• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Berat Badan Balita Gizi Kurang 1. Pengertian

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa, et all, 2001).

Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5) Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-ubah.

Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan

(2)

paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan Tilden, R. 2009).

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.

Interpretasi :

1) BB/U < dipetakan pada kurva berat badan : a) BB< sentil ke-10 : disebut defisit b) BB>sentil ke-90 : disebut kelebihan

2) BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase:

a) >120% : disebut gizi lebih b) 80-120% : disebut gizi baik

c) 60-80%: -tanpa edema : gizi kurang

-dengan edema : gizi buruk (kwashiorkor) d) < 60% : -tanpa edema : marasmus

-dengan edema : marasmus- kwashiorkor Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula)x 100%.

1) 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%) 2) 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25% 3) <75% : kehilangan BB berat (>25% )

(3)

2. Masalah Gizi Balita

Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap penyakit. Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita dapat memengaruhi status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi pada anak usia balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap gizi anak.

Konperensi Internasional tentang “At Risk Factors and The Health and Nutrition of Young Children” di Kairo tahun 1975 mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok (Moehji. S. 2009), yaitu :

a. At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur politik, kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai penyakit, pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan iklim.

b. At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan, besarnya keluarga dan karakteristik khusus setiap keluarga.

c. At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu, jarak lahir terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan, pemanfaatan ASI, imunisasi dan penyakit infeksi.

Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan suatu kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi anak akibat makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya pemeliharaan gizi anak haruslah paripurna (comprehensive care) yang mencakup berbagai aspek yang terdiri dari:

a. Pemeliharaan gizi pada masa prenatal

b. Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir

c. Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui imunisasi dan pemeliharaan sanitasi

(4)

e. Pengaturan jarak kelahiran

Kelima upaya tersebut harus merupakan suatu kesatuan sebagai strategi dasar pemeliharaan gizi anak. Ada beberapa masalah gizi, (KD. Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) yang biasa diderita balita sebagai berikut:

a. KEP (Kurang Energi Protein)

KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Ada tiga tipe KEP sebagai berikut: 1) Tipe Kwashiorkor

Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan gizi ini banyak ditemukan pada anak usia 1 – 3 tahun. Orangtua biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hal ini disebabkan kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat badan menjadi normal. Apalagi ditambah dengan adanya edema pada badan anak karena kekurangan protein. Gejala pada kwashiorkor antara lain:

a) Edema pada kaki dan muka (moon face)

b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang

c) Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah memelas dan nafsu makan berkurang

d) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang kemudian berpadu menjadi bercak hitam

2) Tipe Marasmus

Marasmus terjadi akibat kekurangan energy. Gangguan gizi ini biasanya terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejala pada marasmus antara lain: a) Berat badan sangat rendah

b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi) c) Wajah anak seperti orang tua (old face)

(5)

e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun) f) Mudah terkena penyakit infeksi

g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah kulit

h) Sering diare

i) Rambut tipis dan mudah rontok 3) Tipe Kwashiorkor Marasmus

Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung energy dan protein untuk pertumbuhan normal. b. Obesitas

Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan berlebihan lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam porsi besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang seimbang. Dampak obesitas pada anak dapat menyebabkan hiperlipidemia (tinggi kadar kolesterol dan lemak dalam darah), gangguan pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang).

Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni orang tua perlu melakukan pencegahan seperti mengendalikan pola makan anak agar tetap seimbang. Selain itu, memberikan camilan yang sehat seperti buah dan melibatkan anak pada aktivitas yang bias mengeluarkan energinya juga harus dilakukan.

c. Kekurangan Vitamin A

Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 – 3 tahun. Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat gizi. Sementara anak belum bisa mengambil makanan sendiri.

(6)

d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak. e. Anemia Zat Besi (Fe)

Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang dari normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (sel darah merah).Anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat pertumbuhan anak yang pesat dan infeksi akut berulang. Gejala yang Nampak adalah, anak tampak lemas, mudah lelah, dan pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi (kekurangan) zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup asupan zat besinya.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang gizi

Faktor penyebab gizi kurang meliputi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung

a. Penyebab langsung 1) Asupan zat gizi

Masalah gizi timbul karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan makanan. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Tingkat kecukupan asupan zat gizi seseorang akan mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan ( Apriayanto, 2005 )

2) Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai

(7)

mekanismenya. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi kurang atau gizi buruk ( Depkes, 2008 )

b. Faktor tidak langsung

1) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan

Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan ( Budiyanto, 2004)

2) Pendapatan Keluarga

Di negara Indonesia jumlah pendapatan sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah, ini akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan bergizi. Jika keterbatasan ekonomi yang tidak mampu membeli makanan yang baik maka pemenuhan gizi akan berkurang (Budiyanto, 2004)

3) Sanitasi Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu ( Supariasa dkk, 2002)

(8)

B. Konsep Pemberian Makanan Tambahan (PMT). 1. Pengertian Pemberian Makanan Tambahan

Makanan Tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Kementerian kesehatan RI Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011)

2. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan

Menurut Persagi (2009), pemberian tambahan makanan di samping makanan yang dimakan sehari-hari dengan tujuan memulihkan keadaan gizi dan kesehatan. PMT dapat berupa makanan lokal atau makanan pabrik. Program Makanan Tambahan Pemulihan (PMT– P) diberikan kepada anak gizi buruk dan gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi anak. Ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun yang menderita gizi kurang atau gizi buruk diberikan satu paket PMT Pemulihan.

3. Sasaran Pemberian Makan Tambahan

Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT Pemulihan.Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi kepada Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan sasaran penerima PMT Pemulihan.

(9)

Cara Penentuan Sasaran :

Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut :

a. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS

b. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T)

c. Balita kurus

d. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

(Kementerian kesehatan RI Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011)

4. Komposisi Pemberian Makanan Tambahan

Menurut Departemen Kesehatan RI seperti yang dikutip oleh, bahwa prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus berkisar 200 – 300 kalori dan protein 5 – 8 gram, PMT berupa makanan selingan atau makanan lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan makanan setempat dan diperkaya protein nabati/hewani, dan mengandung 4 sehat 5 sempurna, mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian makanan tambahan (PMT) diberikan dari Kelurahan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100 – 160hari.

PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang, PMT ini disebut PMT pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi (PPG) di posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari. Lamanya pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).

(10)

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

Sumber : Modifikasi Moehji. S, (2009) Ilmu Gizi: Penanggulangan Gizi Buruk

D. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini adalah pola pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Genuk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

1. Faktor langsung a. Konsumsi

makanan b. Infeksi

2. Faktor tidak langsung a. Kesedian pangan

di tingkat rumah tangga

b. Daya beli keluarga c. sikap dan perilaku

tentang gizi dan kesehatan. Status gizi: 1. Gizi lebih 2. Gizi baik 3. Gizi kurang 4. Gizi buruk

Pola Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Hasil identifikasi fauna ikan di Kawasan Mangrove Teluk Pangpang ditemukan kelimpahan dan biomassa yang tinggi pada jenis ikan bedul ( A. caninus ) sebanyak 975 ind sebesar 18.299,56

Jika produk dicampurkan dengan produk lain, atau jika diproses, maklumat dalam risalah data keselamatan ini tidak semestinya sah bagi bahan baru

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi

Setiap karyawan di dalam perusahaan diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri dalam menjaga keselamatannya pada setiap melakukan pekerjaan, dengan adanya

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2C11 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara Dan Barang Gratifikasi; 8.. percepatan

Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi