• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENALAN AKOR MENGGUNAKAN SHPS, SEGMENT AVERAGING, DAN JARAK KOSINUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENALAN AKOR MENGGUNAKAN SHPS, SEGMENT AVERAGING, DAN JARAK KOSINUS"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PENGENALAN AKOR MENGGUNAKAN SHPS,

SEGMENT AVERAGING

, DAN JARAK KOSINUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Program Studi Teknik Elektro

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma

disusun oleh :

ALBERTUS WAHYU PRATAMA NIM : 165114004

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

FINAL PROJECT

CHORD RECOGNITION USING SHPS, SEGMENT

AVERAGING, AND COSINE DISTANCE

In a partial fulfilment of the requirements For the degree of Sarjana Teknik Departement of Electrical Engineering

Faculty of Science and Technology, Sanata Dharma University

ALBERTUS WAHYU PRATAMA NIM : 165114004

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

,

,

-

-Persembahan

Tugas Akhir ini kupersembahkan kepada…

Tuhan Yesus Kristus

yang selalu menyertaiku dalam setiap keadaanku.

Bapak, Ibu, dan Adik yang selalu mendukung segala

keputusanku. Serta semua orang yang selalu mengasihi juga

membangun hidupku selama menempuh studi di Yogyakarta.

(4)

viii

INTISARI

Akor pada umumnya dihasilkan oleh alat musik harmonis dan digunakan dalam membangun sebuah lagu. Akor merupakan nada yang bersifat teratur dan mempunyai frekuensi yang tertentu. Frekuensi yang dimiliki oleh suatu akor tertentu berbeda dengan frekuensi pada akor lainnya. Perbedaan frekuensi tersebut dapat diolah dan dikenali dengan pemrosesan sinyal digital dalam sistem pengenalan akor.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengenalan akor adalah dengan menggunakan Simplified Harmonic Product Spectrum (SHPS), segment

averaging, dan jarak kosinus. Secara singkat metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut. Pertama sinyal masukan ditransformasi menggunakan FFT

(Fast Fourier Transform). Selanjutnya, sinyal melalui pemrosesan ekstrasi ciri salah

satunya dengan menggunakan SHPS dan segment averaging. Keluaran proses pengenalan tersebut kemudian dibandingkan dengan database yang telah terbentuk pada proses sebelumnya menggunakan metode perhitungan jarak kosinus.

Berdasarkan hasil penelitian, sistem mulai mengenali jenis alat musik masukan dengan tingkat pengenalan sebesar 100% dengan nilai zero padding 4096, frame

blocking 512 serta nilai threshold 2.010,835.Sistem juga mulai mampu mengenali jenis

akor (mayor) masukan dengan tingkat pengenalan sebesar 100% dengan nilai frame

blocking 256, panjang segment 2.

Kata kunci: pengenalan akor, pengenalan alat musik, Simplified Harmonic Product

(5)

ix

ABSTRACT

Chords are generally produced by harmonic musical instruments that usually used in building a song. Chords is a tone that is organized and has a certain frequency. The frequency which is owned by one chord can be different from the frequency of other chords. These frequency differences can be processed and recognized by digital signal processing in the chord recognition system. The chords used in developing in this study were ukulele and guitar chords.

Simplified Harmonic Product Spectrum (SHPS), averaging segment, and cosine distance can be use as one method in chord recognition systems. In a more detail, the method used in this study is as follows. Firstly, the input signal is transformed using FFT (Fast Fourier Transform). Furthermore, the signal through feature extraction processing, which one of them using SHPS and segment averaging. The output of the feature extraction process then compared with a database that has been previously processed using the cosine distance calculation method.

Based on the results of the study, the system has been start able to recognize the type of input musical instrument with a 100% recognition rate with 4096 points zero padding, 512 points frame blocking and 2,010,835 threshold value. The system has also been able to recognize the type of chord (major) input with an recognition rate of 100% with a 256 points frame blocking with 2 points segment length.

Keywords: chord recognition, musical instrument recognition, Simplified Harmonic Product Spectrum, segment averaging, cosine distance, frame blocking.

(6)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL (BAHASA INDONESIA) ... i

HALAMAN SAMPUL (BAHASA INGGRIS) ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Metodologi Penelitian ... 4

BAB II : DASAR TEORI ... 6

2.1. Ukulele ... 6

2.2. Gitar... 7

2.3.Sampling ... 8

2.4. Normalisasi I ... 8

2.5.Silence and Transition Cutting... 10

(7)

xiii

2.7.Normalisasi II ... 11

2.8. Windowing ... 12

2.9. FFT (Fast Fourier Transform) ... 13

2.10.FFT dengan Zero Padding ... 14

2.11.SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) ... 15

2.12.Penjumlahan Hasil SHPS dan Penentuan Alat Musik ... 17

2.13. Logarithmic Scaling ... 19

2.14. Segment Averaging ... 20

2.15.Jarak Kosinus ... 21

BAB III : RANCANGAN PENELITIAN ... 23

3.1. Sistem Pengenalan Akor ... 23

3.1.1. Ukulele dan Gitar ... 23

3.1.2. Mikrofon ... 24

3.1.3. Proses Stem Alat Musik ... 24

3.1.4. Proses Perekaman ... 24

3.1.5. Proses Pengenalan ... 24

3.2. Perancangan Database ... 27

3.3. Akor Uji ... 28

3.4. Perancangan Tampilan Program GUI ... 29

3.5. Perancangan Alur Program ... 30

3.5.1. Perekaman ... 34

3.5.2. Normalisasi I ... 34

3.5.3. Silence and Transition Cutting ... 35

3.5.4. Frame Blocking ... 36

3.5.5. Normalisasi II ... 37

3.5.6. Windowing ... 37

3.5.7.FFT (Fast Fourier Transform) ... 38

3.5.8. FFT dengan Zero Padding ... 39

3.5.9. SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) ... 39

3.5.10.Logarithmic Scaling... 40

3.5.11.Segment Averaging ... 41

3.5.12.Jarak Kosinus ... 41

3.5.13.Penentuan Jenis Alat Musik ... 42

3.5.14.Penentuan Akor ... 43

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

(8)

