• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS ASAM LEMAK MINYAK NABATI MEMENGARUHI KARAKTERISTIK SENSORI MAYONNAISE DWI RAHMAWATI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS ASAM LEMAK MINYAK NABATI MEMENGARUHI KARAKTERISTIK SENSORI MAYONNAISE DWI RAHMAWATI F"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS ASAM LEMAK MINYAK NABATI MEMENGARUHI

KARAKTERISTIK SENSORI MAYONNAISE

DWI RAHMAWATI

F252124025

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Jenis Asam Lemak Minyak Nabati Memengaruhi Karakteristik Sensori Mayonnaise adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Dwi Rahmawati

(3)

Karakteristik Sensori Mayonnaise. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan HANIFAH NURYANI LIOE.

Mayonnaise merupakan produk emulsi minyak dalam air yang paling

banyak penggunaannya saat ini. Komponen utama mayonnaise adalah lemak atau minyak yang berasal dari minyak nabati. Lemak atau minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik dan sifat fisikokimia mayonnaise karena kandungan jenis asam lemaknya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh jenis asam lemak yaitu asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid, SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid, MUFA), dan asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) dalam minyak nabati terhadap karakteristik sensori mayonnaise dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis, QDA). Minyak nabati yang digunakan adalah minyak nabati yang mengandung jenis asam lemak yang berbeda, yaitu minyak wijen, minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari.

Atribut sensori yang teridentifikasi pada mayonnaise berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) meliputi aroma lemon, aroma telur, aroma mustard, aroma minyak, rasa asin, rasa gurih, rasa manis, rasa asam, rasa telur, rasa mustard dan rasa minyak. Hasil dari QDA menunjukkan perbedaan jenis asam lemak minyak nabati pada mayonnaise memberikan pengaruh nyata terhadap aroma minyak, rasa telur, rasa mustard dan rasa minyak. Jenis asam lemak pada minyak nabati berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia (warna dan kekentalan) mayonnaise. Pemetaan area dengan menggunakan PCA (Principle

Component Analysis) menghasilkan bahwa mayonnaise yang berasal dari minyak

biji bunga matahari dan minyak wijen dengan kandungan PUFA dan MUFA paling tinggi memberikan karakteristik aroma minyak dan rasa minyak yang dominan pada mayonnaise. Mayonnaise yang berasal dari minyak nabati dengan kandungan SFA tinggi dapat menghasilkan karakteristik rasa asam, flavor

mustard (aroma dan rasa), flavor telur (aroma dan rasa) yang kuat pada mayonnaise.

Kata Kunci : analisis deskriptif, asam lemak, mayonnaise, fokus grup diskusi, minyak nabati

(4)

Characteristic of Mayonnaise. Supervised by NURI ANDARWULAN and HANIFAH NURYANI LIOE.

Mayonnaise is an oil in water emulsion which is widely used as dressing sauce to date. The main component of mayonnaise is fat that consist of different fatty acid. It has been known that fat concentration influenced sensorial and the phsycochemical characteristic of mayonnaise.

The objective of this study was to determine the effect of fatty acid composition by using different vegetable oils on the sensory characteristic of mayonnaise using sensorial quantitative descriptive analysis. Various vegetable oils that have different fatty acid composition (sesame oil, palm oil, coconut oil, soybean oil and sunflower oil) were used in mayonnaise formulation.

The sensorial attributes of mayonnaise obtained by Focus Group Discussion (FGD) were lemon aroma, eggy aroma, mustard aroma, oily aroma, salty taste, umami taste, sweet taste, sour taste, eggy taste, mustard taste and oily taste. The results of Quantitative Descriptive Analysis (QDA) showed that different fatty acid composition has a significant effect on oily aroma, eggy taste, mustard taste and oily taste of mayonnaise. Principle Component Analysis (PCA) with mapping area showed mayonnaise containing sunflower oil and sesame oil that consist high of polyunsaturated fatty acid (PUFA) and mono unsaturated fatty acid (MUFA) gave a significant strong characteristic of oily flavor (on both aroma and taste). Saturated fatty acid (SFA) could increase characteristic of sour taste, flavor mustard (aroma and taste), eggy flavor (aroma and taste) of mayonnaise. Keywords : fatty acid composition, focus group discussion, mayonnaise,

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(6)

DWI RAHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pangan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

JENIS ASAM LEMAK MINYAK NABATI MEMENGARUHI

KARAKTERISTIK SENSORI MAYONNAISE

(7)
(8)
(9)

NIM : F252124025

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Teknologi Pangan

Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : 29 Februari 2016

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Jenis Asam Lemak Minyak Nabati Memengaruhi Karakteristik Sensori Mayonnaise.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si dan Ibu Dr. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dan memberi banyak masukan dan motivasi pada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Didah Nur Faridah, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah menguji penulis pada ujian tesis. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada tim panelis terlatih laboratorium jasa analisis pangan Departemen Ilnu dan Teknologi Pangan IPB atas bantuan dan kesediaannya menjadi panelis dalam penelitian ini.

Penghargaan penulis sampaikan kepada bapak, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga atas seluruh dukungan, doa, kesabaran dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR LAMPIRAN ii 1 PENDAHULUAN 1 Latar belakang 1 Rumusan masalah 2 Tujuan penelitian 3 Manfaat penelitian 3

Ruang lingkup penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Mayonnaise 4

Peranan jenis asam lemak dalam minyak/lemak terhadap karakteristik

sensori produk pangan 5

Evaluasi sensori 6

Analisis sensori deskriptif 6

Analisis deskriptif kuantitatif (QDA) 6

Analisis komponen utama (PCA) 7

3 METODE PENELITIAN 8

Waktu dan tempat penelitian 8

Bahan dan alat 8

Tahapan penelitian 8

Formulasi mayonnaise 9

Percobaan pengaruh jenis asam lemak dengan penggunaan

minyak nabati yang berbeda pada mayonnaise 10

Analisis produk mayonnaise 11

Analisis Sensori 11

Analisis Sensori dengan Quantitative Descriptive Analysis (QDA) 12

Analisis Fisikokimia 12

Analisis Data 13

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Karakteristik Fisikokimia Mayonnaise 13

Nilai pH Mayonnaise 13

Nilai Viskositas Mayonnaise 14

Nilai Warna Mayonnaise 16

Karakteristik Sensori Mayonnaise 17

Formulasi Mayonnaise 17

Pelatihan Panelis 18

Karakteristik Mayonnaise menggunakan Quantitative Descriptive Analysis

(QDA) 20

Atribut Aroma 21

Atribut Rasa 23

Korelasi Atribut Sensori dengan Perbedaan Jenis Asam Lemak

menggunakan Principal Component Analysis (PCA) 29

5. KESIMPULAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Standar Mutu Mayonnaise 4

2 Formulasi Mayonnaise 10

3 Komposisi jenis asam lemak pada berbagai minyak nabati 11

4 Hasil pengukuran pH sampel mayonnaise 14

5 Hasil pengukuran viskositas sampel mayonnaise 15

6 Hasil pengukuran warna sampel mayonnaise 17

7 Formulasi mayonnaise 17

8 Hasil FGD (Focus Group Discussion) atribut mayonnaise 18

9 Bahan, konsentrasi, intensitas dan persamaan regresi untuk

reference atribut aroma dan rasa pada mayonnaise 20

10 Nilai rata-rata atribut aroma mayonnaise 21

11 Nilai rata-rata atribut rasa mayonnaise 24

12 Eigenvalue atribut aroma mayonnaise 30

13 Korelasi atribut aroma pada mayonnaise 30

14 Eigenvalue atribut rasa pada mayonnaise 32

15 Korelasi atribut rasa pada mayonnaise 33

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Pembuatan Mayonnaise 9

2 Grafik biplot viskositas terhadap komposisi asam lemak

(SFA, MUFA, PUFA) minyak nabati pada mayonnaise ... 15

3 Spider web hasil pengujian QDA atribut aroma 22

4 Spider web hasil pengujian QDA atribut rasa 25

5 Grafik biplot atribut aroma pada mayonnaise 31

6 Grafik biplot atribut rasa pada mayonnaise 34

7 Grafik biplot atribut aroma & rasa terhadap jenis asam lemak minyak nabati

(SFA, MUFA, PUFA) pada mayonnaise 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Scoresheet penentuan reference ... 41

