspek-aspek Excessive Buying...32

2.2.4 Excessive versus Impulsive and Compulsive Buying...37

(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.3.1 Pengertian Remaja………...39

2.3.2 Tugas Perkembangan Remaja...40

2.3.3 Karakteristik Remaja…………...41

2.3.4 Remaja Pada Masa Perubahan Tingkah Laku Sosial...42

2.3.5 Perbedaan orientasi pada diri remaja ………...43

2.3.5.1 Definisi peer group ...44

2.3.5.2 Manfaat peer group …...44

2.3.5.3 Hubungan orang tua-peer pada masa remaja ...45

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ...47

3.1 Rancangan Penelitian ...47

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...47

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel...48

3.3.1 Variabel Penelitian……...48

3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...48

3.3.2.1 Konformitas …...48

3.3.2.2 Excessive Buying ...49

(6)

ix Universitas Kristen Maranatha 3.4.1 Skala Pengukuran untuk Mengukur Derajat Konformitas…50

3.4.2 Skala Pengukuran untuk Mengukur Excessive Buying…...52

3.5 Prosedur Pengisian ...54

3.6 Uji Coba Alat Ukur ...54

3.6.1 Uji Validitas……..……...54

3.6.2 Uji Reliabilitas ...57

3.7 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling………...59

3.7.1 Populasi Sasaran……...59

3.7.2 Karakteristik Populasi………...59

3.7.3 Teknik Penarikan Sample ...59

3.8 Teknik Analisa Data ...59

3.9 Hipotesis Statistik ...61

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...62

4.1 Gambaran Responden ...62

4.1.1 Usia Responden……...62

4.1.2 Besar Uang Saku Responden Setiap Bulan...63

(7)

x Universitas Kristen Maranatha

4.1.4 Penggunaan Uang Saku Responden Yang Ditabung...64

4.1.5 Persentase Alokasi Uang untuk Hiburan Responden…...64

4.1.6 Dasar Melakukan Kegiatan Konsumsi Responden...65

4.1.7 Barang yang sering dibeli Responden……...65

4.1.8 Frekuensi Berbelanja Responden …………...66

4.1.9 Responden Tetap Melakukan Kegiatan Konsumsi Meskipun Uang Habis……….…66

4.1.10 Cara Responden Mendapatkan Uang Untuk Melakukan Kegiatan Konsumsi...67

4.2 Hasil Penelitian ...68

4.2.1 Hubungan Variabel Konformitas (X) Dengan Excessive Buying (Y)………68 4.3 Pembahasan...69

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...79

5.1 Kesimpulan ...79

5.2 Saran ...80

5.2.1 Usia Responden……...80

(8)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA...81

(9)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Kisi-kisi alat ukur Konformitas………..……52

TABEL 3.2 Kisi-kisi alat ukur Excessive Buying………54

TABEL 4.1 Usia Responden………..………63

TABEL 4.2 Besar Uang Saku Responden Setiap Bulan………64

TABEL 4.3 Penggunaan Uang Saku Responden………...64

TABEL 4.4 Penggunaan Uang Saku yang Ditabung ………65

TABEL 4.5 Presentasi Alokasi Uang untuk Hiburan ………65

TABEL 4.6 Dasar Melakukan Kegiatan Konsumsi………...66

TABEL 4.7 Barang yang Sering Dibeli Responden………...…...…66

TABEL 4.8 Frekuensi Berbelanja Responden………...……67

TABEL 4.9 Responden Tetap Melakukan Konsumsi Meski Uang Habis……….67

TABEL 4.10 Cara Responden Mendapatkan Uang untuk Konsumsi………68

(10)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

BAGAN 1.1 KERANGKA PIKIR……….21

BAGAN 2.1 KONSEP TIPOLOGI dari EXCESSIVE BUYING……...……...32

(11)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

 LAMPIRAN 1 : KISI-KISI ALAT UKUR  LAMPIRAN 2 : KUESIONER

 LAMPIRAN 3 : VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

 LAMPIRAN 4 : GAMBARAN KONFORMITAS DAN

EXCESSIVE BUYING  LAMPIRAN 5 : HASIL PENELITIAN

 LAMPIRAN 6 : TABULASI SILANG

(12)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era modern saat ini banyak hal yang berubah, perubahan terjadi di dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi

informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan teknologi membuat penyebaran informasi dari segala macam penjuru dunia dapat masuk ke Indonesia dan menyebar ke daerah-daerah di Indonesia,

melalui media informasi seperti internet, televisi dan juga majalah. Perkembangan teknologi yang cukup pesat membuat arus informasi semakin

tidak dapat dibendung.

