• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ir. DADANG SUMANTRI MOCHTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ir. DADANG SUMANTRI MOCHTAR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DIREKTORAT PENATAAN PERKOTAAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DIREKTUR PENATAAN PERKOTAAN

Ir. DADANG SUMANTRI MOCHTAR

(2)

11% 49% 26% 11% 3% KOTA OTONOM

IBU KOTA KABUPATEN

KAWASAN BERCIRIKAN

PERKOTAAN DI KABUPATEN

KOTA BARU

KAWASAN YANG DIRENCANAKAN MENJADI KOTA BARU

402 kota 91 kota 24 kota 93 kota 291 kota Kota Baru Ibu Kota Kabupaten Kawasan yang direnc

menjadi kota baru

Kawasan bercirikan perkotaan

Di kabupaten

KEBERADAAN

PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2013

(3)

Perkotaan berbentuk: 1.KOTA, ATAU

2.KAWASAN PERKOTAAN

KOTA

merupakan kota otonom yang dibentuk dengan undang-undang

KAWASAN PERKOTAAN meliputi

:

a. 1 (satu) Kecamatan yang memiliki ciri perkotaan di daerah kabupaten;

b. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dan berbatasan langsung dalam 1 (satu) kabupaten;

c. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan yang berbatasan langsung dalam 2 (dua) atau lebih kabupaten dalam 1 (satu) provinsi;

(4)

d. 1 (satu) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dari 1 (satu) atau lebih kabupaten dan 1 (satu) atau lebih kota yang berbatasan langsung dalam 1 (satu) provinsi;

e. 2 (dua) atau lebih kota yang berbatasan langsung dalam 1 (satu) provinsi;

f. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan yang berbatasan langsung dari 2 (dua) atau lebih provinsi;

g. 2 (dua) atau lebih kota yang berbatasan langsung dari 2 (dua) atau lebih provinsi;

h. 2 (dua) atau lebih kecamatan yang memiliki ciri perkotaan dari 1 (satu) atau lebih kabupaten dan 1 (satu) atau lebih kota dalam 1 (satu) atau lebih provinsi;

(5)

1. Kawasan perkotaan dianggap sebagai titik permasalahan 2. Jenis urusan yang dilayani

lebih bersifat penanganan masalah rural (irigasi, jalan regional dsb)

3. Penilaian prioritas dilihat dari kacamata cross border antar kecamatan dalam kabupaten

REGIONAL/KABUPATEN

PERKOTAAN

1. Kawasan perkotaan dilihat permasalahannya dari setiap bagian dalam kawasannya

2. Jenis urusan yang dilayani bersifat penanganan masalah perkotaan

3. Penilaian prioritas dilihat dari kacamata cross border antar kecamatan dalam kabupaten

(6)

1. Tidak terdapat institusi yang secara intensif memonitor kondisi kawasan 2. Tidak terdapat institusi yang secara intensif menangani pemeliharaan

prasarana dan sarana perkotaan

3. Tidak terdapat lembaga yang secara intensif melayani kebutuhan masyarakat perkotaan

4. Tidak terdapat mekanisme penganggaran yang menjamin kondisi pelayanan prasarana dan sarana perkotaan bisa berjalan baik

PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN KECIL

Catatan : Kawasan perkotaan kecil cenderung berada pada wilayah 1 kecamatan Contoh : Majenang (Jateng), Rambipuji

(Jatim), Delanggu (Kab Klaten), Kayu Agung (Sumsel).

(7)

PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN

MENENGAH DAN BESAR

1. Tidak terdapat institusi yang secara intensif memonitor kondisi kawasan 2. Tidak ada institusi yg secara koordinatif dapat mengkoordinasi

penanganan permasalahan pada sekala kawasan perkotaan

3. Munculnya kasus-kasus perkotaan pada tingkat penanganan yang membutuhkan teknologi tinggi tidak dapat tertangani

4. Tidak terdapat institusi yang secara intensif menangani pemeliharaan

prasarana dan sarana perkotaan

5. Tidak terdapat mekanisme penganggaran yang menjamin kondisi pelayanan perkotaan bisa berjalan baik

Catatan : Kawasan perkotaan menengah/besar cenderung berada pada wilayah lebih dari 1 kecamatan

Contoh kasus : Purwokerto (Jateng), Karawang (Jabar), Bojonegoro (Jatim), Gowa (Sulsel), Badung (Bali), Pring Sewu (Lampung).

