• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCONTOHAN PENGOLAHAN ZEOLIT DAN BENTONIT SKALA PILOT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERCONTOHAN PENGOLAHAN ZEOLIT DAN BENTONIT SKALA PILOT"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Puslitbang tekMIRA Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211

Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373

E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id

LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2011

Kelompok Teknologi Pengolahan

dan Pemanfaatan Mineral

PERCONTOHAN PENGOLAHAN

ZEOLIT DAN BENTONIT

SKALA PILOT

Oleh : Rezky Iriansyah Anugrah, ST, dkk

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA - tekMIRA 2011

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Kami memanjatkan syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan pertolongan-Nya kami mampu melaksanakan program kegiatan penelitian dan pengembangan “Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit Skala Pilot” beserta dengan laporan kegiatannya di tahun anggaran 2011 ini.

Penelitian ini merupakan penelitian skala pilot yang melanjutkan dan mengoptimalkan penelitian sebelumnya yang telah dillakukan sejak tahun 2009 untuk program optimalisasi Sentra Percontohan Pengolahan Mineral yang ada di kecamatan Cipatat, kabupaten Bandung Barat. Walapun sebenarnya, penelitian zeolit secara pilot sudah pernah dilakukan pada tahun 1990 di Bayah, Lebak, provinsi Jawa Barat (sekarang termasuk dalam wilayah administratif provinsi Banten). Untuk bentonit pun sama, yang mana untuk penelitian skala pilot pernah dilakukan pada tahun 2001 di kecamatan Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya. Namun yang membedakan, penelitian zeolit dan bentonit skala pilot saat ini tidak menggunakan pemanasan sebagai faktor yang mempercepat proses aktifasi.

Dengan tidak digunakannya faktor pemanasan dalam mempercepat proses aktifasi zeolit dan bentonit diharapkan biaya pemanfaatan energi berkurang sehingga memperkecil biaya produksi, tetapi dengan hasil aktifasi yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri atau pihak ketiga utamanya dari industri kecil dan menengah, sehingga penelitian saat ini bisa dijadikan acuan dengan basis penggunaan bahan baku zeolit dan bentonit alam Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat sesuai dengan amanat UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Bab I Ketentuan Umum pasal 1 no 6 dan 20, yang menyatakan kegiatan pengolahan dan pemurnian merupakan salah satu usaha pertambangan yang harus dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah mineral agar sub sektor pertambangan mineral menjadi tulang punggung penerimaan negara.

(4)

i

SARI

Sesuai dengan amanat UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Bab I Ketentuan Umum pasal 1 no 6 dan 20, kegiatan pengolahan dan pemurnian merupakan salah satu usaha pertambangan yang harus dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah mineral agar sub sektor pertambangan mineral menjadi tulang punggung penerimaan negara, maka kegiatan penelitian aktifasi zeolit dan bentonit merupakan hal yang penting agar hasil tambang zeolit dan bentonit di tanah air dapat dimanfaatkan untuk kalangan industri domestik.

Penelitian aktifasi zeolit dan bentonit skala pilot ini menggunakan bahan baku yang berasal dari kabupaten Tasikmalaya; zeolit dari desa Sindangkerta, kecamatan Cipatujah dan bentonit dari desa Sarimanggu, kecamatan Karangunggal. Kegiatan aktifasi kedua jenis mineral non logam ini tidak menggunakan proses pemanasan untuk mempercepat proses aktifasi guna mengurangi pemakaian energi yang cukup besar yang dapat menurunkan biaya operasional. Akktifasi zeolit dan bentonit menggunakan 20, dan 40 % padatan dengan basis 100 kg bahan baku yang diaktifasi. Akan tetapi, 40 % padatan merupakan yang terbaik dalam aktifasi zeolit dan bentonit yang dilihat dari KTK rata-ratanya yang mencapai 72,15 meq/100 g pada aktifasi zeolit dan nilai

bleaching power 67, 64 % pada aktifasi bentonit.

Aktifasi zeolit menggunakan bahan asal yang diremuk, digiling, dan diayak berukuran -10 mesh+25 mesh, yang diaktifasi selama 1 jam, 40 % padatan, dengan penambahan reagen pengaktifasi NaOH 8 % atau setara dengan konsentrasi 1,33 N, memberikan hasil yang terbaik dengan menaikkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) batuan asal yang sebesar 65 meq/100 g menjadi 90,1 meq/100 g yang dibuktikan pula melalui persamaan linier dari garis tren tiap-tiap kondisi pengaktifasian.

Adapun aktifasi bentonit menggunakan bahan asal yang telah diremuk, digiling, dan diayak dengan ukuran maksimum -10 mesh yang sudah cukup untuk proses aktifasi dalam reaktor karena sifatnya yang mundah hancur atau mengembang. Dengan aktifasi selama 1 jam, 40 % padatan, dan pemberian dosis atau jumlah reagen pengaktifasi asam sulfat (H2SO4) sebesar 7,5 % atau setara dengan konsentrasi 1,02 N, memberikan

hasil yang terbaik dengan meningkatnya daya penjernihan warna minyak sawit atau dikenal pula dengan istilah

bleaching power dari semula 44 % (bahan asal) menjadi 88 % atau naik 2 (dua) kali lipat, yang dibuktikan pula melalui pendekatan penggunaan garis tren dari tiap-tiap kondisi pengaktifasian.

Untuk pengembangan selanjutnya, perlu menaikkan kapasitas aktifasi zeolit dan bentonit dari semula 100 kg menjadi 300 kg untuk memenuhi kapasitas maksimum reaktor, sehingga dapat diperoleh penelitian yang lebih akurat dan valid serta efektif dan efisien.

(5)

ii

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR i

SARI ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Ruang Lingkup Kegiatan 2

1.3. Maksud dan Tujuan 2

1.4. Sasaran 2

1.5. Lokasi Penelitian 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Aktifasi Zeolit 3

2.2. Aktifasi Bentonit 5

BAB III. PROGRAM KEGIATAN 5

BAB IV. METODOLOGI 6

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 7

5.1. Hasil 7

5.1.1. Penyetelan, Pemasangan (Instalasi), dan Perbaikan Peralatan, Sarana, dan

Prasarana Proses Pengolahan Zeolit Dan Bentonit 7

5.1.2. Pengambilan Bahan Baku Zeolit dan Bentonit Alam Untuk Kegiatan Percobaan

Aktifasi Zeolit Dan Bentonit 10

5.1.2.1. Lokasi Pertambangan dan Survei Harga Jual Zeolit Alam 10 5.1.2.2. Lokasi Pertambangan dan Survei Harga Jual Bentonit Alam 10

5.1.3. Percobaan Aktifasi Zeolit dan Bentonit Skala Pilot 12

5.1.3.1. Percobaan Aktifasi Zeolit Skala Pilot 12

5.1.3.2. Percobaan Aktifasi Bentonit Skala Pilot 18

5.2. Pembahasan 25

(6)

5.2.2. Aktifasi Bentonit 30

BAB VI. PENUTUP 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 36

Lampiran 1. Kegiatan Penyetelan, Pemasangan (Instalasi), dan Perbaikan Peralatan, Sarana, dan Prasarana Proses Pengolahan Zeolit dan Bentonit yang

Dilaksanakan sebelum Tahapan Uji Coba Pengolahan (Aktifasi) Zeolit dan Bentonit

37 Lampiran 2. Kegiatan Penyetelan, Pemasangan (Instalasi), dan Perbaikan Peralatan,

Sarana, dan Prasarana Proses Pengolahan Zeolit dan Bentonit yang Dilaksanakan di Tengah Tahapan Uji Coba Pengolahan (Aktifasi) Zeolit dan Bentonit

40

iii

Lampiran 3. Kegiatan Uji Coba Aktifasi Zeolit 48

(7)

iv

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar

1.1. Peta lokasi penelitian 3

Gambar

2.1. Bentuk kristal zeolit 4

Gambar

4.1. Diagram alir pengolahan zeolit skala pilot 6

Gambar

4.2. Diagram alir pengolahan bentonit skala pilot 6

Gambar

5.1. Menata dan merapikan kembali instalasi kabel listrik dari sub panel 1 ke sejumlah peralatan pengolahan bentonit 8 Gambar

5.2. Memasang kabel pada dua tangki pengencer bentonit 8

Gambar

5.3. Memasang kabel pada tangki pengencer bentonit 9

Gambar

5.4. Memasang kabel pada jaw crusher 9

Gambar

5.5. Memasang kabel pada belt conveyor 1 9

Gambar

5.6. Memasang kabel pada hammer mill 1 9

Gambar

5.7. Memasang kabel pada bucketelevator 1 9

Gambar

5.8. Memasang kabel pada vibrating screen 1 9

Gambar

5.9. Memasang kabel pada bucketelevator 2 10

Gambar

5.10. Perbaikan sistem perpipaan air pada torn 10

(8)

5.11. Gambar

5.12. Pemeriksaan sistem perpipaan air yang ke tangki pengencer bentonit 2 10 Gambar

5.13. Kebocoran pipa pada bagian siku (elbow) tangki pengencer bentonit 1 10 Gambar

5.14. Kebocoran pipa pada bagian cabang T pada tangki pengencer bentonit 2 10 Gambar

5.15. Batuan zeolit pada lokasi 1 11

Gambar

5.16. Zeolit pada lokasi 1 berwarna abu-abu muda 11

Gambar

5.17. Batuan zeolit pada lokasi 2 11

Gambar

5.18. Zeolit pada lokasi 2 berwarna hijau 11

Gambar

5.19. Singkapan batuan bentonit 11

Gambar

5.20. Pembuatan sumur uji 11

Gambar

5.21. Bentonit berwarna putih bercampur coklat kemerahan 12

Gambar

5.22. Analisa SEM (fotomikrograf) mineral mordenit yang berbentuk seratan (fibrous) 13 Gambar

5.23. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa mineral mordenit dan klinoptilolit card 1 dan card 2 berturut-turut adalah 14 Gambar

