• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang atau. berdasarkan asas kekeluargaan (Hanel, 1989).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang atau. berdasarkan asas kekeluargaan (Hanel, 1989)."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Koperasi

2.1.1 Pengertian Koperasi

Menurut Undang-undang Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian Indonesia, yang dimaksud dengan koperasi adalah “Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan” (Hanel, 1989).

Dengan perubahan, menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 yang mengatur tentang pokok-pokok Perkoperasian, bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah “Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

2.1.2 Jenis-Jenis Koperasi

Menurut Baswir (1997), jenis-jenis koperasi dibedakan menjadi lima yaitu:

1. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang mengusahakan kebutuhan sehari-hari.

(2)

2. Koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit, adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pengelolaan simpanan dari anggotanya, dan memberikan peluang kepada anggota untuk memperoleh modal dengan biaya murah. 3. Koperasi produksi, adalah koperasi yang kegiatan utamanya memproses bahan

baku menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

4. Koperasi jasa, adalah koperasi yang kegiatan mengkhususkan usahanya dalam memproduksi dan memasarkan kegiatan jasa tertentu.

5. Koperasi serba usaha (KSU)/koperasi unit desa (KUD), adalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan ekonomi lebih dari satu macam kebutuhan ekonomi atau kepentingan ekonomi pada anggotanya.

2.1.3 Fungsi, Peranan, Tujuan, dan Prinsip Koperasi

Dalam Undang-Undang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 dijelaskan fungsi, peran, tujuan dan prinsip koperasi sebagai berikut:

1. Fungsi dan Peranan Koperasi

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

(3)

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

2. Tujuan Koperasi

Tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Prinsip Koperasi Prinsip koperasi adalah:

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal e. Kemandirian

2.2 Balanced Scorecard

2.2.1 Sejarah Singkat Balanced Scorecard

Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasinya. Balanced Scorecard terdiri atas dua kata, yaitu: (1) kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor kinerja seseorang. Kartu skor ini dapat juga digunakan untuk

(4)

merencanakan skor yang hendak dicapai atau diwujudkan personel di masa depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal.

Pada awalnya balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya focus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk memujudkan kinerja keuangan dan kecenderungan mengabaikan kinerja non ekonomi.

Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG mensponsori studi tentang mengukur kinerja organisasi masa depan (Kaplan and Norton, 2000). Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak memadai. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu, keuangan, customer, proses bisnis/intern, pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan Balanced Scorecard. Berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan customers,

(5)

pelaksanaan proses bisnis yang produktif, cost effective, dan pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen.

2.2.2 Konsep Dasar Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton, 1992 (dalam Gasperz, 2005) melaporkan hasil-hasil proyek penelitian pada multi perusahaan dan memperkenalkan suatu metode penelitian kinerja yang beroreintasi pada pandangan strategis ke masa depan yang di sebut balanced scorecard. Pada dasarnya setiap profesi memiliki alat-alat komunikasi yang jelas dengan pengguna akhir (end user). Misalnya akuntan berkomunikasi menggunakan gambar-gambar teknik, arsitek berkomunikasi menggunakan model-model fisik (market) dan gambar-gambar bangunan, doctor berkomunikasi menggunakan hasil-hasil analisis laboratorium, dan lain-lain. Namun bagaimana orang-orang yang terlibat dalam perencanaan strategis perusahaan, misalnya dewan direktur perusahaan, manajer-manajer, supervisor, dan karyawan berkomunikasi. Hal ini masih menjadi masalah di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Pertanyaan kreatif yang perlu diajukan adalah mengapa rencana-rencana bisnis strategis selalu gagal? Menurut balanced scorecard collaborative, terdapat empat faktor penghambat dalam implementasi rencana-rencana bisnis strategis yaitu:

1. Hambatan visi (vision barrier). Tidak banyak karyawan yang memahami strategi organisasi mereka. Berdasarkan survey, hanya sekitar 5% karyawan yang memahami strategi perusahaan mereka.

(6)

2. Hambatan orang (people barrier). Banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi. Berdasarkan survei, hanya sekitar 25% dari manajer yang memiliki insentif terkait dengan strategi perusahaan mereka.

