• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Neonatus

2.1.1 Pengertian neonatus

Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine rekstrauterin, selain itu neonatus adalah individu yang sedang bertumbuh yang berumur 0-28 hari (Sembiring, 2019).

2.1.2 Fisiologis Neonatus

(Wahyuni, 2011) menyatakan fisiologis neonatus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus muali dari sistem pernafasan, sampai keseimbangan asam dan basah.

1) Sistem Pernapasan

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi pada waktu 30 menit pertama sesudah lahir. Usia bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli selain karena adanya surfaktan, yang adanya terkait napas dan pengeluaran napas dengan dengan merintis sehingga udara bisa bertahan di dalam. Neonatus bernapas dengan cara pernapasan difrakmatik dan abdominal sedangkan untuk frekuensi dan kedalaman bernapas belum teratur (Dewi, 2011).

2) Peredaran Darah

Setelah bayi lahir paru akan berkembang yang akan mengakibatkan tekanan artriol dalam paru menurun yang diikuti dengan menurunnya tekanan pada jantung kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan jantung kiri lebih besar dibandingkan dengan tekana jantung kanan dan hal tersebutlah yang membuat foremen ovale secara fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan dalam aorta desenden naik dan juga kareana rangsangan biokimia (PaO

(2)

yang naik) serta duktus arteiosus yang berobliterasi. Hal ini pada hari pertama.

Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5 liter per menit meter per segi. Aliran darah sitololik pada hari pertama rendah yaitu 1.96 liter/menit/meter persegi dan bertambah pada hari kedua dan ketiga (3.54 liter/meter persegi) karena penutupan duktus arterious. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfuse plasenta yang pada jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-kira 8549 mmHg.

Dalam waktu singkat perubahan-perubahan besar tekanan darah pada bayi baru lahir, sekalipun perubahan-perubahan ini secara anatomi tidak selesai dalam hitungan minggu, penutup fungsional foramen ovale dan duktus arteriosus terjadi segera setelah kelahiran, yang paling penting untuk dipahami adalah behwa perubahan sirkulasi dari janin ke bayi baru lahir berkaitan mutlak dengan kecukupan fungsi respirasi (Armini, Marhaeni, &

Sriasih, 2017).

Gambar 1 anatomi sirkulasi darah janin

(http://sunriseliaaprilia.blogspot.com/p/sirkulasi-darah-janin_04.html)

(3)

3) Suhu Tubuh

Ada empat kemungkinan yang dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya, yang pertama yaitu konduksi panas dihantarkan dari tubuh bayi dan benda sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi pemindah panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung.

Kedua konveksi yaitu panas yang hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara). Ketiga radiasi yaitu panas dipancarkan dan BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda). Keempat evaporasi yaitu panas hilang melalui proses penguapan yang tergantung pada kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran udara yang melewati (Wagiyo & Putrono, 2016)

4) Metabolisme

Pada jam-jam pertama kehidupan bayi, energi didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu sekitar di hari keenam energi diperoleh dari lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60 dan 40% (Noorbaya & Johan, 2019) 5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Tubuh BBL relatif mengandung banyak air. Kadar natrium juga relatif lebih besar dibandingkan dengan kalium karena ruang ekstraseluler yang luas. Fungsi ginjal masih belem sempurna karena, jumlah nefron yang masih belum sebanyak orang dewasa.ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimak. Renal blood flow relartive kurang baik dibandingkan dengan orang dewasa (Dewi, 2011).

(4)

6) Imunoglobulin

Bayi baru lahir tidak memiliki sel plasma pada sumsum tulang juga tidak memiliki lamina propia ilium dan apendiks.

Plasenta merupakan sawar, sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imonogis. Pada BBL hanya terdapat gamaglobolin G, sehingga imonologi dari ibu dapt berpindah melalui plasenta karena berat molekulnya kecil. Akan tetapi bila ada infeksi yang melalu plasenta (lues, toksoplasma, herpes simplek, dan lain-lain) reaksi imonologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma serta antibody gama A,G dan M (Noodiati, 2018)

7) Traktus Digestivus

Traktus digestivus lerative lebih berat dan lebih panjang dibandingkan dengan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat berwarna hitam kehijauan yang terdiri atas mikropolisakarida atau disebut juga dengan meconium. Pengeluaran meconium biasanya pada jam 10 peratama kehidupan dan dalam 4 hari setelah kelahiran biasanya feses sudah berbentuk dan berwarna biasa. Enzim dalam traktus digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus, kecuali enzim amylase pancreas (Maternity, Anjani,

& Evrianasari, 2018).

