• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERHITUNGAN DENSITAS ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN KONVERSI AASHTO T 166 KE AASHTO T 275

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERHITUNGAN DENSITAS ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN KONVERSI AASHTO T 166 KE AASHTO T 275"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017

PERHITUNGAN DENSITAS ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN KONVERSI

AASHTO T 166 KE AASHTO T 275

Retno Utami1 dan Aceng Subagdja2

1

Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Jl. Gegerkalonghilir Ds. Ciwaruga Bandung 40012 Email: retnoutami@polban.ac.id

2

Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Jl. Gegerkalonghilir Ds. Ciwaruga Bandung 40012 Email: sbagdja@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pelaksanaan pengujian campuran aspal pada laboratorium uji bahan Politeknik Negeri Bandung menggunakan kondisi SSD (saturated surface dry) untuk mendapatkan densitas aspal sesuai dengan ketentuan pada AASHTO T 166. Namun, dalam proses evaluasi campuran beraspal didapatkan nilai penyerapan aspal > 2% sehingga metode tersebut tidak bisa digunakan dalam proses evaluasi selanjutnya. Dikarenakan keterbatasan waktu dan material yang dimiliki oleh mahasiswa, maka dilakukan sebuah proses konversi dengan memanfaatkan hasil penelitian dari Missouri Department of Transportation. Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, disusun sebuah persamaan matematika untuk dua metode yaitu AASHTO T 166 dan T 275. Penggunaan AASHTO T 275 didasari pada ketentuan bahwa jika kadar penyerapan aspal > 2% maka proses evaluasi densitas aspal menggunakan spesifikasi AASHTO T 275. Dari persamaan ini dilakukan konversi nilai sehingga didapatkan densitas untuk nilai penyerapan aspal > 2% tanpa mengulang proses pembuatan benda uji campuran aspal. Perhitungan densitas dengan persamaan ini dilakukan pada kadar aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7%. Pertama-tama dilakukan proses perhitungan densitas dengan metode AASHTO T 166 kemudian nilai tersebut dikonversi agar sesuai dengan AASHTO T 275. Nilai densitas yang didapat untuk setiap kadar aspal adalah 2,150, 2,145, 2,208, 2,203, dan 2,216. Densitas aspal hasil konversi ini lebih tinggi daripada densitas aspal dengan menggunakan metode AASHTO T 166.

Kata kunci: densitas, campuran aspal, AASHTO.

1. PENDAHULUAN

Perkerasan lentur tersusun dari campuran aspal dan agregat. Campuran tersebut memiliki berbagai macam sifat yang dapat menentukan kinerja perkerasan. Sifat dari campuran tersebut dianalisa berdasarkan lima karakter campuran aspal dan pengaruhnya. Kelima karakter tersebut adalah densitas campuran, rongga udara, rongga di dalam mineral agregat, rongga terisi aspal dan kadar aspal.

Pengujian dan analisis dari densitas campuran aspal pada laboratorium uji bahan Politeknik Negeri Bandung dilakukan dengan metode AASHTO T166 dimana benda uji mengalami proses perendaman pada air dengan suhu 25±1oC untuk mendapatkan kondisi SSD untuk kemudian dilakukan penimbangan dalam kondisi SSD, jenuh dan kering. Sehingga dari tiga berat tersebut dilakukan langkah perhitungan untuk mendapatkan berat isi atau densitas. Berdasarkan Schroer (2012) menyebutkan bahwa jika volume dihitung dengan metode AASHTO T166 maka rongga-rongga dalam permukaan tidak terhitung karena dianggap kering untuk kondisi SSD. Jika benda uji dicelupkan ke dalam paraffin maka paraffin hanya akan mengisi rongga terluar sehingga rongga tersebut tidak terhitung saat mengukur volume. Implikasi dari metode ini adalah akan didapatkan nilai densitas yang lebih besar. Dalam AASHTO T166 disebutkan bahwa jika kadar penyerapan air lebih besar dari 2% maka metode yang digunakan adalah T275. Dalam Yan (2013) dijelaskan bahwa perubahan metode tersebut lebih baik jika terdapat perbedaan kadar penyerapan air sebesar 1% dan perubahan metode bukan menjadi AASHTO T275 melainkan AASHTO T331. Metode AASHTO T331 membutuhkan prosedur vacuum sealing dan tidak semua laboratorium memiliki prosedur tersebut. Metode ini memberikan lapis parafilm pada benda uji namun metode ini lebih membutuhkan banyak waktu dan banyak peralatan dibandingkan dua metode sehingga tidak mudah diaplikasikan. Pada laboratorium uji bahan Politeknik Negeri Bandung, metode yang digunakan untuk mennetukan densitas campuran aspal adalah AASHTO T 166. Namun, permasalahan terjadi ketika penyerapan air yang diperoleh melebihi 2%. Hal ini dapat menyebabkan proses analisa Marshall menjadi tidak akurat sehingga kadar aspal