xiv

4.2. Hasil Pengujian dan Analisis ... 49

4.2.1 Hasil Keluaran Pada Implementasi GUI Sistem Pengenalan Alat Musik dan Akor ... 49

4.2.2 Pengenalan Alat Musik ... 56

4.2.3 Pengenalan Akor ... 64

4.3. Beberapa Catatan ... 67

4.4. Hasil Perbandingan Penelitian ... 69

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(9)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ukulele akustik senar empat ... 6

Gambar 2.2. Gitar Akustik ... 8

Gambar 2.3. Sinyal Sebelum Normalisasi dengan fs= 5000 Hz ... 9

Gambar 2.4. Sinyal Setelah Normalisasi ... 9

Gambar 2.5. Sinyal Setelah Silence Cutting ... 10

Gambar 2.6. Sinyal Setelah Transition Cutting ... 10

Gambar 2.7. Sinyal Setelah Frame Blocking (512 titik) ... 11

Gambar 2.8. Sinyal Setelah Normalisasi II ... 12

Gambar 2.9. Sinyal Setelah Windowing ... 13

Gambar 2.10. Sinyal Setelah FFT ... 14

Gambar 2.11. Sinyal FFT dengan Zero Padding ... 15

Gambar 2.12. Sinyal Setelah Proses SHPS Pada Gitar ... 16

Gambar 2.13. Sinyal Setelah Proses Logaruthmic Scaling ... 20

Gambar 2.14. Sinyal Setelah Proses Segment Averaging ... 20

Gambar 3.1. Diagram Blok Keseluruhan Sistem ... 23

Gambar 3.2. Diagram Blok Proses Pengenalan Alat Musik... 24

Gambar 3.3. Diagram Blok Proses Pengenalan Akor ... 25

Gambar 3.4.Diagram Blok Proses Pengambilan Akor Database ... 27

Gambar 3.5. Tampilan GUI Sistem Pengenalan Akor ... 29

Gambar 3.6 Diagram Alir Sistem Pengenalan Sistem Secara Keseluruhan ... 31

Gambar 3.7. Diagram Alir Proses Perekaman ... 34

Gambar 3.8. Diagram Alir Proses Normalisasi I ... 35

Gambar 3.9. Diagram Alir Silence and Transition Cutting ... 36

Gambar 3.10. Diagram alir Frame Blocking ... 36

Gambar 3.11. Diagram alir Normalisasi II ... 37

Gambar 3.12. Diagram Alir Windowing ... 38

Gambar 3.13. Diagram Alir FFT ... 38

(10)

xvi

Gambar 3.15. Diagram Alir SHPS ... 40

Gambar 3.16. Diagram Alir Logarithmic Scaling ... 40

Gambar 3.17. Diagram Alir Segment Averaging ... 41

Gambar 3.18. Diagram Alir Jarak Kosinus ... 42

Gambar 3.19. Diagram Alir Penentuan Jenis Alat Musik ... 43

Gambar 3.20. Diagram Alir Penentuan Akor ... 44

Gambar 4.1. (a) Keluaran Akor C Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor C Alat Musik Gitar ... 49

Gambar 4.2. (a) Keluaran Akor G Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor G Alat Musik Gitar ... 50

Gambar 4.3. (a) Keluaran Akor D Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor D Alat Musik Gitar ... 51

Gambar 4.4. (a) Keluaran Akor Alat Musik Gitar pada GUI yang Kurang Tepat dan (b) Masukan Akor A Alat Musik Gitar . ... 52

Gambar 4.5. Gambar 4.5. (a) Keluaran Akor C Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor C Alat Musik Ukulele ... 53

Gambar 4.6. (a) Keluaran Akor D Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor D Alat Musik Ukulele ... 54

Gambar 4.7. (a) Keluaran Akor E Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor E Alat Musik Ukulele ... 55

Gambar 4.8. (a) Keluaran Akor Alat Musik Ukulele pada GUI yang Kurang Tepat dan (b) Masukan Akor F Alat Musik Ukulele ... 56

Gambar 4.9. Grafik Pengenalan Alat Musik secara keseluruhan dengan Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding dalam Persentase (%) ... 57

Gambar 4.10. Grafik Pengenalan Alat Musik Ukulele dengan Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding, dalam Persentase (%) ... 59

Gambar 4.11. Grafik Pengenalan Alat Musik Gitar dengan Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding dalam Persentase (%) ... 59

Gambar 4.12. Grafik Pengenalan Akor Ukulele dengan Pengaruh Variasi Nilai Frame Blocking dan Segmen Averaging dalam Persentase (%) ... 65

Gambar 4.13. Grafik Pengenalan Akor gitar dengan Pengaruh Variasi Nilai Frame Blocking dan Segment Averaging dalam Persentase (%) ... 66

