• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi Sindroma Koroner Akut

SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang menyebabkan nekrosis miokardium disebut infark miokard. Manifestasi SKA secara klinis dapat sebagai APTS, IMA NSTE atau IMA STE. ( Thygensen dkk, 2012 ; Bender dkk, 2011 ; Antmann, 2008 ; Van de Werf dkk, 2012)

Diagnosis IMA STE akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut, yaitu ; adanya nyeri dada khas angina (durasi nyeri biasanya lebih dari 20 menit, tidak respon sepenuhnya dengan nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi sistem syaraf otonom seperti mual, muntah serta keringat dingin), dijumpai elevasi segmen ST yang persisten atau adanya LBBB yang dianggap baru, peningkatan kadar enzym jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta dijumpainya abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi. (Van der Werf dkk, 2012)

Nyeri dada khas angina yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST digolongkan ke dalam APTS atau IMA NSTE. Apabila dijumpai peningkatan enzym jantung, maka penderita digolongkan ke dalam IMA NSTE. Sedangkan bila enzym jantung normal maka kondisi ini disebut APTS. (Bender dkk, 2011; Antmann, 2008; Van de Werf dkk, 2012)

Komplikasi akibat IMA STE dapat berupa : infark ventrikel kanan, syok kardiogenik , gagal jantung, angina pasca infark , ventricular septal rupture, Regurgitasi katup mitral akut, perikarditis, thromboemboli dan aritmia. Aritmia sebagai salah satu komplikasi dari IMA STE dapat dijumpai dalam bentuk

(2)

ventrikular fibrilasi, supraventrikular takikardia dan blok konduksi. (Van der Werf dkk, 2012; Rhee dkk, 2011)

2.2. Patofisiologi Aritmia pada IMA STE

Patofisiologi terjadinya aritmia pada IMA STE dapat melalui berbagai mekanisme yaitu:

hambatan perfusi ke struktur sistim konduksi listrik jantung ( SA node, AV node , bundle branch).

akumulasi berbagai produk metabolik yang bersifat toksis (asidosis selluer) serta gangguan pertukaran ion antar sel yang disebabkan oleh kerusakan membran sel.

perangsangan sistem persyarafan autonomic ( simpatis dan parasimpatis). penggunaan obat-obat yang berpotensi menimbulkan aritmia (seperti: dopamine) (Rhee dkk, 2011).

Blok konduksi sebagai salah satu komplikasi IMA STE dapat berupa atrioventricular nodal block dan bundle branch block. Bundle branch block terjadi karena proses iskemik atau nekrosis pada jalur konduksi akibat infark atau perluasan infark yang terjadi. Bundle branch block sering dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian selama perawatan di rumah sakit. Bundle branch block dibagi menjadi LBBB dan RBBB (Duboism dkk,1988; Hindman dkk, 1978; Alan dkk, 1998; Hoit dkk, 1986). LBBB pada IMA STE merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi, yaitu bila dijumpai LBBB yang baru. Makna munculnya RBBB pada IMA STE masih diperdebatkan dan belum ada kesepakatan untuk menempatkannya pada posisi yang sama dengan LBBB pada IMA STE. Beberapa literatur mencoba menghubungkan RBBB dengan IMA STE pada kasus-kasus infark anterior dan septal dan perluasan infark. Literatur lain mencatat beberapa kasus IMA STE dengan RBBB dapat menyebakan terjadinya total AV block dan gagal jantung. RBBB pada IMA STE juga dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk selama perawatan dirumah sakit. Namun demikian, guideline penatalakasanaan IMA STE secara eksplisit belum mencantumkan RBBB sebagai indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi dini (Bender dkk, 2011; Antmann, 2008).

(3)

2.2.1 Patofisiologi terjadinya RBBB

RBBB sebagai bentuk gangguan konduksi pada struktur right bundle akan menyebabkan keterlambatan aktivitas konduksi pada ventrikel kanan tetapi aktivitas konduksi pada ventrikel kiri dan septal masih normal.

Gangguan konduksi pada RBBB ditandai dengan terjadinya pemanjangan durasi dari QRS kompleks hingga 0,12 detik atau lebih (Goldberger, 1998). Pada sistim konduksi yang normal, depolarisasi ventrikel terdiri dari dua fase utama yaitu:

Fase pertama: berlangsung lebih singkat ( kurang dari 0,04 detik) dengan amplitudo yang kecil. Hal ini terjadi ketika septum inter ventrikel mengalami depolarisasi. Bagian septum yang pertamakali teraktivasi adalah bahagian kiri (melalui cabang dari bundle of His kiri), kemudian depolarisasi menyebar dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui septum inter ventrikular. Fase pertama dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang melewati inter ventrikular septum ke ventrikel kanan (Gambar 2.1) ( Goldberger, 1998). Fase kedua: menggambarkan aktivasi simultan kedua ventrikel, yaitu ventrikel kiri dan ventrikel kanan, dimulai dari bagian endokardium hingga ke epikardium miokard. Pada jantung normal, ventrikel kiri memiliki peranan yang utama dalam sistem konduksi jantung, dengan kata lain terjadi ketimpangan sistem konduksi antara ventrikel kiri dan kanan, sehingga fase kedua dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang menuju ventrikel kiri (Gambar 2.1) (Goldberger, 1998).

(4)

Ketika terjadi RBBB, maka aktivitas depolarisasi ventrikel berlangsung melalui 3 fase yaitu:

Fase pertama: aktivitas depolarisasi masih normal, yaitu dimulai dari sisi kiri septum melalui left bundle. Itulah sebabnya pada EKG masih tetap terlihat gelombang r kecil di V1 dan gelombang q kecil di V6 (sering

disebut q-septal) (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

Fase kedua: terjadi depolarisasi simultan pada left bundle dan right bundle. Pada RBBB fase ini tidak mengalami gangguan yang nyata oleh karena sistem konduksi jantung dominan pada ventrikel kiri, yang ditunjukkan pada EKG berupa gelombang S yang dalam di lead prekordial kanan dan gelombang R yang tinggi di lead prekordial kiri. Perubahan QRS kompleks yang dihasilkan oleh RBBB merupakan hasil dari perpanjangan waktu yang dibutuhkan untuk aktivasi ventrikel kanan. Hal berarti bahwa setelah ventrikel kiri terdepolarisasi penuh, barulah selanjutnya ventrikel kanan mengalami depolarisasi (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

Fase ketiga: terjadi perlambatan depolarisasi ventrikel kanan. Pada fase ini electrical voltage diarahkan ke ventrikel kanan, yang merefleksikan keterlambatan depolarisasi dan perlambatan penyebaran gelombang depolarisasi keluar ke ventrikel kanan (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

(5)

2.3 Elektrokardiografi dalam Mendiagnosis RBBB

Berdasarkan patofisologi terjadinya RBBB seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka kriteria suatu RBBB di EKG adalah adanya gambaran klasik komplek QRS yang berbentuk “rabbit ears” atau M-shape dengan pola RSR (Gambar 2.3) (Horton, 2009).

Gambar 2.3. Bentuk Klasik Rabbit Ears pada RBBB pada EKG dengan gambaran kompleks RSR’ (Horton dkk , 2009).

Konsensus WHO pada tahun 1985 telah membakukan kriteria EKG untuk RBBB sebagai berikut:

A. RBBB komplit:

Pemanjangan durasi QRS kompleks ≥ 0,12 detik

Dijumpai pola rsr’, atau rSR’ pada lead V1 atau V2. Gelombang R’ biasanya lebih besar dari gelombang R awal.

Pada lead V6 dan lead I dijumpai kompleks QRS dengan gelombang S yang melebar (durasi gelombang S lebih lebar dibandingkan dengan durasi gelombang R)

Puncak gelombang R harus > 0,05 detik pada lead V1 dan kembali normal pada lead V5 dan V6.

Dikatakan RBBB komplit jika ditemukan minimal 3 kriteria tersebut diatas. ( Hindman dkk, 1978 ; Willems dkk, 1985).

(6)

A. RBBB inkomplit:

Penegakan diagnosa RBBB inkomplit didasarkan kriteria yang sama pada RBBB komplit yang berbeda hanya durasi QRS kompleks yang < 0,12 detik (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).