5.24. X-Ray Mapping batuan zeolit alam dari desa Sindangkerta, Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya 15 Gambar

5.25. Fotomikrograf sayatan tipis contoh zeolit asal Sindangkerta, Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya 15 Gambar

5.26. Analisa SEM (fotomikrograf) partikel bentonit, perbesaran 5000 x 20

v

halaman Gambar

5.27. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa mineral montmorillonit dan kuarsa card 1 dan card 2 berturut-turut adalah 20 Gambar

5.28. X-Ray Mapping batuan bentonit alam dari desa Sarimanggu, Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya 21 Gambar

5.29. Fotomikrograf sayatan tipis contoh bentonit asal Sarimanggu, Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya 22 Gambar

5.30. KTK hasil aktifasi zeolit berdasarkan ukuran zeolit yang diaktifasi 25

Gambar

(9)

Gambar

5.32 Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 2 % (b/b) 27 Gambar

5.33. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 4 % (b/b) 27 Gambar

5.34. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 6% (b/b) 28 Gambar

5.35. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 8% (b/b) 28 Gambar

5.36. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 10% (b/b) 29 Gambar

5.37. Daya penjernihan (HsSO4 yang berbeda, 40 % padatan bleaching power) terhadap lamanya aktifasi tiap dosis reagen 30

Gambar

5.38. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H% padatan 2SO4 2,5 % (b/b), 40 31 Gambar

5.39. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi Hpadatan 2SO4 5 % (b/b), 40 % 31 Gambar

5.40. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H% padatan 2SO4 7,5 % (b/b), 40 32 Gambar

5.41. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H% padatan 2SO4 10 % (b/b), 40 32 Gambar

5.42. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H40 % padatan 2SO4 12,5 % (b/b), 33 Gambar

5.43. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H% padatan 2SO4 15 % (b/b), 40 33

(10)

vi

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1.1. Tahapan Kegiatan Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit di Citatah Kabupaten Bandung Barat 1 Tabel 5.1. Analisa Kimia Bahan Baku Zeolit Alam, Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya 13 Tabel 5.2. Nilai KTK dan Komposisi Kimia dari Sampel Hasil Uji Coba Bulan Juni-Juli 2011 (Tahap Pertama) 16 Tabel 5.3. Nilai KTK dari Sampel Hasil Uji Coba Bulan Agustus dan Oktober 2011 (Tahap Kedua) 17 Tabel 5.4. Nilai KTK dari Sampel Hasil Uji Coba Bulan November 2011 (Tahap Kedua atau Terakhir) 18 Tabel 5.5. Analisa Kimia Bahan Baku Bentonit Alam, desa Sarimanggu, kecamatan

Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya 19

Tabel 5.6. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi

Bentonit Tahap Pertama 23

Tabel 5.7. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi

Bentonit Tahap Kedua 24

Tabel 5.8. KTK dan Persentase Padatan 26

Tabel 5.9. Penentuan Nilai KTK Tertinggi Berdasarkan Persamaan Linier Kondisi

Pengaktifasian 29

Tabel 5.10. Daya Penjernih (Bleaching Power) dan Persentase Padatan 30

Tabel 5.11. Penentuan Bleaching Power Tertinggi Berdasarkan Persamaan Linier Kondisi

(11)

vii

(12)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan amanat UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Bab I Ketentuan Umum pasal 1 no 6 dan 20, kegiatan pengolahan dan pemurnian merupakan salah satu usaha pertambangan yang harus dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah mineral agar sub sektor pertambangan mineral menjadi tulang punggung penerimaan negara.

Masih dalam UU yang sama, dalam BAB XX, Bagian Kesatu, pasal 146, dinyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah Daerah wajib mendorong, melaksanakan, dan/atau memfasilitasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan mineral dan batubara.

Kegiatan penelitian yang dilakukan pada tahun anggaran 2011 merupakan kegiatan tahun jamak (multi years) tahap ketiga dari program kegiatan ”Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit di Citatah Kabupaten Bandung Barat”. Untuk menegaskan kembali hal ini, Tabel 1 berikut menjelaskan tahapan program kegiatan tersebut.

Tabel 1.1. Tahapan Kegiatan Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit di Citatah Kabupaten Bandung Barat

Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang Tekmira), penelitian yang terkait dengan zeolit telah dilakukan sejak tahun 1985, sedangkan bentonit sejak tahun 1979.

Penelitian zeolit yang pertama berjudul “Prospek Pemakaian Zeolit Bayah Sebagai Peruah Sifat Tanah Untuk Tanaman Padi Di Rangkasbitung, Bogor Dan Sitiung”. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penggunaan zeolit terhadap kandungan N, P, K, pH dan KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah masam serta hasil tanaman. Kegiatan tahun 2011 ini merupakan pengembangan dari penelitian zeolit skala laboratorium untuk aplikasi pengolahan air yang dilakukan pada tahun 2009. Adapun penelitian bentonit yang pertama berjudul “Pengubahan Bentonit kalsium menjadi natrium” dengan tujuan memanfaatkan bentonit kaslsium menjadi bentonit natrium agar bentonit kalsium(Ca-Bentonit) yang memiliki sifat tidak bisa mengembang, bisa dimanfaatkan. Sama halnya dengan zeolit, kegiatan penelitian bentonit skala pilot tahun 2011 ini merupakan pengembangan dari penelitian bentonit skala laboratorium untuk aplikasi pengolahan air yang dilakukan pada tahun 2009.

2009 2010 2011 2012 2013

1. Uji coba skala laboratorium 2. Pengadaan dan

pemasangan alat-alat dan sarana pendukung (gagal dilakukan)

Pengadaan ulang dan pemasangan alat-alat dan sarana pendukung

Uji coba proses aktifasi zeolit (pengolahan air) dan bentonit (penjernih warna minyak sawit) skala pilot

1. Penyempurnaan kinerja peralatan 2. Pemvalidasian

proses aktifasi zeolit & bentonit

Pengkajian teknis-ekonomis percontohan aktifasi zeolit & bentonit skala pilot

(13)

2

Endapan zeolit alam banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang mempunyai potensi zeolit yang cukup baik untuk dikembangkan yaitu di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.

Umumnya mutu zeolit dan bentonit alam belum memenuhi spesifikasi untuk digunakan oleh industri pemakai, hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan mineral ikutan sehingga perlu dilakukan tahapan benefisiasi sebelum digunakan oleh industri pemakai. Proses pengolahan dengan cara aktifasi dapat meningkatkan mutu zeolit dan bentonit alam tersebut. Ada beberapa parameter yang menentukan keberhasilan dari proses aktifasi zeolit dan bentonit ini, yakni: kualitas bahan baku, kondisi proses yang digunakan, dan peralatan yang digunakan. Oleh karena itu uji coba aktifasi skala pilot perlu dilakukan sebelum pabrik skala komersial didirikan.

1.2.Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan percontohan pengolahan zeolit skala pilot meliputi: setting ulang pengoperasian alat, mengambil contoh dan membeli bahan baku zeolit, proses pengecilan ukuran bahan baku, aktifasi zeolit, pencucian (pembilasan), pengeringan, hingga diperoleh zeolit aktif.

Adapun ruang lingkup kegiatan percontohan pengolahan bentonit skala pilot meliputi: setting ulang pengoperasian alat, mengambil contoh dan membeli bahan baku bentonit, proses pengecilan ukuran material, aktifasi bentonit, pengenceran slurry hasil aktifasi, filtrasi, pengeringan, hingga diperoleh bentonit aktif

Data yang diperoleh setelah aktifasi zeolit dan bentonit berjalan ditindaklanjuti dengan membuat laporan akhir untuk dijadikan sebagai bahan karya tulis ilmiah.

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) ini adalah untuk mendapatkan data uji aktifasi zeolit dan bentonit skala pilot agar dapat digunakan oleh industri pemakai. Tujuannya agar uji coba ini dapat dijadikan sebagai rujukan ataupun percontohan aktifasi zeolit dan bentonit skala pilot oleh industri pemakai sehingga produk zeolit terolah dapat digunakan sebagai bahan pengolahan air dan bentonit terolah dapat digunakan sebagai bahan pemucat (penyerap) warna minyak sawit.

1.4. Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai:

1. Tersedianya 1 (satu) unit rangkaian peralatan proses aktifasi zeolit dan bentonit dalam kondisi dapat berjalan dengan baik

2. Produk zeolit dan bentonit hasil aktifasi melalui penggunaan variasi basa (zeolit) dan asam (bentonit), masing-masing 100 kg tiap percobaan

(14)

3

1.5. Lokasi Penelitian

Kegiatan ini dilakukan di Sentra Sarana Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral, Citatah, Kabupan Bandung Barat (Gambar 1.1) dan pertambangan zeolit dan bentonit di Kabupaten Tasikmalaya (Cipatujah dan Karangnunggal).