Banyak informasi mengenai gaya hidup dari negara-negara lain (terutama negara barat) masuk ke Indonesia. Gaya hidup merupakan suatu cara

bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya dan apa yang mereka pikirkan tentang diri

mereka dan dunia sekitarnya. Gaya hidup meliputi bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya (Djaslim, 2003).

Informasi yang didapat dari negara-negara lain tersebut tidak jarang mengubah pola pikir masyarakat sehingga menyebabkan pudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal sehingga melahirkan gaya hidup

(13)

2

Universitas Kristen Maranatha dianggap tabu), dan konsumerisme (gaya hidup tidak hemat). (http://tumija.wordpress.com/2011/03/15/globalisasi/diakses 23 September

2011)

Berdasarkan hasil survei terbaru The Nielsen Company Indonesia

menunjukkan bahwa belanja masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari hingga Mei 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 9 persen atau menjadi Rp 44

triliun. Atas hasil survei terbaru yang dilakukan di lima kota besar di Indonesia itu Nielsen memprediksi bahwa hingga akhir 2010 belanja kebutuhan sehari-hari masyarakat akan tumbuh sebesar 10 - 15 persen atau

mencapai sekitar Rp115 triliun. (WARTA KOTA - Belanja Masyarakat Mencapai Rp 44 Triliun, diakses 12 Maret 2011). Berdasarkan pemaparan

diatas, ditemukan fakta bahwa tingkat konsumsi masyarakat di Indonesia meningkat.

Tingkat konsumsi yang meningkat merupakan salah satu akibat dari

berubahnya gaya hidup yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Terkadang untuk memenuhi gaya hidup yang sudah berubah, kehidupan masyarakat

menjadi penuh persaingan. Untuk memenuhi persaingan tersebut, setiap individu membutuhkan sesuatu untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya dengan menggunakan suatu barang yang disenangi atau mengundang pujian,

maka seseorang akan membeli dan menggunakan barang yang sedang tren saat ini.

(14)

3

Universitas Kristen Maranatha sebuah bank, 57% transaksi disumbangkan dari pembelanjaan pakaian, sepatu, tas dan aksesori. Data pada 2009 menunjukkan belanja kartu kredit untuk

fashion menduduki ranking pertama, diikuti oleh food & beverage, dan peralatan elektronik (12 Maret 2010, Kompas.com). Dalam memenuhi

kebutuhan untuk mengikuti suatu tren fashion, tidak jarang masyarakat memaksakan sesuatu, seperti bila saat itu sedang tren menggunakan tas

bermerk dengan harga yang cukup mahal, maka masyarakat yang mengikuti tren mode saat itu pasti akan membeli barang tersebut tanpa mengetahui fungsi utama dari tas tersebut. Seseorang yang tidak dapat mengontrol dirinya

dalam mengikuti tren akan memunculkan perilaku konsumsi yang berlebihan terhadap suatu barang sehingga terkadang membeli barang tidak sesuai dengan

kebutuhannya. Perilaku membeli yang berlebihan tersebut sering disebut sebagai excessive buying.

Excessive buying sebagai tipe perilaku membeli individu dimana konsumen berulang-ulang menghabiskan lebih dari yang seharusnya didasarkan pada anggaran keuangan (Lan Wu, 2006). Excessive buying bisa

terjadi bila individu melihat segala sesuatunya dari segi materi sehingga lebih mementingkan materi daripada nilai lainnya. Individu yang menganut nilai materialisme melihat lingkungan sekitarnya sebagai patokan untuknya dalam

melakukan pembelian. Individu tersebut mengacu pada orang-orang dengan status ekonomi yang kurang lebih sama dengan mereka maupun yang lebih

(15)

4

Universitas Kristen Maranatha dengan perbandingan sosial yang merugikan karena mereka menginginkan apa yang dimiliki oleh rekan mereka yang lebih beruntung, dan mereka tidak ingin

menunggu (Hoch dan Loeweinstein 1991). Saat individu merasa bahwa produk yang dimiliki mendapat perasaan kagum atau status bagi mereka,

mereka tidak dapat menolak godaan untuk membeli bahkan atas biaya kepentingan ekonomi jangka panjang mereka. Lan Wu mengacu perilaku

excessive buying yang didorong oleh nilai material sebagai “possessive excessive buying”.