3. Hambatan sumber daya (resource barrier). Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting (kritis) dalam organisasi. Misalkan, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi bisnis, sehingga menghasilkan pemborosan sumber daya. Berdasarkan survei, sekitar 60% organisasi tidak mengkaitkan anggarannya dengan strategi perusahaan.

4. Hambatan manajemen (management barrier). Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi dan terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek. Berdasarkan survei, sekitar 86% eksekutif menghabiskan waktu kurang dari satu jam per bulan untuk mendiskusikan strategi perusahaan mereka.

Berdasarkan kenyataan di atas, dibutuhkan suatu cara baru untuk mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis strategis kepada pengguna akhir, dalam hal ini adalah karyawan yang akan melaksanan rencana-rencana bisnis strategis itu. Alat komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan itu adalah balanced scorecard. Dengan menggunakan balanced scorecard, setiap orang dalam organisasi telah memiliki alat komunikasi yang sama. Apabila rencana-rencana strategis bisnis ini dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target, karyawan dapat mengerti dan mengaitkan dengan apa yang akan terjadi.

(7)

Hal ini akan mengarah pada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik.

Pada dasarnya balanced scorecard merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang untuk pelanggan (customer), pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (sistem), demi memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis dari pada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek. Terdapat empat perspektif balanced scorecard yang dikaitkan dengan visi dan strategi organisasi, yaitu: (1) Perspektif finansial (share holder-pemegang saham), (2) Perspektif pelanggan (customer), (3) Perspektif proses bisnis internal (internal business process), (4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen dan organisasi (learning and growth).

Balanced scorecard sebagai suatu system manajemen kinerja ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Pada gambar tampak bahwa visi dan strategi organisasi dikaitkan secara seimbang dengan perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Balanced scorecard memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan, keterampilan dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar dan berkembang terus menerus (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dalam berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisien (perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke

(8)

pasar (perspektif pelanggan) dan selanjutnya akan mengarah pada nilai saham yang terus menerus meningkat (perspektif finansial).

Gamb

ar.2.1

Gambar 2.1

Balanced Scorecard sebagai suatu Sistem Manajemen (Sumber : Kaplan dan Norton, 2000)

2.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard

2.2.3.1 Keunggulan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2001), keunggulan balanced scorecard sebagai berikut: 1. Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam

perencanaan strategis, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif Finansial

Untuk berhasil secara finansial, apa yang harus kita perhatikan kepada para pemegang saham

Pelanggan Pelanggan Mewujudkan visi kita, apa yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan kita?

Proses Bisnis Internal Untuk menyenangkan para pemegang saham

dan pelanggan kita, proses bisnis apa yang harus kita kuasai dengan baik?

Pembelajaran dan Pertumbuhan

Untuk mewujudkan visi kita, bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri?

Visi, dan Strategi

(9)

keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain yaitu pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan serta pembelajaran. Perluasan perspektif menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang dan mengarahkan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. 2. Koheren

Balanced Scorecard mampu menjadikan koheren seluruh komponen total business plan, kekoherenan terhadap setiap perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan akan terjadi dan juga dapat meningkatkan komitmen personal dalam mengimplementasikan rencana tersebut.

3. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. 4. Terukur

Balanced Scorecard menghasilkan sasaran-sasaran strategik yang

ditentukan ukurannya untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategik yang telah dirumuskan untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategik tersebut.

2.2.3.2 Kelemahan Balanced Scorecard

Di samping memiliki banyak keunggulan, balanced scorecard juga memiliki beberapa kelemahan (Widjaya Tunggal, 2003), sebagai berikut:

1. Kadang kala terdapat korelasi yang buruk antara ukuran keuangan dengan non keuangan, karena tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan

(10)

mengikuti pencapaian target non keuangan. Oleh sebab itu perlu dikembangkan ukuran-ukuran yang mewakili kinerja masa depan.