8) Hati

Segera setelah lahir, hati menunjukn aperebahan kimia dan morfologis yang berupa kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak serta glikogen. Sel hemopoetik juga mulai berkurang, walaupun dalam waktu yang agak lama. Enzim hatia belum aktif benar pada waktu bayi baru lahir, daya detoksifikasi pada neonatus juga belum sempurna (Wagiyo &

Putrono, 2016).

(5)

9) Kesimbangan Asam Basa

Tingkat keasaman (pH) darah pada waktu lahir umumnya rendah karena glikolisis anaerobic. Namun dalam waktu 24 jam, neonatus telah mengompensasi asidosis ini (Sembiring, 2019).

2.1.3 Ciri-ciri Bayi Neonatus

Dewi (2010) menyebutkan bahwa ciri-ciri neonatus sebagai berikut, berat badan 2500-4000 gram, panjang badan 48-54 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi jantung 120-160 x/menit, pernafasan 40- 60x/menit, kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, kuku agak panjang dan lemas, refleks sucking, mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut (sudah terbentuk dengan baik), refleks morro, gerakan memeluk bila dikagetkan, refleks grasping , mencengkram sudah baik.

2.1.4 Kebutuhan Neonatus

Neonatus miliki beberapa kebutuhan salah satunya yaitu kebutuhan nutrisi. Setelah melahirkan bayi harus segera di berikan nutrisi. Nutrisi yang baik untuk bayi adalah ASI eksklusif. ASI mengandung banyak mengandung zat gizi paling banyak sesuai kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan dan perkembangan pada bayi. Setelah melahirkan ibu harus diajarkan IMD, bayi harus segera diberikan ASI terutama pada 1 jam pertama dan dilanjutkan selama 6 bulan. Pada ASI yang pertama kali keluar tidak boleh dibuang karena mengandung kolostrum yang baik untuk menambah kekekalan tubuh bayi. Bayi harus sering diberikan ASI untuk merangsang payudara dalam memproduksi ASI secara adekuat. Ada pula kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan eliminasi. Bayi BAK sebanya minimal 6 kali sehari. Defekasi pertama berwarna hijau kehitaman. Pafa hari ke

(6)

3-5 kotoran berubah warna menjadi kuning kecokelata (Wahyuni, 2011).

2.2 Konsep Sepsis

2.2.1 Definisi Sepsis Neonatorum

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsanagan produk mikroorganisme. Sepsis juga merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi (Asmoro, 2017).

Sepsis neonatorum sendiri adalah infeksi yang masuk kedalam tubuh secara langsung yang dapat menimbulkan gejala klinis yang berat.

Sepsis neonatorum disesbabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif, virus infeksi, dapat secara hematogen atau infeksi asenden, yang waktu infeksi dapat berlangsung sebagai berikut, sebelum in partu.

potensi neonatus dalam keadaan dimana ketuban pecah dini akibat infeksi asenden, akibat melakukan amniotomi, adanya infeksi ibu sebelum persalinan, prematuritas akan lebih rentan terhadap infeksi, pertolongan persalinan yang tidak bersih situasinya. Pada saat ini in partu sebagai akibat bayi lahir berat badan rendah/prematuritas atau akibat dari alat resusitasi yang tidak steril, terdapat (infeksi fokal), stomatitis, pelukakan badan, sumber infeksi kulit (Manuaba, Manuaba, & Manuaba , 2009).

2.2.2 Epidemiologi Sepsis Neonatorum

Prevelensi sepsis di dunia mencapai angka kejadian kisaran 1-8 per 1000 kelahiran hidup. Di Amerika sendiri yang terkenal sebagai negara maju kejadian sepsis di antara 2-4 per 1000 kelahiran hidup itupun sejak 1980 yang angka kejadiannya masih bervariasi. Negara berkambang seperti India, angka kejadiannya 34-37 per 1000 kelahiran hidup.

Indonesia yang termasuk Negara berkembang belum memiliki data yang

(7)

pasti tentang kejadian sepsis. Akan tetapi dari data lian menunjukan kasus kematian sepsis neonatorum di Indonesia sebesar 50-60%. Tetapi pada tahun 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo kejadian sepsis neonatorium tercatat 98 per 1000 kelahiran hidup. Dari data di atas dapat dilihat bahwa kejadian sepsis di Negara berkembang lebih banyak dari pada kejadian di negara maju. Terutama di Indonesia terlihat besarnya angka kematian bayi karena sepsis neonatus mencapai 98 per 1000 lebih besar dibandingkan dengan India (Rosali, Iskandar, & Yulianto, 2018).