Excessive buying juga dapat terjadi saat seseorang dipengaruhi oleh emosi positif dan emosi negatif. Emosi dapat mempengaruhi proses membeli individu. Seseorang yang ingin mengurangi atau bahkan ingin menghilangkan

emosi negatifnya maka akan melakukan excessive buying, namun manfaat psikologis dari excessive buying yang dilakukan hanya sementara, karena setelahnya individu harus memikirkan konsekuensi ekonomi yang akan

diterima setelah melakukan excessive buying. Excessive buying yang terjadi saat emosi seseorang sedang positif karena seseorang ingin menghargai

dirinya dengan barang yang dibelinya. Excessive buying yang didorong oleh emosi negatif disebut remedial excessive buying dan excessive buying yang didorong oleh emosi positif adalah rewarding excessive buying.

Excessive buying juga dapat terjadi saat seseorang secara tidak sadar sudah menjadikan excessive buying sebagai kebiasaan atau habitual behavior.

(16)

5

Universitas Kristen Maranatha kegagalan mengendalikan diri. Individu gagal mengontrol impuls atau godaan saat berbelanja sehingga terjadi excessive buying. Excessive buying yang

terjadi akibat kegagalan pengendalian diri adalah out of control excessive buying.

Excessive buying atau perilaku membeli secara berlebihan secara tidak langsung dipengaruhi oleh tuntutan kelompoknya, sehingga apapun yang

dituntut oleh norma kelompoknya akan sedapat mungkin dituruti walaupun bertentangan dengan keinginan individu. Menurut Kotler (1997) kelompok akan mempengaruhi tiga hal dalam diri seseorang yaitu menghadapkan

seseorang pada perilaku dan gaya hidup, mempengaruhi perilaku dan konsep pribadi, serta menciptakan tekanan untuk mematuhi pilihan atau merk suatu

produk. Hal tersebut membuat individu yang awalnya tidak mengkonsumsi suatu produk menjadi menggunakan produk tersebut karena pengaruh orang lain. Pengaruh orang lain yang terjadi biasanya dilakukan oleh teman-teman di

kelompok.

Proses pembentukan kelompok biasa terjadi di dalam tahap perkembangan

remaja. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun (Santrock, 1996). Fase remaja merupakan fase transisi antara fase kanak-kanak dan fase dewasa. Masalah yang sering muncul

dalam fase remaja adalah krisis identitas dan mulai mencari kejelasan di lingkungan. Orientasi remaja berubah menjadi peer group oriented (teman

(17)

6

Universitas Kristen Maranatha Remaja menunjukkan motivasi yang kuat untuk dapat bersama dengan teman sebayanya dan menjadi lebih memperhatikan teman sebaya karena takut

di tolak oleh teman sebaya (Brown, 1985). Oleh karena itu, pada masa remaja sangat membutuhkan kelompok pertemanan atau “geng” pertemanan yang

akan membantu dirinya membangun rasa percaya diri di lingkungan. Mereka tidak keberatan dengan konsekuensi yang diperlukan untuk masuk ke dalam

kelompok tertentu. Konsekuensi ini antara lain menyesuaikan segala kebiasaan individu dengan kebiasaan baru kelompok, bersedia mengalah pada kepentingan dan pendapat mayoritas anggota kelompok, serta mengikuti

aturan yang berlaku dalam kelompok.

Remaja memiliki kepekaan terhadap apa yang sedang “in”, remaja

cenderung mengikuti mode yang sedang beredar, sedangkan mode itu sendiri terus menuntut rasa tidak puas pada konsumen yang memakainya, sehingga mendorong konsumen untuk terus mengkonsumsinya karena takut dikatakan

ketinggalan jaman. Kenyataan ini membuat remaja mempunyai pola konsumsi yang menunjukkan sifat lebih mahal dan lebih mewah. (Aryani, 2006)

Pada umumnya mahasiswa masih berada dalam tahapan perkembangan remaja akhir. Mahasiswa adalah orang-orang yang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa masuk dalam kelompok-kelompok pergaulan dan hal ini

dapat menyebabkan suatu perilaku konformitas terhadap kelompok dimana mereka berada. Konformitas adalah satu tuntutan tidak tertulis dari kelompok

(18)

7

Universitas Kristen Maranatha kuat dan dapat memunculkan perilaku-perilaku tertentu pada angota kelompok (Zebua dan Nurdjayadi, 2001 : 73)

Dalam lingkungan pergaulan, ada paham tak tertulis yang menjabarkan kesamaan identitas, seperti baju, sepatu, aksesoris, dan lain lain. Mahasiswa

yang tidak mengikuti paham tersebut akan sulit diterima di lingkungan kelompoknya. Hal itulah yang menyebabkan mahasiswa sangat kompromi

dengan kelompoknya, bukan saja karena karakteristik remaja (mahasiswa) yang labil dan mudah dipengaruhi, tetapi juga karena tekanan atau tuntutan yang kuat dari kelompoknya. Gejala yang tampak di masyarakat, wanita lebih

banyak melakukan kegiatan belanja sehingga lebih memiliki kecenderungan untuk berperilaku belanja yang konsumtif dibandingkan pria (Psikologika,

nomor 4 tahun II 1997) sehingga peneliti memilih mahasiswi sebagai sampel penelitian.