B. RBBB dengan LAFB:

Penegakan diagnosa RBBB dengan LAFB bila dijumpai RBBB dengan axis LAD disertai dengan gelombang Q patologis. (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).

C. RBBB dengan LAPB:

Penegakan diagnosa RBBB dengan LAPB bila dijumpai RBBB dengan axis RAD tanpa dijumpai infark pada dinding lateral , hipertrofi ventrikel kanan dan riwayat penyakit paru kronis (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).

2.3.1 Gambaran EKG RBBB pada IMA STE

EKG merupakan alat bantu yang penting di IGD dalam triage penderita nyeri dada yang di sangkakan suatu SKA. Gangguan konduksi dapat berdampak dalam ketepatan interpretasi EKG pada penderita yang disangkakan dengan SKA. LBBB sebagai salah satu bentuk gangguan konduksi sering mengaburkan diagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Berbeda dengan RBBB, justru tidak menyulitkan klinisi dalam menegakkan IMA STE berdasarkan EKG. RBBB itu sendiri dapat menjadi panduan bagi klinisi agar tidak gegabah dalam mendiagnosa IMA STE. Konsep ST segmen dan gelombang T yang diskordan merupakan dasar penegakan diagnosa IMA STE berdasarkan EKG. Aplikasi dari konsep diskordan ini akan membantu dalam mendiagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Pengertian konsep diskordan ini berdasarkan bagian terminal dari QRS kompleks dan awal dari ST segmen atau gelombang T yang terletak pada sisi yang berlawanan dengan garis isoelektris. Sehingga pada sadapan prekordial kanan hingga ke mid, akan membentuk komplek QRS yang dihubungkan dengan ST segment depression dan T inverted. Jika terjadi perlawanan pada konsep tersebut, maka akan bermanifestasi dalam bentuk ST segmen elevation, konkordan dengan bagian terminal dari QRS kompleks, dengan gambaran gelombang T yang bervariasi baik dalam bentuk inversion atau menghilang. Pada IMA STE anterior, biasanya akan

(7)

lebih mudah bagi klinisi untuk menilai ST segmen pada RBBB, dan hal ini juga berlaku pada IMA STE lain nya (Horton dkk, 2009).

2.4 Etiologi dan Klasifikasi RBBB

RBBB dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pada populasi tertentu RBBB dijumpai pada orang yang normal, sementara pada populasi yang lain RBBB dihubungkan dengan kelainan organik jantung. RBBB juga dapat terjadi pada kondisi kondisi yang berefek pada jantung kanan seperti ASD dengan left- to- right shunt, penyakit paru kronis dengan hipertensi pulmonal, pada kasus-kasus valvular seperti stenosis pulmonal, proses degeneratif pada sistem konduksi (pasien-pasien usia tua) dan pada penyakit jantung koroner (Goldberger, 2006). RBBB dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kemunculan nya menjadi dua tipe yaitu:

RBBB yang baru

Pengertian RBBB yang baru adalah bila RBBB dijumpai setelah pasien masuk ke rumah sakit atau dijumpai pada saat masuk ke rumah sakit tanpa dijumpainya RBBB pada EKG enam bulan sebelumnya. RBBB yang baru selanjutnya dibagi menjadi dua grup berdasarkan durasi dari RBBB yaitu : transient RBBB, dimana RBBB tidak dijumpai lagi selama perawatan di rumah sakit atau new permanent RBBB dimana RBBB dijumpai pada saat pasien meninggal atau pulang (Iwasaki dkk, 2009).

RBBB yang lama

Pengertian RBBB yang lama adalah bila RBBB dijumpai pada saat pasien masuk ke rumah sakit dengan bukti EKG RBBB sebelumnya (Iwasaki dkk, 2009).

2.5 Distribusi Arteri Koroner pada RBBB

Right bundle branch dan left posterior division diperdarahi oleh dua pembuluh darah yaitu LAD dan RCA, sedangkan left anterior division sendiri diperdarahi dari percabangan septal LAD. Hal ini sesuai dengan studi sebelum nya oleh James dan Burch pada tahun 1958 yang menulis bahwa konduksi jantung sangat dipengaruhi oleh suplai darah ke septum intraventrikular, dimana

(8)

suplai darah ke septum intraventrikular diperdarahi sebagian besar oleh LAD. Septum intraventrikular sendiri tidak hanya diperdarahi oleh LAD, tetapi juga oleh RCA dimana yang berperan adalah PDA. Hal ini bertentangan dengan penelitian Schlesinger yang menyatakan bahwa peranan RCA dalam menyuplai darah ke septum intraventrikular tidak signifikan (Gambar 2.4) (James dkk, 1958).