2 Lembar pelatihan panelis kuantitatif menggunakan mayonnaise komersial 42

3 Kurva standar penentuan reference untuk atribut aroma & atribut rasa 43

4 Scoresheet pengujian QDA mayonnaise 45

5 Score plot atribut aroma pada mayonnaise 46

6 Loading plot atribut aroma pada mayonnaise 46

7 Score plot atribut rasa pada mayonnaise 47

8 Loading plot atribut rasa pada mayonnaise 47

9 Hasil One Way ANOVA atribut aroma lemon 48

(13)

11 Hasil One Way ANOVA atribut aroma telur 48

12 Hasil uji lanjut Duncan atribut aroma telur 48

13 Hasil One Way ANOVA atribut aroma mustard 49

14 Hasil uji lanjut Duncan atribut aroma mustard 49

15 Hasil One Way ANOVA atribut aroma minyak 49

16 Hasil uji lanjut Duncan atribut aroma minyak 49

17 Hasil One Way ANOVA atribut rasa asin 50

18 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa asin 50

19 Hasil One Way ANOVA atribut rasa gurih 50

20 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa gurih 50

21 Hasil One Way ANOVA atribut rasa manis 51

22 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa manis 51

23 Hasil One Way ANOVA atribut rasa asam 51

24 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa asam 51

25 Hasil One Way ANOVA atribut rasa telur 52

26 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa telur 52

27 Hasil One Way ANOVA atribut rasa mustard 52

28 Hasil uji lanjut Duncan atribut rasa mustard 52

29 Hasil One Way ANOVA atribut rasa minyak 53

(14)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mayonnaise merupakan salah satu jenis saus dressing (dressing sauce) yang

banyak diaplikasikan pada berbagai produk pangan di dunia

(Depree dan Savage, 2001). Di Indonesia, mayonnaise telah lama dikenal oleh masyarakat dan digunakan sebagai dressing sauce pada produk makanan, seperti

salad, burger, pizza, sandwich, kentang goreng, risoles, sosis dan sebagainya.

Menurut Garcia (2006) Amerika Serikat mensyaratkan mayonnaise harus terdiri minimal 65% minyak atau lemak, sementara mayonnaise yang beredar dipasaran mengandung minyak berkisar antara 70-80%. Menurut SNI 01-4473-1998

mayonnaise harus mengandung lemak atau minyak minimal 65%.

Mayonnaise terbuat dari kuning telur, cuka, minyak nabati dan mustard

(Nikzade, 2012). Komponen utama didalam mayonnaise adalah lemak yang berasal dari minyak nabati. Lemak atau minyak dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan karakteristik sensori pada mayonnaise, diantaranya rasa,

flavor, tekstur, penampakan dan tingkat creaminess.

Sifat dan karakteristik sensori mayonnaise sangat dipengaruhi oleh bahan (ingredient) penyusunnya, salah satunya adalah jenis minyak nabati yang digunakan. Menurut Swern et al. (1982) minyak kedelai banyak digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan mayonnaise komersial karena minyak kedelai merupakan jenis minyak nabati yang memiliki sifat stabil dan tetap berbentuk cair apabila disimpan pada suhu refrigerator (5˚C).

Amerningtyas (2012) dalam penelitiannya membuat mayonnaise dengan menggunakan minyak kedelai dengan berbagai konsentrasi sebagai ingridien utamanya untuk menghasilkan mayonnaise yang memiliki sifat fisikokimia yang baik dan dapat diterima secara sensori oleh konsumen. Muslim (2014) menyatakan bahwa Indonesia hingga saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan pasar untuk minyak kedelai. Oleh karena itu, Indonesia masih melakukan impor minyak kedelai sehingga harga minyak kedelai dipasaran relatif mahal. Argentina merupakan negara pemasok kedelai terbesar ke Indonesia dengan nilai impor sebesar 48% dan disusul Amerika Serikat dengan nilai impor sebesar 39%. Nilai impor tersebut meliputi total impor baik impor kedelai dalam bentuk biji kedelai dan minyak kedelai (BPS, 2013).

Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar minyak sawit dan minyak kelapa didunia. Produksi minyak sawit Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 nilai produksi minyak sawit Indonesia adalah 23 juta ton, 26 juta ton, 27 juta ton dan 28 juta ton. Selain itu, kelapa merupakan salah satu komoditi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar 31.2% dari total luas areal kelapa dunia. Sentra produksi kelapa berada pada propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah (Deptan, 2013).

Minyak tersusun dari monogliserida, digliserida, trigliserida, sterol, terpen, dan asam lemak didalamnya (O’Brien, 2009). Asam-asam lemak berbeda satu sama lain dalam hal panjang rantai, jumlah ikatan rangkap, posisi ikatan rangkap dan isomernya. Asam lemak terbagi menjadi tiga berdasarkan jumlah ikatan

(15)

rangkar (kejenuhan) yaitu, asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid, SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid, MUFA) dan asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid, PUFA). SFA merupakan jenis asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan MUFA memiliki ikatan rangkap satu dan PUFA memiliki ikatan rangkap lebih dari satu pada struktur kimianya. Perbedaan ini menyebabkan keanekaragaman sifat fisik asam lemak dan lemak yang terbentuk serta berpengaruh terhadap karakteristik sensori produk yang dihasilkan (Barasi, 2009).

Menurut Amin et al. (2014) mayonnaise dapat dibuat dari beberapa jenis minyak nabati. Beberapa penelitian menggunakan berbagai jenis minyak nabati dalam pembuatan mayonnaise, diantaranya adalah minyak biji bunga matahari (Mattia et al. 2013, Amin et al. 2014, Nikzade 2012), minyak jagung (Al-Sayed et al. 2012), minyak zaitun (Mattia et al. 2013) dan minyak wijen (Amin et al. 2014) sebagai sumber minyak nabatinya.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa komponen jenis asam lemak dapat berpengaruh terhadap karakteristik sensori pada produk pangan tertentu. Rutkowska (2010) melakukan studi mengenai pengaruh komposisi jenis asam lemak dalam margarin cair terhadap karakteristik sensori keik (cakes). Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa SFA seperti asam laurat dapat meningkatkan aroma yang khas pada produk keik. Asam palmitat dan asam stearat adalah komponen utama yang dapat menentukan konsistensi margarin untuk pembuatan keik. Collins et al. (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa SFA berkorelasi positif dengan timbulnya karakteristik keju yang kuat yaitu pada rasa dan aroma keju Limburger.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh jenis asam lemak pada produk emulsi seperti

mayonnaise. Penelitian ini menggunakan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis, QDA) untuk mengetahui pengaruh nyata perbedaan jenis asam lemak

minyak nabati pada mayonnaise terhadap atribut sensori mayonnaise secara kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan ANOVA (Analysis of variance) dan PCA (Principal Component Analysis, PCA) untuk melihat korelasi antar atribut sensori dengan asam lemak dari minyak nabati pada mayonnaise.

Rumusan Masalah

Mayonnaise merupakan produk emulsi minyak dalam air yang terdiri dari

70-80% minyak. Mayonnaise umumnya dibuat dari minyak kedelai, akan tetapi hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan minyak kedelai dari luar untuk memenuhi kebutuhan pasar. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar minyak sawit dan minyak kelapa didunia. Tingginya produksi minyak sawit dan minyak kelapa di Indonesia dapat dijadikan sebagai ingredien alternatif sebagai sumber minyak nabati pada mayonnaise.

Minyak tersusun dari berbagai macam asam lemak didalamnya, komposisi dan jenis asam lemak yang berbeda dapat berpengaruh terhadap karakteristik sensori produk pangan yang dihasilkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam lemak memiliki peranan dalam menentukan karakteristik pada berbagai produk pangan, diantaranya pada produk keju, flavor yang dihasilkan berasal dari

(16)

asam lemak jenuh rantai pendek. Selain itu, asam lemak juga berperan penting pada konsistensi margarin yaitu jenis asam lemak jenuh seperti asam laurat, asam palmitat dan asam stearat.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, jenis asam lemak yang berbeda pada minyak/lemak dapat menghasilkan atau memberikan karakteristik yang berbeda pada produk pangan tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peranan jenis asam lemak pada produk mayonnaise, karena masih minimnya informasi mengenai pengaruh jenis asam lemak pada produk-produk emulsi seperti mayonnaise. Penelitian ini menggunakan berbagai macam minyak nabati dengan kandungan asam lemak yang bervariasi untuk mengetahui peranan jenis asam lemak pada minyak nabati terhadap perbedaan karakteristik sensori produk mayonnaise.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut sensori (aroma dan rasa) pada mayonnaise dan untuk mengetahui pengaruh jenis asam lemak (asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda) dalam minyak nabati terhadap atribut sensori (aroma dan rasa) mayonnaise.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh jenis asam lemak dalam minyak nabati terhadap karakteristik sensori dan sifat fisikokimia mayonnaise sebagai dasar dari formulasi dan pengembangan produk

mayonnaise di industri pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pada sifat karakteristik sensori

mayonnaise yang dibuat dari berbagai macam minyak nabati. Minyak nabati yang

digunakan pada penelitian ini memiliki mengandung jenis asam lemak (SFA, MUFA, PUFA) yang berbeda. Berbagai penelitian menunjukan bahwa jenis asam lemak sangat memberikan kontribusi terhadap karakter sensori suatu produk. Maka penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh jenis asam lemak dalam minyak nabati terhadap efek sensori mayonnaise. Analisis sensori yang digunakan adalah analisis sensori deskriptif, dimana analisis ini banyak digunakan untuk mendeskripsikan suatu produk pangan dengan menggunakan panelis terlatih untuk mendapatkan hasil yang kuantitatif.