Di kota Bandung terdapat banyak Universitas dan Institut yang bergengsi

sehingga banyak orang yang melanjutkan studinya dan menjadi mahasiswa di kota Bandung. Bandung adalah wilayah metropolitan terbesar ketiga setelah

Jabodetabek dan Surabaya (http://goodnewsfromindonesia.org). Bandung

memiliki julukan “Paris Van Java”, julukan tersebut mengungkapkan bahwa

kota Bandung merupakan kota fashion, kota yang memiliki banyak pusat

hiburan dan juga kota “wisata belanja” di pulau Jawa sehingga banyak kota

yang berpatokan dalam hal fashion dengan kota Bandung. Berdasarkan hasil

(19)

8

Universitas Kristen Maranatha Bandung dapat dengan mudah pergi ke pusat-pusat perbelanjaan, pergi menonton bioskop atau hanya sekedar “nongkrong” di kafe.

Mahasiswi Fakultas “X” Universitas “Y” di kota Bandung kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menengah karena Fakultas “X” merupakan

fakultas yang biaya kuliahnya termahal kedua setelah fakultas “J” di

Universitas “Y”. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, mahasiswi di

Fakultas “X” tersebut bergaul di dalam kelompok-kelompok. Pada Fakultas

“X” terdapat kumpulan kelompok mahasiswi yang memiliki kesamaan tingkat

ekonomi. Kelompok pertemanan itu di sebut “genk”. Kelompok pergaulan

pada mahasiswi memiliki kecenderungan untuk memiliki atau menggunakan suatu barang yang sama agar tidak ada perbedaan di dalam kelompok.

Berikut ini adalah hasil dari penyebaran kuesioner kepada 22

mahasiswi Fakultas “X” di sebuah Universitas di Bandung. Sebanyak 100%

mahasiswi Fakultas “X” memiliki kelompok pertemanan.

Semua mahasiswi (100%) mengaku senang melakukan kegiatan bersama dengan teman-temannya. Kegiatan yang dilakukan oleh

mahasiswi-mahasiswi tersebut seperti belajar bersama, jalan-jalan, “nongkrong” di kafe dan belanja bersama. Dari 22 orang mahasiswi sebanyak 46% mahasiswi memberikan jawaban di luar kegiatan yang dilakukan bersama sebelumnya

(20)

9

Universitas Kristen Maranatha Dari semua alasan yang dikemukakan, kegiatan bersama yang paling disukai oleh mahasiswi tersebut adalah berbelanja. Semua mahasiswi (100%)

mengaku menyukai melakukan kegiatan belanja bersama dengan teman-temannya, sebanyak 31% mengaku sering belanja bersama dengan temannya

dan sisanya sebanyak 69% mengaku terkadang berbelanja dengan teman-teman mereka.

Sebagian besar (77%) mahasiswi mengaku membeli barang yang tidak mereka butuhkan. Alasan-alasan mereka membeli barang yang tidak dibutuhkan karena mereka ingin memiliki dan menyukai barang tersebut.

Selain itu mereka mengaku membeli barang karena menarik dan sedang memiliki uang. Mereka sering membeli barang yang tidak dibutuhkan dengan

alasan barang yang dibeli lebih menarik daripada yang dibutuhkan. Dari hasil interview dengan 3 orang mahasiswi, 2 dari 3 mahasiswi membeli barang yang mereka tidak butuhkan tetapi terpengaruh oleh temannya Hal tersebut

menyebabkan mereka menjadi boros. Dari hasil kuesioner kepada 22 mahasiswa, sebanyak 82% mahasiswa mengaku mereka boros dalam

mempergunakan uang. Sebanyak 14% merasa tidak boros dan 4.5% merasa sangat boros.

Sebanyak 86% mahasiswi mengakui bahwa mereka membeli barang

(21)

10

Universitas Kristen Maranatha ingin menunjukkan kekompakan dan kebersamaan antara satu dengan yang lainnya.