2.2.3 Kategori Sepsis Neonatorum

Berdasartkan kejadiannya, infeksi sepsis neonatorum berlangsung dalam dua awitan. Adapun awitan yang pertama yaitu awitan dini seperti gejala klinisnya tampak secara dini, yaitu sekitar/sejak semula (rata-rata 48 jam pertama), infeksi berkaitan dengan sumber pada ibunya saat proses persalinan, kumannya: stafilokokus. Setelah ada awitan dini maka adapula awitan lanjut, seperti gejala klinisnya tampak sejak 7 hari, saat penderita telaah pulang, sumber infeksinya contohnya factor lingkungan yang kotor dan infeksius, infeksi nosocomial di rumah sakit, penyebab infeksinya adalah S. aureus, stafilokokus grup beta, E. coli, monositogen, kompilikasi berat: komplikasi susunan saraf pusat (Manuaba, Manuaba, & Manuaba , 2009).

2.2.4 Patogenisis Sepsis Neonatorum Jaya, Suryawan, & Rahayu (2019) menyampaikan lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan risiko tinggi disebabkan oleh:

1) Sistem imunitas selular

Sel polimorfonuklear mempunyai kemampuan kemotaksis terbatas, menurunnya mobilisasi reseptor permukaan sel, kemampuan bakterisidal yang amat terbatas, dan fagositosis normal. Semua komponen komplemen kurang. Sel limfosit T telah

(8)

berfungsi normal pada gestasi muda, tetapi belum dapat memberikan respons terhadap antigen asing yang spesifik. Hal ini menyebabkan bayi rentan terinfeksi jamur dan virus. Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau menjadi sel plasma yang menghasilkan antibody (Putra, 2016).

2) Sistem imunitas humoral

Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transpor aktif melalui plasenta. Karena semua tipe IgG dari ibu dapat ditranspor ke janin sedangkan antibodi yang lain tidak, maka pada neonatus antibodi tersebut kurang. Jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatus (Azzaroh & Utami, 2015).

Kolonisasi awal pada neonatus biasanya terjadi setelah terjadinya ruptur membran maternal. Pada kebanyakan kasus, bayi dikolonisasi oleh mikroflora dibirth canal selama persalinan. Jika persalinan terlambat, bakteri di vagina mungkin naik ke birth canal, dan pada sebagian kasus, menyebabkan inflamasi pada membran fetal, umbilical cord, dan plasenta. Kemudian infeksi fetus dapat terjadi akibat aspirasi cairan amniotik yang terinfeksi, sehingga menyebabkan stillbirth, persalinan prematur, atau sepsis neonatus.

Organisme yang paling lazim diisolasi dari cairan amniotik yang terinfeksi adalah GBS, E. coli dan basil enterik lainnya, bakteri anaerob, dan mikoplasma genital (Brahmana, 2019).

2.2.5 Gejala Sepsis Neonatorum

Gejala sepsis neonatorum sulit ditetapkan karena gejalanya tidak khas. Setiap perubahan keadaan fisik atau gambaran darah neonatus dianggap terjadi infeksi sepsis neonatorum. Diagnosais diangkat jika terdapat lebih dari satu kumpulan gejala berikut ini, gejala untuk infeksi: tampak sakit, tidak mau minum, suhu naik atau turun, skelerema/skleredema. Gejala gastrointestinal: terdapat diare, muntah hepatomegaly, splenomegaly, atau perut kembung.

(9)

Gejala paru: sianosis, apnea, atau takipnea. Gejala kardiovaskuler:

terdapat takikardia, edema, atau dehidrasi. Gejala neurologis:

letargi(tampak seperti mayat), peka rangsang atau kejang. Gejala hematologis – laboratorium: icterus, perdarahan bawah kulit, leukemia, dan leokosit kurang dari 5.000/mm. Pemeriksaat tambahan untuk memperkuat sepsis neotorum adalah KED meningkat, trombositopenia, granulasi toksis vakuolosi sel atau gramulasi toksis, vakuolisasi nucleus polimorf (Roeslani, Amir, Nasrulloh, & Suryani, 2013).

2.2.6 Diagnosis Sepsis Neonatorum Diagnosis sepsis neonatorum ditegakan berdasarkan adanya faktor resiko sepsis pada ibu maupun bayi, bila didapatkan 2 faktor risiko mayor atau 1 faktor risiko mayor ditambah dengan 2 faktor risiko minor. Diagnosis sepsis diperberat oleh adanya gambaran klinis sepsis berupa gangguan respirasi, menurunnya aktivitas, rewel, asupan yang buruk, dan icterus patologik. Faktor-faktor risiko tersebut terdiri dari salah satunya faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini >18 jam, ibu demam saat intrapartum (suhu>380), korioamnionitis, air ketuban berbau, denyut jantung janin>160 x/menit. Adapun faktor risiko minor yaitu ketuban pecah dini>12jam, ibu deman saat intrapartum, nilai APGAR rendah, berat badan lahir angka rendah(>1500 g), usia getasi <37 minggu, keputihan pada ibu yang tidak diobati, ibu dengan atau tersangka infeksi saluran kemih (Manuaba, Manuaba, & Manuaba , 2009).