(11)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Sampel Akor yang diambil dari Alat Musik Ukulele dan Gitar ... 28 Tabel 3.2. Akor Uji yang diambil dari Alat Musik Ukulele dan Gitar ... 28 Tabel 3.3. Keterangan Tampilan GUI Sistem Pengenalan Akor ... 29 Tabel 4.1 Pengaruh Jumlah Sampel = 1 pada Database

Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%) ... 46 Tabel 4.2. Pengaruh Jumlah Sampel = 5 pada Database

Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%) ... 47 Tabel 4.3. Pengaruh Jumlah Sampel = 10 pada Database

Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%) ... 48 Tabel 4.4. Tingkat Pengenalan Alat Musik dengan

Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Nilai Zero Padding, dalam presentase (%) ... 58 Tabel 4.5. Tingkat Pengenalan Masing-Masing Alat Musik dengan

Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Nilai Zero Padding, dalam presentase (%) ... 60 Tabel 4.6. Nilai Hasil Penjumlahan SHPS yang Dievaluasi dalam Menentukan

Frame Blocking dan Zero Padding ... 62

Tabel 4.7. Tingkat Pengenalan Akor Ukulele dengan Pengaruh Variasi Nilai Frame

Blocking dan Segmen Averaging, dalam Persentase (%) ... 65

Tabel 4.8. Tingkat Pengenalan Akor Gitar dengan Pengaruh Variasi Nilai Frame

Blocking dan Segmen Averaging, dalam Persentase (%) ... 66

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Musik adalah salah satu bagian yang unik dan vital dari kehidupan manusia.

Penciptaan hingga pertunjukannya adalah hal yang paling kompleks dan rumit dari salah satu budaya manusia paling tua ini. Terutama adalah kekuatan emosional musik yang terkadang dapat menyentuh perasaan serta memberikan kesan yang mendalam bagi seseorang. Musik memiliki jangkauan yang sangat luas baik dalam bentuk maupun gaya, mulai dari lagu-lagu rakyat sederhana yang dimainkan tanpa alat musik hingga orkestra yang dimainkan dengan iringan alat musik yang beragam. [1]

Musik adalah bunyi yang tercipta dari beberapa elemen penyusun seperti melodi, irama dan harmoni. Melodi merupakan rangkaian dari beberapa nada yang dibunyikan secara teratur dan berurutan. Keteraturan dalam melodi dapat disebut sebagai irama. Irama dalam musik terbentuk oleh variasi panjang pendeknya suatu nada saat dimainkan. Sementara harmoni adalah bunyi yang tercipta dari gabungan dari dua nada atau lebih, memiliki tinggi nada berbeda namun dimainkan secara serentak. Gabungan dari nada-nada yang memiliki keharmonisan atau keselarasan bunyi saat dimainkan serentak kemudian dikenal dengan sebutan akor.

Sebuah akor dikelompokkan berdasarkan asal nadanya saat dimainkan. Misalkan, jika akor berasal dari nada pertama, ketiga, dan kelima pada skala mayor, maka akor tersebut termasuk dalam akor mayor. Ada banyak tipe serta variasi dalam akor, variasi tersebut tergantung pada skala dan kombinasi nada apa yang dimainkan.[2] Akor pada umumnya dihasilkan oleh alat musik harmonis dan digunakan dalam membangun sebuah lagu. Melalui pemilihan akor yang tepat sebuah lagu akan terdengar lebih baik.

(13)

Pengenalan akor yang baik biasa dilakukan dengan melakukan pengamatan dengan memanfaatkan indra pendengaran secara langsung. Seseorang yang memiliki pengetahuan dalam hal musik dan telah terbiasa dengan bunyi dari akor-akor tertentu bahkan dapat mengenali sebuah akor secara langsung begitu ia mendengarnya. Namun, ini akan menjadi hal sulit bagi seorang pemula yang ingin mengenali sebuah akor, terutama pada alat musik penghasil akor. Solusi yang paling sering digunakan untuk permasalahan ini adalah melihat kombinasi nada yang dimainkan kemudian mencocokkannya dengan gambar akor pada tabel pengenalan akor. Solusi lain yang dapat dipilih adalah dengan menggunakan program komputer pengenalan akor. Melalui program ini, seseorang bisa mengenali akor hanya dengan melihat keterangan akor yang tertera pada program tersebut.

Akor dari sebuah alat musik harmonis merupakan bunyi yang teratur dan mempunyai frekuensi yang tertentu. Frekuensi yang dimiliki oleh suatu akor tertentu berbeda dengan frekuensi pada akor lainnya. Perbedaan frekuensi yang dihasilkan oleh kombinasi nada tersebut dapat diolah dengan pemrosesan sinyal digital.

Berkaitan dengan hal tersebut, dari penelitian sebelumnya, pengolahan sinyal digital yang memanfaatkan perbedaan frekuensi telah berhasil dilakukan dengan menggunakan metode FFT (Fast Fourier Transform) dan HPS (Harmonic Product

Spectrum) pada pengenalan nada untuk stem (tuning) gitar bass, yang prinsip kerjanya

adalah mengetahui tingkat akurasi FFT dan HPS dalam fungsinya untuk pencocokan nada gitar bass. Pada penelitian tersebut, masukkan adalah suara gitar bass yang dipetik secara open string atau tanpa kunci, sedangkan hasil keluaran adalah nilai frekuensi senar gitar bass dan pencocokkan nada gitar bass. Perancangan tersebut dilakukan dengan menggunakan program Matlab, dari penelitian yang telah dilakukan, penggunaan metode FFT dan HPS dapat memberikan tingkat akurasi tuning gitar bass terbaik sebesar 100%. [3]

