• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTSL, Principles of Accountability Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis asas akuntabilitas dalam peraturan pendaftaran tanah sistematik lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PTSL, Principles of Accountability Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis asas akuntabilitas dalam peraturan pendaftaran tanah sistematik lengkap"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI ASAS AKUNTABILITAS DALAM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PENDAFTARAN

TANAH SISTEMATIS LENGKAP

Auliyaa Martati (auliyaamartati@yahoo.com)

Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lego Karjoko (legokarjoko@staff.uns.ac.id)

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This article aims to identify and analyze accountability principles in complete systematic land registration rules. The existence of a program from the government to hold a mass certification throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia against the object of land that has not been registered. The research method used is normative which is peskriptif with approach of Act (statue approach). To know the performance of the implementation of this land registration by using indicators of public service based on general principles of good governance, one of which is the principle of accountability. The result of this research is to know the implementation of accountability principle in land registration systematically based on Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial / Head of National Land Agency Number12 Year 2017 on Accelerated Complete Systematic Land Registration.

Keywords: Mass Certification; Complete Systematic Land Registry; PTSL, Principles of Accountability

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis asas akuntabilitas dalam peraturan pendaftaran tanah sistematik lengkap. Adanya program dari pemerintah untuk mengadakan pensertifikatan massal di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap objek tanah yang belum terdaftar. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif yang bersifat peskriptif dengan pendekatan Undang-Undang (statue approach). Untuk mengetahui kinerja dari pelaksanaan pendaftaran tanah ini dengan menggunakan indikator pelayanan publik berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang salah satunya adalah asas akuntabilitas. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi asas akuntabilitas dalam pendaftaran tanah secara sistematik berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Kata kunci : Pensertifikatan Massal; Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap; PTSL;

Asas Akuntabilitas

(2)

A. Pendahuluan

Tanah memiliki arti penting dalam kehidupan manusia yang dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, sehingga diperlukan adanya campur tangan dari Pemerintah. Untuk mengatur hal tersebut telah diamanatkan didalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang biasa disebut dengan UUD 1945 yang mengatakan bahwa “Bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Republik Indonesia yang biasa disebut dengan UUPA, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Pasal 2 ayat (3) UUPA dapat diartikan bahwa wewenang yang bersumber dari hak menguasai dari negara atas bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu dipergunakan untuk kepentingan kebansgaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan masyarakat dan negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Oleh karena itu, Pemerintah menetapkan adanya politik hukum pertanahan sebagai kebijakan yang berkaitan dengan pertanahan (Achmad Rubaie, 2007:2).

Sementara itu, didalam Pasal 19 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”. Ketentuan tersebut ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan berhak mendaftarkan tanahnya dengan tujuan untuk memperoleh tanda bukti yang sah berupa sertiikat sebagai alat pembuktian yang kuat sebagai pemegang hak atas tanahnya (Bahtiar Effendy, 1993:10).

Adanya program dari pemerintah pusat yaitu Program Operasional Nasional yang biasa disingkat dengan PRONA bahwa tahun 2017 ini Pemerintah akan membagikan lima juta sertifikat diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan bahwa wilayah NKRI ini baru 46% (empat puluh enam persen yang bersertifikat, sementara 54% (lima puluh empat persen) belum bersertifikat, hal ini ini

(3)

yang melatarbelakangi adanya pemberian sertifikat gratis dengan diadakan program pemerintah yang dimulai di tahun 2017 (https://jatengprov.go.id/berita-utama/prona- bukan-bagi-bagi-sertifikat).

Lahirnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap untuk membantu pelaksanaan dari pendaftaran tanah secara sistematik lengkap yang merupakan program dari pemerintah ini. Seperti yang kita ketahui bahwa penyelenggara Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berpedoman pada Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara. Asas penyelenggara negara ini berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Didalam Pasal 344 ayat (2) huruf i disebutkan bahwa salah satu asas dalam pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan asas akuntabilitas. Asas ini erat kaitannya dengan pertanggungjawaban penyelenggara dalam mengemban tugasnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisa apakah asas akuntabilitas sudah diterapkan didalam peraturan pendaftaran tanah secara sistematik berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap?

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan hukum sekunder. Dalam penelitian atau pengkajian ilmu hukum normatif, kegiatan untuk menjelaskan hukum tidak diperlukan dukungan data atau fakta-fakta sosial sebab ilmu hukum normatif tidak mengenal data atau fakta sosial yang dikenal hanya bahan hukum jadi untuk menjelaskan hukum atau untuk mencari makna dan memberi nilai akan hukum tersebut hanya digunakan konsep hukum dan langkah-langkah yang ditempuh adalah langkah normatif.