Pada tahun 2005, Internasional Pediatri Sepsis Consensus Conference menyatakan sepsis sebagai system inflammatory response syndrome (SIRA) akibat adanya dugaan infeksi atau infeksi yang sudah terbukti. Adanya SIRS dianggap ada, bila paling sedikit terdapat dua dari empat kriteria, dimana termasuk satu dari dua yaitu suhu abnormal atau jumlah leukosit. Suhu inti

(10)

tubuh lebih dari 38,5˚C atau kurang 36˚C. Takikardi atau brakikardi untuk anak-anak berusia kurang dari 1 tahun. Rerata respiratory rate lebih dari 2 standart deviasi (SD) di atas normal untuk usia atau ventilasai mekanik untuk proses akut yang tidak berkaiatan dengan penyakit neuromuscular atau kebutuhan akan anestesi umum. Meningkat atau menurunnya jumlah leukosit untuk usia (bukan akibat leukopenia yang diinduksi oleh kemoterapi) atau lebih dari 10% neutrophil imatur.

Konsekuensi dari sepsis neonatorum terutama lebih tampak BBLR, yang mengalami dampak negatif pada pertumbuhan saraf, fungsi pulmonal, dan lama rawat inap di rumah sakit. Diagnosis tepat waktu dan pemberian segera terapi antimikroba penting untuk mengurangi tingginya fatalitas kasus dan untuk mencegah morbiditas terkait dengan awitan dini (Manuaba, Manuaba, &

Manuaba , 2009).

2.3 Konsep NICU

2.3.1 Pengertian NICU

Menururt Surami(2003) ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah ruang perawatan intensif untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital. NICU merupakan ruangan khusus yang menggabungkan teknologi canggih dan tenaga kesehatan profesional terlatih untuk memberikan perawatan khusus dan intensif bagi bayi baru lahir. Bayi-bayi yang dirawat di NICU umumnya adalah bayi dengan risiko tinggi. Bayi resiko tinggi harus dirawat dengan prosedur khusus. Adanya prosedur perawatan khusus yang menyebabkan para orang tua bahkan ibu tidak dapat berinteraksi dengan bayi mereka secara penuh. Selain itu, dengan dirawatnya bayi dalam NICU Bayi risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi yang lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan untuk menyatakan

(11)

bahwa bayi memerlukan perawatan dan pengawasan ketat (Alfiyanti, 2010).

2.3.2 Level penanganan

Penanganan kasus neonatal harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus yang terdiri dari tiga level, berdasarkan derajat kesakitan, risiko masalah dan kebutuhan pengawasannya. Level pertama adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi normal yang sering digunakan istilah rawat gabung (perawatan bersama ibu) atau Level II untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu intensif. Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi perbandingan perawat dan bayi tidak perlu 1-1. Sedangkan pada level III, pengawasan yang dilakukan benar-benar ekstra ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh menangani satu pasien selama 24 jam penuh. Pada ketiga level peran dokter boleh dibagi, artinya 1 orang dokter pada ketiga level, akan tetapi dengan ketrampilan dan pengetahuan khusus mengenai masalah gawat darurat pada neonatus. Monitoring bayi baru lahir ini harus dilakukan secara kontinyu, teratur, dan teliti, dengan menggunakan berbagai metode/teknik dan peralatan yang dapat dipercaya (Alfiyanti, 2010).

2.4 Konsep Post Partum

2.4.1 Definisi Post Partum

Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan.

Istilah post partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan.

Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa post partum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran

(12)

reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012).

2.4.2 Perubahan Fisiologis Pada Ibu Post Partum

Pada masa post partum ibu mengalami adanya perubahan- perubahan pada tubuh terutama pada ibu yang meliputi di antara : sistem reproduksi yaitu adanya pengerutan pada dinding rahim (involusi), lokea, perubahan serviks, vulva, vagina dan perinium., dan pada sistem pencernaan, terdapat adanya pembatasan pada asupan nutrisi dan cairan yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta akan menimbulkan keterlambatan pemulihan fungsi tubuh (Bobak, 2010).

Sedangkan setelah masa post partum akan adanya perubahan pada otot – otot uterus mulai dari berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan terjadinya pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan- perubahan yang terdapat pada serviks sesudah post partum yaitu pada organ serviks seperti menganga berbentuk corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium yaitu timbulnya berupa trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen – ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang pada sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali seperti sedia kala.