2. Terpaku pada hasil keuangan. Bukan hanya manajer senior yang terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga mendapatkan tekanan tentang kinerja keuangan perusahaan. Akibatnya tekanan ini akan mengurangi perhatian terhadap ukuran non keuangan dalam jangka waktu panjang. Atas kinerja keuangan ini diberikan insentif, sehingga manajer lebih peduli terhadap ukuran keuangan dari pada yang non keuangan.

3. Ukuran-ukuran tidak diperbarui. Banyak perusahaan tidak punya mekanisme formal untuk memperbarui ukuran-ukuran tersebut agar selaras dengan perubahan strateginya. Malahan yang terjadi ukuran-ukuran strategi yang lalu tetap digunakan, sehingga menimbulkan kemalasan.

4. Terlalu banyak pengukuran. Berapa banyak ukuran penting yang dapat diikuti seorang manajer dalam waktu yang sama. Jika terlalu banyak ukuran, maka resikonya adalah manajer kehilangan fokus pada waktu yang sama banyak hal dilakukan.

5. Kesulitan menerapkan trade-off. Berapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan non keuangan diberi bobot, jika tidak demikian maka sulit untuk melakukan trade- off.

2.3 Penilaian Kinerja

Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan

(11)

demikian penilaian kinerja perusahaan (companies performance assessment) mengandung makna suatu proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 2000).

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, program dan anggaran organisasi. Penilain kinerja juga dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

Ada berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini, sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir semua perusahaan mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan. Di sini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan pemegang saham (shareholders), dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders).

Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran keuangan dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan di masa lalu dan ukuran keuangan tersebut dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan pelanggan (customer), produktivitas

(12)

(productivity) dan efektivitas biaya (cost effectiveness). Proses bisnis internal serta produktivitas dan komitmen personel yang akan menentukan kinerja keuangan masa yang akan datang. Ukuran keuangan menunjukkan akibat dari berbagai tindakan yang terjadi di luar non keuangan. Peningkatan financial return yang ditunjukkan dengan ukuran ROE merupakan akibat dari berbagai kinerja operasional seperti, (1) meningkatnya kepercayaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) meningkatnya produktivitas dan efektivitas biaya proses bisnis internal yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa, (3) meningkatnya produktivitas dan komitmen personel. Jadi jika manajemen puncak berkehendak untuk melipat-gandakan kinerja keuangan perusahaannya, maka fokus perhatian seharusnya ditujukan untuk memotivasi personel dalam melipat-gandakan kinerja di perspektif non keuangan atau operasional, karena di situlah terdapat pemicu sesungguhnya kinerja keuangan berjangka panjang.

2.4 Penilaian Kinerja dengan Balanced Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton (2000), balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun dalam empat perspektif yaitu, keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process) serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth), dan masing-masing perspektif dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Penilaian Kinerja Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan adalah dengan menggunakan rasio atau perbandingan. Banyak ukuran kinerja dapat dihitung

(13)

dengan menggunakan rasio atau perbandingan. Pihak manajemen harus memperhatikan agar semua analisis rasio keuangannya menunjukkan hasil yang baik, karena manajemen harus mampu membayar kewajiban kepada kreditur termasuk kemampuan menghasilkan keuntungan untuk perusahaan. Rasio yang digunakan terdiri dari:

1. Likuiditas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005). Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendeknya. Posisi likuiditas yang baik memungkinkan perusahaan memperoleh investasi guna menggunakan kesempatan investasi dan memenuhi kebutuhan operasional. Rasio likuiditas mengukur sebaik apa perusahaan dapat memenuhi kewajibannya. Pada umumnya perhatian utama ahli keuangan adalah likuiditas perusahaan. rasio yang digunakan adalah: a. Current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang

lancar yang dinyatakan dalam persentase.

b. Quick ratio adalah perbandingan kas ditambah efek ditambah piutang dibagi hutang lancar yang dinyatakan dalam persentase.

c. Cash ratio adalah perbandingan kas ditambah efek dibagi hutang lancar yang dinyatakan dalam persentase.