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin mengimplementasikan prinsip kerja pengolahan sinyal digital seperti pada penelitian sebelumnya dalam penelitian pengenalan akor dari dua alat musik yang berbeda. Instrumen dan metode yang

(14)

digunakan dalam penelitian kali ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, diantaranya penggunaan dua alat musik sebagai sumber akor yaitu gitar dan ukulele serta mengunakan metode SHPS, FFT, segment averaging, dan jarak kosinus. Pada penelitian pengenalan nada untuk stem (tuning) gitar bass, nada dikenali dengan menghitung nilai puncak dari suatu sinyal. Sementara itu pada penelitian yang akan dilakukan, pengenalan akan dilakukan terhadap variasi puncak dari suatu sinyal untuk mengenali akor dan jenis alat musik penghasil akor.

Dalam penelitian kali ini, proses perekaman telah dilakukan sebelumnya, dengan akor standar uji C, D, E, F, G, A, B baik untuk alat musik gitar maupun ukulele. Proses pengenalan diwalai dengan proses pengenalan alat musik. Selanjutnya, proses pengenalan alat musik memberikan informasi mengenai database alat musik yang harus digunakan dalam pengenalan akor. Akor akan dikenali dengan cara membandingkan nilai hasil pengenalan akor dengan database akor menggunakan jarak kosinus. Kemudian, hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk teks.

1.2.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah menghasilkan software yang dapat mengenali akor serta mengenali alat musik yang dimainkan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai referensi pengembangan alat bantu bagi seseorang dalam mengenali akor C, D, E, F, G, A, atau B dari alat musik gitar atau ukulele berdasarkan bunyi alat musik yang sedang dimainkan.

1.3.

Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitiian ini adalah: a. Pengenalan akor dan alat musik bersifat realtime b. Sinyal masukkan berasal dari ukulele dan gitar

c. Ukulele yang dipakai adalah ukulele akustik senar 4 ( Cowboy UK-23M NS) d. Gitar yang dipakai adalah gitar akustik (Yamaha C315)

e. Mikrofon yang dpakai adalah mikrofon kondensor ( Taffware BM 800)

f. Jarak antara alat musik dengan mikrofon adalah 15 cm [4] dengan mikrofon berada tepat menghadap lubang resonansi

(15)

g. Akor yang dikenali merupakan akor mayor ( C, D, E, F, G, A, atau B) h. Menggunakan software Octave dalam pembuatan program pengenalan akor i. Cara memainkan alat musik ukulele atau gitar dilakukan seperti pada umumnya j. Hasil pengenalan alat musik ukulele dan gitar dikenali sebagai ukulele atau gitar k. Hasil pengenalan akor diluar “C, D, E, F, G, A, atau B” akan dikenali sebagai

akor “C, D, E, F, G, A, atau B”

1.4.

Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan pada tugaas akhir ini adalah: a. Pengumpulan referensi buku-buku dan jurnal-jurnal ilmiah

Bertujuan untuk mempelajari dasar teori yang mendukung penelitian b. Pembuatan sistem sebagai alat uji

Sistem yang dibuat akan berjalan di perangkat kompter dengan sistem operasi

Windows dan menggunakan software Octave. Tahap pembuatan sistem

diantaranya adalah:

(i). Merekam akor ukulele dan gitar yang digunakan sebagai akor databasedan akor pengujian tidak real time

(ii). Membuat program sistem pengenalan akor secara tidak real time. Pengujian dilakukan menggunakan masukan dari akor pengujian tidak real time dengan akor database

(iii). Memperbarui program sistem pengenalan akor dan membuat tampilan GUI yang dapat dijalankan secara real time

(iv). Melakukan pengujian secara real time dengan alat musik yang telah ditentukan

c. Pengambilan data pengujian real time

Proses pengambilan data pengujian real time dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

(i). Memilih variasi nilai pada variabel penelitian (variasi frame blocking dan

segment averaging)

(ii). Melakukan pengujian seluruh akor dengan salah satu alat musik dengan variabel peneitian yang telah dipilih

(16)

(iii). Mencatat hasil pengenalan, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan alat musik lainnya sesuai dengan tahap ii dan iii hingga seluruh variasi nilai pada variabel penelitian diujikan

d. Analisis performa

Kriteria keberhasilan sistem adalah jika sistem mampu mengenali alat musik dan akor secara real time. Proses ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan kerja sistem yang telah dirancang. Pada analisis performa, akan ditentukan variasi nilai dari variabel penelitian yang memberikan hasil pengenalan yang paling optimal. e. Pengambilan kesimpulan

Tahap ini adalah tahap pengambilan kesimpulan berdasarkan analisis terhadap pengaruh variabel penelitian (variasi frame blocking dan segment averaging)

(17)

6 61 cm 20,5 cm 27,5 cm

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Ukulele

Ukulele adalah alat musik harmonis atau penghasil akor yang dimainkan dengan cara dipetik. Ukulele disebut juga dengan nama “baby guitar” karena bentuknya yang menyerupai gitar namun dengan ukuran yang lebih kecil. Ukulele memiliki empat sampai delapan senar dan memiliki jangkauan nada yang lebar dan biasa digunakan sebagai instrumen tunggal atau dapat pula digunakan untuk mengiringi berbagai macam alat musik, mulai musik klasik, keroncong, sampai jazz, country, dan musik reggae. [5] Ada empat jenis ukulele yang biasa digunakan yaitu ukulele soprano, concerto,

tenor, dan baritone. Perbedaan antara ukulele jenis satu dengan yang lainnya adalah

terletak pada ukurannya. Semakin kecil ukuran ukulele maka semakin nyaring dan tinggi pula suara maupun akor yang dihasilkan.