(17)

II TINJAUAN PUSTAKA

Mayonnaise

Mayonnaise adalah produk olahan berbentuk emulsi minyak dalam air yang

dibuat dari minyak nabati, kuning telur dan bahan makanan lain serta dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan Di Indonesia terdapat beberapa merk dari mayonnaise yang beredar dipasaran. Mayonnaise diproduksi untuk pertama kali di Amerika serikat pada awal 1900 dan hingga saat ini hadir dengan merk Hellman’s mayonnaise (Garcia, 2006).

Tabel 1. Standar mutu mayonnaise menurut SNI 01-4473-1998

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan Normal 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Normal 2 Air, b/b % Maks 30 3 Protein, b/b % Maks 0.9 4 Lemak, b/b % Min 65 5 Karbohidrat, b/b % Maks 4

6 Kalori K cal/100 g Min 600

7 Pengawet - Sesuai SNI

01-0222-1995

8 Cemaran Logam

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 1.5

8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10.0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 10.0 8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks 10.0 8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0.03 9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0.1 10 Cemaran mikroba

10.1 ALT Koloni/g Maks 104

10.2 Bakteri bentuk Coli APM/g Maks 10

10.3 E. Coli Koloni/10 g Negatif

10.4 Salmonella Koloni/25 g Negatif

Menurut Ritvanen (2013) mayonnaise pada umumnya mengandung lemak sebesar 70-80%. Sistem emulsi minyak dalam air terdiri dari droplet-droplet minyak yang terdispersi dalam fase kontinyu larutan. Besarnya droplet minyak tersebut berkisar antara 1 hingga 20 µm. Sistem emulsi ini terbentuk karena adanya pencampuran antara kuning telur, cuka, dan bumbu lainnya yang kemudian ditambahkan minyak nabati sedikit demi sedikit hingga terbentuk suatu emulsi. Tetapi apabila larutan atau bahan secara langsung dicampurkan dengan minyak maka hasil yang akan terbentuk berupa sistem emulsi air dalam minyak sehingga menghasilkan viskositas mayonnaise yang encer seperti viskositas

(18)

minyak nabati yang ditambahkan (Depree dan Savage, 2001). Emulsi mayonnaise akan pecah apabila konsistensi minyak bertambah tinggi. Kuning telur merupakan pengemulsi yang baik karena mengandung lesitin dalam bentuk kompleks yaitu

lechitoprotein. Lechitoprotein merupakan lipoprotein yang memiliki peranan

sebagai bahan pengemulsi dalam kuning telur (Amerningtyas, 2012).

Peranan Jenis Asam Lemak dalam Minyak/Lemak terhadap Karakteristik Sensori Produk Pangan

Lemak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi cita rasa, tekstur dan aroma spesifik pada makanan yang tidak dapat digantikan oleh komponen lainnya. Istilah cita rasa (Flavor) adalah kombinasi sensori dari rasa dan aroma (bau). Aroma berhubungan dengan kesan sensori dari jaringan olfaktori karena adanya senyawa volatil dari pangan. Sedangkan tekstur berkaitan dengan indera peraba, baik mulut maupun jari (Ritvanen, 2013).

Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Jenis asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acids), dibedakan menjadi

Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) memiliki satu ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan satu atau lebih ikatan rangkap.

Konsentrasi minyak yang berbeda dalam mayonnaise dapat memberikan pengaruh terhadap aroma, flavor dan tekstur pada mayonnaise. Wendi et al. (1999) melakukan studi mengenai pengaruh kandungan jumlah minyak yang berbeda terhadap flavor dan tekstur dari mayonnaise, hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa bertambahnya jumlah minyak dalam mayonnaise memberikan efek terhadap aroma asam, rasa asam, thickness dan tekstur berminyak (fattiness)

Minyak atau lemak tersusun dari gliserol beberapa asam lemak sebagai penyusunnya. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa jenis asam lemak dapat berpengaruh terhadap aspek sensori beberapa produk pangan. Menurut Collins et al. (2003) karakteristik sensori yaitu aroma dan rasa pada keju

Limburger memiliki korelasi positif dengan asam lemak jenuh (SFA).

Hasil dari penelitian Rutkowska (2010) menunjukkan bahwa produk keik yang berasal dari margarin cair yang mengandung asam lemak tak jenuh tinggi yaitu jenis PUFA memiliki karakteristik aroma keik yang lebih rendah dibandingkan dengan produk keik lainnya. Sementara keik yang dibuat dari margarin cair dengan kandungan SFA yang tinggi memiliki karakteristik paling kuat pada atribut rasa dan aroma keik yang dihasilkan.

(19)

Evaluasi Sensori

Analisis Sensori Deskriptif

Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Sedangkan analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini (Setyaningsih et al. 2010).

Metode analisis sensori deskriptif yang pertama kali dipublikasi adalah Metode profil flavor yang dikembangkan oleh Arthur D pada tahun 1950 (Drake dan Civille, 2003). Metode analisis deskripsi dibagi menjadi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Metode profil flavor termasuk dalam metode deskripsi kualitatif dan metode deskripsi kuantitatif antara lain metode profil tekstur, analisis deskripsi kuantitatif (QDA), analisis deskripsi spektrum, dan free

choice profiling (Garcia, 2006).

Analisis sensori deskriptif pada umumnya digunakan untuk mendapatkan suatu penilaian atau gambaran mengenai aroma, rasa dan tekstur pada produk makanan atau minuman tertentu. Sampel tersebut kemudian dievaluasi dengan sejumlah atribut oleh panelis yang terlatih. Pengujian ini dapat memberikan

pengukuran yang obyektif dari kualitas sensori suatu produk

(Setyaningsih et al. 2010).

Analisis Deskriptif Kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis, QDA)

Analisis deskripsi kuantitatif menggunakan panelis terlatih dalam pengujiannya, sehingga pengujian ini didasarkan pada kemampuan panelis dalam mengekspresikan persepsi produk. Unsur-unsur pada pengujian QDA meliputi kesepakatan panel dalam pengembangan atribut sensori, urutan kemunculan atribut, pengukuran intensitas relatif dari masing-masing atribut dan analisis statistik (Setyaningsih et al. 2010).

Pada metode QDA panelis dilatih dengan metode kualitatif dan latihan uji QDA dengan menggunakan produk hingga kepekaan panelis konsisten. Pada pelatihan panelis, diperlukan produk atau ingredien acuan untuk melatih terminologi dengan skala tidak terstruktur untuk melatih menilai intensitas. Pelatihan panelis secara kualitatif dilakukan dengan diskusi berbentuk Focus

Group Discussion (FGD) dimana peneliti bertindak sebagai moderator. Moderator

berfungsi untuk mempertahankan agar panelis tetap fokus pada diskusi, menyediakan standar dan contoh untuk keperluan pelatihan, menyiapkan lembar pengujian, menguji dan memonitor performa panelis selama pengujian berlangsung. FGD dilakukan untuk menyepakati terminologi deskriptif produk yang dirasakan pada saat mencicipi produk. Ide dan bahasa sensori dikembangkan bersama dan merupakan suatu konsensus. Selain itu, pelatihan untuk uji QDA juga dilakukan dengan menggunakan produk pada skala tidak terstruktur 6 inci

(20)

atau 15 cm. Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik minimum dan maksimum yang ingin diukur (Meilgaard, 1999).