2. Rasio Profitabilitas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), adalah ratio yang digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen yang ditunjukkan melalui keuntungan laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio yang digunakan adalah :

(14)

a. Gross profit margin adalah perbandingan antara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan bersih dan dinyatakan dalam persentase.

b. Net profit margin adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dibagi dengan penjualan bersih yang dinyatakan dalam persentase.

c. Return on assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan total asset yang dimiliki dan dinyatakan dalam persentase.

d. Return on equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan modal sendiri (ekuitas) dan dinyatakan dalam persentase.

3. Rasio Solvabilitas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005) merupakan kemampuan koperasi untuk membayar semua kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas yang digunakan adalah : a. Total assets to debt ratio merupakan perbandingan antara total aktiva

dengan total utang.

b. Total debt to equity ratio adalah perbandingan antara total utang dengan modal sendiri.

4. Rasio Leverage, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur sampai sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio yang digunakan adalah :

a. Total debt to equity ratio adalah perbandingan antara utang lancar ditambah utang jangka panjang dengan jumlah modal sendiri yang dinyatakan dalam persentase.

(15)

b. Total debt to total capital assets adalah perbandingan antara utang lancar ditambah utang jangka panjang dengan jumlah modal/aktiva yang dinyatakan dalam persentase.

c. Long term debt to equity ratio adalah perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang dinyatakan dalam persentase.

5. Rasio Aktiva,Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), merupakan perputaran dana yang tertanam dalam perusahaan selama satu tahun. Rasio yang digunakan adalah total assets turn over adalah perbandingan antara volume penjualan dengan total aktiva.

2.4.2 Penilaian Kinerja Perspektif Pelanggan

Pada perspektif pelanggan, Kaplan dan Norton (2000), para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dengan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen pasar. Ukuran utama tersebut terdiri dari kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan dan pangsa pasar di segmen sasaran. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukur, yaitu:

1. Kelompok pengukur pelanggan utama

Kelompok pengukur pelanggan utama memiliki beberapa komponen pengukur, yaitu:

a. Pangsa pasar

Mengukur pangsa pasar dapat dilakukan bila kelompok pelanggan yang menjadi sasaran dan segmen pasarnya sudah ditentukan. Misalnya, jumlah penjualan, jumlah pelanggan, dan volume unit penjualan.

(16)

b. Retensi pelanggan

Retensi pelanggan mengukur tingkat di mana perusahaan dapat memperhatikan hubungan dengan konsumen (pelanggan). Loyalitas pelanggan dapat diukur melalui persentase pertumbuhan bisnis dengan adanya pelanggan saat ini.

c. Akuisisi pelanggan

Akuisisi pelanggan mengukur banyaknya jumlah pelanggan baru ataupun jumlah penjualan kepada pelanggan baru dibandingkan dengan berapa besarnya yang dikeluarkan untuk tiap pelanggan baru serta pendapatan yang diperoleh dari pelanggan baru.

d. Kepuasan pelanggan

Dengan mengetahui perbedaan antara harapan dengan kinerja yang sesungguhnya.

e. Profitabilitas pelanggan

Profitabilitas pelanggan mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

2. Kelompok pengukur di luar pelanggan utama

Proporsi nilai pelanggan yang merupakan faktor pendorong (lead indicator) untuk ukuran pelanggan penting. Proporsi nilai pelanggan menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar/sasaran. Proporsi nilai pelanggan adalah suatu konsep penting dalam memahami faktor

(17)

pendorong pengukuran utama pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan. Adapun serangkaian atribut yang membuat proporsi nilai pelanggan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu :

a. Atribut produk/jasa

Atribut produk/jasa meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas.

b. Hubungan pelanggan

Hubungan dengan pelanggan mencakup perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan yang meliputi waktu penyelesaian dan penyerapan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk jasa yang bersangkutan.

c. Citra dan reputasi

Reputasi dan kesan menggambarkan faktor-faktor tidak berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu perusahaan, dan membangun kesan dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

Kepuasan pelanggan sebagai salah satu alat ukur penilaian kinerja perspektif pelanggan, sangat bergantung pada persepsi pelanggan. Jika apa yang diharapkan pelanggan sesuai dengan kinerja yang diberikan, maka pelanggan akan terpuaskan. Menurut Tjiptono (2000), ada lima dimensi pokok yang menentukan kualitas jasa, yaitu :