(13)

2.4.3 Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum

Pasca persalinan merupakan salah satu pengalaman yang akan dialami oleh seorang ibu yang baru saja melahirkan terutama pada ibu yang pertama kalinya melahirkan, pada perkembangan kondisi ibu sering mengalami terjadinya peningkatan dan perubahan emosi dan psikologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya penyesuaian pada lingkungan baru, harapan sosial untuk berperilaku lebih baik, masalah dalam sekolah ataupun pekerjaan, dan serta hubungan keluarga yang tidak harmonis, yang akan menyebabkan ibu usia muda harus bisa beradaptasi dengan kehidupan barunya (Sarlito, 2009).

Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga yang memerlukan penyesuaian bagi ibu. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani, perubahan tersebut berupa perubahan pada emosi dan sosial. Adaptasi psikologis ini menjadi periode kerentanan pada ibu post partum, karena periode ini membutuhkan peran profesional kesehatan dan keluarga. Tanggung jawab ibu post partum akan bertambah dengan adanya kehadiran bayi yang baru lahir. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu pasca melahirkan agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti merawat tali pusat, menyusui, mengganti popok tetapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.

Menurut Hamilton (1995) dalam Sulistyawati (2009), ketika menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :

1. Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.

Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu

(14)

akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.

2. Fase taking hold merupakan suatu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.

3. Fase letting go merupakan periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.

2.4.4 Klasifikasi Masa Ibu Post Partum

Menurut Hadijono (2008) Masa ibu post partum dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan.

2. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh dengan lama 6-8 minggu.

3. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.

(15)

2.4.5 Manifestasi Perubahan Diri Ibu Pada Masa Post Partum Menurut Bahiyatun (2009), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu setelah masa nifas/post partum adalah:

a. Perubahan sitem reproduksi 1. Involusi uterus

Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi. Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas simfisis pubis/

sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm tiap harinya, sehingga pada hari ke-7 TFU sekitar 5 cm dan pada hari ke10 TFU tidak teraba di simfisis pubis.

2. Lokia

Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu setelah post partum, perubahan lokia terjadi dalam 3 tahap: lokia rubra, serosa dan alba.

3. Ovarium dan tuba falopi

Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun sehingga menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah dimulai kembali proses ovulasi sehingga wanita dapat hamil kembali.

b. Perubahan sistem pencernaan

Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (Beartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan defekasi karena adanya nyeri pada perineum akibat luka episiotomy.

(16)

c. Perubahan sistem perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :

1. Keadaan/status sebelum persalinan 2. Lamanya partus kala II dilalui

3. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia dinding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi. extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan ke mukosa.

d. Perubahan sistem endoktrin

Saat plasenta terlepas dari dinding uterus kadar HCG (hormone chrorionic gonadhotropin) dan HPL (hormone plasenta lactogenic) secara berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum.

HCG tidak terdapat dalam urine ibu hamil setelah 2 hari post partum.

HPL tidak lagi terdapat dalam plasenta.

e. Perubahan sistem kardiovaskuler

Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala 3 ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama post partum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 post partum.

f. Perubahan sistem kematologi

Leukosistosis terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama persalinan.Peningkatan sel darah putih berkisar 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah serta volume plasma dan

(17)

volume sel darah merah. Pada 2-3 hari post partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah selama persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml (200 ml hilang saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post partum, dan 500 ml hilang pada saat masa nifas).

g. Perubahan tanda-tanda vital

Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.

2.4.6 Komplikasi Ibu Saat Masa Post Partum

Menurut Costance Sinclair (2009), berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi pada ibu saat post partum, yaitu:

a. Penurunan Berat badan

Untuk sebagian besar pada wanita memiliki berat badan lebih dalam 2 tahun setelah hamil dibanding wanita yang belum pernah hamil, dan penurunan berat badan biasanya bisa terjadi pada dalam beberapa waktu sesudah hamil dan melahirkan.

b. Demam nifas

Demam nifas merupakan demam yang terjadi setelah melahirkan atau saat ibu berada di masa nifas. Demam ini bisa terjadi setelah melahirkan hingga kurang lebih 6 minggu setelah masa persalinan, demam nifas biasanya yang disebabkan oleh perubahan

(18)

hormon karena sebagian besar demam nifas ini disebabkan oleh infeksi setelah masa persalinan atau melahirkan.

c. Nyeri pada simfisis pubis

Nyeri ini biasanya disebabkan oleh ibu paska bersalin atau masa nifas, dan nyeri tersebut akan ada setelah kondisi ibu melahirkan bayi melalui vagina, nyeri ini diakibatkan karena adanya lecet pada sekitar area vagina dan bekas luka jahitan pasca melahirkan.