Peneltian dalam penulisan hukum ini bersifat preskriptif. Peneltian yang bersifat preskriptif yang dimaksud adalah untuk memberikan argumentasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan karena berusaha menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang selanjutnya dianalisis dengan berpedoman dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan

(4)

teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum postif yang menyangkut masalah dalam penulisan ini (Pieter Mahmud, 2010: 22).

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini membuka kesempatan bagi penulis untuk mempelajari adakah konsistensi atau kesesuaian antara suatu udang-undang yang satu dengan undang-undang lain. Untuk memperoleh data yang bersifat objektif dilakukan pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam membahas serta menganalisa permasalahan. Dalam penelitian ini data tersebut meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.

Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis dengan metode penalaran deduksi. Metode penalaran deduksi ini digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju kedalam hal yang bersifat khusus yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Hal ini senada juga sebagaimana yang dimuat didalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara lengkap menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan Pendaftaran tanah adalah:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas sesuatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar

(5)

agar dengan mudah dapat mem-buktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan per-buatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; dan

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berdasarkan penjelasan diatas, pentingnya tanah sebagai kebutuhan dasar manusia, pada dasarnya bukan hanya sebagai bentuk formalitas saja, akan tetapi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan. Sebagaimana yang telah diamanahkan di dalam Pasal 19 UUPA, meskipun tidak ada kata wajib, sesuai dengan tujuannya, yaitu akan memberikan jaminan kepastian hukum, maka pendaftaran itu diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan. Pada tataran kepastian hukum terjamin dengan dilakukannya pendaftaran tanah, maka implikasi terbesar dalam bidang hukum adalah terminimal isirnya sengketa kepemilikan tanah. Pada tahapan terminimalisirnya sengketa tanah maka akan tercipta kebahagiaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Dyah Ochtorina Susanti, 2017: 41-42).

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam pembuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan. Sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997), bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan. Sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain dengan itikad baik orang lain atau badan hukum yang mendapatkan persetujuannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Pransisca Romana Dwi Hastuti, 2015: 199).

Adanya program dari Pemerintah pusat pada tahun 2017 ini yang berkaitan dibidang pertanahan mengenai pemberian sertifikat kepada masyarakat dengan cara

(6)

pendaftaran tanah secara sistematik yang mana lahirnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap menjadi pedoman dalam penyelenggaraan program ini. Didalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya. Adapun objek PTSL ini meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik merupakan tanah aset Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, tanah masyarakat hukum adat, kawasan hutan, tanah obyek landreform, tanah transmigrasi, dan bidang tanah lainnya.

Pelaksanaan PTSL ini dilaksanakan desa demi desa diwilayah kabupaten dan kelurahan demi kelurahan diwilayah kabupaten dan kelurahan demi kelurahan diwilayah perkotaan yang meliputi semua bidang tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Tujuan dari program PTSL ini adalah untuk percepatan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan (Pasal 2).

Tahapan pelaksanaan program PTSL ini adalah sebagai berikut : (Pasal 4) a. perencanaan dan persiapan;

b. penetapan lokasi kegiatan PTSL;

c. pembentukan dan penetapan Panitia Ajudikasi PTSL;

d. penyuluhan;

e. pengumpulan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah;

f. pemeriksaan tanah;

g. pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah serta pembuktian hak;

h. penerbitan keputusan pemberian atau pengakuan Hak atas Tanah;

i. pembukuan dan penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah; dan

(7)

j. penyerahan Sertipikat Hak atas Tanah.

Tahapan pelaksanaan PTSL ini dilaksanakan sesuai dengan objek, subjek, alas hak, dan proses serta pembiayaan kegiatan program PTSL. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan PTSL ini maka kepala Kantor Pertanahan menetapkan penyebaran target PTSL yang dikonsentrasikan pada beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi secara bertahap, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang ada dilingkungan Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN.

d. Asas Akuntabilitas

Asas hukum merupakan unsur penting dari peraturan hukum yang mana pembentukan hukum praktis sedapat mungkin berorientasi pada asas-asas hukum.

