• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Sintesis Senyawa Organonitrogen Berbasis α-Pinena Dari Hasil Isolasi Minyak Terpentin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Sintesis Senyawa Organonitrogen Berbasis α-Pinena Dari Hasil Isolasi Minyak Terpentin"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

532

KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp.532-538 - UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received, 6 September 2013 , Accepted, 10 September 2013 , Published online, 7 Oktober 2013 .

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP SINTESIS SENYAWA ORGANONITROGEN BERBASIS α-PINENA DARI HASIL ISOLASI MINYAK

TERPENTIN

Rendra Yudantara Meiliyanto, Mohammad Farid Rahman*, Edi Priyo Utomo Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya

Jl. Veteran Malang 65145

*Alamat korespondensi, Tel : +62-341-575838, Fax : +62-341-575835 Email: m_farid@ub.ac.id

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis senyawa organonitrogen dari bahan dasar α-pinena hasil isolasi dari minyak terpentin. Sintesis dilakukan dengan variasi temperatur yaitu (-15) – (-10) °C, 27 °C dan 90 °C. Pemilihan temperatur tersebut bertujuan untuk membandingkan senyawa produk organonitrogen yang terbentuk. α-Pinena diisolasi dari minyak terpentin dengan metode distilasi fraksinasi menggunakan pengurangan tekanan, diperoleh kadar kemurnian sebesar 88,46 %. Reaksi Ritter ini menghasilkan senyawa yang beragam, akibat adanya penataan ulang posisi karbokation pada struktur α-pinena. Produk utama yang dihasilkan berupa N-(1,7,7-trimetilbisiklo[2.2.1]heptan-2-il)asetamida; N-(2-(4-metilsikloheks-3-enil)propan-2-il)asetamida dan N-(2,6,6-trimetil bisiklo[3.1.1]heptan-2-il)asetamida. Secara umum, semakin bertambahnya temperatur maka akan meningkatkan energi molekul untuk melakukan reaksi. Akan tetapi senyawa yang terbentuk juga dipengaruhi oleh kestabilan strukturnya.

Kata kunci: α-Pinena, asetamida, reaksi Ritter, organonitrogen.

ABSTRACT

Synthesis on organonitrogen based on α-pinene isolated from turpentin oil has been carried out. The synthesis conducted with temperature varied from (-15) – (-10) °C, 27 °C and 90 °C and aimed to determine optimum temperature for the formation of a certain organonitrogen substance. A-pinene was 88,46% and obtained from turpentine oil isolation using fractional distillation method with pressure reduction. Ritter reaction between a-pinene and acetonitril produced varied substance due to the existence of rearrangement of carbocation position on a-pinene structure. The main product of this synthesis is the N-(1,7,7-trimetilbisiklo[2.2.1]heptane-2-il)asetamide; N-(2-(4-methylcyclo heks-3-enil)propane-2-il)asetamide; N-(2,6,6-trimethylbicyclo[3.1.1] heptane-2-il)asetamide. Generally, increasing the temperature will increase the energy of the molecule to perform the reaction. However, a compound formed is also influenced by the stability of the structure.

Keywords: α-Pinena, acetamide, Ritter reaction, organonitrogen

PENDAHULUAN

Senyawa organonitrogen merupakan hidrokarbon yang mengandung atom N dalam ikatannya. Berdasarkan sifat biologis dan fisiologisnya, dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit gangguan sistem saraf pusat dan kemampuan interaksi dengan reseptor tubuh. Senyawa organonitrogen mampu berinteraksi dengan reseptor tubuh karena memiliki afinitas dan polaritas tertentu yang mengakibatkan terjadinya interaksi molekul melalui mekanisme biokimia dalam tubuh. Salah satunya contohnya yaitu parasetamol, yang mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak

(2)

533 mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, hingga nyeri paska melahirkan [1].

HO

H N

O

Gambar 1. Struktur Parasetamol

Reaksi Ritter merupakan reaksi pengubahan alkena atau alkohol menggunakan reagen nitril dalam suasana asam menjadi senyawa amida. Mekanisme reaksi Ritter terdiri tiga tahapan dalam pembentukan produknya, yaitu [2] :

R OH R OH2

H2O

R H

Gambar 2. Pembentukan Karbokation (Tahap 1)

+ R R1 C N R R1 C N R

R1 C N

Gambar 3. Penyerangan Nitril pada Karbokation (Tahap 2)

R1 C N R + OH2 NR O H R1 O N R R1 H

Gambar 4. Pembentukan Tautomer N-alkil Amida (Tahap 3)