d. Kesulitan berjalan atau kesulitan dalam hubungan seksual

Kesulitan ketika berjalan biasanya dikarenakan adanya latihan duduk dan berjalan paska bersalin pada ibu post partum, sedangkan kesulitan dalam hubungan seksual pada ibu post partum kemungkinan diakibatkan karena timbulnya rasa sakit disekitar jalan lahir setelah pasca melahirkan.

e. Pendarahan yang luar biasa

Pendarahan pada ibu pasca melahirkan terdapat pendarahan yang hebat yang terjadi dari adanya robekan pada jalan lahir. Dan juga apabila ari – ari sudah lahir (keluar dari rahim) biasanya juga mengeluarkan darah yang banyak, sedangkan rahim masih berkontraksi dengan baik sehingga ibu post partum merasa mules dengan adanya kontraksi tersebut, sedangkan bisa juga darah yang keluar banyak tentunya kemungkinan terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir sehingga bisa terjadinya pendarahan yang luar biasa.

f. Payudara membengkak disertai kemerahan

Paska persalinan setelah dua atau tiga hari terkadang seorang ibu nifas atau post partum akan merasakan payudaranya mulai membengkak yang disebabkan oleh adanya bakteri Staphylococcus atau Streptococcus yang berasal dari saluran air susu yang tersumbat (ASI mengendap dalam saluran susu), selain itu dengan adanya

(19)

penyumbatan pada sekitar area payudara akan membuat terlihat payudara menjadi bengkak dan kemerahan.

2.4.7 Hal-Hal Yang Perlu di Perhatikan Ibu Pada Masa Post Partum

a. Personal hygiene

Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post partum, kondisi ibu pasca melahirkan sangatlah rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan wajib dilakukan pada area tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan yang sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).

b. Istirahat

Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya setelah melahirkan.

Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk merawat bayi salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.

c. Senam nifas

Dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu untuk memperbaiki sirkulasi darah, dan memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni, 2009).

(20)

2.4.8 Pengetahuan dan sikap ibu post partum terhadap perawatan tali pusat

Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Biasanya pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh ibu post partum usia muda terhadap perawatan tali pusat sangatlah rendah sehingga bisa berpengaruh terhadap status kesehatan tali pusat bayi. Pemberian informasi ataupun edukasi secara tepat dan jelas dapat meningkatkan kualitas pengetahuan, serta sikap dan kemampuan ibu post partum dalam merawat tali pusat. Kemampuan merawat tali pusat secara mandiri merupakan modal dasar seorang ibu post partum yang akan melakukan perawatan tali pusat berdasarkan oleh pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima dan dipelajari (Notoadmodjo, 2014).

Sebagian besar pengetahuan ibu tentang perawatan tali pusat baik dengan kejadian infeksi tali pusat, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan perawatan tali pusat berpengaruh pada kejadian infeksi tali pusat, hal ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa risiko infeksi tali pusat pada bayi baru lahir sebenarnya mudah dihindari dengan perawatan tali pusat yang baik, dan pengetahuan yang memadai tentang cara merawat tali pusat (Liyah ,2013)

2.5 Konsep Hubungan Orangtua dan Bayi 2.5.1 Bounding Attachment

Bounding attachment adalah adalah suatu ikatan yang terjadi antara orangtua dan bayi. Ikatan tersebut dapat terjalin melalui interaksi anatara orangtua dan bayi secara nyata baik fisik emosi dan sensosrik pada menit-menit pertama dan jam-jam pertama segera setelah bayi lahir. Bounding attachment juga meliputi pemberian kasih sayang, pencurahan perhatian yang saling tarik menarik (Ridha, 2014).

Ada beberapa prakondisi yang dapat mempengaruhi ikatan atau bounding attachment yaitu kesehatan emosioanal orang tua, suatu

(21)

tingkat keterampilan berkomunikasi dalam memberikan asuhan yang kompeten, dukungan sosial seperti keluarga, teman dan pasangan, kedekatan orangtau dengan bayi, dan kecocokan orangtua dengan bayi termasuk keaadaan, temperamen dan jenis kelamin (Sembiring, 2019).

Bounding attachment memiliki beberapa tahapan yaitu perkenalan (acquaintance) dengan melakuakn kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setalah mengenal bayinya.

Berikutnya adanyan bounding (keterikatan). Terakhir adanya attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain. Dalam teahapan tersebuut terdapat elemen yang mempengaruhinya yaitu sentuhan, kontak mata, suara, aroma, entarainment, bioritme dan juga kontak dini (Dewi, 2011).