Asas hukum menjadi dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Menurut Satjipto Raharjo, asas hukum merupakan jantungnya ilmu hukum karena merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum (Ishaq, 2007: 75). Sedangkan akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menujukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Nilai dan norma yang pelayanan yang berkembang dalam masyarakat tersebut, diantaranya meliputi transparansi, pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia, dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat (Agus Dwiyanto, 2006: 57)

Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara. Asas penyelenggara pemerintahan ini berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Didalam Pasal 344 ayat (2) huruf i disebutkan bahwa salah satu asas dalam pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan asas akuntabilitas. Didalam penjelasnnya dikatakan bahwa asas akuntabilitas adalah asas yang mentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8)

Adapun cara penilaian penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja sebagai berikut: (Agus Dwiyanto, 2006: 57)

a. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggaraan pelayan publik,. Indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap pengguna jasa;

b. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah dintentukan; dan c. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna jasa

memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

Sehingga untuk menentukan keberhasilan penyelenggara dalam pelaksanaan dapat menggunakan indikator diatas sebagai acuan dalam pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh pemeritah dalam melayani masyarakat.

e. Implementasi Asas Akuntabilitas Dalam Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap

Implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber- sumber didalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisional, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta (individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan). Sebagai suatu pendekatan untuk pengambilan keputusan, yang memperhitungkan baik keputusan yang fundamental maupun keputusan yang inkramental dan memberikan urutan teratas bagi proses pembuatan kebijakan fundamental yang memberikan arahan dasar dan proses- proses pembuatan kebijaksanaan dan inkramental yang melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan itu tercapai (Solichin Abdul Wahab, 2004: 19).

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan (Solichin Abdul Wahab, 2004: 21).

Kebijakan diturunkan berupa program yang nantinya dijalankan berupa proyek- proyek dan akhirnya berwujud pada kegiatan baik yang dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, maupun kerjasama dengan masyarakat.

(9)

Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (KEPMENPAN No. 81 tahun 1993). Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai satu-satunya pemberi pelayanan di bidang pertanahan mempunyai misi menjadi Lembaga / Badan Pertanahan yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia. Sesuai dengan misi tersebut diharapkan BPN dapat memberikan pelayanan sertifikasi tanah secara optimal kepada masyarakat.

Pasal 19 ayat (1) UUPA mengamanatkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur didalam Peraturan Pemerintah. Pemberian jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah masyarakat secara adil dan merata serta mendorong pertumbuhan ekonomi negara pada umumnya dan ekonomi rakyat khususnya, sehingga perlu dilakukan percepatan pendaftaran tanah lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Penyelenggaraan PTSL ini dilaksanakan dengan melalui 2 (dua) pendekatan yaitu :

a. Sistematis lengkap

1. Desa/kelurahan PTSL dengan cara memilih beberapa desa/kelurahan yang jumlah bidang tanah yang belum terdaftarnya tinggal sedikit dan/atau yang dapat dibiayai dengan anggaran yang ada; atau

2. Kota/kabupaten PTSL bagi kota/kabupaten yang jumlah bidang tanah yang belum terdaftarnya kurang dari 10.000 bidang tanah dan/atau sejumlah bidang tanah tertentu yang dapat dibiayai dengan anggaran yang ada; dan

b. Sporadis berkelompok menuju sistematis lengkap secara bertahap desa demi desa dan kelurahan demi kelurahan dalam kecamatan-kecamatan pada setiap kota/kabupaten.

(10)

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan PTSL ini maka kepala Kantor Pertanahan menetapkan penyebaran target PTSL yang dikonsentrasikan pada beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi secara bertahap, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang ada dilingkungan Kantor pertanahan dan Kantor Wilayah BPN.

Berkaitan dengan penetapan lokasi sebagaimana yang dimuat didalam Pasal 5 dikatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi PTSL diwilayah kerjanya. Diantaranya berdasarkan ketersediaan anggaran khusus PTSL yang telah di alokasikan dalam APBN/APBD, diprioritaskan terhadap lokasi desa/kelurahan yang ada kegiatan PRONA/PRODA, dana desa, lintas sektor massal swadaya masyarakat, Corporate Social Responsibility (CSR) dan/atau program pendaftaran tanah massal lainnya, atau berdasarkan ketersediaan dana yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk 1 (satu) desa/kelurahan PTSL dan mempertimbangkan ketersediaan peta kerja, ketersediaan dan kemampuan optimal pelaksana PTSL pada masing-masing Kantor Pertanahan. Penetapan lokasi tersebut diupayakan di desa/kelurahan yang menjadi objek PTSL letaknya berdekatan.