(18)

a. Bukti langsung (tangibles). Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

b. Keandalan (reliability). Keandalan yang dimaksud adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

c. Daya tanggap (responsiveness). Daya tanggap yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Jaminan (assurance). Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

e. Empati. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.4.3 Penilaian Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, Kaplan dan Norton (2000), para eksekutif mengidentifikasikan berbagai bisnis internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar dan memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Rantai nilai proses bisnis internal terdiri dari 3 proses bisnis utama, yaitu:

(19)

a. Proses inovasi

Proses inovasi merupakan pengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini, masa datang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan meliputi: peluncuran produk baru, dan mempercepat penyerapan produk ke pasar. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.

b. Proses operasi

Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahaan. Proses operasi menitik-beratkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. c. Proses layanan purna jual

Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dijual. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan dengan menggunakan pengukuran yang bersifat waktu, mutu dan biaya.

Ukuran kinerja yang biasa digunakan untuk menilai perspektif proses bisnis internal salah satunya adalah dengan manufacturing cycle effectiveness (MCE). MCE mengukur jumlah waktu efektif yang diperlukan untuk dapat menghasilkan dan menyampaikan produk atau jasa. Untuk usaha jasa, tingkat MCE diukur dengan membandingkan waktu pengolahan sebagai waktu yang bernilai tambah dengan waktu yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan suatu jasa atau thoughput time.

(20)

Rumus MCE adalah sebagai berikut: MCE = ) ( ) Pr ( ime ThoughputT lesaian WaktuPenye oses waktu lahan Waktupengo

Waktu proses sebagai waktu bernilai tambah merupakan jumlah waktu yang diperlukan untuk memproses jasa secara aktual atau sesungguhnya yang sering disebut waktu proses. Waktu penyelesaian terdiri atas waktu proses, waktu inspeksi, waktu perpindahan dan waktu tunggu. Waktu inspeksi pemeriksaan adalah waktu yang diperlukan untuk memeriksa kesiapan produk atau jasa dalam proses. Waktu perpindahan merupakan waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk atau jasa ke bagian lain untuk memproses lebih lanjut. Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan untuk menunggu produk atau jasa agar siap diproses ataupun disampaikan ke pelanggan. Jika proses produksi atau pembuatan produk menghasilkan MCE sebesar 1, berarti bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah telah dapat dihilangkan dalam proses produksi, sehingga konsumen tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas yang tidak bernilai tambah. Sebaliknya, jika proses produksi menghasilkan MCE kurang dari 1, maka proses produksi masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah bagi konsumen.

2.4.4 Penilaian Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, Kaplan dan Norton (2000) mengidentifikasikan infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, ukuran yang berorientasi kepada pekerja terdiri atas gabungan ukuran hasil generik/kepuasan, tingkat retensi,

(21)

pelatihan dan keahlian pekerja ditambah dengan faktor pendorong ukuran generik ini.

Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infranstruktur yang memungkinkan tujuan ambisius agar tiga perspektif lainnya dapat tercapai. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif yaitu, keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal.

Kelompok pengukuran utama untuk menilai kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan antara lain:

a. Kepuasan Karyawan

Tujuan kepuasan karyawan menyatakan bahwa moral karyawan dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, perlu memiliki pelanggan yang dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Mengukur kepuasan karyawan dapat dilakukan dengan survey, wawancara dan observasi.

b. Retensi Karyawan

Tujuan retensi karyawan adalah memperhatikan selama mungkin para karyawan yang diminati oleh perusahaan karena mereka merupakan modal intelektual khusus organisasi dan aktiva non keuangan yang bernilai bagi perusahaan. Tingkat perputaran karyawan merupakan tolak ukur umum untuk menentukan tingkat loyalitas karyawan yang diukur dengan persentase orang yang keluar setiap tahun di lingkungan perusahaan.

(22)

c. Produktivitas Karyawan

Produktivitas karyawan adalah salah satu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan karyawan. Tujuannya adalah membandingkan kelancaran yang dihasilkan oleh para pekerja dan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut.