Ukulele yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukulele Cowboy UK 23M-NS dengan jenis concerto senar empat. Sistem kerja yang diterapkan pada ukulele adalah sama dengan memainkan alat musik petik lainnya, yaitu tuning terhadap senar, memilih akor yang dengan jari-jari pada fretboard ukulele, kemudian memetik senar ukulele tepat di depan lubang suara. Senar akan beresonansi ketika dipetik dan lubang suara yang telah menangkap gelombang resonansi tersebut akan mengeluarkannya sehingga terdengar suara petikan dari ukulele. Gambar 2.1. menunjukkan ukulele akustik senar empat.

(18)

2.2. Gitar

Gitar merupakan salah satu alat musik penghasil akor yang umumnya dimainkan dengan cara dipetik. Sebuah gitar terbentuk atas sebuah bagian badan gitar dengan bagian leher gitar sebagai tempat senar-senar berjumlah enam buah yang umumnya terbuat dari nilon atau baja. Fungsi alat musik gitar dalam sebuah pertunjukan musik adalah dapat sebagai alat musik harmonis untuk mengiringi sebuah lagu. Gitar dapat juga dijadikan alat musik melodis yang berfungsi melengkapi bunyi-bunyian yang dihasilkan dari alat musik lain dalam pertunjukkan tersebut.

Secara umum terdapat dua jenis gitar yakni gitar akustik dan gitar elektrik. Gitar akustik adalah gitar yang pada bagian badannya terdapat sebuah lubang khas (hollow body) dinamakan lubang suara. Bunyi yang dihasilkan oleh gitar akustik berasal dari getaran senar gitar yang dipetik kemudian getaran tersebut mengalir di sepanjang senar dan masuk kedalam badan gitar melalui sebuah lubang suara. Suara yang berada di dalam lubang suara akan bersonansi hingga akhirnya bunyi dapat terdengar. Beda halnya dengan gitar aksutik, gitar elektrik pada umumnya memiliki badan gitar yang tidak berlubang (solid body). Sebagai pengganti fungsi lubang suara, pada gitar elektrik digunakan pick up yang menangkap getaran senar lalu mengubahnya menjadi arus listrik dan dikeluarkan melalui penguat secara elektronik. [6]

Gitar yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis gitar akustik Yamaha C315. Sistem kerja yang diterapkan pada gitar adalah sama dengan memainkan alat musik petik lainnya, yaitu tuning terhadap senar, memilih akor yang dengan jari-jari pada fretboard gitar, kemudian memetik senar gitar tepat didepan lubang suara. Senar akan beresonansi ketika dipetik dan lubang suara yang telah menangkap gelombang resonansi tersebut akan mengeluarkannya sehingga terdengar suara petikan dari gitar. Gambar 2.2. menunjukkan gitar akustik.

(19)

99,5 cm

49 cm 37 cm

Gambar 2.2. Gitar Akustik

2.3.

Sampling

Sampling merupakan proses pencuplikan sinyal waktu kontinu atau yang juga

populer disebut sinyal analog untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit. Proses sampling sejatinya harus mewakili sifat sinyal aslinya agar didapat data diskrit yang sesuai.[7] Oleh karena itu kecepatan pengambilan sampel (sampling rate) sinyal yang akan disampling haruslah memenuhi kriteria Nyquist. Kriteria Nyquist menyatakan bahwa

sampling rate harus dua kali lebih besar dari frekuensi sinyal analog tertinggi. Hal ini

ditujukan agar fenomena frekuensi satu terlihat seperti frekuensi yang lain (aliasing) dapat dihindari. Secara matematis dapat dituliskan:

𝑓𝑠 ≥ 2𝑓𝑚 (2.1)

Dengan:

fs = frekuensi sampling rate

fm = frekuensi tertinggi sinyal analog

2.4. Normalisasi I

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil cuplikan memiliki amplitudo yang maksimum, sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat perbedaan kuat lemah akor hasil petikan. Pada penelitian kali ini, amplitudo dikatakan maksimum apabila salah satu atau lebih puncak dari sinyal tercuplik telah mencapai nilai 1 atau -1 seperti ditunjukan Gambar 2.4. Dalam proses ini, data dari masukan dari akor terekam dibagi dengan nilai maksimal data masukan absolut sehingga dihasilkan sinyal ternormalisasi. Proses normalisasi ditunjukan pada persamaan 2.2.

(20)

𝑋

𝑛𝑜𝑟𝑚

=

𝑋𝑖𝑛

max(𝑎𝑏𝑠 (𝑋𝑖𝑛)) (2.2)

Dengan:

Xnorm = data sinyal ternormalisasi (1,2,3,. . . , N)

Xin = data input (1,2,3, . . ., N)

N = banyaknya data sinyal

Gambar 2.3. dan gambar 2.4. memperlihatkan gambar sinyal sebelum dan setelah melalui proses normalisasi.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.3. Sinyal Sebelum Normalisasi dengan fs= 5000 Hz

(a) Gitar (b) Ukulele

(21)

2.5.