Aspek penting dalam pelatihan panelis adalah untuk menumbuhkan keterampilan dan kepercayaan diri. Pelatihan panelis untuk uji deskripsi memerlukan waktu pelatihan 40 sampai dengan 120 jam. Jumlah waktu yang dibutuhan bergantung dari tingkat kompleksitas produk yang sedang dikembangkan (Meilgaard, 1999).

Data hasil pengujian QDA kemudian disajikan dalam bentuk grafik jaring laba-laba (spider web) dengan nilai nol pada setiap titik pusat untuk setiap atribut. Analisis data yang dilakukan ada dua macam, yaitu analysis of variance (ANOVA) untuk masing-masing atribut dan multivariate analysis. yaitu menggunakan analisis Principal Component Analysis (PCA) yang termasuk dalam

multivariate analysis.

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA)

Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode analisis statistika multivariate yang digunakan untuk mentransformasikan variabel-variabel asli

menjadi variabel-variabel baru yang mempunyai dimensi lebih kecil, saling bebas dan ortogonal antara variabel satu dengan variabel lainnya. Dimensi-dimensi yang baru ini dipilih menurut syarat khusus, yaitu masing-masing dimensi harus memaksimalkan jumlah keragaman yang dijelaskan. Variabel-variabel tersebut merupakan kombinasi linier dari variabel aslinya dan dinamakan komponen utama (Principle Component). Penggunaan metode ini cenderung digunakan untuk pengelompokkan, mengetahui hubungan pengelompokkan antara contoh dan variabel, dan mendeteksi adanya outliers. Analisis ini mampu menjelaskan sebanyak 75-90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25-30 variabel hanya dengan 2-3 tiga principle component (Setyaningsih et al. 2010).

Menurut Garcia (2006) dengan metode PCA memiliki dua fungsi yaitu dapat menunjukan korelasi antara variabel data dan produk dan mengelompokkan sampel menjadi kelompok yang berkorelasi satu sama lainnya. PCA dapat menghasilkan pemetaan pada produk yang dapat digunakan gambaran pasar (market overview) dimana seluruh produk yang beredar dipasaran dapat dibandingkan dalam satu interpretasi data. PCA juga dapat membantu untuk menentukan karakteristik fisikokimia suatu produk terhadap aspek sensori (Kemp et al. 2009).

Analisis sensori deskriptif menggunakan metode PCA untuk analisis data hasil pengujian sensori telah banyak diaplikasikan. Septiani (2011) melakukan pengujian analisis sensori deskriptif kecap manis komersial di Indonesia dan Kusumadewi (2011) yang melakukan pengujian karakterisasi sifat fisikokimia kecap manis komersil di Indonesia.

Setiap komponen dalam model PCA dikarakterisasi oleh tiga atribut yang saling melengkapi, yaitu keragaman (variance) yang memberikan berapa banyak informasi yang dapat digunakan pada komponen utama, lalu loading yang menyatakan gambaran hubungan (korelasi) antara variabel-variabel dalam setiap komponen utama, dan scores yang menggambarkan sifat-sifat sampel (Setyaningsih et al. 2010).

(21)

Hasil analisa merupakan gabungan dari plot loading dan scores dalam bentuk grafik biplot. Grafik ini menggambarkan hubungan antara variabel dan sampel secara keseluruhan. Jarak antara titik variabel menunjukan hubungan diantara variabel. Interpretasi untuk titik-titik sampel sama dengan interpretasi variabel. Hubungan antara dua titik sampel dapat dilihat dengan membandingkan jaraknya dengan titik-titik dari variabel. Titik-titik sampel yang berdekatan menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut sama, sedangkan titik-titik sampel yang berjauhan menunjukkan hal yang sebaliknya. Titik-titik sampel yang terdapat dalam satu kelompok adalah sama, sedangkan titik-titik sampel antara kelompok adalah berbeda.

III METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2015. Analisis fisika dan kimia dilakukan di laboratorium kimia pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, serta analisis sensori dilakukan di laboratorium sensori departemen yang sama.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan mayonnaise meliputi minyak kelapa, minyak sawit, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak wijen, kuning telur, perasan air jeruk lemon, gula, garam yang didapatkan dari pasar lokal yang berada di daerah Bogor, mustard powder (PT. Markaindo) dan eggyolk powder (Ovobel Corp, India).

Alat yang digunakan untuk analisis fisikokimia meliputi pH meter Eutech model 700 (Eutech Corp, Singapore), Chromameter Minolta CR-300 (Konica

Minolta Inc, Jerman), Viscometer LV Brookfield (Brookfield Engineering Lab Industry, USA) dan alat untuk pembuatan mayonnaise adalah Hand Blender

Philips HR 1603 (Philips Corp, Belanda).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) Formulasi

mayonnaise, (2) Percobaan pengaruh jenis asam lemak dengan penggunaan

minyak nabati yang berbeda pada mayonnaise dan (3) Analisis produk

(22)

Formulasi Mayonnaise

Metode pembuatan mayonnaise mengacu pada penelitian yang digunakan Liu et al. (2007) Proses pembuatan mayonnaise dilakukan pemisahan kuning telur dari putih telur. Pencampuran kuning telur (12%) dilakukan dengan air (9.84%) dan bahan kering seperti garam (0.96%), gula (0.96%), mustard (0.64%) dan diaduk dengan mixer kecepatan 1300 rpm selama 2 menit. Penambahan minyak nabati (70%) dilakukan sedikit demi sedikit agar terbentuk emulsi minyak dalam air. Setelah terbentuk emulsi, perasan air jeruk lemon (5.6%) ditambahkan dan dilakukan pengadukan selama 3 menit. Mayonnaise yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam gelas jar dan ditutup rapat. Penyimpanan mayonnaise dilakukan selama 24 jam pada suhu refrigerator (1-5˚C) sebelum dilakukan pengujian sensori.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mayonnaise (Liu et al. 2007)

Pembuatan mayonnaise dilakukan sebanyak 500 g untuk setiap kali pengujian

Pemisahan Kuning Telur dari putih telur

Penambahan 60 g Kuning telur dan 49,2 g air dengan ingredien kering (4,8 g garam, 4,8 g gula, 3,2 g mustard), pengadukan dengan mixer 1300 rpm

selama 2 menit

Penambahan 350 g Minyak Nabati dilakukan sedikit demi sedikit hingga terbentuk emulsi

Penambahan 28 g air lemon ke dalam campuran (selama 3 menit)

Pengadukan mayonnaise dilakukan hingga mengental

Pengisian mayonnaise kedalam jar steril dan tertutup rapat

Penyimpanan mayonnaise dilakukan selama 24 jam pada suhu 1-5˚C sebelum di analisa (Fisika, kimia

dan sensori) Mayonnaise dalam kemasan

(23)

Mayonnaise yang diujikan dalam penelitian ini adalah 7 formula mayonnaise dengan minyak nabati yang mengandung asam lemak berbeda.

Minyak nabati yang digunakan pada formulasi antara lain : 1) Minyak Wijen (70%), 2) Minyak Kelapa (70%), 3) Minyak sawit (70%), 4) Minyak Kedelai (70%), 5) Minyak biji bunga matahari (70%), 6) Kombinasi minyak kelapa dan minyak biji bunga matahari 1: 1 (35% : 35%), 7) Kombinasi minyak sawit dan minyak kedelai 1:1 (35% : 35%). Pembuatan mayonnaise pada penelitian ini dilakukan sebanyak 500 g pada setiap formula.

Percobaan Pengaruh Jenis Asam Lemak dengan Penggunaan Minyak Nabati yang Berbeda pada Mayonnaise

Pada tahapan ini, beberapa minyak nabati yang digunakan dalam pembuatan

mayonnaise antara lain minyak kelapa, minyak sawit, minyak kedelai, minyak biji

bunga matahari dan minyak wijen. Mayonnaise dengan minyak kedelai dijadikan sebagai sampel mayonnaise kontrol, karena produk mayonnaise dipasaran sumber minyak nabatinya berasal dari minyak kedelai. Formulasi mayonnaise dengan berbagai minyak nabati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi mayonnaise

Bahan Formula (g) Kontrol 1 2 3 4 5 6 Minyak Kedelai 350 - - - - 175 - Minyak Wijen - 350 - - - - - Minyak Kelapa - - 350 - - - 175 Minyak Sawit - - - 350 - 175 - Minyak Sunflower - - - - 350 - 175 Kuning Telur 60 60 60 60 60 60 60 Air Lemon 28 28 28 28 28 28 28 Gula 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 Garam 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 Mustard 3.2 3.2 3.2 3.2 3.2 3.2 3.2 Air 49.2 49.2 49.2 49.2 49.2 49.2 49.2 Total 500 500 500 500 500 500 500

Komposisi jenis asam lemak dalam berbagai minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 3. Masing-masing minyak nabati memiliki kandungan jenis asam lemak yang berbeda. Dalam penelitian ini terdapat tujuh formula mayonnaise dengan jenis asam lemak minyak nabati yang berbeda. Terdapat dua formula dengan kombinasi minyak nabati yaitu kombinasi minyak kelapa dan minyak biji bunga matahari serta kombinasi minyak sawit dan minyak kedelai dengan perbandingan 1:1. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi jenis asam lemak dari dua minyak nabati berbeda terhadap karakteristik sensori

mayonnaise. Sebagai contoh minyak kelapa memiliki kandungan SFA tinggi dan

PUFA rendah dikombinasikan dengan minyak biji bunga matahari yang memiliki kandungan SFA rendah dan PUFA tinggi.

