• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla di Daerah Padang Lamun, Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat T2 422012107 BAB IV"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

14

I

V

Hasil dan Pembahasan

A.

Kondisi Lokasi Penelitian

Pulau Misool merupakan salah satu pulau besar di antara empat pulau besar yang ada di Kabupaten Raja Ampat. Secara Umum luas wilayahnya adalah 2.034 km2, dengan titik tertinggi sebesar 535 m,

dengan titik koordinat 10 53`41``S 1300 5`1``E.

Pulau Misool terbagi menjadi empat distrik (Distrik Misool Selatan, Misool Barat, Misool Timur, Kepulaauan Sembilan, Kofiau dan Misool Utara)(Pemkab Raja Ampat 2006) . Lokasi penelitian terletak Pantai Waigama dan Pulau Katapuh yang terletak di Distrik Misool Utara Kabupaten Raja Ampat. Lamun yang terdapat di daerah ini tidak menyebar secara merata, namun hanya ditemui pada beberapa lokasi dan di antaranya dijadikan tempat untuk pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di 3 stasiun pengamatan yang terletak di Pantai Waigama (stasiun 1 dan 2), dan di Pulau Katapuh (stasiun 3).Dasar perairan di lokasi penelitian terdiri dari pasir, lumpur dan pasir-batu, yang ditumbuhi oleh vegetasi lamun campuran.

B. Kelimpahan Bulu Babi Tripneustes gratilla

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dari bulan Agustus-September di 3 stasiun, ditemukan kelimpahan bulu babi T. gratilla yang tidak merata. Kelimpahan bulu babi berkisar dari 0,09-5,31 ind/m2 dengan kelimpahan rata-ratanya

adalah 0,11-1,94 ind/m2. Kelimpahan rata-rata

individu tertinggi ditemukan di stasiun 2, yaitu 1,94 ind/m2, saat pengamatan I. Setelah itu (waktu

(2)

15

kelimpahan rata-rata individu terendah, yakni 0,11ind/m2 (Gambar 1 dan 2). Namun jika di

bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamrin (2013) di Saonek Raja Ampat, kelimpahan individu bulu babi yang ditemukan lebih rendah (619 ind) dari jumlah individu yang ditemukan di Pantai Waigama( 683 ind) dan Pulau Katapuh(24 ind) Distrik misool Utara. Enam ratus sembilanbelas individu tersebut terdiri dari tiga jenis yaitu Deadema sitosum(232 ind),

D.antillarum(269), dan Echinometra mathaei(118

ind).

STASIUN WAKTU PENELITIAN RATAAN

1 2 3 4

STASIUN I 1,72 1,04 0,56 1,56 1,22 STASIUN II 5,31 1 1,06 0,41 1,945

STASIUN III 0,35 0,09 0 0 0,11

(3)

16

Gambar 2. Grafik kelimpahan rata-rata bulu babi T. gratilla di Pantai Waigama dan Pulau Katapuh

Tingginya kelimpahan bulu babi T. gratilla di stasiun 2 diduga berhubungan dengan ketersediaan makanan yang cukup dan jenis-jenis lamun yang ada. Ketersediaan makanan yang cukup ini ditandai dengan tingginya kerapatan jenis lamunnya. Menurut Azis (1994), bulu babi sering ditemukan didaerah padang lamun campuran karena tergantung kepada berbagai jenis lamun. Selain itu, tingginya kelimpahan juga diduga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan yang disukai oleh hewan ini. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Lawrence (1975 dalam Azis 1994), bahwa bulu babi T. gratilla cenderung menyukai lamun dari marga Thalassia dan Syringodium.

Lamun

Di kedua lokasi penelitian ditemukan 5 jenis lamun

(Enhalus acoroides,Cymodocea rotundata, Thalassia

hemprichii, Halodule pinifolia, dan Syringodium

isoetifolium). Ke lima jenis lamun ini memiliki tingkat

kerapatan, frekuensi dan keanekaragaman yang 0

STASIUN I STASIUN II STASIUN III

N

(4)

17

satu jenis yang hanya menempati stasiun 1 dan 2, yaitu jenis Halodule pinifolia.

(5)

18

kerapatan jenis terendahnya diwakili oleh S. isotifolium

(7,73teg/m2). Kerapatan rata-rata jenis lamun yang

tertinggi di stasiun1 didominasi oleh C. rotundata

(28,37teg/m2), di stasiun 2 didominasi oleh C.

rotundata (42,64 teg/m2), sedangkan di stasiun 3

didominasi oleh T.hemprichi (41,47 teg/m2).