Pada tahun 2011, Hidayat telah melakukan sintesis senyawa organonitrogen. Starting material

yang digunakan berupa α-pinena, yang direaksikan dengan asetonitril menggunakan katalis H2SO4

pada temperatur 27 °C dalam waktu 5 jam. Perbandingan reaktan yang digunakan adalah 1 (α -pinena) : 1 (asetonitril) : 4 (H2SO4). Menghasilkan produk utama berupa

N-[1-metil-1-(4-metil-sikloheks-3-enil)-etil]-asetamida sebanyak 51,31 %, dan produk samping berupa N-(1,5-Dimetil-1-vinil-heks-4-enil)-asetamida sebanyak 20,29% dan N-(2,6,6,-trimetilbisiklo(3.1.1) hept-2-il)-asetamida sebanyak 4,86%. Adanya beberapa produk ini dikarenakan stabilitas karbokation dari α -pinena, terjadi penata ulangan posisi karbokation ke bentuk yang lebih stabil [3]. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh variasi temperatur dalam pembentukan senyawa organonitrogen.

METODA PENELITIAN Bahan dan Alat

(3)

534 Bahan yang digunakan yaitu minyak terpentin yang diperoleh dari Dinas PERHUTANI Unit II Surabaya, Na2SO4 anhidat p.a., asetonitril p.a., H2SO4 97%, dietil eter p.a, NaHCO3, dan gas N2.

Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat gelas, seperangkat alat distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan, seperangkat alat KG-SM QP2010S Shimadzu, seperangkat alat spektrofotometer FT-IR Shimadzu 8400S, stirrer, seperangkat alat refluk dan termometer.

Prosedur

Isolasi α-pinena dari Minyak Terpentin

Minyak terpentin yang telah dikeringkan dengan Na2SO4 kemudian dimasukkan dalam labu

alas bulat leher tiga dalam rangkaian seperangkat alat distilasi fraksinasi dengan menggunakan kolom Vigreux 30 cm. Distilasi dilakukan pada temperatur 70 – 90 °C dengan tekanan sistem 100 mmHg. Hasil fraksi distilat target diukur indeks bias (refraktometer), berat jenis (piknometer), serta dikarakterisasi dengan KG-SM dan IR.

Sintesis antara α-Pinena dan Asetonitril Melalui Reaksi Ritter dengan Variasi Temperatur : (-15) – (-10), 27 dan 90 °C

Sebanyak 16,3 mL (0,1 mol) residu distilat α-pinena dimasukkan ke dalam labu alas bulat kemudian ditambahkan asetonitril 5,2 mL (0,1 mol) dan dibiarkan dalam kondisi dingin (temperatur 0 °C). H2SO4 97% ditambahkan sebanyak 21,3 mL (0,4 mol) secara perlahan tetes demi tetes

sambil diaduk. Reaksi dibiarkan selama 5 jam sambil tetap diaduk pada variasi temperatur : (-15) – (-10) °C, 27 °C dan 90 °C. Campuran lalu ditambahkan kedalam air es 100 ml yang telah dimasukkan kedalam corong pisah. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan dietil eter 30 ml sebanyak dua kali. Fase organik yang diperoleh dinetralkan dengan NaHCO3 jenuh dan kemudian

ditambahkan dengan 20 ml NaCl jenuh dan dingin. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dua kali dengan dietil eter sebanyak 15 ml. Larutan dietil eter dikumpulkan, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat

sebanyak 1,6 gram, disaring, dan selanjutnya dipekatkan dengan gas N2. HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Α-Pinena dari Minyak Terpentin dengan Distilasi Fraksinasi Pengurangan Tekanan

Analisis KG-SM terhadap minyak terpentin yang umumnya mengandung α-pinena, β-pinena

dan Δ-karen [5], menunjukkan α-pinena yang terkandung sebesar 83,93%. Selanjutnya dilakukan distilasi fraksinasi dengan menggunakan pengurangan tekanan pada 100 mmHg, dengan tujuan

untuk meningkatkan persentase dari α-pinena. Distilasi dengan pengurangan tekanan bertujuan mengurangi temperatur yang diperlukan untuk suatu senyawa mencapai titik didihnya [4].

(4)

535 Berdasarkan hasil analisis hasil distilasi menunjukkan peningkatkan persentase α-pinena menjadi 88,46%.

Sintesis Senyawa Organonitrogen Melalui Reaksi Ritter dengan Variasi Temperatur

Sintesis ini merupakan aplikasi dari reaksi Ritter, α-pinena bertindak sebagai starting material yang memiliki ikatan rangkap pada salah satu ikatan dalam struktur bisiklik. Ikatan rangkap tersebut akan diprotonasi oleh katalis H2SO4 menghasilkan karbokation pada struktur α

-pinena, yang selanjutnya akan mengalami penataan ulang posisi karbokation menuju ke bentuk yang lebih stabil. Gugus nitril pada asetonitril yang memiliki pasangan elektron bebas bertindak

sebagai gugus nukleofil, akan mendonorkan elektron kepada karbokation α-pinena sehingga menghasilkan senyawa organonitrogen berupa senyawa amida. Analisis Spektrofotometri Infra Merah terhadap hasil sintesis dari ketiga variasi temperatur ditunjukkan pada Gambar 5.