(24)

Tabel 3. Komposisi jenis asam lemak pada berbagai minyak nabati

Jenis Minyak SFA

(%) MUFA (%) PUFA (%) Minyak Kedelai 15.50 23.50 61.00 Minyak Wijen 15.10 41.40 43.50 Minyak Kelapa 92.00 6.50 1.50 Minyak Sawit 51.40 38.90 9.70

Minyak Biji bunga matahari 12.60 18.70 68.70

Minyak Kelapa & Minyak Biji Bunga Matahari (1:1)** 52.30 12.60 35.10 Minyak Sawit & Minyak Kedelai**(1:1) 33.45 31.20 35.35

*Chow (2008)

**Hasil penjumlahan komposisi asam lemak

Analisis Produk Mayonnaise 1. Analisis Sensori

Panelis yang dibutuhkan dalam pengujian QDA adalah panelis terlatih. Setelah didapatkan panelis yang bersedia untuk mengikuti pengujian ini selanjutnya panelis akan mengikuti tahap pelatihan panelis. Pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan panelis dan konsistensi panelis hingga panelis dapat dikatakan menjadi panelis terlatih. Panelis diberikan pelatihan secara berulang-ulang hingga didapatkan kepekaan panelis yang konsisten. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap pelatihan panelis bergantung pada kompleksitas produk yang akan diujikan, semakin kompleks produk dan atribut yang diujikan maka waktu pelatihan yang dibutuhkan juga semakin lama.

Pada saat pelatihan, panelis dilatih untuk mendeskripsikan atribut rasa dan aroma yang mewakili produk mayonnaise, pelatihan ini berbentuk sistem FGD (Focus Group Discussion) dimana peneliti bertindak sebagai moderator. Pada deskripsi produk, masing-masing atribut rasa dan aroma pada

mayonnaise disamakan persepsi atau terminologi agar semua panelis

memiliki persepsi yang sama terhadap produk mayonnaise. Kemudian panelis dilatih untuk menentukan konsentrasi larutan standar yang akan digunakan sebagai reference. Penentuan larutan standar dilakukan dengan menggunakan beberapa larutan standar dengan konsentrasi tertentu dan panelis diminta untuk memberikan nilai pada masing-masing larutan standar dengan skala garis intensitas 15 cm. Penentuan konsentrasi standar ditentukan secara subyektif oleh panelis. Hasil yang diperoleh kemudian diolah dan dimasukkan ke dalam persamaan Moskowitz untuk mendapatkan konsentrasi larutan standar rasa dan aroma.

Dimana :

SI : Perkiraan intensitas terdeteksi, Sensory Intensity PI : Konsentrasi (%), Physical Intensity

Log K : Konstanta

n : Kemiringan

Pada pelatihan panelis berikutnya panelis dilatih untuk pengujian QDA dimana sampel mayonnaise disajikan untuk dinilai intensitas sampel dengan

(25)

menggunakan reference yang nilainya telah ditentukan pada pelatihan sebelumnya, kemudian sampel ditandai dengan tanda garis vertikal pada

scoresheet dengan skala garis masing-masing atribut dan menuliskan kode

sampel diatas atau dibawah garis vertikal respon. Sampel mayonnaise yang digunakan pada saat pelatihan QDA adalah sampel mayonnaise komersial.

2. Analisis Sensori dengan Quantitative Descriptive Analysis (Setyaningsih et al. 2010)

Pengujian analisa kuantitatif deskriptif dilakukan dengan cara menilai intensitas atribut aroma dan rasa terhadap tujuh sampel mayonnaise. Penilaian intensitas mayonnaise dilakukan menggunakan unstructured scale sepanjang 15 cm.

Pada pengujian atribut rasa dan aroma, reference yang digunakan adalah larutan standar yang juga digunakan pada saat pelatihan panelis. Dengan adanya reference dapat memudahkan panelis untuk menentukan skala dan persepsi konsep dengan panelis lainnya. Pengujian dilakukan sebanyak tiga ulangan (triplo) untuk melihat konsistensi panelis dan untuk menghindari adanya bias. Hasil dari penilaian semua panelis diolah dengan statistik dan disajikan dalam bentuk spider web untuk membandingkan intensitas masing-masing atribut.

3. Analisis Fisikokimia Mayonnaise

a. Penetapan Warna

Instrumen yang digunakan untuk mengukur warna sampel mayonnaise adalah Chromameter CR-300 Minolta. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan sampel mayonnaise pada cawan khusus chromameter hingga setengah bagian dari cawan. Kemudian pengukuran dilakukan pada tiga titik sampel yang berbeda dengan measuring head sebanyak tiga kali. Hasil pengukuran yang terbaca dicatat dengan huruf skala L*, a*, b*. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (0 = hitam, 100 = putih). Warna kromatik campuran warna merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a, (a+) = 0 – 80 untuk warna merah dan (a-) = 0 – (-80) untuk warna hijau). Sementara itu, untuk warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+) = 0 – 70 untuk warna kuning dan (b-) = 0 - (-70) untuk warna biru. Selain dilakukan pengukuran untuk tiga parameter Lab tersebut, dihitung pulan parameter ˚hue Berdasarkan ketiga parameter Lab tersebut digunakan untuk menghitung nilai C* (ketajaman warna) dan nilai hue.

˚h = arctan (b/a) b. Penetapan Kekentalan

LV Brookfield Viscometer merupakan instrumen yang digunakan untuk

mengukur kekentalan (viscosity) pada sampel mayonnaise. Penentuan nomor

spindle yang akan digunakan sebelum melakukan pengukuran mayonnaise.

(26)

spindle yang terbesar dan kecepatan putar yang rendah. Nomor spindle 4 dan

kecepatan 30 rpm digunakan untuk mengukur kekentalan sampel

mayonnaise.

Pengukuran sampel mayonnaise dilakukan dengan ketinggian sampel dalam gelas diatur hingga tanda garis pada spindle tercelup dalam sampel

mayonnaise. Kemudian tombol on ditekan dan jarum indikator akan berputar

sekitar 1 menit dan tuas penjepit ditarik hingga jarum indikator tidak perpindah posisi. Tombol off ditekan dan angka yang dihasilkan akan terbaca, angka tersebut dikali dengan faktor pengali untuk spindle 4 dan kecepatan 30 rpm yaitu sebesar 200.

c. Penetapan pH

Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengukur pH mayonnaise adalah ph meter Eutech model 700. Alat pH-meter dinyalakan selama 15 menit, kemudian dikalibrasi dengan buffer pH 7.2. Sampel sebanyak 5 ml diencerkan menjadi 50 ml dengan air destilat, kemudian diukur pH-nya.

4. Analisis Data

Pengolahan data secara statistik dilakukan menggunakan One Way

Analysis of Variance (ANOVA) dengan program SPSS (Versi 22.0, IBM,

USA) dengan taraf signifikansi 5%. Analisis statistik ANOVA dilakukan untuk mengetahui pengaruh nyata dari perbedaan jenis asam lemak terhadap karakteristik sensori mayonnaise. Untuk mengetahui atribut yang berhubugan erat dengan pengaruh jenis asam lemak pada minyak terhadap karakteristik

mayonnaise digunakan Multivariate Analysis dengan metode PCA (Principle Component Analysis) menggunakan software Minitab (Versi 16.2.1, Minitab

Inc, USA).