2.4.5 Hubungan Kausalitas dalam Penilaian Kinerja

Dalam industri jasa, baru-baru ini ditemukan adanya hubungan kausalitas antara kepuasan pekerja, kepuasan pelanggan, loyalitas, pangsa pasar dan lahirnya kinerja keuangan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

Balanced scorecard yang baik harus dapat menjelaskan strategi unit bisnis yang baik pula. Balanced scorecard harus mengidentifikasi dan menyatakan dengan eksplisit tahapan hipotesis mengenai hubungan sebab akibat diantara berbagai hubungan hasil dan faktor pendorongnya. Setiap ukuran yang dipilih untuk disertakan dalam balanced scorecard harus merupakan unsur dalam sebuah rantai hubungan sebab akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis kepada seluruh perusahaan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penerapan balanced scorecard, telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Diantaranya oleh Jeni Susanti (2010) dari Program Pasca Sarjana UNUD dengan judul “Kinerja Koperasi Pasar

Srinadi Kabupaten Klungkung Propinsi Bali: Pendekatan Balanced Scorecard”. Salah satu kesimpulannya bahwa berdasarkan pendekatan balanced scorecard

(23)

dengan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan proses pembelajaran dan pertumbuhan, walau ada satu aspek menunjukkan kinerja kurang baik, tetapi secara umum Koperasi Pasar Srinadi Klungkung menunjukkan kinerja yang baik. Peneliti lain yaitu Hardani (2004) dari Program Sarjana UNUD yang mengangkat Judul “Analisis Potensi Penerapan Balanced Scorecard sebagai alternatif Sistem Pengukuran Kinerja pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten

Finansial

Pelanggan

Proses Internal/Bisnis

Pembelajaran dan Pertumbuhan

*) ROCE = Return On Capital Employed

Gambar 2.2

Hubungan Sebab Akibat Empat Perspektif dalam Balance Scorecard (Sumber : Kaplan dan Norton, 2000)

ROCE*)

Loyalitas

Penyerapan Tempat Waktu

Proses Mutu Proses Waktu

Siklus

(24)

Badung”. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis potensi penerapan balanced

scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja manajemen pada Dispenda

Kabupaten Badung. Dalam penelitian ini ukuran kinerja dilihat dari lima perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dan perspektif pemberdayaan pegawai.

Penelitian yang dilakukan sekarang ini mempunyai kemiripan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kemiripan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu sama-sama meneliti dengan menggunakan analisis penerapan balanced scorecard sebagai alat penilaian kinerja. Tetapi perbedaannya terletak pada obyek penelitiannya yaitu yang sebelumnya koperasi umum tetapi yang ini adalah koperasi karyawan. Dimana pada penelitian ini pemilik (anggota koperasi) adalah juga sebagai pelanggan, sehingga dalam penelitian ini nanti dibedakan antara pelanggan anggota koperasi dan pelanggan non anggota.

2.6. Kerangkan Konsep Penelitian

Untuk mewujudkan akuntabilitas publik, khususnya pertanggung-jawaban terhadap anggota, Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha perlu melakukan pengukuran atas kinerja organisasinya secara komprehensif untuk mengetahui keberhasilan maupun kegagalan dalam melaksanakan misi organisasinya. Selama ini pengukuran kinerja yang dilakukan oleh koperasi umumnya berpedoman pada penilaian kinerja koperasi yang diterbitkan oleh Departemen Koperasi, yaitu pedoman penilaian klasifikasi koperasi nomor 129/Kep/M/KUKM /XI/2002

(25)

yang terdiri atas rasio rentabilitas modal sendiri, return on asset, asset turn over, profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan modal sendiri. Model penilaian kinerja seperti ini belum mampu menterjemahkan keberhasilan maupun kegagalan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi.