Adapun manfaat bounding attachment seperti, air liur mampu membersihkan payudara ibu dari bakteri, tubuh ibu mampu berfungsi sebagai natural termostant (penyesuaian suhu tubuh), bunyi detak jantung ibu (ketika bayi berada di dadanya) mampu membuat nafas bayi stabil, bounding attachment dan inisiasi menyusui dini dapat menurunkan angka kematian pada bayi, juga bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap sosial, dan bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi. Terdapat pula hambatan bounding attachment yaitu kurang suppot system, ibu dengn resiko (ibu sa kit), bayi dengan resiko (bayi premature, bayi sakit, bayi dengan cacat fisik), dan kehadiran bayi yangtidak diinginkan (Widiastini, 2018).

2.5.2 Peran Ibu

Penyesuaian ibu terhadap peran sebagai orang tua terbentuk melalui fase: (1) Taking-in (dependen) adalah focus utama ibu untuk memenuhi kebutuhan sendiri, seperti makan, minum, dan tidur. Pada fase ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain fan ibu mengintegrasikan pengalaman melahirkan menjadi kenyataan. Fase ini berlangsung kira0kira 1 sampai 2 hari. Tetapi pada

(22)

ibu yang melahirkan dengan operasi Caesar dapat dapat berlangsung lebih lama; (2) taking-hold phase (fase dependen mandiri) adalah fase yang kurang lebih berlangsung selama sepuluh hari. Selama fase ini iibu merasa lebih mandiri dan mulai menunjukan perhatian terhadap kebutuhan dirinya sendiri, seperti merawat diri dna bayinya. Ibu merasa bahagia dna nyaman, tetapi secara verbal ibu cemas dengan kemampuannya untuk menjadi seorang ibu. Ibu berespon dengan semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawtan diri sendiri dan bayinya; (3) letting go (interdependen) adalah selama fase ini perilaku mandir ibu muncul. Hubungan antarpasangan sudah berubah dengan adanya seorang anak (Syahdrajat, 2015).

2.5.3 Hubungan dan ikatan batin

Sejalan dengan perkembangan bulan-bulan pertama kehidupan, bayi dan ibunya saling mengadakan hubungan dan ikatan batin. Jika seorang ibu konsisten dan responnya terhadap kebutuhan bayi dan mampu menafsirkan dengan tepat isyarat seorang bayi, perkembvangan bayi akan terpacu dan terbentuklah ikatan batin yang kokoh.

Keberhasilan dalam hubungan dan ikatan batin antar seorang ibu dan bayinya dapat mempengaruhi hubungan sepanjang masa (Ridha, 2014).

Teachers (2010) berpendapat dengan adanya kontak ekstensif antara orang tua dan bayi memungkinkan orang memiliki perasaan penuh terhadap bayinya, yang mendorong ikatan kasih sayang yang terus menerus. Kemampuan orang tua dan bayi untuk berkomunikasi penting bagi perkembangan hubungan. Orang tua berkomunikasi melalui sentuhan, pelukan dan tatapan lama, sedangkan bayi berkomunikasi melalui tangisan, genggaman, dan kontak visual. Bayi yang berusia dua hari dapat mengidentifikasi wajah dan bau ibunya, pada saat berusia tiga hari bayi akan menunjukan kesenangan yang jelas terhadap suara ibunya.

(23)

2.5.4 Reaksi Terhadap Anak yang Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di rumah sakit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti, tingkat keseriusan penyakit anak, prosedur pengobatan, dukungan dari keluarga, dan komunikasi dalam keluarga. Adanya pula sebuah penolakan dan ketik percayaan karena anak tiba-tiba sakit dan serius.

Marah dan menyalakan dirinya sendiri karena tidak dapat menolong mengurangi rasa sakiot yang dialami oleh anaknya. Takut, cemas dan frustasi yang dihubungkan dengan kurangnya informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiar dengan peraturan rumah sakit. Depresi yang biasanya terjadi setelah masa krisis anak berlalu (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013).

2.5.5 Peran Keluarga Dalam Merawat Bayi yang Sakit

Salah satu peran keluarga adalah dengan pemberian dukungan baik kepada ibu maupun bayi, seperti denanga menabahkan hayi ibu yang sedang cemas karena bayinya yang sedang sakit atau dengan ikut serta merawat bayi dengan prosedur tindakan yang sesuai. Adapun keluarga juga berperan sebagai tempat dalam mengambil keputusan bagi ibu, karena ibu dalam mengambil keputusan tindakan terlebih dahulu melakukan diskusi dengan keluarga (Nurlaila, Sitaresmi, &

Lusmilasari, 2015).