Namun dari data kuesioner tersebut terdapat 23% dari 77% mahasiswa yang mengaku bahwa mereka tidak membeli barang yang mereka tidak

butuhkan dan dapat mengontrol belanja mereka karena mereka mengetahui kebutuhan mereka. Mereka juga tidak membeli barang yang sama dengan

teman-temannya karena mengakui bahwa mereka memiliki selera yang berbeda dengan teman-temannya.

Hal-hal diatas mengungkapkan bahwa terdapat mahasiswi-mahasiswi

yang merasa perlu membeli barang yang sama dengan temannya agar kompak dan tidak mengetahui kebutuhan dari barang yang dibeli serta menyebabkan

mereka menjadi boros. Boros merupakan perilaku membeli barang tanpa mengetahui kebutuhannya, kalau perlu membeli barang yang sama dengan teman agar terlihat kompak.

Fenomena diatas menarik karena mahasiswi sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya tetapi mereka

cenderung membeli barang tanpa tahu kebutuhan dari barang yang mereka beli dipengaruhi oleh kelompok pertemanan mereka. Wujud kekompakan dalam membeli barang yang sama merupakan bentuk konformitas mereka dalam

(22)

11

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan fenomena di atas, peneliti menginginkan untuk meneliti lebih mendalam mengenai seberapa besar hubungan konformitas dengan

excessive buying terhadap produk fashion pada mahasiswi Fakultas “X” di

Universitas “Y” Bandung.

1.2 Identifikasi masalah

Apakah ada hubungan konformitas dengan excessive buying terhadap produk

fashion pada mahasiswi Fakultas “X” di Universitas “Y” Bandung”.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai hubungan konformitas dengan excessive buying terhadap produk fashion pada mahasiswi Fakultas “X” Universitas

“Y” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai hubungan konformitas dengan aspek

kekompakan, kesepakatan dan ketaatan dengan excessive buying terhadap produk fashion dengan aspek nilai-nilai material, emosi positf, emosi negatif, habitual behavior dan self control pada mahasiswi Fakultas “X”

(23)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi yang mendalam mengenai konformitas dan excessive buying bagi bidang ilmu Psikologi Sosial, Psikologi perkembangan dan Consumer

Behavior.

2. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi tambahan bagi peneliti

lain yang tertarik melakukan penelitian serupa dan terdorong untuk mengembangkannya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Dapat menjadi bahan informasi bagi remaja terutama mahasiswi

mengenai excessive buying. Informasi ini dapat digunakan untuk menambah wawasan mereka mengenai perilaku excessive buying.

2. Memberikan informasi bagi mahasiswi agar mengerti mengenai pengaruh kelompok yang negatif dan menjadi lebih mengerti

kebutuhan kebutuhan primernya.

1.5 Kerangka Pikir

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Manusia yang saling berinteraksi

(24)

13

Universitas Kristen Maranatha Usaha untuk menyeragamkan perilakunya dengan orang lain disebut dengan konformitas (Robert A. Baron dan Donn Byrne, 1977). Seberapa besar

derajat konformitas individu di dalam kelompok tergantung dari keinginannya untuk dianggap dan menjadi sama di dalam kelompok. Hal ini juga tergantung

dari situasi lingkungan, baik lingkungan sosial, maupun lingkungan keluarga tempat individu berkembang dan berinteraksi, serta tahapan perkembangan

individu meliputi perkembangan emosional, intelektual, kematangan dalam mengadopsi nilai-nilai moral dan perkembangan fisik individu tersebut.

Pada tahapan perkembangan remaja, banyak hal yang terjadi terutama

dalam hal kehidupan sosial. Konform terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja (Berk,

1993). Menurut Santrock (1998) konformitas mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan remaja seperti pilihan terhadap aktivitas sekolah atau sosial yang akan diikuti, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap dan nilai-nilai

yang dianut.

Konformitas pada remaja umumnya terjadi karena mereka tidak ingin

dipandang berbeda dari teman-temannya. Perbedaan pada masa ini sering dipersepsikan sebagai penolakan dan akan menyebabkan mereka merasa terasing. Rice (1993) menemukan bahwa remaja putri lebih conform terhadap

kelompoknya dibandingkan dengan remaja putra. Selain itu ia juga menemukan bahwa tekanan teman sebaya lebih dominan dalam kehidupan

(25)

14

Universitas Kristen Maranatha lain dikemukakan oleh Toder dan Marcia (dalam Corsini, 1994) yang mengatakan bahwa remaja putri lebih conform karena mereka masih labil dan

perempuan yang masih labil dan bingung dengan identitasnya akan lebih mudah conform dibanding dengan perempuan yang sudah matang dan stabil.