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisikokimia Mayonnaise Nilai pH Mayonnaise

Pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam larutan dikenal dengan pH (Potential of Hydrogen). pH dapat menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa. Larutan dengan pH netral ditandai dengan jumlah yang sama antara ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida (OH-). Larutan yang memiliki pH dibawah 7 cenderung bersifat asam dan pH larutan diatas 7 digolongkan larutan basa (Garcia, 2006). Pada Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran pH pada tujuh sampel mayonnaise dengan menggunakan pH meter Eutech model 700.

(27)

Tabel 4.Hasil pengukuran pH sampel mayonnaise

Jenis Minyak Nabati sebagai Ingredien Mayonnaise Nilai pH*

Minyak Kedelai 3.36±0.03c

Minyak Kelapa 3.87±0.02f

Minyak Sawit 3.64±0.02e

Minyak Wijen 3.25±0.04b

Minyak biji bunga matahari 3.55±0.04d

M. Kelapa & M. Biji bunga matahari (1:1) 3.12±0.01a

M. Sawit & M. Kedelai (1:1) 3.82±0.01f

* Nilai yang diikuti oleh subet huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (p < 0.05) pada uji lanjut Duncan

Mayonnaise yang dibuat dari berbagai minyak nabati dengan komposisi

asam lemak yang berbeda memiliki nilai pH yang beragam sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4. Perbedaan komposisi jenis asam lemak mayonnaise ditunjukkan pada komponen asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Hasil pengukuran pH sampel mayonnaise berkisar antara 3.12-3.87. Menurut McClement (2005) dalam Garcia (2006) pencegahan dari pertumbuhan mikroba dalam produk mayonnaise dapat dilakukan dengan cara menjaga pH mayonnaise antara 2.4-4.5. Hasil pengukuran pH mayonnaise pada penelitian ini menunjukkan 7 sampel

mayonnaise masih berada pada nilai range pH tersebut.

Perbedaan jenis asam lemak minyak nabati tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik pH mayonnaise, tetapi berbeda dengan hasil analisis One

Way ANOVA yang menghasilkan nilai pH mayonnaise yang dipengaruh oleh

perbedaan jenis asam lemak minyak nabati pada taraf signifikansi 5% (p value < 0.05). Hal ini dikarenakan tidak dilakukan standarisasi pH air jeruk lemon yang digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan mayonnaise, sehingga pH mayonnaise yang dihasilkan berbeda-beda.

Nilai viskositas Mayonnaise

Viskositas (kekentalan) merupakan salah satu parameter fisik yang utama pada mayonnaise karena dapat dijadikan standar dari kualitas produk atau pengendalian pada saat proses produksi mayonnaise. Hasil pengukuran viskositas pada sampel mayonnaise dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai viskositas tujuh sampel

mayonnaise berkisar antara 3700.00-5513.33 cp. Menurut Al-Bachir dan Zeinou

(2006) dalam Amerningtyas (2012) mayonnaise komersial dipasaran pada umumnya memiliki viskositas sebesar 3346.67 cp. Mayonnaise dalam penelitian ini memiliki karakteristik viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan mayonnaise komersial, hal ini dikarenakan perbedaan formulasi dan bahan yang digunakan pada pembuatan mayonnaise.

Menurut Depree dan Savage (2001) viskositas pada mayonnaise dapat bertambah jika ditambahkan jumlah fase kontinyu (kuning telur) dan ingredien lain seperti dextrin dan gum. Nilai viskositas paling tinggi terdapat pada sampel

mayonnaise dengan kombinasi minyak kelapa dan minyak biji bunga matahari

(1:1). Menurut Lewis (1996) viskositas dalam minyak nabati berhubungan dengan panjang rantai asam lemak dan tingkat kejenuhan asam lemak pada minyak

(28)

nabati, semakin panjang rantai asam lemak dan semakin jenuh asam lemak maka akan menghasilkan viskositas yang tinggi. Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang mengandung asam laurat tinggi yaitu sebesar 48.5% (Chow, 2008). Asam laurat adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada strukturnya. Sedangkan minyak biji bunga matahari merupakan minyak nabati mengandung asam linoleat dan asam linolenat yang merupakan asam lemak dengan memiliki panjang rantai atom C hingga 18.

Tabel 5. Hasil pengukuran viskositas sampel mayonnaise

Jenis Minyak Nabati sebagai Ingredien Mayonnaise Nilai Viskositas (cp)*

Minyak Kedelai 4680.00±0.37d

Minyak Kelapa 4826.67±0.12e

Minyak Sawit 4333.33±0.53c

Minyak Wijen 3700.00±0.16a

Minyak biji bunga matahari 3746.67±0.21a

M. Kelapa & M. biji bunga matahari (1:1) 5513.33±0.45f

M. Sawit & M. Kedelai (1:1) 4093.33±0.31b

* Nilai yang diikuti oleh subet huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (p < 0.05) pada uji lanjut Duncan

Pada Gambar 2 dapat dilihat grafik biplot dari analisis PCA pada karakteristik viskositas mayonnaise. Grafik biplot menunjukkan bahwa nilai viskositas mayonnaise tertinggi adalah mayonnaise dengan kombinasi minyak kelapa dan minyak biji bunga matahari, hal ini ditunjukkan sampel mayonnaise tersebut berada satu kuadran dengan garis atribut viskositas.

2 1 0 -1 -2 -3 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 Komponen Utama 1 K o m p o n e n U ta m a 2 Viskositas PUFA MUFA SFA Kedelai matahari bb Sawit Kelapa Kelapa + bb matahari Wijen Sawit & Kedelai

Gambar 2. Grafik biplot viskositas terhadap komposisi asam lemak (SFA, MUFA, PUFA) minyak nabati pada mayonnaise

(29)

Nilai warna Mayonnaise

Mayonnaise pada umumnya memiliki warna putih hingga putih kekuningan

tergantung dari bahan yang dipakai untuk pembuatan mayonnaise. Penambahan

mustard powder dalam pembuatan mayonnaise juga dapat memberikan pengaruh

warna pada hasil akhir mayonnaise (O’ Brien, 2009). Menurut Garcia (2006) Produk-produk emulsi seperti mayonnaise warna yang dihasilkan berasal dari penyerapan dan penyebaran gelombang cahaya dari fase kontinyu dan fase terdispersi mayonnaise.

Penelitian Meilly (2011) pengukuran warna pada kecap, analisis ANOVA hanya dilakukan pada notasi L, karena notasi L menunjukkan tingkat kecerahan sampel, sedangkan notasi a dan b menunjukkan intensitas warna kromatik dimana warna kromatik tidak dominan. Notasi L menunjukkan kecerahan, notasi a menunjukkan warna merah hingga hijau dan notasi b menunjukkan warna kuning hingga biru (Garcia, 2006).

Perbedaan komposisi asam lemak minyak nabati dalam pembuatan

mayonnaise berpengaruh nyata terhadap karakteristik warna (notasi L) mayonnaise (p value < 0.05). Hasil pengukuran warna pada mayonnaise, analisis

statistik One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai karakteristik warna pada mayonnaise dalam penelitian ini berkisar antara 87.47-89.58. Sampel mayonnaise yang berasal dari minyak nabati dengan kandungan PUFA tinggi seperti minyak biji bunga matahari, minyak kedelai dan minyak wijen memberikan warna mayonnaise yang lebih cerah (Lightness)

dibandingkan mayonnaise yang berasal dari minyak nabati lainnya

(notasi L > 89.00). Semakin tinggi kandungan PUFA pada minyak nabati yang digunakan untuk pembuatan mayonnaise, maka semakin tinggi tingkat kecerahan warna pada sampel mayonnaise yang dihasilkan.

Sampel mayonnaise dengan minyak sawit dan sampel mayonnaise dengan kombinasi minyak sawit dan minyak kedelai (1:1) memiliki nilai tingkat kecerahan lebih rendah dibandingkan sampel mayonnaise lainnya. Hal ini berhubungan dengan kandungan karotenoid dalam minyak nabati yang dapat mempengaruhi hasil warma akhir pada mayonnaise. Menurut Swern et al. (1981) kandungan karotenoid didalam minyak sawit lebih tinggi diantara minyak nabati pada umumnya yaitu sebesar 0.05-0.20%.