(2)

optimum yang diperoleh pun menjadi tidak tepat. Idealnya, pengujian densitas perlu diulang sehingga mendapatkan besaran yang sesuai. Namun, karena keterbatasan sumber daya waktu dan material, pengulangan pengujian tidak dapat dilakukan. Mensiasati kondisi tersebut dan berdasarkan studi literatur yang ada, maka paper ini bertujuan untuk membahas proses perhitungan densitas dengan menggunakan konversi AASHTO T 166 ke T 275.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Susunan material dalam campuran aspal adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Rongga dan Volume dari Campuran Aspal Padat

Berdasarkan Gambar 1, campuran aspal terdiri dari susunan agregat, aspal dan udara. Dari ketiga susunan bahan tersebut, volume dan berat dalam campuran aspal adalah sebagai berikut:

Vmb = vol. curah (bulk volume) campuran padat, Va = vol. rongga udara, Vmm = vol. campuran tanpa rongga, Vb = vol. Aspal, Vse = vol. efektif agregat, Vma = vol. rongga dalam agregat, Vsb = vol. curah agregat, Vbe = vol. efektif aspal, Vba = vol. aspal terserap agregat.

Berdasarkan dari volumetrik campuran aspal diatas, dapat dihitung densitas atau kepadatan campuran sebagai berikut:

Density = = Gmb

dengan Wb = Berat aspal, Ws = Berat agregat, = Berat jenis air (1,0 g/cm3) dan Gmb = berat jenis campuran padat.

Dari persamaan (i) dapat disimpulkan bahwa densitas aspal = berat jenis campuran padat aspal (bulk specific gravity, Gmb). Sehingga, dalam paper ini densitas dianggap sama dengan berat jenis campuran padat aspal (bulk specific gravity, Gmb).

Berdasarkan Asphalt Institute (1989), secara umum pengujian densitas campuran meliputi prosedur sebagai berikut: (1) Timbang berat kering benda uji, (2) Lapisi benda uji dengan paraffin, (3) Timbang benda uji yang sudah dilapisi oleh paraffin, (4) Timbang benda uji tersebut dalam air.

Berdasarkan AASHTO T166, perhitungan berat jenis campuran aspal padat (Gmb) dibutuhkan tiga data utama yaitu berat benda uji di udara, jenuh kering permukaan dan di dalam air. Sehingga, persamaan yang digunakan dalam menghitung berat jenis campuran aspal padat (Gmb) adalah sebagai berikut:

Bulk Specific Gravity (Gmb) =

Dengan A = berat benda uji dalam keadaan kering, B = Berat benda uji dalam kondisi jenuh kering permukaan dan C = berat benda uji di air. Satuan yang digunakan dalam formula tersebut adalah gram.

(1)

(3)

Dalam AASHTO T166 disebutkan bahwa untuk setiap perhitungan Gmb perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kadar penyerapan air. Hal ini dilakukan sebagai proses pemeriksaan apakah metode yang digunakan sudah sesuai atau belum. Untuk menghitung kadar penyerapan air dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

% Penyerapan air = X 100%

Dengan A = berat benda uji dalam keadaan kering, B = Berat benda uji dalam kondisi jenuh kering permukaan dan C = berat benda uji di air. Satuan yang digunakan dalam formula tersebut adalah gram.