Atas dasar permasalahan tersebut muncul pemikiran untuk menemukan model pengukuran kinerja yang dapat memenuhi pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana jika Balanced Scorecard digunakan sebagai alternatif penilaian kinerja pada Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha. Koperasi selaku badan usaha yang tergolong organisasi modern (Hanel, 1989) dan oleh karena itu dalam aktivitasnya diharapkan telah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, pengembangan organisasi, penggolongan aktiva, pengembangan pemasaran, dan penggolongan keuangan serta pengembangan kemitraan. Dengan demikian pengukuran kinerja dengan balanced Scorecard tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan berdasarkan kajian berbagai aspek dan jika diperlukan dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan karakter organisasi koperasi sebagai usaha dan kumpulan orang-orang yang disebut anggota. Selanjutnya di dalam implementasinya terdapat koperasi yang perlu ditentukan variable pengukuran kinerja yakni aspek keorganisasian, aspek keuangan, aspek keanggotaan, dan aspek kemitraan serta aspek pemasaran/pelayanan.

Dalam hal ini, balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategis yang berdasarkan strategi dan tolok ukur kinerja untuk empat perspektif yang berbeda yaitu, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran

(26)

/pertumbuhan. Pengukuran perspektif keuangan meliputi, rasio likuiditas (current ratio dan quick ratio), rasio profitabilitas (net profit margin, return on assets, dan return on equity), rasio solvabilitas (total assets to debt ratio, networth to debt ratio, dan rasio leverage (total debt to total Assets ratio dan total debt to equity ratio), dan rasio aktivita menyangkut total assets Turn Over.

Pengukuran perspektif pelanggan meliputi akuisisi pelanggan dan kepuasan pelanggan (anggota dan non anggota). Pengukuran perspektif bisnis internal meliputi Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). Pengukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi produktivitas karyawan, dan tingkat Kepuasan Karyawan. Lebih jelas uraian ini diabstraksikan ke dalam Gambar 2.3.

(27)

Gambar 2.3

Kerangka Konsep Penelitian Kinerja Kopkar Widhya Guna Artha Denpasar Propinsi Bali melalui

Pendekatan Balance Scorecard Tahun 2015

Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha

 Neraca RAT 2010-2014 (Kinerja Parsial)

 Kinerja Komprehensif (Keuangan, Proses Bisnis Internal, pembelajaran dan pertumbuhan, kepuasan pelanggan)

Penilaian Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard Perspektif keuangan Perspektif pelanggan 1. Akuisisi pelanggan 2. Kepuasan pelanggan

(anggota dan non anggota) 1. Produktivitas karyawan 2. Tingkat Kepuasan Karyawan Rasio Likuiditas : 1. Current ratio 2. Quick Ratio Rasio profitabilitas : 1. Net profit margin 2. Return on assest 3. Return on equity Rasio Solvabilitas :

1. Total assets to debt ratio 2. Networth to debt ratio Rasio Leverage :

1. Total debt to total Assets ratio

2. Total debt to equity ratio Rasio aktivitas :

Total asset Turn Over

Kinerja Kopkar WGA Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) Perspektif Proses Bisnis internal Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

a.. Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai

Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad 62 ekor contoh ikan kurisi di Blanakan menunjukkan bahwa 42 ekor adalah ikan betina yang mempunyai tingkat kematangan gonad (TKG) I - VI

Yang cukup khas dari masyarakat Mandar di kabupaten Polewali Mandar adalah beragamnya ritual-ritual adat yang juga menawarkan kehangatan sekaligus kemegahan sebuah

Namun kedepan, sejalan dengan inflasi yang tetap terjaga, tren suku bunga pinjaman yang masih menurun serta perbaikan pertumbuhan ekonomi (meningkatkan pendapatan per kapita)

In fact, the real condition the researcher has the experience about teaching junior high school students, In the second semester in the academic years of 2013/2014 in

kematian, mereka saling berkunjung untuk mengucapkan berbela sungkawa, kemudian juga dalam kegiatan hajatan, seperti pernikahan, mereka saling bantu-membantu dalam mengerjakan

Diharapkan proses rekonstruksi pemukiman paska bencana di desa Ngibikan ini dapat menjadi contoh bagi proses rekonstruksi dimasa mendatang agar proses

Berdasarkan Perwal Banda Aceh No.63/2010 tentang Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Daerah dalam kebijakan akuntansi pemerintah Kota Banda Aceh, Aset Tetap adalah