Gambar 1.1. Peta lokasi penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aktifasi Zeolit

Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi. Rumus empiris untuk zeolit adalah Mg2/nO.Al2O3.ySiO2.wH2O dimana n adalah valensi kation, y adalah 2 atau lebih besar, dan w adalah jumlah molekul

air yang terkandung dalam rongga zeolit. Struktur kristal zeolit adalah tetrahedral 3 dimensi yang mempunyai rongga-rongga dan saluran-saluran yang dibentuk oleh penggabungan unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang

(15)

4

didehidrasi secara reversibel dan juga oleh ion-ion logam, biasanya logam alkali atau alkali tanah yang dapat saling dipertukarkan (Husaini, 2003, 1).

Menurut Suhala (1997, 23-322), struktur zeolit dibangun dalam tiga bagian utama (Gambar 2.1), yaitu: a. Unit bangun primer (TO4), yaitu tetrahedron dari empat oksigen dengan atom pusat tetrahedra (T) adalah Si4+

dan Al3+. Semua atom oksigen mengambil bagian di antara dua tetrahedra. (TO2)n.

b. Unit bangun sekunder, yaitu susunan tetrahedra yang membentuk cincin, seperti cincin tunggal berbentuk lingkar empat, enam, delapan, atau berbentuk kubus serta cincin ganda lingkar empat, prisma heksagonal atau gabungan dari dua cincin lingkar empat.

c. Polihedra besar yang simetri dan tersusun atas kudung oktahedra, 11-hedra atau concridal, serta 14-hedra atau ganelimit.

Keterangan:

1. Bentuk kudung oktahedra, 2. Bentuk satu unit sel, 3. Bentuk kerangka zeolit-A Gambar 2.1. Bentuk kristal zeolit

Menurut Ciullo (1996, 78), keberadaan aluminium menghasilkan muatan negatif pada kisi zeolit. Muatan negatif ini dinetralkan oleh kation-kation alkali dan alkali tanah. Kerangka zeolit mengandung rongga-rongga atau saluran dalam yang dapat ditempati oleh air. Air ini bisa dihilangkan, meninggalkan struktur mikroporos yang

(16)

5

meliputi 50 % volume rongga. Secara umum, semakin tinggi rasio Si:Al semakin rendah kapasitas tukar ion, semakin tinggi tingkat keasaman, stabilitas termal, dan hidrofobisitas (hydrophobicity).

Zeolit dapat berfungsi sebagai media penyaring dan media penukar ion, sehingga pada proses pengolahan air bersih, zeolit digunakan untuk menurunkan kandungan Fe dan Mn, menurunkan kesadahan, penyerapan ion-ion logam berat, dan lain-lain.

Untuk meningkatkan sifat pertukaran ion-ion ini maka dapat dilakukan aktifasi baik dengan cara pemanasan, penambahan asam atau basa maupun pelapisan dengan senyawa kimia tertentu. Dengan pemanasan pada suhu tertentu, kandungan air dalam pori-pori zeolit akan terdesak keluar (dehidrasi), sehingga meninggalkan pori-pori yang cukup bersih (Husaini, 2003, 23-24). Penambahan asam atau basa akan melarutkan unsur-unsur pengotor dalam zeolit sehingga permukaannya menjadi bersih. Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa zeolit hasil aktifasi dengan asam mampu menukar ion-ion logam berat seperti Cu, Co, Zn, Cr, Mn dan Pb. Ada beberapa faktor yang menentukan proses pertukaran ion ini yaitu struktur zeolit, suhu, konsentrasi kation dalam larutan dan kondisi kation (seperti muatan, ukuran dan lain-lain) (Husaini, 2003, 14).

Sedangkan pelapisan dengan senyawa kimia tertentu, misalnya polimer organik akan merubah sifat permukaan zeolit sehingga daya serapnya terhadap ion-ion logam tertentu semakin meningkat. Proses peningkatan kualitas zeolit alam diawali dengan penggerusan sampai ukuran butir tertentu yang disesuaikan dengan kegunaannya diikuti dengan pengayakan dan aktifasi.

2.2. Aktifasi Bentonit

Prinsip aktifasi bentonit secara asam adalah meningkatkan properties yang ada dalam mineral dengan cara memanipulasi sifat fisik ataupun kimia tapi tidak sampai merusak struktur kristalnya. Kisi kisi kristal montmorillonit mempunyai dua lapisan silika tetrahedral mengapit satu lapisan alumina octahedral. Menurut Bergaya et al (2006, 263), dalam lapisan tetrahedral, sebagian dari ion silicon diganti dengan ion alumina dan dalam lapisan octahedral sebagian ion aluminium diganti dengan ion ferro, ferri, kalsium atau magnesium. Pertukaran ion alami ini mengakibatkan terjadinya muatan negatif yang disetimbangkan oleh kation yang mampu bertukar yang ada, seperti Ca++, Mg++, Na+, K+ atau H+, sehingga hal ini yang menyebabkan bentonit dari berbagai lokasi mempunyai sifat fisik

dan kimia berbeda serta mempunyai mineral ikutan serta penngotor yang berbeda pula, oleh karena itu diperlukan porsi asam yang berbeda pula untuk proses aktifasinya.

Aktifasi bentonit dengan asam inorganic mempunyai tiga tujuan. Tujuan pertama adalah melarutkan pengotor, seperti kalsit, dan lain-lain. Tujuan kedua adalah mengganti kation Ca++ atau Mg++ dengan ion H+ dan

tujuan ketiga adalah melepaskan sebagian aluminium yang ada dalam lapisan tetrahedral dan juga sebagian ion ferri, ferro, aluminium dan magnesium dari lapisan tetrahedral. Selain hal tersebut juga terjadi perubahan fisik selama aktifasi, diameter permukaan pori dan distribusi pori meningkat dengan bentuk tiga dimensi. Luas permukaan butiran meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi asam sampai ke titik maksimum selanjutnya

(17)

6

terjadi penurunan. Berdasarkan mekanisme diatas, maka setelah melalui proses aktifasi, daya serap bentonit semakin meningkat. Faktor yang berpengaruh adalah, jenis bahan baku, konsentrasi asam, jenis asam ( asam sulfat, asam klorida, dan lain-lain), waktu kontak, persen solid, juga ukuran butir berpengaruh terhadap penampilan produk. Ukuran butir yang lebih halus, akan memberikan penampilan produk yang lebih baik. Perlu dijelaskan disini, ukuran butir yang halus lebih sulit proses pengolahannya, terutama pada operasi penyaringan.Tidak ada cara yang pasti pada proses aktifasi asam, tiap pabrik mempunyai cara yang berbeda ataupun kondisi yang berbeda pula (Hasnuddin Siddique, 1968).

Umumnya sebelum dilakukan aktifasi skala industri dilakukan percobaan aktifasi skala laboratorium terlebih dahulu. Ada dua cara yang umum digunakan pertama adalah ; bentonit dikeringkan dengan sinar matahari, kemudian digerus sampai ukuran butir 100 mesh, selanjutnya dicampur dengan asam sulfat 25 %, dipanaskan selama jangka waktu tertentu, perlakuan ini bertujuan untuk melarutkan sebagian alumina dan oksida logam lainnya serta kondisi koloid dalam bentonit, sehingga ukuran pori lebih besar dan daya serap akan meningkat. Selanjutnya dilakukan pencucian dan dikeringkan terakhir digerus sampai ukuran butir 200 mesh. Metoda lain adalah bentonit dikeringkan 110 oC, digerus, dan dicampur dengan asam sulfat 95 %, dibiarkan beberapa jam, selanjutnya dicuci

dan dikeringkan (Johnstone, 1961).

Produk samping yang dapat dihasilkan dari proses aktifasi asam adalah tawas. Tawas yang dihasilkan dalam bentuk aluminium sulfat. Hasil samping lain adalah gipsum sintetis. Gypsum dibuat dengan menambahkan bubuk kapur kedalam limbah asam sulfat. Bahan lain yang bisa didapatkan dari memanfaatkan asam sebagai bahan limbah adalah silika alumina gel, silika gel, lead sulfat, lead sulfit, dan lain-lain.

III. PROGRAM KEGIATAN

Kegiatan pada tahun anggaran 2011 direncanakan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan: Penulisan Rencana Operasional

2. Kegiatan lapangan

a. Menyetel peralatan pengolahan zeolit & bentonit

b. Mengambil dan membeli bahan baku zeolit & bentonit (ke Cipatujah & Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya)

c. Melakukan uji coba pengolahan zeolit & bentonit skala pilot

d. Analisis sampel bahan baku zeolit & bentonit alam dan zeolit dan bentonit hasil aktifasi 3. Pengolahan dan analisis data

4. Penulisan laporan IV. METODOLOGI

Kegiatan penelitian aktifasi zeolit mengikuti metodologi seperti berikut:

belt conveyor jaw crusher hammer mill vibrating

screen reaktor bak pembilas belt conveyor dryer produk zeolit aktif tangki air pompa bahan baku zeolit alam

air bilasan ke IPAL pengambilan

sampel dosis NaOH & waktu aktifasi tertentu dalam 20 % & 40 % solid

uk. -10 mesh + 25 mesh

(18)

7

Gambar 4.1. Diagram alir pengolahan zeolit skala pilot

Sedangkan untuk kegiatan litbang aktifasi bentonit skala pilot mengikuti metodologi sebagai berikut:

Gambar 4.2. Diagram alir pengolahan bentonit skala pilot V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Kegiatan Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit Skala Pilot yang dilakukan selama Tahun Anggaran (TA) 2011 dapat dibedakan atas 3 jenis kegiatan yakni:

1. Menyetel, memasang (instalasi), dan memperbaiki peralatan, sarana, dan prasarana proses pengolahan zeolit dan bentonit.