Persyaratan kadar penyerapan air untuk metode T166 adalah sebesar 2%. Jika kadar penyerapan air melebihi persyaratan, maka perhitungan Bulk Specific Gravity (Gmb) perlu dilakukan kembali dengan metode AASHTO T275 atau T331.

Dalam AASHTO T275, prosedur untuk coated specimen atau benda uji yang dilapisi oleh material lain adalah metode D dan E. Perbedaan utama dari 2 metode ini adalah untuk metode D hasil yang didapatkan adalah berdasarkan berat dan untuk metode E hasil yang didapat adalah berdasarkan volume. Material yang digunakan untuk melapisi benda uji untuk kedua prosedur ini dapat berupa paraffin ataupun parafilm.

Metode untuk melapisi benda uji tidak dijelaskan dalam T275, tetapi Schroer (2012) memberikan keterangan bahwa proses pendingan benda uji dan mencelupkannya dalam paraffin panas sudah dapat diterima. Terdapat berbagai cara untuk melapisi benda uji namun perlu diperhatikan jumlah paraffin yang mengisi pori dapat juga menyikat permukaan benda uji. Penelitian ini membandingkan besaran Gmb untuk setiap prosedur pengujian. Hasil dari pengujian ini adalah metode yang disarankan adalah dengan metode vacuum sealing tetapi tidak semua laboratorium memiliki sumber daya yang memadai untuk metode tersebut.

Gambar 2. Ilustrasi Benda Uji Terlapisi Paraffin

Gambar 2 menunjukkan gambaran benda uji yang sudah dilapisi paraffin. Benda uji tersebut diasumsikan paraffin hanya mengisi rongga terluar. Jika paraffin masuk ke dalam inti benda uji melalui rongga-rongga yang saling berhubungan maka rongga-rongga tersebut tidak diikutkan dalam perhitungan volume dan menghasilkan berat jenis yang lebih besar.

Untuk mendapatkan berat jenis campuran (Gmb) berdasarkan T275 metode D adalah sebagai berikut Gmb =

Dengan A = berat benda uji dalam kondisi kering, D = Berat benda uji terlapisi paraffin dalam kondisi kering, E = Berat benda uji terlapisi paraffin dalam air dan F = berat jenis paraffin.

3. METODOLOGI

Tahapan pekerjaan dimulai dengan melakukan studi pustaka mengenai densitas dari campuran beraspal. Studi pustaka yang digunakan, antara lain, Asphalt Institute (1989), AASHTO T166, AASHTO T275, Schroer (2012), Yan (2013) dan literatur lain yang terkait. Tahapan selanjutnya adalah melakukan persiapan benda uji dan pembersihan benda uji. Pada tahapan ini, benda uji yang digunakan merupakan hasil pekerjaan mahasiswa di laboratorium uji bahan. Selanjutnya dilakukan prosedur pengujian densitas berdasarkan metode T166 dan dilanjutkan dengan perhitungan densitas dengan metode tersebut. Setelah dilakukan perhitungan penyerapan air dan penyerapan air > 2% maka dicari faktor konversi agar sesuai dengan T275. Faktor konversi dibutuhkan karena

(3)

(4)

efisiensi waktu pengujian yang sangat minim bagi mahasiswa. Selanjutnya dilakukan proses konversi dan didapatkan nilai densitas yang sesuai dengan prosedur T275. Tahapan pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

MULAI

Studi pustaka

Persiapan benda uji

Pembersihan benda uji

Pengujian density dengan T166

Perhitungan density dan penyerapan air dengan T166

Perhitungan faktor konversi density

Konversi density menjadi sesuai dengan ketentuan T275

SELESAI Kesimpulan

Gambar 3. Metodologi

4. HASIL

Schroer (2012) memberikan hasil densitas atau berat jenis campuran padat (Gmb) dengan menggunakan berbagai macam metode. Dalam paper ini, metode yang diambil adalah metode T 166 dan metode dengan pelapisan paraffin. Hasil densitas tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Densitas dengan metode T166 dan Paraffin Kode Sampel T 166 (gr/cc) Paraffin (gr/cc) 1 2,318 2,350 2 2,308 2,331 3 2,313 2,336 4 2,347 2,368 5 2,293 2,316 6 2,314 2,334

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disusun sebuah grafik hubungan antara densitas metode T 166 dan T 275. Nilai densitas yang didapatkan dari kedua metode tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Dikarenakan perbedaan yang tidak terlalu signifikan tersebut, maka dapat ditarik sebuah persamaan linier dari kedua hasil densitas dengan dua metode yang berbeda. Berdasarkan grafik ada sebuah hubungan linier antara kedua metode seperti terlihat pada Gambar 3.Hubungan linier tersebut dapat digambarkan dalam persamaan linier seperti terlihat pada persamaan (5).