Hasil uji lanjut Duncan menghasilkan sampel mayonnaise dengan minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak berbeda nyata pada karakteristik warna. Dilihat dari kandungan asam lemaknya, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari merupakan minyak nabati dengan kandungan PUFA paling tinggi (lebih dari 60%), kandungan PUFA yang tinggi dapat memberikan karakteristik warna yang sama pada mayonnaise. Mayonnaise pada umumnya memiliki warna putih hingga putih kekuningan tergantung dari bahan yang dipakai untuk pembuatan mayonnaise. Penambahan mustard powder dalam pembuatan

mayonnaise juga dapat memberikan pengaruh warna pada hasil akhir mayonnaise

(30)

Tabel 6. Hasil pengukuran warna sampel mayonnaise Jenis Minyak Nabati sebagai Ingredien

Mayonnaise Nilai Warna* L a b ˚h Minyak Kedelai 89.51±0.07f -2.38±0.04 23.97±0.03 -1.47 Minyak Kelapa 87.86±0.02b -3.20±0.01 31.73±0.03 -1.47 Minyak Sawit 88.80±0.03c -3.09±0.03 34.40±0.01 -1.48 Minyak Wijen 89.06±0.04d -2.03±0.03 25.12±0.03 -1.49

Minyak biji bunga matahari 89.58±0.14f -2.75±0.05 31.68±0.05 -1.48

M. Kelapa & M. Biji bunga matahari (1:1) 88.93±0.03cd -3.12±0.01 33.26±0.02 -1.48

M. Sawit & M. Kedelai (1:1) 87.47±0.03a -2.89±0.02 32.71±0.03 -1.48

* Nilai yang diikuti oleh subet huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (p < 0.05) pada uji lanjut Duncan

Karakteristik Sensori Mayonnaise Formulasi Mayonnaise

Mayonnaise adalah emulsi minyak dalam air yang terdiri dari fase minyak

sebagai fase terdispersi, air dan lemon sebagai fase kontinyu. Pada sistem emulsi minyak terpecah membentuk globula-globula yang akan tertutupi oleh fase kontinyu (O’Brien, 2009). Sebagian besar emulsi terbentuk dari ingredien mayor yaitu fase kontinyu, dan ingredien minor yaitu fase terdispersi. Namun hal ini berbeda pada produk mayonnaise dimana fase terdispersi (minyak) adalah komponen terbesar dalam sistem emulsi. Oleh karena itu, pencampuran minyak dengan bahan lainnya dilakukan secara perlahan untuk membantu pembentukan droplet-droplet minyak secara rapat. Tetapi apabila pencampuran fase terdispersi dan fase kontinyu dilakukan secara bersamaan akan menghasilkan emulsi berupa

air dalam minyak dan viskositas yang dihasilkan akan encer

(Depree dan savage, 2001). Pada Tabel 7 dapat dilihat formula yang digunakan untuk pembuatan mayonnaise mengacu pada penelitian Liu et al. (2007).

Tabel 7. Formulasi mayonnaise

Bahan (Ingredients) Formula Mayonnaise

(Liu H, 2007) (g) Optimasi Formula (g)

Minyak Nabati 80 70 Kuning Telur 8 12 Lemon 8 5.6 Mustard 1 0.64 Garam 2 0.96 Gula 1 0.96 Air - 9.84 Total 100 100

Formulasi dilakukan untuk mendapatkan jumlah optimum perbandingan bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan mayonnaise yang baik dan dapat diterima secara sensori. Pada tahap awal pembuatan mayonnaise didapatkan banyaknya minyak yang terpisah pada mayonnaise Hal ini dikarenakan jumlah komposisi minyak nabati yang digunakan adalah 80%. Menurut Depree dan Savage (2001) Jumlah maksimum fase terdispersi untuk membentuk suatu emulsi

(31)

mayonnaise yang ideal adalah 74% dari total bahan. Jika komposisi minyak lebih

dari 75% maka droplet minyak tidak akan berbentuk globula yang dapat dikelilingi oleh fase kontinyu. Oleh karena itu, fase terdispersi (minyak) yang ditambahkan dalam penelitian ini berkurang menjadi 70% dan terdapat penambahan air sebagai fase kontinyu yang dapat membentuk sistem emulsi

mayonnaise yang padat. Pelatihan Panelis

Pada penelitian ini, panelis terlatih yang digunakan untuk pengujian adalah panelis terlatih dari laboratorium jasa analisis pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Institut Pertanian Bogor. Panelis yang akan mengikuti tahap pelatihan panelis berjumlah 8 orang. Pelatihan panelis dilakukan sebelum panelis melakukan penilaian kuantitatif terhadap sampel mayonnaise. Pelatihan ini bertujuan untuk mendapatkan panelis terlatih, yaitu dengan cara melatih panelis mengenal atribut-atribut pada mayonnaise dan mengukur sampel

mayonnaise hingga didapat nilai kepekaan panelis yang konsisten.

Tabel 8. Hasil FGD (Focus Group Discussion) atribut mayonnaise

Atribut Deskripsi Bahan Reference Konsentrasi

Bahan Atribut Aroma

Aroma Lemon Aroma tajam yang identik

dengan rasa asam

Air Lemon

12%

Aroma Telur Aroma Kuning telur segar Egg Yolk Powder 5%

Aroma

Mustard Aroma khas mustard

Mustard Powder

0.75%

Aroma Minyak Aroma khas minyak Minyak Kedelai

Atribut Rasa

Rasa Asin Rasa dasar yang dapat

distimulasi garam natrium, khususnya Natrium Klorida

Larutan Garam Natrium Klorida

0.5%

Rasa Asam Rasa dasar yang dapat

distimulasi larutan yang memiliki pH rendah

Air Lemon 12%

Rasa Gurih Rasa dasar yang dapat

distimulasi larutan glutamat

Larutan Monosodium Glutamat (MSG)

0.04%

Rasa Manis Rasa dasar yang dapat

distimulasi sukrosa dan bahan pemanis lainnya (sweeteners)

Larutan Sukrosa 10%

Rasa Telur Rasa khas kuning telur Larutan Egg Yolk

Powder

5% Rasa Mustard Rasa pungent khas mustard Larutan Mustard

Powder

0.75%

Rasa Minyak Karakter khas minyak

nabati, mouthfeel berminyak

(32)

Pelatihan panelis dilaksanakan setiap hari selasa dan jumat pada pukul 14.00-16.00 dilaboratorium sensori Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan dilakukan selama 6 minggu. Pada proses pelatihan panelis dilakukan diskusi terbuka dengan metode FGD (Focus Group Discusion) dimana peneliti bertindak sebagai moderator yang memonitor jalannya diskusi dan menyiapkan segala keperluan panelis seperti produk yang akan diuji, lembar scoresheet, instruksi jalannya diskusi. Metode FGD adalah salah satu metode kualitatif yang dilakukan untuk mendapatkan deskripsi tentang suatu produk pangan. Pada awal FGD panelis diminta untuk mendeskripsikan atribut-atribut sensori (aroma dan rasa) yang teridentifikasi pada sampel mayonnaise. Hasil diskusi dari FGD disajikan pada Tabel 8.

Pada pelatihan berikutnya, Panelis menilai reference sampel mayonnaise yang akan digunakan untuk standar dalam pengujian QDA. Penentuan konsentrasi untuk reference dilakukan dengan menggunakan beberapa larutan standar dengan konsentrasi tertentu, panelis memberikan nilai pada masing-masing larutan standar pada scoresheet berbentuk skala garis. Penilaian konsentrasi standar dilakukan secara subjektif oleh panelis. Lembar scoresheet penentuan atribut standar dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai intensitas konsentrasi standar kemudian diolah dengan menggunakan persamaan regresi linier berbentuk logaritmik untuk memperoleh nilai konsentrasi yang didapat pada masing-masing

reference. Pada penentuan skor intensitas reference, peneliti membuat 3 larutan

standar yang telah diketahui konsentrasinya.

Konsentrasi, bahan untuk larutan reference, intensitas skor reference dan persamaan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan reference dapat dilihat pada Tabel 9. Persamaan regresi didapatkan dari grafik regresi linier antara konsentrasi dan intensitas pada masing-masing atribut yang terdapat pada Lampiran 3.