2. Mengambil bahan baku zeolit dan bentonit alam untuk kegiatan percobaan aktifasi zeolit dan bentonit. 3. Melakukan percobaan aktifasi zeolit, dan bentonit skala pilot.

belt conveyor jaw crusher hammer mill vibrating

screen reaktor bentonit filter press extruder belt conveyor dryer produk bentonit aktif tangki air pompa bahan baku bentonit alam tangki pengencer tangki asam H2SO4 hammer mill pompa

air bilasan ke IPAL filtrat ke IPAL

cake

pengambilan sampel dosis H2SO4 & waktu aktifasi tertentu

dalam 20 % & 40 % solid uk. maks. -10

(19)

8

5.1.1. Penyetelan, Pemasangan (Instalasi), dan Perbaikan Peralatan, Sarana, dan Prasarana Proses Pengolahan Zeolit dan Bentonit

Kegiatan ini berupa kegiatan lapangan yang dilaksanakan pada periode Maret 2011, namun ada juga yang dilaksanakan di tengah tahapan uji coba pengolahan (aktifasi) zeolit dan bentonit, yang lebih mengarah ke perbaikan ataupun penyempurnaan kinerja peralatan maupun sarana-prasarananya.

Di bulan Maret 2011 dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan fisik secara menyeluruh terhadap seluruh peralatan pengolahan zeolit dan bentonit. Instalasi kabel di sub panel 1 yang berada di dekat peralatan pengolahan bentonit ditata dan dirapikan kembali (Gambar 5.1), kemudian dilakukan pemasangan kabel dari sub panel ke sejumlah alat yaitu:

- 2 (dua) tangki pengencer bentonit (Gambar 5.2) - tangki reaktor bentonit (Gambar 5.3)

- jaw crusher (Gambar 5.4)

- belt conveyor 1 (samping jaw crusher) (Gambar 5.5)

- hammer mill 1 (antara belt conveyor & bucket elevator) (Gambar 5.6) - bucket elevator 1 (antara hammer mill dan vibrating screen 1) (Gambar 5.7) - vibrating screen 1 (antara bucket elevator 1 dan bucket elevator 2) (Gambar 5.8) - bucket elevator 2 (antara vibrating screen 1 dan tangki reaktor bentonit) (Gambar 5.9)

Setelah instalasi listrik pada peralatan-peralatan tersebut terpasang, dilakukan pemeriksaan sistem perpipaan air yang meliputi perpipaan air pada torn (Gambar 5.10), dan perpipaan air dari torn ke 2 (dua) tangki pengencer bentonit (Gambar 5.11 dan 5.12). Hasilnya, air tidak bisa mengalir dengan lancar dari sumber air (bak penampung air) ke torn, akibat tersendatnya aliran air ke dua tangki pengencer. Untuk mengatasinya, dilakukan pertukaran pipa, yaitu pipa terpasang pada torn, ditukar dengan pipa yang lebih kecil diameternya yakni pipa dari sumber air ke pompa air. Akhirnya air bisa mengalir dengan lancar. Pada hari pertama juga, ditemukan adanya kebocoran pipa pada bagian siku (elbow) tangki pengencer bentonit 1 (Gambar 5.13) dan bagian bercabang T pada tangki 2 (Gambar 5.14). Perbaikan pada kedua bagian pipa ini, dilakukan dengan cara mengganti bagian yang bocor.

(20)

9 Gambar 5.1. Menata dan merapikan kembali instalasi kabel

listrik dari sub panel 1 ke sejumlah peralatan pengolahan bentonit

Gambar 5.2. Memasang kabel pada dua tangki pengencer bentonit

Gambar 5.3. Memasang kabel pada tangki pengencer bentonit

Gambar 5.4. Memasang kabel pada jaw crusher

(21)

10 Gambar 5.7. Memasang kabel pada bucketelevator 1 Gambar 5.8. Memasang kabel pada vibrating screen 1

Gambar 5.9. Memasang kabel pada bucketelevator 2 Gambar 5.10. Perbaikan sistem perpipaan air pada torn

Gambar 5.11. Pemeriksaan sistem perpipaan air

(22)

11

Foto dokumentasi yang menggambarkan kegiatan ini yang belum ditampilkan dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan yang dilaksanakan saat percobaan pengolahan (aktifasi) dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.1.2. Pengambilan Bahan Baku Zeolit dan Bentonit Alam untuk Kegiatan Percobaan Aktifasi Zeolit dan Bentonit

5.1.2.1.Lokasi Tambang Zeolit dan Survei Harga Jual Zeolit Alam

Tanggal 24 Mei 2011, tim melakukan kunjungan lokasi ke tambang zeolit di desa Sindangkerta, kecamatan Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya untuk melihat sekaligus mengambil contoh batuan zeolit alam yang akan dijadikan bahan baku percobaan di Sentra percontohan Pengolahan Mineral (SPPM). Di tempat ini, terdapat 2 (dua) lokasi tambang yang memiliki karakteristik tersendiri.

Zeolit pada lokasi 1 (Gambar 5.15), mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. ketebalan lapisan penutup = 3 m berwarna coklat muda

b. zeolit berwarna abu-abu muda (Gambar 5.16) c. getas, berbutir halus, dan berlapis

Adapun zeolit pada lokasi 2 (Gambar 5.17), mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. ketebalan lapisan penutup (top soil) = 2 m berwarna coklat muda

b. zeolit berwarna hijau (Gambar 5.18)

Baik lokasi 1 maupun 2 merupakan lokasi tambang yang bersebelahan dan dimiliki oleh 1 orang penambang, yang oleh tim berhasil ditemui untuk menanyakan harga jual zeolit alam yang dipunyainya. Harga jual batuan zeolit alamnya (termasuk di dalamnya biaya transportasi ke SPPM, Citatah, kabupaten Bandung Barat) adalah Rp. 201.250,00 per ton. Harga inilah yang akan menjadi patokan dalam pembelian bahan baku percobaan aktifasi zeolit di SPPM, Citatah, sejumlah 10 ton.

5.1.2.2. Lokasi Tambang Bentonit dan Survei Harga Jual Bentonit Alam

Gambar 5.13. Kebocoran pipa pada bagian siku

(23)

12

Tim melakukan peninjauan lapangan ke tambang bentonit di desa Sarimanggu, kecamatan Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya pada tanggal 25 Mei 2011. Sesampainya di lokasi tambang, tim membuka singkapan batuan bentonit (Gambar 5.19), kemudian membuat test pitting atau sumur uji (Gambar 5.20). Pada daerah ini, bentonit yang ada memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. ketebalan lapisan penutup (top soil) = 2 m, berwarna coklat

b. bentonit berwarna putih bercampur coklat kemerahan (Gambar 5.21) c. permukaan bentonit terasa licin seperti lilin, dan berbutir halus

Penambang di lokasi ini menjual bentonit senilai Rp. 241.500,00 per ton, termasuk biaya pengiriman hingga di SPPM, Citatah, kabupaten Bandung Barat.

Berikut adalah sejumlah foto untuk dokumentasi kunjungan lokasi tambang:

Gambar 5.15. Batuan zeolit pada lokasi 1 Gambar 5.16. Zeolit pada lokasi 1 berwarna abu-abu muda

(24)

13

5.1.3. Percobaan Aktifasi Zeolit dan Bentonit Skala Pilot

5.1.3.1. Percobaan Aktifasi Zeolit Skala Pilot

Kegiatan percobaan aktifasi zeolit skala pilot dimulai di bulan Juni hingga November 2011. Berikut adalah urutan kegiatan uji coba aktifasi zeolit berdasarkan variabel yang digunakan, mulai dari yang pertama dilakukan di bulan Juni 2011:

1. Juni-Juli 2001

a. Dosis reagen NaOH 8 % (dari berat zeolit yang hendak diaktifasi), 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

b. Dosis reagen NaOH 8 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -25 mesh+80 mesh

2. Agustus 2011

Dosis reagen NaOH 2 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

3. Oktober 2011

a. Dosis reagen NaOH 4 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

b. Dosis reagen NaOH 6 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

c. Dosis reagen NaOH 8 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

Gambar 5.19. Singkapan batuan bentonit Gambar 5.20. Pembuatan sumur uji

(25)

14

d. Dosis reagen NaOH 10 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

4. November 2011

a. Dosis reagen NaOH 2 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

b. Dosis reagen NaOH 4 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

c. Dosis reagen NaOH 6 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

d. Dosis reagen NaOH 10 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, ukuran zeolit fraksi -10 mesh+25 mesh

Foto-foto dokumentasi yang terkait dengan kegitan uji coba aktifasi zeolit dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dari sekian banyak percobaan aktifasi zeolit tersebut, telah dilakukan analisis kimia dan fisika baik terhadap batuan asal maupun sampel hasil uji coba. Menurut hasil analisis kimia, antara bahan baku (batuan asal) di lokasi 1 dan 2 memiliki komposisi kimia yang hampir sama, dengan komposisi sebaagai berikut:

Tabel 5.1. Analisis Kimia Bahan Baku Zeolit Alam, Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya

Komposisi Kimia kadar (%) Metode

SiO2 71,5 SNI 13-3608-1994 Al2O3 10,47 SNI 13-3608-1994 Fe2O3 0,78 SNI 13-3608-1994 K2O 2,38 SNI 13-3608-1994 Na2O 1,96 SNI 13-3608-1994 CaO 2,22 SNI 13-3608-1994 MgO 0,46 SNI 13-3608-1994 TiO2 0,12 SNI 13-3608-1994 LOI 9,54 SNI 13-3608-1994 H2O- 10,88 SNI 13-3608-1994

