• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB IV"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

69

BAB IV

PENUTUP A.Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada BAB III dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai

berikut:

1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya pakondona (kawin lari)

pada suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Sumba Barat Daya adalah

banyak disebabkan karena keluarga dari pihak wanita yang tidak setuju

yang disebabkan oleh adanya faktor perbedaaan status sosial, dimana

keluarga perempuan mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi dari

keluarga laki-laki dalam masyarakat adat, seperti keluarga perempuan

yang merupakan raja kecil sedangkan keluarga laki-laki hanya masyarakat

biasa, perbedaan usia antara laki-laki dan perempuan yang terlalu jauh,

dan biaya yang diperlukan dalam perkawinan adat terlalu tinggi, factor

ekonomi, dan juga faktor usia.

2. Tahapaan-Tahapan Penyelesaian pakondona (kawin lari) pada suku

waijewa di Sumba Barat Daya khususnya di Desa Buru Kaghu dirasa

lebih cepat dan tidak terlalu memerlukan biaya yang besar apabila

dibandingkan dengan perkawinan adat normal sehingga masih banyak.

3. Masih kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam

perlindungan hak-hak perempuan apabila terjadi kekerasan dalam

(2)

70 B. Saran

1. Perkawinan adat harus dilakukan dengan lebih efisien dan efektif

mengingat selama ini masyarakat di suku Waijewa di Sumba Barat Daya

lebih memilih melakukan pakondona (kawin lari) dikarenakan perkawinan

adat banyak memakan waktu dan biaya.

2. Tahapan-Tahapan penyelesaian kawin lari seharusnya dibuat dengan cara

efektif sehingga pihak pelaku kawin lari lebih cepat menyatu kembali

dengan keluarga mereka masing-masing yang selama ini berada diruang

konflik akibat terjadinya pakondona (kawin lari).

3. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk berperan dalam melindungi

hak-hak perempuan. Walaupun dalam hukum adat tidak diatur mengenai

hal ini tetapi tidak serta menghapuskan tanggungjawab masyarakat karena

kekerasan terhadap perempuan merupakan nilai-nilai HAM yang universal

yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.

4. Perlu adanya kesadaran pihak perempuan untuk memperjuangkan

hak-haknya yang belum terlindungi oleh hukum adat melalui jalur hukum

formal.

5. Perlu ada suatu mekanisme penyelesaian hukum adat yang bisa

menjangkau persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perlindungan

hak-hak perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

6. Perlu adanya peran serta peremintah dalam meningkatkan mutu

pendidikan yang akan berdampak pada peningkatan mutu hidup

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa perempuan Kei ( vat-vat kei) sebagai pihak yang sangat dihargai, dijunjung tinggi dan punya posisi yang penting dalam pandangan hukum adat

perkawinan di suku Sasak yaitu kawin lari atau merariq dan nilai luhur yang terkandung

Penulis mulai menyadari bahwa ternyata masyarakat Sasak menganggap perkawinan itu sebagai suatu proses yang amat mulia atau sakral bukan saja karena di dalam

Begitu juga yang terjadi desa Nalahia, Maluku Tengah masih memiliki kebudayaan yang.. sangat kuat yang diwarisi dari nenek moyang yaitu adat dalam

Sanksi adat “Epkeret” lahir akiba t adanya suatu perbuatan pembunuhan yang terjadi dalam masyarakat adat di Pegunungan Buru Selatan, dan merupakan suatu mekanisme

Syarat dan keabsahan dalam perkawinan yang dilangsungkan secara adat, tidak jauh berbeda dengan apa yang ditentukan oleh UU Perkawinan namun dalam perkawinan adat,

Selain itu juga adanya pemahaman masyarakat tentang stratifikasi sosial yang sudah di tereduksi pada kepentingan ekonomi dan politik yaitu ketika adat kematian di maknai dalam

Dalam budaya orang Sumba, patriarki merupakan sistem budaya yang dianut masyarakat Sumba, kekuasaan patriarki berlangsung juga pada rumah adat, dimana