Berdasarkan gambar 3 dan 4, kerapatan lamun di 3 stasiun pengamatan didominasi oleh C. rotundata dan

T. hemprichi.Tingginya kerapatan kedua jenis lamun ini

disebabkan karena kemampuan jenis lamun ini untuk beradabtasi dengan dasar perairan. Ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tomasick dkk (1997) bahwa C. rotundata hidup pada daerah dangkal yang tertutup pasir karang dan mempunyai toleransi yang tinggi pada daerah terbuka (tidak terendam air),

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

KERAPATAN

KERAPATAN JENIS & RELATIF (%)

A

B

C

D

(6)

19

Kerapatan jenis lamun terendah diwakili oleh jenis S. isoetifolium. Menurut Phillips dan Menez (1998), lamun jenis ini tidak mampu untuk mentolerir kekeringan dalam jangka waktu yang lama.

SPESIES

FREKUENSI

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

F.Mu tlak

F.Relati f (%)

F.Mu tlak

F.Relati f (%)

F.Mu tlak

F.Relati f (%) A E.

acoroides 0,98 27,46 0,65 21,67 0,95 29,46 B C.

rotundata 0,93 26,06 0,93 30,83 1,00 31,01 C T.

hemprichi i

0,93 26,06 0,73 24,17 1,00 31,01

D H.

pinifolio 0,48 13,38 0,08 2,50 0,00 0,00 E S.

isoetifoliu m

(7)

20

Sama halnya dengan nilai kerapatan, frekuensi kehadiran ke lima jenis lamun di 3 stasiun juga tidak merata (gambar 4). Frekuensi rata-rata jenis lamun berkisar antara 0,25-1. Frekuensi jenis lamun tertinggi didominasi oleh E.acoroides, C. rotundata dan T.

hemprichi. Sedangkan frekuensi jenis lamun terendah

diwakili oleh H. pinifolia Stasiun 1 memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi (0,98 dengan frekuensi relatifnya 27,46%, jika dibandingkan dengan ke empat jenis lamun lainnya. Di stasiun 2, C. rotundata memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi (0,93 dengan frekuensi relatif 30,83 %. Jenis C. rotundata dan T. hemprichii di stasiun 3 memiliki nilai frekuensi yang sama (1 dengan frekuensi relatifnya 31,01%). Kedua jenis lamun ini memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketiga jenis lamun lainnya.

0,00

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

FREKUENSI

FREKUENSI JENIS & RELATIF (%)

A

B

C

D

(8)

21

E. acoroides 0,08 0,04 0,05 C. rotundata 0,25 0,36 0,37 T. hemprichii 0,19 0,11 0,47 H. pinifolio 0,14 0,00 0,00 S. isoetifolium 0,03 0,31 0,05

Jumlah 0,69 0,83 0,94

Jika dilihat dari hasil perhitungan indeks keanekaragamannya (gambar 5), ketiga stasiun pengamatan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah (H’<1). Hal ini disebabkan karena sedikitnya jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian, jika dibandingkan dengan jenis-jenis lamun yang terdapat di perairan Indonesia umumnya.

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

KEANEKARAGAMAN JENIS

Gambar

Gambar 2. Grafik kelimpahan rata-rata bulu babi T. gratilla di Pantai Waigama dan Pulau

Referensi

Dokumen terkait

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE): memiliki Kualifikasi SIUP kecil; SIUP Klasifikasi

Untuk itu Peneliti mengusulkan pengaturan jadwal penggunaan kelas dengan menggunakan pendekatan programa linier sehingga diperoleh solusi optimal yang dapat memeratakan

Postur punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher tersebut tidak perlu dilakukan oleh responden 1 jika posisi timbangan sejajar dengan mata

Ijasah Asli atau Foto Copy yang dilegalisir basah oleh pejabat berwenang dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Asli atau Scan Warna untuk masing-masing tenaga ahli

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya berupa kemampuan berpikir, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor untuk menentukan indikator keberhasilan ekolabel berdasarkan dampak yang ditimbulkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan sehingga dapat diambil kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Analisis Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Minat Kembali Menjadi Tenaga Kerja Indonesia Di Kecamatan Sumber Wringin Kabupaten Bondowoso. Yang dipersiapkan dan