Di samping itu Kail dan Neison (1993) juga menyatakan bahwa konformitas pada remaja putri lebih mudah terjadi karena mereka lebih mudah

dipengaruhi.

Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun (Santrock, 1996).Remaja merupakan masa peralihan dari

dunia anak dan dewasa sehingga masa remaja masih terjadi saat memasuki dunia perkuliahan. Remaja harus beradaptasi dengan dunia mahasiswa yang

berbeda saat masih SMA. Remaja putri yang sedang menempuh jenjang perkuliahan disebut sebagai mahasiswi. Mahasiswi terkadang harus menemukan kelompok pertemanan yang sesuai agar dapat menunjang

perkuliahannya. Kelompok merupakan sumber informasi yang penting, dapat memenuhi kebutuhan akan hubungan dekat dan kebersamaan antar pribadi di

dalam kelompok

Di dalam kelompok terdapat norma baik lisan ataupun tulisan yang merupakan aturan bagi seluruh anggota kelompok. Kebanyakan norma

kelompok pertemanan merupakan norma yang tidak tertulis, namun orang-orang di dalam kelompok mau tidak mau harus menaati peraturan tersebut.

(26)

15

Universitas Kristen Maranatha Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja bisa menjadi positif atau negatif (Camarena, 1991 ; Pearl, Bryan & Herzog, 1990 ; Wall,

1993). Konformitas dapat menjadi positif saat apa yang dilakukan kelompok dapat memberikan manfaat yang positif bagi mahasiswi, misalnya

mengadakan kelompok belajar bersama untuk menghadapi ujian. Dalam kondisi conform seperti ini, dapat dikatakan bahwa motivasi untuk menuruti

ajakan dan aturan kelompok cukup tinggi pada mahasiswi, karena mahasiswi menganggap aturan kelompok adalah yang paling benar serta ditandai dengan berbagai usaha yang dilakukan agar diterima dan diakui keberadaannya dalam

kelompok.

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya

ciri-ciri yang khas. Sears (1991:81-86) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas mahasiswi ditandai dengan adanya tiga aspek seperti kekompakan, kesepakatan dan ketaatan.

Kekompakan adalah kekuatan kelompok acuan yang membuat mahasiswi tetap ingin berada di dalam kelompok. Eratnya hubungan mahasiswi dengan

kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka dan harapan mahasiswi terhadap kelompoknya, maka akan semakin setia

mahasiswi di dalam kelompok dan akan membuat kelompok tersebut menjadi semakin kompak.

(27)

16

Universitas Kristen Maranatha kelompok maka dia akan merasa nyaman dengan kelompoknya sehingga dia akan merasa conform dan diakui oleh kelompok. Mahasiswi akan menerima

dan memberikan perhatian kepada kelompok demi menghindari penolakan. Aspek lainnya adalah kesepakatan dengan pendapat kelompok acuan yang

sudah dibuat, karena kesepakatan memiliki tekanan kuat sehingga mahasiswi harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

Kesepakatan dalam kelompok didasari oleh kepercayaan, persamaan pendapat, penyimpangan terhadap pendapat kelompok.

Konformitas dapat berkurang saat tidak ada lagi kepercayaan dalam

kelompok. Saat ada mahasiswi yang berbeda pendapat dengan kelompoknya maka hal tersebut akan mempengaruhi tingkat kepercayaan dalam kelompok.

Bila seorang mahasiswi sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan mahasiswi tersebut terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan. Misalnya,

saat seorang mahasiswi masuk di dalam suatu kelompok dan mengetahui rahasia orang-orang yang ada di dalam kelompoknya, maka saat ia

memberitahukan pada orang di luar kelompoknya, dia akan tidak dipercaya lagi oleh teman-teman di dalam kelompoknya dan mahasiswi tersebut akan dijauhi oleh teman kelompoknya sehingga ia menjadi tidak tergantung dengan

kelompoknya lagi.

Apabila dalam suatu kelompok terdapat satu saja mahasiswi yang tidak

(28)

17

Universitas Kristen Maranatha berkurang. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.

Bila mahasiswi memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain maka dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik

dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Apabila ada mahasiswi lain yang juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak

akan dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi mahasiswi yang pendapatnya menyimpang dari pendapat kelompok akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan salah satu aspek penting dalam

konformitas.