Silence and Transition Cutting

Proses silence and transition cutting adalah proses pemotongan sinyal pada bagian silence (sinyal diam) dan bagian transisi yang terletak pada awal perekaman atau bagian awal sebelum sinyal yang berisi data akor. Pemotongan sinyal dilakukan berurutan, setelah sinyal pada bagian silence dipotong, pemotongan bagian transisi pun dimulai. Pemotongan transisi dilakukan dengan menghilangkan 0,1 detik [8] dari sinyal hasil pemotongan bagian silence. Proses ini bertujuan untuk mengurangi cacat sinyal akibat derau juga untuk menghilangkan sinyal yang tidak berisi data akor yang ikut terekam. Berikut gambar untuk hasil silence and transition cutting :

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.5. Sinyal Setelah Silence Cutting

(a) Gitar (b) Ukulele

(22)

2.6.

Frame Blocking

Proses frame blocking merupakan proses pemotongan sinyal menjadi beberapa bagian. Bagian sinyal yang terpotong-potong disebut frame [9].Setiap frame terdiri dari beberapa data sampel yang dipengaruhi besar frekuensi sampling dan lama suara disampel. Pembagian frame blocking memiliki jumlah 2N data pada setiap frame. Namun, pada implementasinya penggunaan frame blocking disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Gambar 2.7. memperlihatkan contoh sinyal yang telah melalui frame

blocking.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.7. Sinyal Setelah Frame Blocking (512 titik)

2.7. Normalisasi II

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil frame blocking memiliki amplitudo yang kembali maksimum, sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat pemrosesan sebelumnya. Dalam proses ini, data dari hasil proses frame blocking dibagi dengan nilai maskimal data hasil frame blocking absolut sehingga dihasilkan sinyal ternormalisasi II. Proses normalisasi ditunjukan pada persamaan (2.2). Gambar 2.8. memperlihatkan gambar sinyal setelah melalui proses normalisasi II.

(23)

(a) Gitar (b) Ukulele Gambar 2.8. Sinyal Setelah Normalisasi II

2.8.

Windowing

Windowing adalah fungsi yang berguna untuk mengurangi efek diskontinuitas akibat pemrosesan sinyal sinyal sebelumnya. Efek diskontinuitas pada sinyal menyebabkan sebuah sinyal yang telah terproses memiliki sifat frekuensi yang cenderung mengurangi kualitas dari sinyal aslinya sehingga, data yang dibawa oleh sinyal terproses maksimal. Ada beberapa teknik window yang biasa digunakan, diantaranya adalah Blackman window, Hamming window, Hanning window, dan lain-lain [10] . Pada penelitian ini window yang digunakan adalah window berjenis Hamming.

Window Hamming dipilih karena window jenis ini memberikan side lobe yang tidak

terlalu tinggi dan main lobe yang besar sehingga hasil windowing akan lebih halus. Secara matematis persamaan yang digunakan dalam proses Window Hamming adalah sebagai berikut (2.3):

𝑤(𝑛) = 0,54 − 0,46 cos ( 2𝜋𝑛

𝑁−1) (2.3)

Dengan:

w(n) = Windowing

(24)

n = Waktu diskrit ke- n

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.9. Sinyal Setelah Windowing

2.9. FFT (

Fast Fourier Transform

)

Transformasi fourier adalah proses mentransformasi sinyal kontinu berbasis waktu ke dalam kawasan frekuensi. Agar transformasi fourier dapat digunakan dalam operasi digital, maka dibutuhkan Discreate Fourier Transform (DFT) untuk merubah sampel-sampel kontinu kedalam bentuk diskrit. Namun, perhitungan DFT secara langsung dalam komputerisasi dapat menyebabkan proses perhitungan yang lama. Maka dari itu dibutuhkan cara lain agar perhitungan berlangsung lebih cepat.

Secara matematis persamaan yang digunakan dalam proses DFT adalah seperti ditunjukkan persamaan (2.4) [11]:

𝑋(𝑘) = Ʃ𝑛=0𝑁−1 𝑥(𝑛)𝑊𝑁𝑛𝑘 𝑘 = 0, . . . , 𝑁 − 1 (2.4)

Dengan X[k] adalah koefisien FFT untuk nilai sampel x(n), N adalah jumlah sampel yang akan diproses, x(n) adalah nilai sampel sinyal dan k adalah bilangan konstanta 1, 2, 3,….., N-1.

Fast Fourier Tranform (FFT) adalah algoritma untuk menghitung DFT dengan

(25)

transformasi sebanyak O(N2), sedangkan perhitungan FFT akan memberikan komplesksifitas transformasi sebanyak O(N logN) [12]

Misalkan kita menyuplik 3 sampel, dengan menggunakan DFT, tingkat kompleksifitas transformasi adalah 9, sementara dengan menggunakan FFT kompleksifitasnya sebesar 1,431. Perbedaan akan semakin mencolok ketika kita akan meninjau 32 sampel, dengan menggunakan DFT, tingkat kompleksifitas transformasi adalah 1024, sementara dengan menggunakan FFT kompleksifitasnya sebesar 48,164. Hasil dari proses FFT sebagai pengganti DFT ditunjukkan Gambar 2.9.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.10. Sinyal Setelah FFT

2.10. FFT dengan

Zero Padding

Proses zero padding dapat dikombinasikan dalam proses FFT. Zero padding adalah proses penambahan nilai nol sebanyak panjang data tertentu dengan rumus 2n. Penambahan nilai nol tidak mempengaruhi panjang data pada data sampel, tetapi mempengaruhi banyaknya data yang tercuplik tiap satuan waktu sehingga akan meningkatkan resolusi dari sebuah indeks frekuensi tertentu [13].