Gambar 2.4. Suplai darah yang normal ke Intraventrikular Septum. (James dkk, 1958)

Sistem konduksi pada septum intraventrikular dibagi menjadi dua area yaitu : Daerah atas, yang termasuk didalamnya adalah: AV-node, bundle of His, dimana daerah atas ini disuplai oleh pembuluh darah RCA yang berjalan pada bagian posterior dari vena intraventricular. (Gambar 4)

Daerah bawah, terdiri dari dua cabang utama bundle branches dan sel-sel purkinje. Daerah ini disuplai sebagian besar oleh percabangan dari LAD. Dari pembahagian tersebut terlihat bahwa jika terjadi oklusi di RCA sering dihubungkan dengan gangguan pada level AV node seperti blok derajat tinggi. Sedangkan jika terjadi oklusi di LAD akan menghasilkan gambaran bundle branch block atau free wall block.

Penetrasi dari percabangan LAD ke arah septum selalu dalam bentuk multiple (Gambar 4) sehingga jika terjadi oklusi pada pembuluh darah ini dapat

(9)

menyebabkan tejadinya gangguan konduksi yang dikenal dengan spontaneus bundle branch block” (James dkk, 1958, Schlesinger, 1938).

2.6 Histopatologi RBBB pada IMA STE

Gambaran histopatologi bundle branch block pada IMA STE khususnya pada anteroseptal masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa nekrosis masif pada bundle branch memegang peranan penting atas terbentuknnya BBB pada IMA STE. Sementara penelit-peniliti lain menganggap nekrosis tidak berperan penting pada proses ini. Becker A.E, Lie KI dan Anderson R.H, meneliti 22 subjek dengan IMA STE dengan RBBB (15 pasien) dan IMA STE dengan complete heart block (7 pasien), tidak menemukan adanya keterlibatan AV-node serta penekanan bundle of His pada kejadian BBB. Justru proses iskemik yang sering dijumpai pada proksimal dari bundle branches. Pada pasien-pasien tanpa BBB, terjadi perubahan jaringan konduksi, sementara pada pasien–pasien dengan BBB, proses iskemik melatar belakangin kejadian BBB-nya, dimana hydropic cell sweliing merupakan bagian yang predominan terhadap kejadian iskemik tersebut. Sehingga bisa disimpulkan bahwa nilai prognosis pasien–pasien IMA STE dengan RBBB berhubungan dengan perluasan infark yang terjadi (Becker dkk, 1978).

2.7 Prognosis IMA STE dengan RBBB

Pada pasien-pasien dengan IMA STE, RBBB dihubungkan dengan kompleksitas gejala klinis dan stenosis pembuluh darah arteri, komplikasi kardiovaskular dan mortalitas (Horton dkk, 2009). Pada era pre trombolitik sudah banyak penelitian mengenai dampak BBB, khususnya RBBB pada IMA STE tetapi hasil dari penelitian tersebut terbatas oleh sampel yang sedikit dan tidak ada nya defenisi yang jelas dalam mendiagnosa IMA STE pada RBBB (Chiara, 2006). Beberapa penelitian pada era pre-trombolitik seperti: Hindman dkk pada tahun 1978 menjumpai bahwa kejadian Bundle Branch Block (LBBB dan RBBB) pada IMA STE dihubungan dengan perluasan infark, dan peningkatan angka mortalitas selama perawatan di rumah sakit. Bauer dkk pada tahun 1965 menjumpai Bundle Branch Block pada 13% populasi subjek dengan IMA STE, terjadi pada rentang