Garis hitam menunjukkan spektrum dari α-pinena yang menunjukkan adanya serapan 3026 cm-1 merupakan serapan vibrasi tekukan gugus =C–H yang diperkuat dengan adanya serapan pada area sidik jari 786 cm-1 yaitu vibrasi tekukan C–H. Serapan khas area 2921 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C–H dari gugus CH3 dan gugus –CH2– yang diperkuat dengan adanya serapan pada

Keterangan:

Hitam : starting material (α-pinena) Biru : temperatur (-15) – (-10) °C Merah : temperatur 27 °C

Orange : temperatur 90°C

Gambar 5. Perbandingan spektra IR dari produk sintesis berdasarkan variasi

(5)

536 area 1446 cm-1 yang merupakan vibrasi tekukannya. Serapan area 1658 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur dari C=C. Serapan khas area 1365 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C–CH3 gugus isopropil.

Berdasarkan literatur NIST Chemistry WebBook, spektrum FT-IR Gambar 5 serapan-serapan yang terbentuk mengarah pada senyawa α-pinena [6].

Perbandingan spektrum FT-IR dari produk sintesis berdasarkan variasi temperatur reaksi

terhadap spektra bahan dasar α-pinena, menunjukkan bahwa reaksi Ritter telah berhasil membentuk senyawa organonitrogen yaitu golongan amida. Ditunjukkan dengan adanya munculnya serapan menonjol pada area 3300 cm-1 yang merupakan serapan khas dari N-H gugus amida. Serta pada area 1650 cm-1 yang merupakan serapan khas dari C=O yang dapat terbaca sebagai ikatan tunggal karena adanya pengaruh resonansi dari pasangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom N.

Ketiga kromatogram KG-SM tersebut menunjukkan terdapat berbagai komponen produk dalam senyawa hasil sintesis. Akan tetapi tidak semua komponen produk yang ditunjukkan merupakan senyawa target, amida. Hal ini disebabkan starting material yang digunakan tidak dalam keadaan murni 100%, sehingga memungkinkan komponen lain yang terkandung ikut mengalami reaksi dan menghasilkan hasil samping yang tidak mengarah pada senyawa target amida. Namun terdapat tiga senyawa dominan yang terbentuk. Ketiga senyawa tersebut memiliki pola fragmentasi dan waktu retensi yang berdekatan pada tiap variasi temperatur, sehingga dapat diasumsikan bahwa senyawa tersebut memiliki stuktur senyawa yang sama. Berdasarkan pola fragmentasinya struktur ketiga senyawa dominan yang disarankan dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 6. Kromatogram KG-SM penyusun senyawa hasil sintesis pada temperatur es

(-15) – (-10) °C

Gambar 7. Kromatogram KG-SM penyusun senyawa hasil sintesis pada temperatur 27 °C

Gambar 8. Kromatogram KG-SM penyusun senyawa hasil sintesis pada temperatur refluks 90°C

(6)

537 Tabel 1. Persentase Senyawa Hasil Sintesis Pada Berbagai Temperatur

SENYAWA STRUKTUR VARIASI TEMPERATUR

(-15) – (-10) °C 27 °C 90 °C A H N C O 10,02 % 7,84 % 5,39 % B C NH O 1,95 % 2,04 % 1,50 % C H N C O 1,51 % 1,61 % 1,73 %

Dalam hal ini, senyawa amida yang terbentuk dipengaruhi oleh kestabilan dalam penata-ulangan posisi karbokation. Senyawa yang terbentuk dengan posisi karbokation yang tidak stabil akan mengalami penata ulangan menuju bentuk yang lebih stabil. Berdasarkan strukturnya, urutan kestabilan dari ketiga senyawa tersebut yaitu senyawa B > A > C, yang dipengaruhi oleh adanya faktor tegangan dalam strukturnya.