Hasil dari proses FFT dengan zero padding ditunjukkan Gambar 2.11. Pada gambar tersebut terlihat jelas perbedaan jumlah titik data jika dibandingkan dengan hasil pemrosesan FFT tanpa zero padding.

(26)

(a) Gitar (b) Ukulele Gambar 2.11. Sinyal FFT dengan Zero Padding

2.11. SHPS (

Simplified Harmonic Product Spectrum

)

SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) adalah proses untuk menghilangkan sinyal harmonik dari sinyal masukan. SHPS berasal dari HPS

(Harmonic Product Spectrum) yang merupakan salah satu metode untuk mengeliminasi

frekuensi lain dari sebuah sinyal sehingga nilai dari frekuensi puncak dapat terlihat lebih jelas. [14]

Perbedaan yang jelas terlihat dari SHPS dan HPS adalah pada SHPS, proses

downsampling hanya dilakukan sekali.

Algoritma SHPS dijabarkan sebagai berikut [15]:

1. Diketahui persamaan x(k)={x(0), x(1), … , x(N-1)} dengan N=2p dan p ≥ 0.

2. Downsampling pada x(k) untuk mendapat

xd(k)={x(0), x(2), … , x(N-2)}

3. Zero padding pada xd(k) untuk mendapat

xz(k) = {x(0), x(2), … , x(N-2), z(0), z(1), …, z((N/2)-1)}

di mana

z(0) = z(1) = … = z((N/2)-1) = 0

4. Perkalian elemen x(k) and xz(k) untuk mendapat

xm(k) = x(k) . xz(k)

(27)

y(k) = { xm(0), xm(1), …, xm((N/2)-1)}

Gambar 2.11, menunjukkan hasil proses SHPS.

Gambar 2.12. Sinyal setelah proses SHPS pada gitar

(a) Sinyal FFT

(b) Downsampling

(c) Zero Padding

(28)

Gambar 2.12. (Lanjutan) Sinyal setelah proses SHPS pada ukulele

2.12. Penjumlahan Hasil SHPS dan Penentuan Alat Musik

Proses penjumlahan hasil SHPS adalah proses menjumlahkan nilai-nilai dari variasi gelombang sinyal hasil SHPS. Sinyal hasil SHPS yang dijumlahkan hanyalah sinyal yang sebelumnya melalui proses FFT dengan zero padding. Pada penelitian ini

(a) Sinyal FFT

(b) Downsampling

(c) Zero Padding

(29)

penentuan jenis alat musik akan dilakukan dengan meninjau perbedaan jumlah variasi nilai pada gelombang sinyal dari alat musik gitar dan ukulele.

Setelah melalui proses FFT dengan zero padding, variasi nilai pada gelombang sinyal gitar maupun ukulele akan memiliki tingkat resolusi yang tinggi dan jika diamati pada panjang data tertentu, perbandingan jumlah dari keduanya akan memberikan hasil yang cukup dapat dibedakan. Namun, jumlah variasi nilai pada gelombang sinyal dari kedua alat musik haruslah berjarak lebih jauh lagi untuk menghindari kemungkinan terjadinya kemiripan sinyal, mengingat kriteria alat musik gitar dan ukulele yang memiliki beberapa kesamaan. Salah satu cara untuk membuat kedua sinyal memiliki perbedaan yang mencolok adalah dengan melakukan proses SHPS sebelum proses penjumlahan variasi nilai pada gelombang sinyal.

Hasil dari penjumlahan hasil SHPS kemudian akan dibandingkan dengan nilai ambang (threshold) yang telah ditentukan berdasarkan rata-rata hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terbesar dari alat musik yang memiliki rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah, dengan hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terkecil dari alat musik yang memiliki rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi. Penentuan nilai threshold dirumuskan pada persamaan 2.5 :

𝑦

𝑡

=

𝑁1+𝑁2

2 (2.5)

Di mana:

yt : Nilai threshold

N1 : Hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terbesar dari alat musik dengan rerata

jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah

N2 : Hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terkecil dari alat musik dengan rerata

jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi

Misalkan penjumlahan hasil SHPS pada alat musik A setelah diamati pada seluruh akor yang diuji (C, D, E, F, G, A, B) memberikan nilai 1.200 untuk hasil penjumlahan terendah, dan 22.000 untuk hasil penjumlahan tertinggi. Sementara itu, penjumlahan hasil SHPS pada alat musik B setelah diamati memberikan nilai 80 untuk hasil penjumlahan terendah, dan 240 untuk hasil penjumlahan tertinggi. Maka, dapat

(30)

disimpulkan bahwa alat musik A adalah alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih tinggi, sehingga nilai yang akan digunakan adalah hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS terendah (1.200) yang selanjutnya disebut N2. Sementara itu, alat musik B

adalah alat musik dengan rerata jumlah sinyal hasil SHPS lebih rendah, sehingga nilai yang akan digunakan adalah hasil penjumlahan sinyal hasil SHPS tertinggi (240) yang selanjutnya disebut N1. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (2.5) nilai

threshold ditetukan sebagai berikut:

𝑦𝑡 = 240 + 1.200 2 𝑦𝑡 = 1.440 2 𝑦𝑡= 720

Nilai threshold antara alat musik A dan B adalah 720. Nilai yang telah diketahui kemudian digunakan dalam perbandingan terhadap sinyal masukkan saat melakukan pengujian alat musik. Apabila sinyal hasil penjumlahan SHPS yang diuji lebih kecil dari

720, maka dapat diketahui bahwa alat musik yang dimainkan adalah alat musik B. Sebaliknya, Apabila sinyal masukan hasil penjumlahan SHPS lebih besar dari 720, maka dapat diketahui bahwa alat musik yang dimainkan adalah alat musik A.