Pada dasarnya bahan baku zeolit alam yang diperoleh dari desa Sindangkerta, kecamatan Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya, memiliki komposisi mineral mordenit, dan klinoptilolit, sesuai dengan analisa SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray Diffraction) berikut:

(26)

15

Gambar 5.22. Analisa SEM (fotomikrograf) mineral mordenit yang berbentuk seratan (fibrous)

Gambar 5.23. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa card 1 dan card 2 berturut-turut adalah mineral mordenit dan klinoptilolit

(27)

16

Menurut analisa SEM yang lain, yaitu X-Ray Mapping diketahui bahwa unsur yang terdeteksi dalam bahan baku zeolit alam yang diambil dari desa Sindangkerta, Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya, adalah aluminium (Al), silikon (Si), kalium (K), dan besi (Fe). Namun dari keempatnya, yang paling dominan adalah silikon. Hasil analisa ini dapat dilihat pada Gambar 5.24 di bawah ini:

Gambar 5.24. X-Ray Mapping batuan zeolit alam dari desa Sindangkerta, Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya Contoh batuan zeolit asal juga telah dianalisis petrografi di Laboratorium Kimia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA). Dari analisis diketahui sayatan batuan berbutir halus sampai sedang, ukuran butir 0,1-0,36 mm, terpilah buruk, kemas tertutup. Analisa petrografi

(28)

17

menyatakan bahwa selain mineral mordenit dan klinoptilolit, zeolit asal Sindangkerta juga terdiri dari mineral-mineral kabasit, dan sedikit mineral opak (bijih), dan massa dasar yang hadir berupa gelas. Gambar 5.25 di bawah in memperlihatkan fotomikrograf sayatan tipis dari contoh zeolit asal Sindangkerta.

Gambar 5.25. Fotomikrograf sayatan tipis contoh zeolit asal Sindangkerta, Cipatujah, kabupaten Tasikmalaya Dari analisis batuan zeolit asal, dilanjutkan dengan analisa nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation). Batuan asal zeolit memiliki nilai KTK sebesar 65 meq/100g. Sesuai dengan urutan percobaan, untuk tahap awal, sampel yang dianalisa KTKnya berasal dari percobaan di bulan Juni-Juli 2011. Pada percobaan ini, zeolit yang diaktifasi sebanyak 100 kg dengan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel perubah

a. ukuran butir zeolit yang diaktifasi: -10 mesh+25 mesh dan -25 mesh+80 mesh b. waktu aktifasi: 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.

2. Variabel tetap

a. persentase padatan: 20 %

b. dosis (jumlah) reagen pengaktifasi NaOH sebesar 8 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,5 N (100 kg zeolit, dan 400 liter air)

Berikut adalah hasil analisis KTK berikut dengan analisis komposisi kimia masing-masing sampel:

Tabel 5.2. Nilai KTK dan Komposisi Kimia dari Sampel Hasil Uji Coba Bulan Juni-Juli 2011 (Tahap Pertama)

Kode (meq/100g) KTK SiO Komposisi Kimia (%)

2 Al2O3 Fe2O3 K2O Na2O CaO MgO TiO2 LOI H2O

-ZP1S1T1J 66,06 72,1 10,86 1,32 3,08 2,18 1,90 0,58 0,067 7,52 3,03 ZP1S1T2J 78,64 71,5 10,35 1,23 3,01 2,39 2,20 0,58 0,063 8,23 2,41 ZP1S1T3J 65,02 71,3 10,73 1,23 3,19 2,62 2,13 0,63 0,082 7,65 2,00 ZP1S1T4J 55,37 72,8 10,24 1,30 2,98 2,28 2,15 0,60 0,075 7,20 2,25 ZP1S1T5J 64,66 72,8 10,35 1,26 2,95 2,70 1,96 0,58 0,057 6,96 6,59 ZP2S2T1J 87,16 72,4 10,98 1,22 2,89 2,21 1,98 0,58 0,052 7,25 2,57 ZP2S2T2J 90,20 72,8 10,45 1,26 2,90 2,22 2,15 0,61 0,028 7,18 2,06 ZP2S2T3J 80,35 72,8 10,44 1,37 3,18 2,21 1,95 0,63 0,052 6,98 2,18 ZP2S2T4J 79,37 72,9 10,69 1,24 3,11 2,59 1,68 0,58 0,053 6,77 7,72

(29)

18

ZP2S2T5J 90,20 71,3 10,67 1,63 3,19 2,43 1,92 0,66 0,11 7,72 2,44

Keterangan:

ZP1S1T1J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 1 jam

ZP1S1T2J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 2 jam

ZP1S1T3J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 3 jam

ZP1S1T4J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 4 jam

ZP1S1T5J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 5 jam

ZP2S2T1J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -25 mesh+80 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 1 jam

ZP2S2T2J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -25 mesh+80 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 2 jam

ZP2S2T3J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -25 mesh+80 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 3 jam

ZP2S2T4J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -25 mesh+80 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 4 jam

ZP2S2T5J = contoh zeolit hasil aktifasi berukuran -25 mesh+80 mesh, 20 % padatan, dosis NaOH 8 %, waktu aktifasi 5 jam

Analisis KTK berikutnya atau tahap kedua dilakukan dengan menggabungkan contoh (sampel) hasil percobaan aktifasi zeolit bulan Agustus dan Oktober 2011. Sama seperti periode sebelumnya, zeolit yang diaktivasi sebanyak 100 kg untuk variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel tetap

a. persentase padatan: 40 %

b. ukuran butir zeolit yang diaktifasi: -10 mesh+25 mesh 2. Variabel perubah

a. waktu aktifasi: 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.

b. dosis (jumlah) reagen pengaktifasi NaOH (100 kg zeolit yang hendak diaktifasi dalam 150 liter air) - 2 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,33 N

- 4 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,67 N - 6 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1 N - 8 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,33 N - 10 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,67 N Tabel 5.3 menunjukkan ringkasan hasil percobaan tahap kedua tersebut.

Tabel 5.3. Nilai KTK dari Sampel Hasil Uji Coba Aktfasi Zeolit Bulan Agustus dan Oktober 2011 (Tahap Kedua) Kode ukuran butir (mesh) persentase padatan dosis reagen NaOH (%) konsentrasi (N) waktu aktifasi (jam) KTK (meq/100 g)

ZP3T1J -10+25 40 2 0,33 1 76,0

ZP3T2J -10+25 40 2 0,33 2 75,0

(30)

19 ZP3T4J -10+25 40 2 0,33 4 66,6 ZP3T5J -10+25 40 2 0,33 5 66,1 ZP4T1J -10+25 40 4 0,67 1 69,1 ZP4T2J -10+25 40 4 0,67 2 75,2 ZP4T3J -10+25 40 4 0,67 3 79,0 ZP4T4J -10+25 40 4 0,67 4 77,2 ZP4T5J -10+25 40 4 0,67 5 74,0 ZP5T1J -10+25 40 6 1,0 1 66,1 ZP5T2J -10+25 40 6 1,0 2 68,1 ZP5T3J -10+25 40 6 1,0 3 82,9 ZP5T4J -10+25 40 6 1,0 4 72,3 ZP5T5J -10+25 40 6 1,0 5 66,5 ZP6T1J -10+25 40 8 1,33 1 90,1 ZP6T2J -10+25 40 8 1,33 2 73,0 ZP6T3J -10+25 40 8 1,33 3 71,2 ZP6T4J -10+25 40 8 1,33 4 70,4 ZP6T5J -10+25 40 8 1,33 5 64,5 ZP7T1J -10+25 40 10 1,67 1 65,3 ZP7T2J -10+25 40 10 1,67 2 65,9 ZP7T3J -10+25 40 10 1,67 3 65,9 ZP7T4J -10+25 40 10 1,67 4 67,4 ZP7T5J -10+25 40 10 1,67 5 82,3

Tahap ketiga analisis KTK dilakukan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan di bulan November 2011. Tetap sama dengan periode-periode sebelumnya, zeolit yang diaktifasi dalam reaktor sebanyak 100 kg dengan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel tetap

a. persentase padatan: 20 %

b. ukuran butir zeolit yang diaktifasi: -10 mesh+25 mesh 2. Variabel perubah

a. waktu aktifasi: 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.

b. dosis (jumlah) reagen pengaktifasi NaOH (100 kg zeolit yang hendak diaktifasi dalam 400 liter air) - 2 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,12 N

- 4 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,25 N - 6 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,375 N

- 10 % (dari berat zeolit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,625 N Tabel 5.4 di bawah ini, merupakan data hasil percobaan tahap ketiga.