Bahan yang digunakan untuk reference sampel mayonnaise adalah bahan yang digunakan dalam proses pembuatan mayonnaise dan bahan yang memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sama dengan produk mayonnaise. Intensitas konsentrasi reference untuk atribut rasa asin, manis, gurih yang digunakan dalam pelatihan panelis tidak ditentukan skor oleh panelis, melainkan konsentrasi

reference tersebut telah sesuai dengan nilai konsentrasi standar yang tercantum

dalam Meilgaard et al. (1999). Intensitas dan konsentrasi larutan standar untuk

reference dapat dilihat pada Tabel 9

Nilai reference untuk masing-masing atribut didapatkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan grafik regresi linier antara konsentrasi dan intensitas. Setelah didapatkan nilai reference panelis menilai atribut-atribut rasa dan aroma sampel mayonnaise dengan reference masing-masing atribut. Pada pelatihan ini, panelis dilatih untuk menilai atribut aroma dan rasa yang terdapat pada mayonnaise dengan menggunakan skala garis 15 cm. Sampel mayonnaise yang digunakan pada pelatihan panelis adalah mayonnaise komersial yang terdapat dipasaran. Pelatihan tahap ini dilakukan selama 6 kali pertemuan hingga didapatkan kepekaan panelis yang konsisten. Lembar scoresheet untuk pelatihan panelis kuantitatif dengan menggunakan mayonnaise komersial dapat dilihat pada Lampiran 2.

(33)

Tabel 9. Bahan, konsentrasi, intensitas dan persamaan regresi untuk reference atribut aroma dan rasa pada mayonnaise

Atribut Bahan Hubungan Intensitas dan Konsentrasi

Intensitas Konsentrasi (%)* Atribut Aroma

Telur Egg Yolk Powder y = 0.8892x + 0.5365 5 4.98

10 9.43

Mustard Mustard Powder y = 1.0300x + 1.1824 5 8.39

10 13.54

Lemon Air Lemon y = 1.1277x – 0.1345 5 5.50

10 11.14

Atribut Rasa

Telur Egg Yolk Powder y = 0.8744x + 0.5200 5 4.89

10 9.26

Mustard Mustard Powder y = 0.8107x + 1.2408 5 5.29

10 9.35

Asam Air Lemon y = 0.7968x + 0.2938 5 4.28

10 8.26 Asin** Garam 2.5 0.2 8.5 0.5 Manis** Sukrosa 2 2 10 10 Gurih** MSG 5 0.02 10 0.04

*Hasil perhitungan dari persamaan regresi linier ** Meilgaard et al. (1999)

Karakteristik Sensori Mayonnaise menggunakan Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

Pada pengujian QDA (Quantitative Descriptive Analysis) panelis melakukan pengujian intensitas berbagai macam atribut aroma dan rasa menggunakan skala garis 0 hingga 15, dimana skala 0 menunjukkan intensitas paling rendah dan skala 15 menunjukan intensitas paling tinggi. Pengujian QDA terhadap sampel

mayonnaise dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk menghindari adanya

bias. Sampel yang akan diuji dalam penelitian ini meliputi 7 sampel mayonnaise dengan berbagai minyak nabati dengan kandungan jenis asam lemak yang berbeda-beda. Pada pengujian QDA, panelis menilai intensitas atribut rasa dan aroma dengan dibantu dua buah reference (R1 dan R2) yang nilainya telah ditentukan pada saat pelatihan panelis, dengan adanya reference dapat membantu dan memudahkan panelis untuk mengggunakan skala intensitas dalam menguji sampel mayonnaise. Lembar scoresheet pengujian QDA pada atribut aroma dan atribut rasa mayonnaise dapat dilihat pada Lampiran 4.

Atribut rasa yang teridentifikasi pada sampel mayonnaise meliputi rasa asin, rasa manis, rasa gurih, rasa asam, rasa telur (eggy), rasa mustard, dan rasa minyak (oily). Sedangkan Atribut aroma yang teridentifikasi adalah aroma telur (eggy), aroma lemon, aroma mustard dan aroma minyak. Meilgaard et al. (1999) menyebutkan bahwa pada sampel mayonnaise memiliki deskripsi atribut meliputi aroma telur, aroma mustard, aroma vinegar (cuka), aroma lemon, aroma minyak,

(34)

aroma onion (bawang bombay), dan aroma clove (cengkeh). Sedangkan untuk atribut rasa dalam mayonnaise dalam Meilgaard (1999) yaitu rasa asin, rasa asam dan rasa manis.

Atribut aroma

Pada Tabel 10 menunjukkan nilai rata-rata QDA dan nilai hasil uji One Way

ANOVA dari setiap atribut aroma (telur, lemon, mustard dan minyak) pada tujuh

sampel mayonnaise. Nilai hasil rata-rata ini kemudian disajikan ke dalam bentuk

spider web (Gambar 3).

Tabel 10. Nilai rata-rata QDA atribut aroma mayonnaise

Jenis Minyak Nabati sebagai Ingredien Mayonnaise

Atribut Aroma Mayonnaise*

Telur Lemon Mustard Minyak Minyak Kedelai 3.16±1.16a 1.83±0.66a 4.73±1.15a 6.86±2.87a Minyak Kelapa 3.59±2.35a 2.29±0.96a 5.73±1.17a 7.90±2.59a Minyak Sawit 2.91±2.16a 2.32±0.99a 4.69±1.54a 7.11±2.30a Minyak Wijen 1.30±0.54a 1.15±1.34a 3.62±2.59a 13.80±0.95c Minyak Biji Bunga Matahari 1.88±0.45a 1.56±0.25a 4.16±1.32a 11.05±0.89b M. Kelapa & M. Biji BungaMatahari (1:1) 2.78±1.39a 2.20±0.92a 4.10±0.81a 6.45±3.08a M. Sawit & M. Kedelai (1:1) 2.44±0.63a 2.27±1.22a 3.95±0.86a 7.50±2.56a * Nilai yang diikuti oleh subet huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

(p < 0.05) pada uji lanjut Duncan.

Analisis deskripsi kuantitatif pada mayonnaise menghasilkan data yang disajikan dalam bentuk spider web. Pada Gambar 3 dapat diliihat atribut aroma terhadap masing-masing sampel mayonnaise dari tiga jenis minyak nabati yaitu minyak kedelai (kontrol), minyak wijen dan minyak biji bunga matahari. Pada

spider web hanya minyak wijen dan minyak biji bunga matahari yang ditampilkan

dan dibandingkan dengan kontrol, karena mayonnaise yang berasal dari minyak nabati lainnya memiliki nilai rata-rata atribut aroma yang hampir mendekati dengan kontrol sehingga empat mayonnaise tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan kontrol.

Hasil uji One Way ANOVA pada Tabel 10 menunjukkan perbedaan jenis asam lemak minyak nabati pada mayonnaise tidak berpengaruh nyata terhadap aroma telur, aroma lemon dan aroma mustard pada taraf signifikasi 5% (p value < 0.05). Sedangkan perbedaan jenis asam lemak minyak nabati pada

mayonnaise memberikan pengaruh nyata terhadap aroma minyak pada tujuh

sampel mayonnaise. Sampel mayonnaise dengan minyak wijen dan minyak biji bunga matahari adalah sampel dengan nilai rata-rata tertinggi aroma minyak yaitu sebesar 13.80 dan 11.05. Kedua sampel tersebut memiliki kandungan PUFA dan MUFA tertinggi diantara sampel minyak nabati lainnya. Hasil uji lanjut Duncan menghasilkan sampel mayonnaise dengan minyak wijen dan minyak biji bunga matahari berbeda nyata dengan sampel mayonnaise dengan minyak nabati lainnya.

Gambar

Tabel 1. Standar mutu mayonnaise menurut SNI 01-4473-1998
Gambar 1. Diagram alir pembuatan mayonnaise (Liu et al. 2007) Pembuatan mayonnaise dilakukan sebanyak 500 g
Tabel 2. Formulasi mayonnaise
Tabel 3. Komposisi jenis asam lemak pada berbagai minyak nabati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Direktur, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Ketua Lembaga, Kepala Pusat, dan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Rektor paling lambat

Anastasi &amp; Urbina (2007:94) menjelaskan reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang

Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif, siswa tidak lagi hanya menjadi pendengar saja tetapi siswa dapat memecahkan masalah dengan sendirinya sesuai

KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, serta hidayah-Nya sehinnga penulis dapat menyelesaikan skrpsi ini dengan judul Pengembangan

kondisi social ekonomi serta sarana dan prasarana yang berbeda pada tiap daerah diharapkan galangan tradisional ini dapat memberikan suatu standart harga jual kapal kayu

PUITIKA SASTERA WANITA DALAM NOVEL-NOVEL PENGARANG WANITA INDONESIA DAN MALAYSIA: SATU BACAAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar mahasiswa kelas 2M program studi teknik informatika universitas cokroaminoto palopo setelah diajar

Pembahasan terakhir mengenai pengelolaan hubungan yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi dalam antar divisi juga berkaitan dengan bagaimana melakukan komunikasi