Setelah selesai pelaksanaan program PTSL dilokasi Ajudikasi PTSL yang bersangkutan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Ketua Panitia Ajudikasi menyerahkan hasil pelaksanaan PTSL kepada Kepala Kantor Pertanahan disertai dengan data-data PTSL, selanjutnya dimohonkan kepada para pihak yang berhak dengan pembiayaan sendiri melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Setelah itu barulah penandatanganan atau penerbitan sertifikat hak atas tanah yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 32 menerangkan mengenai pelaporan terhadap pelaksanaan kegiatan PTSL baik ketika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan maupun PTSL selesai dilaksanakan. Pelaporan pada PTSL selesai dilaksanakan dilakukan secara berjenjang dan berkala yaitu mulanya dari Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN dan yang terakhir adalah Menteri dengan menggunakan aplikasi Sistem kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP). Laporan kemajuan pekerjaan fisk pelaksanaan PTSL selain dilaksanakan melalui SKMPP, juga dilakukan secara berkala kepada Menteri c.q Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan. Sebagaimana yang dimuat didalam Pasal 32 ayat (5) yang mengatakan bahwa pelaksanaan laporan terdiri

(11)

atas Kepala seksi Hubungan Hukum Keagrarian khusus untuk Kantor Pertanahan dan Kepala Bidang Hubungan Hukum Keagrarian untuk Kantor Wilayah BPN.

Apabila kita analisis asas akuntabilitas dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terlihat jelas bahwa adanya penerapan dari asas tersebut. Secara tertulis dimuat didalam Pasal 2 ayat (2) yang pada intinya mengatakan bahwa adanya program dari pemerintah ini yang berupa Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap yang dilaksanakan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah kepada masyarakat secara pasti yang berupa pemberian sertifikat, dengan prosesnya yang sederhana cepat lancar, aman, adil, merata dan terbuka untuk siapapun tanpa terkecuali dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta akuntabel yang mana adanya pertanggung jawaban dari penyelenggara program ini.

Hal ini terlihat dari dari adanya pembentukan panitia ajudikasi PTSL yang dimuat didlam Pasal 8, yang mana adanya pembagian tugas masing-masing agar program PTSL ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tugas dari panitia ajudikasi PTSL inipun dimuat secara rinci didalam Pasal 9 yaitu sebagai berikut :

a. menyiapkan rencana kerja PTSL;

b. mengumpulkan Data Fisik dan dokumen asli Data Yuridis semua bidang tanah yang ada di wilayah yang bersangkutan serta memberikan tanda penerimaan dokumen kepada pemegang hak atau kuasanya;

c. memberikan asistensi terhadap kelengkapan persyaratan bukti kepemilikan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. memeriksa kebenaran formal Data Fisik dan data Yuridis alat bukti kepemilikan atau penguasaan tanah;

e. mengumumkan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah yang sudah dikumpulkan;

f. memfasilitasi penyelesaian sengketa antara pihak- pihak yang bersangkutan mengenai data yang diumumkan;

g. mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang akan digunakan sebagai dasar pembukuan hak atau pengusulan pemberian hak serta pendaftaran hak;

(12)

h. menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan hasil kegiatan kepada Kepala Kantor Pertanahan; dan

i. melakukan supervisi pelaksanaan dan hasil pekerjaan Satuan Tugas Fisik dan Satuan Tugas Yuridis.

Hasil akhir dari kegiatan PTSL ini adalah penerbitan keputusan pemberian hak atas tanah. Mengingat didalam konsiderans ini yang menyatakan bahwa untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah mesyarakat secara adil dan merata, serta mendorong pertumbuhan ekonomi negara pada umunya dan ekonomi rakyat maka penerima sertifikat hak atas tanah tidak atau belum mampu membayar BPHTB dan/masih adanya tunggakan pembayaran PPh oleh pihak lain atas tanah yang bersangkutan maka penerbitan sertipikat hak atas tanah tetap dilaksanakan dengan syarat: (Pasal 26 ayat 6)

a. penerima hak menyerahkan surat-surat bukti kepemilikan yang asli; dan

b. penerima hak membuat Surat Pernyataan BPHTB Terhutang dan/atau Surat Keterangan PPh terhutang dan dicatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat Hak atas Tanahnya.

Ini merupakan kebijakan dari pemerintah untuk masyarakat yang kurang mampu, akan tetapi tetap dilaksanakan penerbitan sertifikat agar terjaminnya suatu kepastian hukum, karena nilai dan norma yang terkandung dalam peraturan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat.