Tabel 5.4. Nilai KTK dari Sampel Hasil Uji Coba Bulan November 2011 (Tahap Ketiga atau Terakhir) Kode ukuran butir (mesh) persentase padatan dosis reagen NaOH (%) konsentrasi (N) waktu aktifasi (jam) KTK (meq/100 g)

ZP8T1J -10+25 20 2 0,12 1 72,0

ZP8T2J -10+25 20 2 0,12 2 92,0

ZP8T3J -10+25 20 2 0,12 3 71,9

(31)

20 ZP8T5J -10+25 20 2 0,12 5 63,7 ZP9T1J -10+25 20 4 0,25 1 57,9 ZP9T2J -10+25 20 4 0,25 2 79,3 ZP9T3J -10+25 20 4 0,25 3 100,1 ZP9T4J -10+25 20 4 0,25 4 77,1 ZP9T5J -10+25 20 4 0,25 5 69,3 ZP10T1J -10+25 20 6 0,375 1 54,3 ZP10T2J -10+25 20 6 0,375 2 54,2 ZP10T3J -10+25 20 6 0,375 3 67,7 ZP10T4J -10+25 20 6 0,375 4 80,2 ZP10T5J -10+25 20 6 0,375 5 68,7 ZP11T1J -10+25 20 10 0,625 1 68,1 ZP11T2J -10+25 20 10 0,625 2 69,0 ZP11T3J -10+25 20 10 0,625 3 55,2 ZP11T4J -10+25 20 10 0,625 4 60,8 ZP11T5J -10+25 20 10 0,625 5 64,0

5.1.3.2. Percobaan Aktifasi Bentonit Skala Pilot

Kegiatan percobaan pengolahan (aktifasi) bentonit mulai dilakukan di bulan Agustus 2001, dan direncanakan berlangsung hingga November 2011. Setiap kali uji coba dengan variable-variabel tertentu selalu menggunakan bentonit 100 kg untuk diaktifasi. Berikut adalah urutan kegiatan uji coba aktifasi bentonit berdasarkan variabel yang digunakan, mulai dari yang pertama dilakukan di bulan Agustus 2011:

1. Agustus 2001

a. Dosis reagen asam sulfat (H2SO4) 2,5 % (dari berat bentonit yang hendak diaktifasi), 20 % padatan, waktu

aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

b. Dosis reagen H2SO4 5 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

c. Dosis reagen H2SO4 7,5 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

d. Dosis reagen H2SO4 10 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

e. Dosis reagen H2SO4 12,5 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

f. Dosis reagen H2SO4 15 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

2. Oktober 2011

a. Dosis reagen H2SO4 17,5 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

b. Dosis reagen H2SO4 20 %, 20 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

c. Dosis reagen H2SO4 2,5 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

d. Dosis reagen H2SO4 5 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

3. November 2011

a. Dosis reagen H2SO4 7,5 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

b. Dosis reagen H2SO4 10 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

c. Dosis reagen H2SO4 12,5 %, 40 % padatan, waktu aktifasi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam

(32)

21

Foto-foto dokumentasi yang terkait dengan kegitan uji coba aktifasi zeolit dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sama halnya dengan zeolit, dari sekian banyak percobaan aktifasi bentonit tersebut, telah dilakukan analisis kimia dan fisika baik terhadap sampel (contoh) batuan asal maupun sampel hasil uji coba. Menurut hasil analisis kimia, bahan baku bentonit alam memiliki komposisi sebaagai berikut:

Tabel 5.5. Analisa Kimia Bahan Baku Bentonit Alam, desa Sarimanggu, kecamatan Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya

Komposisi Kimia kadar (%) Metode

SiO2 59,1 SNI 13-3608-1994 Al2O3 16,22 SNI 13-3608-1994 Fe2O3 2,09 SNI 13-3608-1994 K2O 0,077 SNI 13-3608-1994 Na2O 0,12 SNI 13-3608-1994 CaO 0,42 SNI 13-3608-1994 MgO 3,95 SNI 13-3608-1994 TiO2 0,30 SNI 13-3608-1994 LOI 17,04 SNI 13-3608-1994 H2O- 28,88 SNI 13-3608-1994

Pada dasarnya bahan baku bentonit alam yang diperoleh dari desa Sarimanggu, kecamatan Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya, memiliki komposisi mineral monmorillonit, dan kuarsa, sesuai dengan analisa SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray Diffraction) berikut:

(33)

22

Gambar 5.27. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa card 1 dan card 2 berturut-turut adalah mineral montmorillonit dan kuarsa

Menurut analisis SEM yang lain, yaitu X-Ray Mapping diketahui bahwa unsur yang terdeteksi dalam bahan baku bentonit alam yang diambil dari desa Sarimanggu, Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya, adalah aluminium (Al), silikon (Si), magnesium (Mg), niobium (Nb), dan fluor (F). Namun dari keempatnya, yang paling dominan adalah silikon. Hasil analisa ini dapat dilihat pada Gambar 5.28 di bawah ini:

(34)

23

Gambar 5.28. X-Ray Mapping batuan bentonit alam dari desa Sarimanggu, Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya Contoh batuan bentonit asal juga telah dianalisis petrografi di Laboratorium Kimia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA). Dari analisis diketahui sayatan batuan berbutir halus sampai sangat halus, struktur massif, terdapat relief halus sebagai indikasi sisa-sisa unsure organic dan sisa proses pelarutan. Komposisi mineral terdiri atas kuarsa, mineral lempung dan sedikit mineral tambahan berupa mineral opak (bijih) Gambar 5.29 di bawah in memperlihatkan fotomikrograf sayatan tipis dari contoh bentonit asal Sarimanggu.

Gambar 5.29. Fotomikrograf sayatan tipis contoh bentonit asal Sarimanggu, Karangnunggal, kabupaten Tasikmalaya

Dari analisis batuan bentonit asal, dilanjutkan dengan analisa nilai bleaching power (daya penjernih warna) tahap pertama. Batuan asal bentonti memiliki bleaching power sebesar 44 % (dengan pembanding 95 % tonsil).

(35)

24

Seluruh percobaan aktifasi bentonit skala pilot menggunakan butiran berukuran -10+25 mesh. Sesuai dengan urutan percobaan, untuk tahap awal, sampel yang dianalisa bleaching powernya berasal dari percobaan di bulan Agustus dan Oktober 2011. Pada percobaan ini, digunakan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel tetap

a. persentase padatan: 20 % (bulan Agustus dan Oktober 2011) b. persentase padatan: 40 % (bulan Oktober 2011)

2. Variabel perubah

a. waktu aktifasi: 1, 2, 3, 4, dan 5 jam (bulan Agustus dan Oktober 2011) b. dosis (jumlah) reagen pengaktifasi H2SO4

- Agustus 2011(dari 100 kg bentonit yang hendak diaktifasi dalam 400 liter air) * 2,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,13 N * 5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,26 N * 7,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,38 N * 10 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,51 N * 12,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,64 N * 15 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,77 N - Oktober 2011

a. dari 100 kg bentonit yang hendak diaktifasi dalam 400 liter air

* 17,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,89 N * 20 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,02 N b. dari 100 kg bentonit yang hendak diaktifasi dalam 150 liter air

* 2,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,34 N * 5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 0,68 N

Hasil analisis bleaching power untuk semua sampel hasil percobaan di atas dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi Bentonit Tahap Pertama

Kode

Sampel padatan (%) persentase dosis reagen H2SO4 (%)

konsentrasi

(N) waktu aktifasi (jam) Nilai Power Bleaching (%)

BP1T1J 20 2,5 0,13 1 40,16 BP1T2J 20 2,5 0,13 2 41,39 BP1T3J 20 2,5 0,13 3 42,48 BP1T4J 20 2,5 0,13 4 54,84 BP1T5J 20 2,5 0,13 5 33,21 BP2T1J 20 5,0 0,26 1 67,19 BP2T2J 20 5,0 0,26 2 66,42 BP2T3J 20 5,0 0,26 3 73,37 BP2T4J 20 5,0 0,26 4 64,88 BP2T5J 20 5,0 0,26 5 51,75 BP3T1J 20 7,5 0,38 1 52,52 BP3T2J 20 7,5 0,38 2 46,34 BP3T3J 20 7,5 0,38 3 48,66 BP3T4J 20 7,5 0,38 4 54,06

(36)

25 BP3T5J 20 7,5 0,38 5 51,75 BP4T1J 20 10,0 0,51 1 57,92 BP4T2J 20 10,0 0,51 2 46,34 BP4T3J 20 10,0 0,51 3 47,88 BP4T4J 20 10,0 0,51 4 56,38 BP4T5J 20 10,0 0,51 5 47,88 BP5T1J 20 12,5 0,64 1 45,57 BP5T2J 20 12,5 0,64 2 44,80 BP5T3J 20 12,5 0,64 3 45,57 BP5T4J 20 12,5 0,64 4 34,75 BP5T5J 20 12,5 0,64 5 44,80 BP6T1J 20 15,0 0,77 1 33,21 BP6T2J 20 15,0 0,77 2 63,33 BP6T3J 20 15,0 0,77 3 50,97 BP6T4J 20 15,0 0,77 4 68,74 BP6T5J 20 15,0 0,77 5 58,70 BP7T1J 20 17,5 0,89 1 54,06 BP7T2J 20 17,5 0,89 2 55,61 BP7T3J 20 17,5 0,89 3 54,06 BP7T4J 20 17,5 0,89 4 46,34 BP7T5J 20 17,5 0,89 5 81,87 BP8T1J 20 20,0 1,02 1 49,43 BP8T2J 20 20,0 1,02 2 69,51 BP8T3J 20 20,0 1,02 3 57,92 BP8T4J 20 20,0 1,02 4 67,19 BP8T5J 20 20,0 1,02 5 61,01 BP9T1J 40 2,5 0,34 1 57,15 BP9T2J 40 2,5 0,34 2 37,84 BP9T3J 40 2,5 0,34 3 54,06 BP9T4J 40 2,5 0,34 4 52,52

Tabel 5.6. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi Bentonit Tahap Pertama (Lanjutan)

Kode

Sampel persentase padatan dosis reagen H2SO4 (%)

konsentrasi

(N) waktu aktifasi (jam) Nilai Power Bleaching (%)

BP9T5J 40 2,5 0,34 5 41,71 BP10T1J 40 5,0 0,68 1 59,0 BP10T2J 40 5,0 0,68 2 65,0 BP10T3J 40 5,0 0,68 3 65,0 BP10T4J 40 5,0 0,68 4 63,0 BP10T5J 40 5,0 0,68 5 61,0