(8)

Contoh Permasalahan

(9)

PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN

LINTAS DAERAH

1. Meski sudah terdapat berbagai bentuk kerjasama antar daerah, namun sampai saat ini belum ada kerjasama antar daerah yang benar-benar berhasil.

2. Terjadi komplikasi pada saat kerjasama antar daerah terjadi pada level pemerintah daerah yang berbeda (propinsi/kabupaten/kota);

3. Mengingat kerjasama yang terjadi dan berhasil hanya bersifat sektoral maka banyak permasalahan kawasan perkotaan yang pada lebih dari 1 daerah otonom tidak terselesaikan;

4. Sistem pembiayaan pembangunan tidak mendukung pola kerjasama antar daerah

Contoh kasus Kawasan Perkotaan:

(10)

Contoh Permasalahan

(11)

PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN BARU

1. Pengembangan kawasan perkotaan baru oleh pengembang mendorong pertumbuhan penduduk sangat cepat  sistem kelembagaan tidak mendukung (muncul pedesaan/bukan kelurahan dengan jumlah penduduk sangat besar)

2. Terjadi duplikasi pengelolaan kawasan perkotaan.

3. Pengelolaan kawasan perkotaan oleh pengembang cenderung lebih berorientasi pada keuntungan sehingga tidak memperhatikan kepentingan wilayah lebih luas.

4. Institusi pemerintah daerah belum mampu untuk melakukan kendali pelayanan prasarana dan sarana perkotaan akibatnya tidak terjadi koordinasi pola prasarana dan sarana pada sistem yang lebih luas.

5. Tidak terdapat institusi pemerintah berkarakter perkotaan pada kawasan perkotaan baru.

(12)

Kawasan Kota Baru

Karawaci atau Jababeka

misalnya membutuhkan

sebuah pelayanan

kawasan perkotaan

pada tingkat yang

sudah advance yang

tidak bisa dilayani oleh

kabupaten secara

umum. Sebagai

akibatnya banyak

hambatan dalam

proses pembangunan

dan pemeliharaan.

(13)

PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN BARU

PADA LAHAN REKLAMASI

Selain permasalahan sebagaimana yang terdapat pada kawasan perkotaan baru, juga terdapat permasalahan lain yaitu :

1. Status lahan reklamasi tidak mempunyai kedudukan jelas dalam wilayah administrasi yang ada.

2. Semua

perijinan

dalam pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat dan swasta

ilegal

(proses IMB tidak bisa dilaksanakan

(14)

ASPEK PERMASALAHAN KAWASAN PERKOTAAN

YANG BELUM TERTANGANI

Masih banyak permasalahan perkotaan yang belum tertangani, antara lain :

1. Pengelolaan Perkotaan Di Pulau Kecil; 2. Budaya Dan Identitas Lokal Kota;

3. Ruang dalam bumi, kekosongan pengaturan;

4. Pengelolaan Pedagang K-5, lebih bersifat reaktif daripada penanganan terencana;

5. Revitalitasi/Peremajaan Kawasan Lama, menjaga kepentingan masyarakat setempat;

6. Pengelolaan pengembangan pemukiman skala besar dalam kawasan perkotaan, pelayanan kependudukan dan keamanan;

7. Pengelolaan lahan perkotaan, stabilisasi harga lahan;

8. Pengelolaan aspek Sosial Budaya, polarisasi penduduk menurut budaya yang berakibat pada konflik;

9. Pengelolaan lingkungan Perkotaan, Setiap kota belum mengelola lingkungansecara terpadu, sinergis, dan efisien mengoptimalkan seluruh sumber daya menjamin keberlanjutan

.

(15)

1. Dituntut adanya kesiapan KELEMBAGAAN yang mampu

mempunyai KUALIFIKASI dalam STANDARD GLOBAL.

2. Mempersiapkan KELEMBAGAAN mampu untuk bersaing

SECARA GLOBAL

TANTANGAN KELEMBAGAAN PERKOTAAN

MASA DEPAN

MAMPU MEWUJUDKAN PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN DAN TANGGAP TERHADAP ANCAMAN BENCANA LINGKUNGAN

(16)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PENGELOLA

KAWASAN PERKOTAAN

MENCERMATI TANTANGAN PERMASALAHAN PERKOTAAN SAAT

INI DAN MASA MENDATANG MAKA PERLU:

1. Memberikan tambahan perangkat kelembagaan pada unit administrasi

kawasan perkotaan

2. Kawasan perkotaan metropolitan dibutuhkan perangkat kelembagaan

yang khusus namun tidak bersifat general

.