2.5.6 Kelahiran bayi yang sakit

Kelahiran bayi sakit merupakat sebuah emosional akut bagi perempuan atau orang tua. Banyak orang tua yang merasa cemas dan bersalah, menyalahkan diri mereka sendiri karena keadaan buruk bayinya. Ketidakpastian yang menyangkut ketahanan hidup dan kesehatan bayi yang sakit parah menyebabkan antisipasi kedukaan dan menarik diri dari keterlekatan emosional karena orangtua mencari solusi untuk mengatasi kehilangan bayinya. Para ibu sering merasakan tidak berguna dan tidak berdaya ketika mereka dipisahkan dari

(24)

bayinya. Adapun bayi yang memerlukan perawatan di ruang NICU membuat orangtua terutama ibu merasa tak berdaya karean tidak dapat mengontrol kesehatan bayi dan ketahanan hidup bayinya di runag NICU. Orang tua juga mengalami shock yang dapat mengakibatkan orang tua menjadi tidak mampu untuk menerima peran parenting dan tanggung jawab (Teachers, 2010).

2.6 Konsep Pengalaman

2.6.1 Pengertian Pengalaman

Soyomukti (2017) berpendapat bahwa pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan didalam ingatan atau digabungkan dengan suatu penghargaan akan masa depan, sesuai dengan apa yangtelah diamati pada masa lalu. Pengalaman juga dapat diartikan sebagai sebuah pengertian lain dari empirisme. Empirisme adalah aliran pada filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indra. Secara terminologi pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari pada semacam perhitungan, yakni penggabungan data-data inderawi yang sama dengan cara berlainan (Susanto, 2011).

2.6.2 Jenis Pengalaman

Ada beberapa jenis pengalaman yaitu pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang jelas dan benar nampak oleh indera manusia. Misalnya manusia mengatakan bulan itu bersinar dan menerangi kegelapan setelah melihat cahanya di malam hari, atau es itu dingin karena teleh merasakan dan meletakkan tangannya di atas es tersebut. Sedangkan pengelaman batiniah adalah pengalaman yang tidak terlihat jalas oleh mata indra tidak terapa oleh tangan karena pengalaman itu ada di dalam batin manusia yang mengalaminya, seperti rasa senang, rasa sedih, rasa gelisah, rasa ragu, dan lain sebagainya. Semua rasa itu hanya bisa

(25)

diketahui oleh orang yang telah mengalaminya dan merasakannya lewat pengalaman batin (Adhim, 2016).

2.6.3 Fungsi Pengalaman

Pengalaman berfungsi sebagai awal mulai dari penjekajahan ilmu.

Pengalaman juga berfungsi sebagai penggambaran objeknya secara jelas, lengkap , dan terperinci. Adapula pengalaman sebagai perkiraan tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya.

Pengalaman juga merupakan ilmu dalam menjauhkan atau menghindardari hal-hal yang tidak diharapkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi tersebut dapat terjadi karena kita pernah merasakannya di masa lalu (Latif, 2014).

2.6.4 Tipe Pengalaman

Pengalaman memiliki dua tipe yaitu, perjumpaan dengan objek – objek yang dapat dirasakan menimbulkan pemahaman dengan ide-ide sensasi. Ketika mata, telinga, hidung, jari-jari, dan lidah kita dipengaruhi oleh objek fisik, pikiran-pikiran kita dipengaruhi oleh objek-objek yang dapat dirasakan. Tipe yang kedua yaitu, pertimbangan atas operasional pikiran sendiri menyediakan pemahaman dengan ide- ide refleksi. Ketika pikiran kita merefleksikan ide-ide yang muncul dari sensasi, yaitu ketika kita berfikir, meragukan, mempercayai, mengungkapkan alasan, mengetahui, berkehendak, kita mengalami aktivitas-aktivitas itu (Garvey, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi Verbal yang dilakukan guru An-Namiroh 1 Pekanbaru menggunakan bahasa Indonesia yang meliputi: Bahasa yang Singkat dan Jelas yaitu penyampaian pesan

Hasil penelitian diperoleh bahwa kesetaraan gender di SD IT Permata Bunda 2 Bandar Lampung masih kurang terealisasikan dengan baik, terlihat dari peran penting yang

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT, Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang

Integrated Marketing Communications terdiri dari beberapa kriteria dan sub kriteria di dalamnya, dengan menggunakan metode Analytical Network Process penelitian ini ditujukan

Langkah awal dari pengukuran kinerja aplikasi pemanfaatan TI khususnya untuk sistem informasi karyawan menggunakan IT BSC pada sejumlah organisasi Credit Union

Tujaun penelitian ini adalah mengklasifikasikan pelanggan berdasarkan tabel transaksi dengan pendekatan knowledge discovery from data (KDD) dan metode data mining naïve

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN NASABAH TERHADAP LOYALITAS

Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bagian hukum perdata dan hukum acara perdata dan juga mempunyai manfaat bagi