Aspek yang ketiga adalah ketaatan dalam kelompok. Bila ketaatannya

tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan merupakan hasil dari tekanan dari ganjaran, ancaman dan hukuman serta harapan dari orang lain. Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada mahasiswi secara tidak langsung

memaksanya melakukan suatu tindakan walaupun dia tidak menginginkannya. Misalnya saat teman-temannya membeli baju yang sama walaupun ada

seorang yang tidak suka dengan model baju yang dibeli tersebut, mahasiswi yang tidak suka tersebut akan tetap membeli karena semua temannya membeli baju itu. Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan

meningkatkan tekanan terhadap mahasiswi untuk menampilkan perilaku yang diinginkan adalah melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman seperti

“dicuekin”, dijadikan bahan pembicaraan atau bahkan yang paling ekstrim

(29)

18

Universitas Kristen Maranatha semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku mahasiswi.

Mahasiswi akan menaati harapan-harapan seperti harapan untuk membeli barang yang sama atau menghabiskan waktu bersama, harapan tersebut datang

dari orang sekitarnya. Harapan tersebut ada yang eksplisit dan ada harapan yang implisit. Mahasiswi akan semakin taat kepada harapan yang diberikan

oleh kelompoknya apabila dia berada di dalam situasi yang terkendali sehingga mahasiswi tersebut tidak mungkin tidak taat terhadap kelompok.

Menurut William (1985) konformitas merupakan salah satu faktor

kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi. Pernyataan ini diperkuat oleh Roberston, Zielinski, dan Ward

(1987) bahwa konformitas dapat memberikan pengaruh dalam pengambilan keputusan dalam melakukan perilaku konsumen. Konformitas di dalam kelompok mempengaruhi mahasiswi dalam kehidupan sehari-hari terutama

dalam membuat keputusan. Keputusan-keputusan yang dibuat diantaranya adalah keputusan untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Mahasiswi yang

membuat keputusan berdasarkan keputusan kelompok akan membelanjakan barang dengan tidak bijaksana sehingga terlihat berlebihan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hal ini juga dipengaruhi oleh karakteristik

remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh oleh orang lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila konsumen berbelanja sendiri,

(30)

19

Universitas Kristen Maranatha rencana mereka. Semakin besar kelompok semakin jelas kecenderungan tersebut. (Mowen/Minor, 2001 : 171)

Perilaku berbelanja yang berlebihan disebut excessive buying, hal tersebut sebagai usaha mahasiswi untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan,

meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh bersifat semu. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak rasional dan bersifat kompulsif

sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan.

Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung

boros dalam menggunakan uangnya. Kebutuhan yang dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan yang dipenuhi hanya

sekedar mengikuti arus mode, ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak.

Perilaku membeli yang berlebihan yang dilakukan mahasiswi pada dasarnya melihat nilai material sebagai nilai yang dijadikan acuan agar

dianggap di dalam kelompok pertemanan mereka. Mahasiswa cenderung membandingkan dirinya dengan teman-teman disekitarnya sehingga menjadikan belanja merupakan salah satu penyaluran. Belanja yang mereka

lakukan cenderung berlebihan karena sudah menjadi kebiasaan dan terkadang karena kesulitan mengontrol diri. Belanja juga merupakan cara-cara untuk

(31)

20

Universitas Kristen Maranatha berkurang atau diredam sejenak dan emosi positf menjadi lebih panjang dirasakan oleh mahasiswi.

Mahasiswi menginginkan dukungan emosi dalam menjalin sebuah persahabatan maka mereka akan menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup,

penampilan agar tidak berbeda dengan teman-temannya dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompok sehingga terjadilah excessive buying.

Hal tersebut juga termasuk bagi mahasiswi Fakultas ”X” yang memiliki

kelompok pertemanan di lingkungan Universitas “Y”. Oleh karena itu,

melalui penelitian ini ingin dilihat sejauh mana hubungan antara konformitas

dengan excessive buying terhadap produk fashion pada mahasiswi Fakultas

“X” di Universitas “Y” Bandung yang dapat digambarkan dalam bagan

(32)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pikir

MAHASISWI

FAKULTAS “X“

UNIVERSITAS

“Y” BANDUNG

“X”

Konformitas

Excessive buying

terhadap produk

fashion

Aspek excessive buying :

 Nilai-nilai material

 Emosi positif

 Emosi negatif

Habitual behavior

Self control

Aspek Konformitas :

(33)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Mahasiswi Fakultas “X” Universitas “Y” melakukan konformitas dengan aspek yang terdiri dari kekompakan, kesepakatan dan ketaatan

2. Konformitas yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas “X” Universitas

“Y” menyebabkan perilaku membeli yang berlebihan yang disebut

excessive buying.

3. Excessive buying memiliki lima aspek yaitu nilai-nilai material, emosi positif, emosi negatif, habitual behavior dan self control.