(10)

usia tua dan dengan comorbid penyakit lainnya, dan memiliki angka mortalitas yang tinggi selama perawatan di rumah sakit. Dubois dkk mendapatkan kejadian BBB pada 10% populasi dengan IMA STE, dimana BBB cendrung dijumpai pada usia tua, dengan jenis kelamin wanita, dan dihubungkan dengan komplikasi IMA STE seperti: gagal jantung, perikarditis, aritmia (Atrial fibrilasi, Atrial Flutter, AV block) dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi selama perawatan di rumah sakit (Bauer dkk, 1965; Duboism dkk, 1988; Hindman dkk, 1978). Pada era trombolitik banyak penelitian-penelitian terhadap BBB,khususnya IMA STE dengan RBBB, tetapi terbatas oleh ketersediaan rekaman EKG pada saat masuk. Beberapa penelitian pada era trombolitik seperti pada penelitian oleh Newby dkk pada tahun 1996 mendapatkan kejadian BBB pada 23,6% populasi dengan IMA STE, penelitian ini menunjukkan bahwa BBB (LBBB dan RBBB) merupakan prediktor mortalitas yang kuat selama perawatan di rumah sakit bila dibandingkan dengan tanpa BBB (Newby dkk, 1996). Sgarbosa dkk pada studi GUSTO-1 mendapatkan dari hasil uji univaria dijumpai peningkatan yang signifikan terhadap kejadian 30 hari kematian pada subjek IMA STE dengan RBBB dibandingkan tanpa RBBB. Alan dkk menjumpai RBBB pada 6,2% populasi dengan rentang usia lanjut, dengan comorbid penyakit lainnya dan RBBB merupakan prediktor kuat terhadap kejadian mortalitas selama perawatan di rumah sakit bila dibandingkan dengan yang tanpa RBBB.

Studi HERO-2 menunjukkan kejadian RBBB dengan IMA STE dijumpai pada 3,36% populasi IMA STE dan angka kematian selama 24 jam hingga 30 hari sebesar 30%, dengan lokasi infark pada daerah anterior dijumpai lebih banyak dibandingkan dengan daerah lainnya, dijumpai pada usia lanjut, predominan pada wanita, subjek dengan diabetes. Studi ini menyimpulkan bahwa RBBB dengan IMA STE merupakan prediktor kuat terhadap mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada 24 jam dan 30 hari bila dibandingkan dengan tanpa RBBB. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Suarez dkk yang mencatat bahwa RBBB dengan IMA STE pada pasien–pasien usia lanjut, merupakan prediktor independen yang buruk terhadap angka mortalitas selama perawatan di rumah sakit (Sgarbossa dkk, 1998; Wong dkk, 2006; Alan dkk,

(11)

1998; Newby dkk, 1996; Suarez dkk, 1995; Hoit dkk, 1986; Montague dkk, 1991).

Berbeda dengan RBBB dengan inferior IMA STE, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna terhadap angka mortalitas bila dibandingkan dengan inferior IMA STE tanpa gangguan konduksi. Tetapi dari studi yang dilakukan oleh Iwasaki dkk menunjukan bahwa kejadian RBBB pada inferior IMA STE merupakan prediktor mortalitas selama perawatan dirumah sakit dengan catatan subjek yang diikutkan dalam studi ini cendrung memiliki comorbid penyakit lain dan usia yang relatif tua (Iwasaki dkk, 2009). Wong dkk menunjukkan, pemanjangan durasi kompleks QRS pada subjek dengan anterior infark dan RBBB dihubungkan dengan peningkatan angka kematian dalam 30 hari (Wong dkk, 2006).

Pada RENASICA II menunjukkan bahwa mortalitas pada penderita IMA-STE dengan RBBB dijumpai sebesar 18% dari seluruh populasi sampel dan RBBB pada IMA STE merupakan prediktor independen yang kuat terhadap peningkatan mortalitas selama perawatan di rumah sakit (Herrera dkk, 2010).