Pertanggungjawaban dari kegiatan PTSL ini dengan adanya laporan pelaksanaan kegiatan ketika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan PTSL dan setelah PTSL selesai dilaksanakan. Adapun laporan ketika terjadi permasalahan dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi PTSL kepada kepala Kantor Pertanahan dengan tembusan Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrarian dan Kelapa Kantor Wilayah BPN. Sementara laporan sat PTSL selesai dilaksanakan secara berjenjang dan berkala dari Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN, dan Menteri dengan menggunakan aplikasi Sistem Kendali Mutu (SKMPP).

D. Simpulan

Asas akuntabilitas telah diterapkan didalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017.

(13)

Sebagaimana yang dimuat didalam konsiderans bahwa untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah kepada masyarakat secara adil dan merata maka diselenggarakan adanya pendaftaran tanah secara sistematik dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat. Terbukti dari adanya kebijakan untuk masyarakat yang kurang mampu, tetap diberikan hak atas tanah yang berupa penerbitan sertifikat dengan ketentuan memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundang- undangan. Serta di akhir program adanya pertanggungjawaban dari penyelenggara terhadap pelaksanaan PTSL ini.

E. Saran

Sebaiknya didalam peraturan PTSL ini disebutkan secara rinci mengenai jangka waktu yang akan diselesaikan oleh penyelengara dalam pemberian hak atas tanah, tujuannya adalah agar masyarakat tidak terlalu lama menunggu untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dimilikinya. Dengan itu masyarakat dapat dengan mudah membuktikan apabila dikemudian hari terjadi sengketa atau keberatan dari pihak ketiga yang merasa memilki hak atas tanah tersebut.

Bagi masyarakat yang belum memiliki sertifikat sebaiknya adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk mendaftarkan tanahnya. Untuk masyarakat yang tidak mampu, dapat mengikuti program PTSL ini yang diadakan oleh pemerintah. Dengan adanya sertifikat, dapat memberikan kepastian bagi pemilik tanah dan tuntutan dari pihak ketiga karena dapat membuktikan keabsahan bahwa dirinya adalah pemilik tanah tersebut sesuai dengan nama yang tercantum pada sertifikat.

F. Daftar Pustaka

Achmad Rubaie. 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Malang:

Bayumedia.

(14)

Agus Dwiyanto. 2006. Reformasi Birokrasi Publik. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bachtiar Effendy. 1993. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Pelaksanaannya. Bandung : Alumni.

Dyah Ochtorina Susanti. 2017. “Urgensi Pendaftaran Tanah (Perspekstif Utilities dan Kepastian Hukum)”. Jurnal Notariil. Vol. 1. No. 2. Jember: Universitas Jember.

Ishaq. 2007. Dasar –Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Cetakan Keenam. Jakarta: Kencana.

Pransisca Romana Dwi Hastuti. 2015. “Keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah Dibawah Tangan Di Desa Patihan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen (Tinjauan Beberapa Kasus Terkait di Pengadilan Negeri di Surakarta”. Jurnal Reportorium.

Vol.2. No. 2. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

https://jatengprov.go.id/berita-utama/prona-bukan-bagi-bagi-sertifikat/. 20 Oktober 2017 Pukul 13.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

menampilkan perilaku elite politik sebagai berita utama. Media massa seperti koran pun tak pernah absen memberitakan perilaku para elite politik pada saat pemilu

Selanjutnya menurut Caldarella dan Merrel (Muzaiyin: 2013) terdapat 5 elemen keterampilan sosial yaitu: a)Keterampilan yang berhubungan dengan teman sebaya (Peer

- Serat : ketahanan tarik akan meningkat dengan semakin banyaknya kandungan serat panjang dalam lembaran. Sifat ketahanan tarik merupakan salah satu kekuatan

Besarnya ukuran hasil tangkapan di perairan Kupang dan sekitarnya menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan kedua jenis lobster perairan tersebut belum banyak mengalami tekanan

Sama halnya dengan hasil pengujian pada topologi point-to-point dan star, disini nilai RSSI yang terukur akan semakin kecil seiring menjauhnya jarak nodal sensor dari nodal

kerja, seperti tuntutan untuk menyelesaikan kerja secara cepat dan kerja dengan frekwensi jam kerja yang tinggi, tetapi juga disebabkan oleh faktor lainnya yang dapat

Ukuran profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pengembalian atas ekuitas (ROE) karena rasio ini sangat berhubungan dengan struktur modal

Dari tabel 5.15 dapat dilihat bahwa sebanyak 9 orang atau sebesar 47,37 % responden menjawab setuju jika pimpinan selalu memberikan teguran kepada para pegawai yang