1.7 Hipotesis Penelitian

Semakin tinggi derajat konformitas maka akan semakin tinggi pula

excessive buying terhadap produk fashion pada Mahasiswi Fakultas “X”

(34)

79 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai konformitas dan excessive buying terhadap produk fashion pada 75 mahasiswi fakultas “X”

Universitas “Y”, maka dapat disimpulkan hal sebagai berikut :

Tidak terdapat hubungan antara konformitas dan excessive buying

terhadap produk fashion (rs=0.105). Hal ini berarti konformitas mahasiswi terhadap kelompoknya tidak ada hubungannya dengan pembelian yang berlebihan terhadap produk fashion.

 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara aspek

konformitas yaitu kekompakan dengan aspek excessive buying

yaitu emosi negatif (rs=0,577). Hal ini berarti disaat emosi negatif mahasiswi meningkat seperti saat mereka sedang bosan atau jenuh,

(35)

Universitas Kristen Maranatha 80

5. 2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak yang berkepentingan 5. 2. 1 Saran teoritis

 Dari hasil penelitian ini, peneliti selanjutnya bisa

mengembangkan penelitian ini dari sudut pandang gender dan

demografi.

 Kuesioner yang digunakan sebaiknya digunakan sebagai acuan

untuk membuat kuesioner baru.

5. 2. 2 Saran guna laksana

 Memperhatikan tahap perkembangan mahasiswi yang

berbeda-beda untuk melakukan intervensi yang sesuai dengan tahap perkembangan mahasiswi.

 Bagi mahasiswi agar membuat rencana anggaran keuangan dan

(36)

81 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Baron & Byrne. (1991). Social Psychology. sixth edition : Understanding human interaction. United States of America : Allyn and Bacon

Baron, R. A.& Byrne. D. (2003). Psikologi sosial jilid 2 (10th edition). Jakarta : Erlangga

Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Dittmar, Helga. 2004. Are You What You Have. Jurnal Psikologi Sosial : The Psychologist Vol.17,No.4

Engel, J. F, Blackwell, R.D, Miniard, P.W. 1994. Perilaku Konsumen, jilid 1. Diterjemahkan oleh Budiyanto. Jakarta : Binarupa Aksara

Fromm, E. Masyarakat Yang Sehat. Alih Bahasa : Sutrisno. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Hurlock, E. (1996). Psikologi perkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan)(5th edition). Jakarta :Erlangga.

Kotler, P. & Susanto, AB. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step guide for beginners. Malaysia: Sage Production.

Mowen, J.C, Minor, M. 2002. Consumer Behavior, fifth edition. New Jersey : Prentice-Hall International Inc.

Santrock, J.W. 2003. Adolenscence, Perkembangan Remaja. Alih bahasa: Adelar, S.B & Saragih, S. Jakarta: Erlangga.

Saladin, Djaslim.,Drs.,SE. 2003. Perilaku Konsumen dan Pemasaran Strategik. Bandung : CV Linda Karya

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1992) Psikologi sosial (5th edition). Jakarta: Erlangga.

(37)

82 Universitas Kristen Maranatha Dittmar, Helga. 2004. Are You What You Have. Jurnal Psikologi Sosial : The

Psychologist Vol.17,No.4

(38)

83 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

http://majalahqalam.com/riset/tingkat-kunjungan-konsumen-ke-mal/

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-mtaufiqhid-463-3-bab2.pdf )

www.kompas.com

http://goodnewsfromindonesia.org

(http://tumija.wordpress.com/2011/03/15/globalisasi/diakses 23 September 2011) www.warta-kota.com - Belanja Masyarakat Mencapai Rp 44 Triliun, diakses 12 Maret 2011

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa media aplikasi Algebrator memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa kelas VIII khususnya pada materi Persamaan

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

enam puluh ribu rupiah). Demikian Harap

[r]

Petugas Teller harus menempatkan Pelanggan sebagai orang penting, sehingga baru kita bisa melakukan Service, bagi pelanggan yang bermasalah kita harus

Model sebaliknya ditunjukkan oleh model persamaan regresi antara jarak dengan pH air yang terjadi akibat penambahan larutan tawas, dimana semakin semakin jauh

Hal ini menunjukan bahwa tingkat suku bunga tidak signifikan terhadap tabungan, sedangkan pendapatan domestik regional bruto dan tingkat inflasi secara bersama-sama atau

Program sistem pakar ini dibuat dengan menggunakan 2 buah metode pengambilan keputusan dalam mendiagnosis potensi seorang pasien terkena stroke yaitu