2.8 Penatalaksanaan IMA STE dengan RBBB

Penatalaksanaan pasien IMA STE dengan RBBB bervariasi, tetapi secara umum pasien-pasien sering tidak terobati dengan baik. Guidelines STEMI ESC & AHA/ACC 2012 merekomendasikan terapi reperfusi pada IMA STE dengan LBBB yang baru (Van der Werf dkk, 2012). Tetapi Guidelines the American College of Emergency Physicians for the management of patients with suspected AMI or unstable angina merekomendasikan terapi reperfusi untuk semua jenis BBB (LBBB dan RBBB). Rekomendasi ini didukung studi-studi sebelumnya seperti GISSI 10 dan ISIS-2 (American College of Emergency Physicians, 2000; GISSI trial, 1986; ISIS-2 trial, 1988). Guidelines the Czech Society of Cardiology guidelines from 2009 merekomendasikan primary PCI untuk seluruh pasien-pasien dengan LBBB atau RBBB yang baru (Widimsky dkk , 2009).

Go dkk menjumpai bila dibandingkan dengan pasien-pasien dengan konduksi yang normal, hanya sedikit pasien-pasien dengan IMA STE dengan RBBB yang menerima terapi standar untuk sindroma koroner akut dalam 24 jam

(12)

pertama di IGD. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Alan dkk diantara pasien dengan indikasi terapi reperfusi dini, hanya sedikit pasien-pasien dengan BBB (LBBB dan RBBB) yang menerima terapi reperfusi dini jika dibandingkan dengan pasien-pasien tanpa BBB, sehingga akan meningkatkan angka mortalitas di rumah sakit (Go dkk, 1998; Alan dkk, 1998).

Penelitian yang dilakukan oleh Widimsky dkk pada studi kohort yang membandingkan terapi reperfusi dini (primary pci) pada kelompok subjek IMA STE dengan RBBB dan tanpa RBBB dijumpai hubungan yang bermakna antara kejadian mortalitas selama perawatan dirumah sakit pada masing-masing kelompok. Sehingga studi ini menyimpulkan bahwa RBBB merupakan prediktor independen yang kuat pada mortalitas selama perawatan dirumah sakit (Widimsky dkk, 2012).

(13)

2.9 Kerangka Teori

LBBB RBBB

- Perluasan infark - Peningkatan angka

mortalitas di rumah sakit Bundle Branch Block Blok Atrioventrikular Sinus Bradikardi Sinus Takikardi Ventrikular Takikardi/ Ventrikular Fibrilasi SVT AF Takiaritmia Bradiaritmia IMA STE

(14)

2.10 Kerangka Konsep

Variabel independen (variabel bebas)

Variabel dependen (variabel tergantung)

IMA STE

Kelompok 1 IMA STE ANTERIOR

Dengan RBBB

Mortalitas kardiovaskular Di Rumah Sakit

Kelompok 2 IMA STE ANTERIOR

Tanpa RBBB Konfonding :

faktor Resiko Kematian Kardiovaskular :

1. Usia tua ( ≥65 tahun) 2. Jenis Kelamin wanita 3. Dislipidemia

4. Tekanan Darah pada saat masuk di rumah sakit

Gambar

Gambar 2.1  Fase –fase depolarisasi ventrikel yang  normal (Goldberger, 1998)
Gambar 2.3. Bentuk Klasik Rabbit Ears pada RBBB pada EKG dengan gambaran   kompleks RSR’ (Horton dkk , 2009)
Gambar  2.4.  Suplai  darah  yang  normal  ke  Intraventrikular  Septum.  (James  dkk,  1958)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil adalah Undang undang No.12 tahun 2006 mengatur tentang pengaturan kewarganegaraan, pemberian kewarganegraan, hilangnya kewarganegaraan, tata cara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman gerusan dan pola gerusan yang terjadi di sekitar abutmen pada kondisi aliran jernih (clear-water scour) untuk saluran

Status Informasi Formal Informasi yang Dikuasai.. Fazhari Irvansyah Sinaga irvansyah_sinaga@apps.ipb.ac.id Permohonan soft copy berkas ijazah dan transkrip nilai.. 300 8 Juli 2020

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa peningkatan kandungan unsur hara Nitrogen terjadi pada serasah

Pada hasil penelitian tentang penerapan tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan

Teknologi robotika menjadi semakin penting tidak saja dibidang sains, tapi juga di berbagai bidang lainnya, misalnya untuk membantu manusia dalam melakukan

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disampaikan kepada atasan masing-masing secara berjenjang dan sesuai dengan format dan jadwal yang telah

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk menganalisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Keripik Nangka Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada UKM Gapura di