(17)

POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA PERKOTAAN KECIL

BUPATI SKPD SKPD BAPPEDA SKPD CAMAT KOTA UNIT

URUSANUNIT KECAMATANPERENC URUSAN UNIT

URUSAN

Pada kawasan perkotaan kecil yang masih terdapat pada 1 kecamatan, CAMAT akan diperlengkapi dengan unit-unit urusan yang akan menjalankan fungsi pelayanan perkotaan.

Unit-unit urusan tersebut akan berkoordinasi dengan SKPD2 secara teknis fungsional.

Untuk menjamin keterpaduan pengelolaan, terdapat urusan perencanaan kecamatan yang akan berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten.

(18)

POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA

PERKOTAAN MENENGAH/BESAR

BUPATI SKPDSKPD BAPPEDA SKPD PENGELOLA PERKOTAAN SUKU

DINAS PERENCKAW.

PERKOTAAN

Pada kawasan perkotaan menengah yang masih terdapat pada lebih dari 1 kecamatan, dibentuk pengelola perkotaan yang akan diperlengkapi dengan suku-suku dinas yang akan menjalankan fungsi pelayanan perkotaan.

Suku-suku dinas tersebut akan berkoordinasi dengan SKPD2 secara teknis fungsional.

Untuk menjamin keterpaduan pengelolaan, terdapat unit perencanaan yang akan berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten.

Pengelola berkoordinasi dengan Camat dan bertanggung jawab SUKU

DINASSUKU DINAS

(19)

POLA KELEMBAGAAN PENGELOLA PERKOTAAN

PADA LEBIH DARI 1 DAERAH OTONOM

Pengelolaan Kawasan Perkotaan yang terletak pada lebih dari 1 daerah otonom pada prinsipnya dilaksanakan dengan pola :

1. Kerjasama dilaksanakan pada pemerintah daerah yang setingkat (propinsi dg propinsi, kabupaten/kota dengan kabupaten/kota).

2. Dalam hal terjadi kawasan perkotaan terletak pada wilayah yang

mengharuskan kerjasama pada tingkat yang berbeda, maka pelaksanaan pada tingkat yang lebih rendah dilaksanakan oleh masing-masing daerah otonom

prov prov

kab/kota kab/kota

Kerjasama tipe 1 Kerjasama tipe 2

(20)

Model-model pola kelembagaan yang direkomendasikan

untuk menjamin keterpaduan pengelolaan berbagai bentuk perkotaan

Sehingga mampu menangani permasalahan perkotaan.

Diharapkan dengan kelembagaan yang solid

serta disesuaikan dengan bentuk perkotaan, mampu menjalankan

(21)

DIREKTORAT PENATAAN PERKOTAAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(1) Dosen pengampu mata kuliah memasukkan nilai akhir setiap mata kuliah ke dalam sistem yang telah ada dan menyerahkan print-out- nya ke program studi masing-masing untuk

Tingkat likuiditas yang dicapai oleh PT Hanjaya Mandala Sampoerna dengan menggunakan current ratio dan quick ratio sudah cukup baik, HMSP mampu membayar liabilitas

Winataputra (2013) yang merupakan salah satu tokoh pendidikan nasional yang terlibat langsung dalam perumusan kurikulum 2013, dalam suatu pertemuan Rapat Perumusan

Untuk memperolehi keputusan akhir bagi mendapatkan perhubungan diantara ujian Proba JKR dan Ujian Penusukan Piawai, data-data yang telah dianalisis daripada ketiga-tiga tapak

Mattulada menyatakan bahwa dengan diterimanya Islam dan dijadikannya sara’ (syariat Islam) sebagai bagian integral dari panngaderreng, maka pranata-pranata kehidupan

Kesimpulannya, penyakit Rubella ini merupakan penyakit yang berbahaya jika lagkah pencegahan, kawalan rehabilitasi tidak dilakukan dengan segera kerana sudah sedia

Tanah ulayat kaum dan suku serta ulayat nagari dengan batas batas yang jelas menurut adat yang dipahami secara turun temurun.. Kawasan