(5)

y = 0,91 x + 0,2336

Gambar 4. Grafik Hubungan T 166 dan T 275

Tabel 2. Hasil Pengujian Densitas Metode T 166

Kadar Aspal Berat benda uji Penyerapan air Density (T 166) Kering SSD Dalam air

% gram gram gram % gr/cc

4,5 1156,4 1194,7 645,9 7 2,107 5 1159,5 1199,4 647,6 7,2 2,101 5,5 1169,2 1197 658,3 5,2 2,171 6 1174,1 1199,9 658,7 4,8 2,171 6,5 1176,3 1200 656,7 4,4 2,165 7 1177,3 1195,9 655,6 3,4 2,179

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian densitas dengan metode T 166. Pengujian dilakukan pada 6 buah benda uji yang memiliki kadar aspal yang berbeda. Penggunaan kadar aspal yang berbeda ini ditujukan untuk proses analisa Marshall hingga mendapatkan kadar aspal optimum. Terkait dengan densitas, terlihat bahwa kadar penyerapan air lebih besar dari 2% sehingga diperlukan pengujian ulang dengan metode T 275. Namun, dengan memanfaatkan persamaan (5), dihitung konversi nilai densitasnya. Seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Konversi T 166 ke T 275 Kadar aspal (%) T 166 (gr/cc) T 275 (gr/cc) 1 2,107 2,150 2 2,101 2,145 3 2,171 2,208 4 2,171 2,208 5 2,165 2,203 6 2,179 2,216 (5)

(6)

5. KESIMPULAN

Hasil nilai densitas untuk setiap kadar aspal adalah 2,150, 2,145, 2,208, 2,203, dan 2,216. Densitas untuk metode T 275 lebih besar daripada metode T 166, hal ini terjadi akibat ada rongga-rongga yang tidak diikutkan dalam perhitungan. Rongga-rongga tersebut tidak diikutkan dalan perhitungan karena terisi oleh paraffin. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan didapatnya hasil ini, maka tidak diperlukan pengujian ulang untuk mendapatkan nilai densitas dari campuran aspal.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO T 166. (2015). “Bulk Specific Gravity of Compacted Asphalt Mixtures Using Saturated Surface Dry Specimens”.

AASHTO T 275. (2008). “Bulk Specific Gravity of Compacted Bituminous Mixtures Using Saturated Paraffin Coated Specimens”.

Asphalt Institute. (1989). “The Asphalt Handbook MS-4”. United States of America.

Schroer, J. (2012). “Comparison of Various Methods to Determine Bulk Specific Gravity of Cores”., Department of Transportation Construction, Materials and Research, Missouri, United States of America.

Yan, Y. and Zaniewsli, J. P. (2013). “Hot Mix Asphalt Concrete Density, Bulk Specific Gravity and Permeability”., Asphalt Technology Program, West Virginia University, United States of America.

Gambar

Gambar 1. Rongga dan Volume dari Campuran Aspal Padat
Gambar 2. Ilustrasi Benda Uji Terlapisi Paraffin
Gambar 3. Metodologi
Gambar 4. Grafik Hubungan T 166 dan T 275

Referensi

Dokumen terkait

Dan Gambar 4.10 tersebut terlihat campuran aspal dengan polipropilena setelah dilakukan pengujian kuat tekan, dimana terlihat sedikit ada kerusakan pada struktur permukaannya,

Pada proses pengujian benda uji dilakukan dengan menggunakan metode Marshal Test dengan hasil sebagai berikut ; Pada kondisi aspal optimum Marshall Stability campuran semakin