Senyawa A yang memiliki nama IUPAC N-(1,7,7-trimetilbisiklo [2.2.1]heptan-2-il) asetamida terbentuk dominan, namun peningkatan temperatur reaksi berbanding terbalik dengan kadar produk yang terbentuk. Senyawa B yang memiliki nama IUPAC N-(2-(4-metilsikloheks-3-enil)propan-2-il) asetamida memiliki struktur yang paling stabil jika dibandingkan dengan struktur bisiklik. Struktur monosiklik memiliki kestabilan yang lebih tinggi karena ketegangan ikatannya yang rendah. Dari data yang diperoleh, kadar produk semakin meningkat seiring meningkatnya temperatur reaksi. Akan tetapi terjadi penurunan kadar produk pada temperatur Refluk 90 °C. Senyawa C yang memiliki nama IUPAC N-(2,6,6-trimetilbisiklo[3.1.1]heptan-2-il)asetamida, menunjukkan kadar produk yang semakin meningkat. Berdasarkan strukturnya, senyawa ini memiliki kestabilan yang rendah. Reaksi pembentukan produk memiliki keadaan dan kondisi optimum tertentu. Kondisi optimum adalah suatu kondisi yang dapat menghasilkan produk secara maksimal. Dalam hal ini, pemberian temperatur berlaku sebagai katalis reaksi yang menurunkan energi aktifasi pembentukan dan mendorong mempercepat terbentuknya produk. Semakin

(7)

538 meningkatnya temperatur, maka senyawa yang terbentuk akan semakin meningkat hingga temperatur pembentukan optimum.

KESIMPULAN

Penambahan temperatur akan mengkatalis penata ulangan posisi karbokation menuju ke bentuk yang stabil. Dengan kata lain bahwa dengan penambahan temperatur maka meningkatkan energi molekul untuk melakukan reaksi. Diketahui hasil utama yang dihasilkan dengan kadar tertinggi berupa senyawa N-(1,7,7-trimetilbisiklo[2.2.1]heptan-2-il)asetamida dengan kadar tertinggi pada temperatur (-15) – (-10) °C) yaitu 10,02 %. Serta menghasilkan produk samping amida yang lain, berupa N-(2-(4-metilsikloheks-3-enil)propan-2-il)asetamida dan N-(2,6,6-trimetilbisiklo[3.1.1]heptan-2-il)asetamida.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada PERHUTANI Unit II Surabaya dan Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA Universitas Brawijaya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nisyak, K., M. F. Rahman, dan Sutrisno, 2013, Synthesis Organonitrogen Compounds from Patchouli Alcohol Through Ritter Reaction with Acetonitrile and Its Toxicity to Artemia salina

Leach, J. Pure App. Chem. Res., 2 (1), 11-18

2. Rahman, M. F. dan Iftitah, E. D., 2006, The Synthesis of 1,3-Dimethyl-6,7-Dimethoxy-3,4-Dihydroisoquinoline From Methyleugenol : Application of Ritter Reaction For Directly Cyclization, Indo. J. Chem., 2006, 6 (3), 286 – 291

3. Hidayat, Z. R., 2011, Sintesis Senyawa Asetamida dari α-Pinena melalui Reaksi Ritter dan Uji Toksisitasnya Terhadap Artemia salina, Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang

4. Sarwar, A., 2012, Plant Besign For The Separation Of Various Components From Turpentine Oil, Forest Products And Chemical Engineering Department Of Chemical And Biological Engineering Chalmers University Of Technology, Swedia

5. Sastrohamidjojo, H., 2002, Buku Ajar: Kimia Minyak Atsiri, Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta

6. NIST (National Institute of Standards and Technology), 2011, α-Pinene, Material Measurement Laboratory, online: http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C8 0568&Units=SI&Mask= 2281, diakses tanggal 18 Februari 2013

http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C8 0568&Units=SI&Mask= 2281, diakse

Gambar

Gambar 1. Struktur Parasetamol
Gambar 5. Perbandingan spektra IR dari produk sintesis berdasarkan variasi  temperatur reaksi terhadap spektra bahan dasar α-pinena
Gambar 6. Kromatogram KG-SM penyusun senyawa  hasil sintesis pada temperatur es

Referensi

Dokumen terkait

Tahap kedua adalah transformasi  -pinena hasil isolasi minyak terpentin menjadi terpineol menggunakan katalis zeolit alam dengan variasi temperatur dan waktu

2 211 Studi Pengaruh Suhu dan Waktu Reaksi Pada Sintesis α-Terpineol Dari Terpentin Dengan Menggunakan Katalis Asam Trikhloroasetat.. Study of The Effect of Temperature and

pada 1653 cm pada grafik spektrum minyak bunga matahari setelah reaksi Diels- Alder mewakili ikatan rangkap karbon- karbon yang terdapat dalam struktur asam dimer.. Tinggi

Hermiyati 2017 melakukan sintesis minyak terpentin menjadi α-terpineol menggunakan katalis Zeolit Alam Lampung ZAL teraktivasi dan hasil terbaik diperoleh pada saat suhu reaksi 83oC

Oleh karena itu, pada penelitian dilakukan sintesis MES dari minyak biji kelor menggunakan agen sulfonasi NaHSO3 dan katalis CaO dengan melakukan optimasi variabel waktu dan suhu reaksi