Di bulan November 2011, dilakukan uji coba aktifasi bentonit berikutnya yang merupakan tahap kedua atau terakhir. Pada tahapan ini digunakan variabel sebagai berikut:

1. Variabel tetap: persentase padatan: 40 % (bulan Oktober 2011) 2. Variabel perubah

(37)

26

b. dosis (jumlah) reagen pengaktifasi H2SO4 (dari 100 kg bentonit dalam 150 liter air)

- 7,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,02 N - 10 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,36 N - 12,5 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 1,70 N

- 15 % (dari berat bentonit yang diaktifasi) yang setara dengan konsentrasi 2,04 N

Sedangkan hasil analisis bleaching power untuk sampel hasil percobaan aktifasi bentonit tahap kedua atau yang terakhir yang dilaksanakan di bulan November 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.7. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi Bentonit Tahap Kedua Kode

Sampel padatan (%) persentase dosis reagen H2SO4 (%)

konsentrasi

(N) waktu aktifasi (jam) Nilai PowerBleaching (%)

BP11T1J 40 7,5 1,02 1 88,0 BP11T2J 40 7,5 1,02 2 87,0 BP11T3J 40 7,5 1,02 3 81,0 BP11T4J 40 7,5 1,02 4 69,0 BP11T5J 40 7,5 1,02 5 60,0 BP12T1J 40 10,0 1,36 1 84,0 BP12T2J 40 10,0 1,36 2 85,0 BP12T3J 40 10,0 1,36 3 74,0 BP12T4J 40 10,0 1,36 4 68,0 BP12T5J 40 10,0 1,36 5 78,0 BP13T1J 40 12,5 1,70 1 73,0 BP13T2J 40 12,5 1,70 2 73,0 BP13T3J 40 12,5 1,70 3 72,0 BP13T4J 40 12,5 1,70 4 71,0 BP13T5J 40 12,5 1,70 5 72,0 BP14T1J 40 15,0 2,04 1 61,0

Tabel 5.7. Daya Penjernih Warna Minyak Sawit (Bleaching Power) Hasil Uji Coba Aktifasi Bentonit Tahap Kedua (Lanjtuan)

Kode

Sampel persentase padatan dosis reagen H2SO4 (%)

konsentrasi

(N) waktu aktifasi (jam) Nilai PowerBleaching (%)

BP14T2J 40 15,0 2,04 2 64,0 BP14T3J 40 15,0 2,04 3 87,0 BP14T4J 40 15,0 2,04 4 65,0 BP14T5J 40 15,0 2,04 5 61,0 5.2. Pembahasan 5.2.1. Aktifasi Zeolit

Dari hasil analisis laboratorium diketahui zeolit asal Cipatajuh, kabupaten Tasikmalaya memiliki nilai KTK yang rendah karena di bawah 100 meq/100g, yaitu 65 meq/100g. Akan tetapi, kegiatan di tahun 2011 ini, memfokuskan kepada usaha untuk meningkatkan KTK melalui pengaktifasian zeolit alam dengan menambahkan

(38)

27

reagen NaOH teknis pada suhu kamar dengan menggunakan reaktor horizontal. Peningkatan nilai KTK inilah yang mau diamati dan dianalisis.

Berdasarkan data pada Tabel 5.2, kita melihat bahwa semakin halus ukuran butir zeolit yang diaktifasi, semakin tinggi nilai KTK yang didapat, seperti yang tergambarkan pada Gambar 5.30 berikut:

Gambar 5.30. KTK hasil aktifasi zeolit berdasarkan ukuran zeolit yang diaktifasi

Untuk selanjutnya, sebagai variabel tetap, ukuran butir -10 mesh+25 mesh yang digunakan karena sesuai untuk aplikasi pengolahan air. Dilihat dari sisi persentase padatan zeolit yang diaktifasi, dengan menggabungkan data KTK pada Tabel 5.2 hingga Tabel 5.4, diperoleh bahwa nilai KTK rata-rata percobaan aktifasi yang menggunakan 40 % padatan lebih tinggi dari percobaan aktifasi yang menggunakan 20 % padatan. Perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8. KTK dan Persentase Padatan

persentase padatan (%) nilai KTK rata-rata (meq/100g)

20 68,90

40 72,15

Hal ini terjadi karena pada padatan yang lebih kental (persentase padatan tinggi), bidang kontak antara partikel-partikel reagen dengan partikel-partikel zeolit menjadi lebih besar sehingga kapasitas pertukaran kation meningkat.

Dari data nilai KTK dengan 40 % padatan diperoleh grafik KTK terhadap lamanya aktifasi berdasarkan penambahan reagen ke dalam reaktor aktifasi sebagai berikut:

87.16 90.2 80.35 79.37 90.2 66.06 78.64 65.02 55.37 64.66 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam) -25 mesh+80 mesh -10 mesh+25 mesh

(39)

28

Gambar 5.31. Nilai KTK terhadap lamanya aktifasi tiap dosis reagen NaOH yang berbeda, 40 % padatan Gambar 5.31 sulit menentukan kondisi aktifasi yang terbaik diakibatkan oleh nilai KTK yang fluktuatif ditiap waktu ditiap jumlah reagen NaOH yang berbeda., walaupun dari gambar terlihat KTK yang tertinggi ada pada kondisi aktifasi selama 1 jam yang diberi reagen 8 % (dari berat zeolit yang diaktfiasi) yakni 90,1 meq/100g. Oleh karena itu dari tiap-tiap dosis penambahan reagen NaOH harus dibuatkan garis tren (trend line) linier dalam membantu penentuan kondisi yang terbaik dari segi teknis. Kondisi yang terbaik adalah garis tren yang memiliki

slope positif dan/atau nilai persamaan (y) paling besar. Semua ini dapat diperoleh dengan bantuan piranti lunak “microsoft excel”. Berikut adalah garis tren tiap penambahan reagen pengaktifasi, dimulai dari Gambar 5.32 sampai 5.36. 76,0 75,0 73,7 66,6 66,1 69,1 75,2 79,0 77,2 74,0 66,1 68,1 82,9 72,3 66,5 90,1 73,0 71,2 70,4 64,5 65,3 65,9 65,9 67,4 82,3 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen NaOH 2 % dosis reagen NaOH 4 % dosis reagen NaOH 6 % dosis reagen NaOH 8 % dosis reagen NaOH 10 %

76,0 75,0 73,7 66,6 66,1 y = -2,82x + 79,94 60,0 62,0 64,0 66,0 68,0 70,0 72,0 74,0 76,0 78,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

(40)

29

Gambar 5.32. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 2 % (b/b)

Gambar 5.33. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 4 % (b/b)

Gambar 5.34. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 6% (b/b)

69,1 75,2 79,0 77,2 74,0 y = 1,18x + 71,36 64,0 66,0 68,0 70,0 72,0 74,0 76,0 78,0 80,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen NaOH 4 % Linear (dosis reagen NaOH 4 %)

66,1 68,1 82,9 72,3 66,5 y = 0,5x + 69,68 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

(41)

30

Gambar 5.35. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 8% (b/b)

Gambar 5.36. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi NaOH 10% (b/b)

Persamaan linier dari tiap garis tren untuk masing-masing kondisi pengaktifasian ditabulasikan kembali untuk memperoleh data nilai KTK terbesar untuk tiap penambahan reagen NaOH pada tiap jam aktifasi. Hasil tabulasi terdapat pada Tabel 5.9 berikut:

Tabel 5.9. Penentuan Nilai KTK Tertinggi Berdasarkan Persamaan Linier Kondisi Pengaktifasian

90,1 73,0 71,2 70,4 64,5 y = -5,38x + 89,98 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen NaOH 8 % Linear (dosis reagen NaOH 8 %)

65,3 65,9 65,9 67,4 82,3 y = 3,55x + 58,71 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 1 2 3 4 5 K TK ( m e q/ 10 0g )

waktu aktifasi (jam)

(42)

31

keterangan:

t adalah lama atau waktu aktifasi

x adalah variabel perubah berapapun nilainya untuk lama aktifasi

y adalah variabel bebas berapapun nilainya tergantung nilai x yang merupakan nilai KTK

Dari Tabel 5.9 jelas terlihat dan terbukti bahwa kondisi pengaktifasian terbaik, dalam arti, nilai KTKnya tertinggi, ada pada saat kondisi pengaktifasian menggunakan 40 persen padatan, dosis atau jumlah NaOH 8 % yang setara dengan konsentrasi 1,33 N, dengan lama aktifasi 1 jam. Kondisi ini menguntungkan, mengingat bila aktifasi zeolit terlalu lama, akan menaikkan biaya produksi terutama bahan bakar. Sedangkan bila reagen terlalu sedikit, aktifasi zeolit tidak tercapai dengan sempurna, dan bila terlalu banyak, juga akan menaikkan biaya produksi.

5.2.2. Aktifasi Bentonit

Dari hasil analisis laboratorium diketahui bahwa bentontit alam asal Sarimanggu, kabupaten Tasikmalaya, memiliki daya penjernih warna (bleaching power) sebesar 44 %, dengan pembanding bentonit tonsil 95 %. Dalam uji coba aktifasi bentonit tidak digunakan ukuran butir spesifik tertentu, tetapi cukup menggunakan ukuran -10 mesh hasil dari penggilingan (hammer mill), karena sifat bentonit yang mudah mengembang dan melunak seperti bubur bila terkena air (Ciullo, 1996, 63). Hal ini disebabkan oleh kerapatan ruah (bulk density) bentonit yang rendah sehinggga daya menyerap airnya tinggi (Gupta, 533). Dalam aktifasi bentonit ini, sebagian besar (80 %) zeolit yang diaktifasi berukuran -10 mesh+25 mesh, sisanya berukuran -25 mesh+ 80 mesh. Setelah diaktifasi, dalam kondisi bubur yang telah dikeringkan, sebagian besar fraksi (75 %) berukuran +60 mesh.

Dengan menggunakan basis 100 kg bentonit yang diaktifasi, bila data-data kondisi pengaktifasian pada Tabel 5.6 dan 5.7 digabung maka diperoleh daya penjernihan bentonit terbesar ada pada pengaktifasian 40 % padatan yakni 67,64 %, seperti yang tertera pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Daya Penjernih (Bleaching Power) dan Persentase Padatan persentase padatan (%) Bleaching Power (%)

20 53,32

40 67,64

Persentase padatan yang besar akan membuat interaksi lapisan alumina oktahedral dengan air menjadi lebih besar yang membuat molekul air terserap pada lapiran alumina oktahedral dengan silika tetrahedral. Air t aktifasi 1 jam t aktifasi 2 jam t aktifasi 3 jam t aktifasi 4 jam t aktifasi 5 jam pemberian reagen NaOH 2 % y = -2,82x + 79,94 77,12 74,30 71,48 68,66 65,84

pemberian reagen NaOH 4 % y = 1,18x + 71,36 72,54 73,72 74,90 76,08 77,26

pemberian reagen NaOH 6 % y = 0,5 x + 69,68 70,18 70,68 71,18 71,68 72,18

pemberian reagen NaOH 8 % y = -5,38x + 89,98 84,60 79,22 73,84 68,46 63,08

pemberian reagen NaOH 10 % y = 3,55x + 58,71 62,26 65,81 69,36 72,91 76,46

Nilai KTK (meq/100 g) persamaan linier

(43)

32

dengan gugus hidroksilnya akan mengisi lattice (kisi kristal) bentontit yang dengan mudah dihilangkan melalui pemanasan. Dengan bantuan reagen asam sulfat, kisi kristal bentonit akan bertambah lebar akibat ikatan ionik atom O (oksigen) dari SiO42- dengan atom Si dan Al pada bentontit itu sendiri. Kisi kristal yang ditinggalkan oleh molekul

air yang jumlahnya banyak itulah yang membuat daya penjernihan atau bleaching power meningkat.

Dengan mengambil data bleaching power dari 40 % padatan bentonit, Gambar 5.37 menjelaskan hubungan daya penjernihan dengan lamanya aktifasi didasari pada penambahan reagen pengaktifasi pada dosis tertentu.

Gambar 5.37. Daya penjernihan (bleaching power) terhadap lamanya aktifasi tiap dosis reagen HsSO4 yang

berbeda, 40 % padatan

Bila melihat Gambar 5.37, dengan basis 100 kg bentonit yang diaktifasi, aktifasi selama 1 jam dengan dosis reagen asam sulfat 7,5 % atau setara dengan konsentrasi bentonit yang diaktifasi 1,02 N menghasilkan

bleaching power yang paling besar yakni 88 %. Namun, hal ini perlu dibuktikan secara matematis melalui persamaan linier karena nilainya fluktuatif dan harus ditentukan kecenderungan grafik yang terbentuk. Karena itu perlu ditentuakan garis tren dari tiap grafik pemakaian asam sulfat, yang digambarkan mulai Gambar 5.38 sampai 5.43.

Gambar 5.38 merupakan garis tren dari grafik aktifasi bentonit dengan pemakaian asam sulfat 2,5 % pada 40 persen padatan yang merupakan garis persaman linier. Piranti lunak “microsoft excel” akan membantu dalam penentuan garis tren tersebut.

57,2 37,8 54,1 52,5 41,7 59,0 65,0 65,0 63,0 61,0 88,0 87,0 81,0 69,0 60,0 84,0 85,0 74,0 68,0 78,0 73,0 73,0 72,0 71,0 72,0 61,0 64,0 87,0 65,0 61,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 1 2 3 4 5 b le ac h in g p o w e r ( % )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen as. sulfat 2,5 % dosis reagen as. sulfat 5 % dosis reagen as.sulfat 7,5 % dosis reagen as. sulfat 10 % dosis reagen as. sulfat 12,5 % dosis reagen as. sulfat 15 %

57,2 37,8 54,1 52,5 41,7 y = -1,62x + 53,51 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 1 2 3 4 5 bl ea ch in g po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

(44)

33

Gambar 5.38. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 2,5 % (b/b), 40 % padatan

Gambar 5.39. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 5 % (b/b), 40 % padatan

59,0 65,0 65,0 63,0 61,0 y = 0,2x + 62 56,0 57,0 58,0 59,0 60,0 61,0 62,0 63,0 64,0 65,0 66,0 1 2 3 4 5 bl ea ch in g po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen as. sulfat 5 % Linear (dosis reagen as. sulfat 5 %)

88,0 87,0 81,0 69,0 60,0 y = -7,4x + 99,2 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 1 2 3 4 5 bl ea ch in g po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

(45)

34

Gambar 5.40. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 7,5 % (b/b), 40 % padatan

Gambar 5.41. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 10 % (b/b), 40 % padatan

84,0 85,0 74,0 68,0 78,0 y = -2,9x + 86,5 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 1 2 3 4 5 bl ea ch in g po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen as. sulfat 10 % Linear (dosis reagen as. sulfat 10 %)

73,0 73,0 72,0 71,0 72,0 y = -0,4x + 73,4 70,0 70,5 71,0 71,5 72,0 72,5 73,0 73,5 1 2 3 4 5 bl ea ch in g po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

(46)

35

Gambar 5.42. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 12,5 % (b/b), 40 % padatan

Gambar 5.43. Garis tren kondisi aktifasi saat pemberian reagen pengaktifasi H2SO4 15 % (b/b), 40 % padatan

Semua persamaan linier yang diperoleh dari Gambar 5.38 sampai 5.43 ditabulasikan ke dalam Tabel 5.11 berikut untuk memastikan pada waktu aktifasi berapa, dan pada dosis pemakaian asam sulfat berapa, memberikan daya penjernihan warna (bleaching power) tertinggi.

Tabel 5.11. Penentuan Bleaching Power Tertinggi Berdasarkan Persamaan Linier Kondisi Pengaktifasian

61,0 64,0 87,0 65,0 61,0 y = 0,1x + 67,3 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 1 2 3 4 5 bl ea chi ng po w er (% )

waktu aktifasi (jam)

dosis reagen as. sulfat 15 % Linear (dosis reagen as. sulfat 15 %)

t aktifasi 1 jam t aktifasi 2 jam t aktifasi 3 jam t aktifasi 4 jam t aktifasi 5 jam

pemberian reagen as. sulfat 2,5 % y = -1,62x + 53,51 51,89 50,27 48,65 47,03 45,41

pemberian reagen as. sulfat 5,0 % y = 0,2x + 62 62,20 62,40 62,60 62,80 63,00

pemberian reagen as. sulfat 7,5 % y = -7,4 x + 99,2 91,80 84,40 77,00 69,60 62,20

pemberian reagen as. sulfat 10,0 % y = -2,9x + 86,5 83,60 80,70 77,80 74,90 72,00

pemberian reagen as. sulfat 12,5 % y = -0,4x + 73,4 73,00 72,60 72,20 71,80 71,40

pemberian reagen as. sulfat 15,0 % y = 0,1x + 67,3 67,40 67,50 67,60 67,70 67,80

bleaching power (%)

Gambar

Tabel 1.1. Tahapan Kegiatan Percontohan Pengolahan Zeolit dan Bentonit di Citatah Kabupaten Bandung Barat
Gambar 1.1. Peta lokasi penelitian
Gambar 4.1. Diagram alir pengolahan zeolit skala pilot
Gambar 5.5.  Memasang kabel pada belt conveyor 1  Gambar 5.6.  Memasang kabel pada hammer mill 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adverbia yang digunakan untuk menyatakan waktu terjadinya suatu kejadian atau peristiwa disebut dengan tensu-asupekuto no fukushi. Di dalam adverbia jenis ini

They had scrambled through the junk and debris- strewn tunnels of Planet X, Roz and Chris and Benny, Kiru, Sgloomi Po and Six, avoiding the filaments of extruded Sloathe matter

Pada proses dalam memperoleh hasil analisis data, sebelum memberikan perlakuan yang berbeda pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan keas kontrol.

Protein minor pada Otot yang mengatur jaringan-jaringan Miofibril Disk Z merupakan wujud amorf dan mengandung beberapa protein berserat aktinin (untuk

Bentuk Kegiatan : Peserta KKN melakukan inspeksi ke rumah-rumah warga di Desa Jetis bersama kader posyandu untuk melihat lokasi tempat pembuangan sampah pada rumah

Sesuai dengan apa yang dilakukan dalam penelitian serta metode yang digunakan dalam pemecahan masalah, maka tinjauan pustaka berisi penjelasan tentang teori-teori yang dipakai dalam

- Mendukung pemakaian di jaringan komputer tanpa batasan jumlah user sehingga bisa disiapkan PC untuk kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa yang akan mengecek koleksi buku

Selanjutnya jika dibandingkan rata-rata pertambahan berat ikan uji antar perlakuan maka urutan rata-rata pertambahan berat dari yang terkecil sampai yang terbesar