2.13.

Logarithmic Scaling

Logaritmic scaling adalah proses memperjelas perbedaan nilai puncak pada data

sebuah sinyal. Proses ini bertujuan meningkatkan nilai puncak yang yang mewakili data akor sehingga ciri dari suatu akor lebih jelas terlihat. Secara matematis, logaritmic

scaling dijelaskan pada persamaan 2.6 :

𝑦𝑜𝑢𝑡 = log (𝛼𝑦𝑖𝑛+ 1) (2.6)

Di mana:

yin : Masukan berupa data vektor

yout : Keluaran berupa data vektor

(31)

Fungsi tambahan nilai ‘1’ pada persamaan diatas adalah untuk menghindari hasil logaritmis yang ‘tak terbatas’ saat ada masukan bernilai nol pada data vektor masukan [15]. Gambar 2.13 menunjukkan hasil proses logarithmic scaling.

(a) Gitar (b) Ukulele

Gambar 2.13. Sinyal setelah proses logaruthmic scaling

2.14.

Segment Averaging

Sement averaging adalah proses untuk mencari nilai rata-rata dari sebuahsegmen.

Segmentasi dilakukan untuk mengurangi jumlah data sinyal dari suatu elemen sinyal dengan tetap mempertahankan pola dasar sinyal yang akan diproses [16]. Sinyal hasil

segment averaging ditunjukkan Gambar 2.14.

(a) Gitar (b) Ukulele

(32)

2.15. Jarak Kosinus

Fungsi jarak digunakan dalam perbandingan dua buah vektor. Tingkat kemiripan yang tinggi dari dua buah vektor yang dibandingkan merupakan penentu bagi suatu nilai bisa dikatakan sama atau tidak. Metode jarak kosinus dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiripan dua buah vektor tersebut.

Jarak kosinus merupakan salah satu fungsi menghitung jarak. Pada penelitian ini fungsi jarak digunakan untuk menentukan hasil ekstrasi ciri yang paling mendekati dengan database. Secara matematis, Jarak kosinusdijelaskan pada persamaan 2.7 [17]

Jarak Kosinus = 1 − Ʃ𝑖=1 𝑛 𝑋𝑖𝑦𝑖

√Ʃ𝑖=1𝑛 𝑥𝑖2 √Ʃ𝑖=1𝑛 𝑦𝑖2

(2.7)

Di mana:

x = Elemen matriks pertama y = Elemen matriks kedua n = Elemen matriks ke-n

Penggunaan jarak kosinus dalam penelitian kali ini dijelaskan melalui perbandingan matriks sederhana di bawah ini.

Elemen Matriks A = ( 1, 5, 9 ) Elemen Matriks B = ( 1, 4, 7 ) Elemen Matriks C = ( 3, 7, 2 )  Jarak matriks A dan matriks B

Jarak Kosinus = 1 − (1)(1) + (5)(4) + (9)(7) √12+ 52+ 92 × √12+ 42 + 72

=

1 −

84

√107×√66 = 1 − 0,9996 = 0,0005  Jarak matriks A dan matriks C

Jarak Kosinus = 1 − (1)(3) + (5)(7) + (9)(2) √12+ 52+ 92 × √32+ 72 + 22

(33)

=

1 − 56

√107×√62

= 1 − 0,6875 = 0,3125

Jarak kosinus matriks A dengan matriks B adalah 0,0005. Jarak kosinus matriks A dengan matriks C adalah 0,3125. Dengan demikian, jarak yang paling minimal ditunjukkan matriks A dengan matriks B. Jarak yang paling minimal menunjukkan bahwa kedua matriks memiliki kemiripan yang paling dekat.

(34)

23

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

3.1. Sistem Pengenalan Akor

Sistem pengenalan akor menggunakan software Octaveyang berfungsi sebagai

user interface dan juga sebagai pusat pemrosesan pengenalan akor. Blok sistem

pengenalan akor secara keseluruhan diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram blok keseluruhan sistem 3.1.1 Ukulele dan Gitar

Ukulele dan gitar digunakan dalam penelitan sebagai objek penelitian penghasil akor, keduanya berjenis alat musik petik akustik. Sementara itu, akor yang akan dikenali adalah akor mayor C, D, E, F, G, A, atau B.

Ukulele dan Gitar

Akustik Mikrofon Laptop

Pengenalan Alat Musik dan Akor Proses Perekaman

(35)

3.1.2 Mikrofon

Mikrofon yang digunakan adalah mikrofon kondensor Taffware BM 800 dapat dilihat pada Gambar 3.1. Mikrofon berfungsi untuk menangkap suara dari ukulele dan gitar kemudian menyalurkannya ke laptop untuk dilakukan proses perekaman dan pengenalan akor.

3.1.3 Proses Stem Alat Musik

Stem atau tuning merupakan proses yang penyesuaian nada-nada dasar tiap senar pada alat musik petik, pada penelitian ini gitar dan ukulele. Proses stem dilakukan terpisah sebelum proses perekaman menggunakan software berbasis android, Guitar

Tuna.

3.1.4 Proses Perekaman

Proses perekaman adalah proses masuk dan penyimpanan sinyal suara akor dari ukulele dan gitar. Data yang disimpan merupakan hasil konversi sinyal analog ke sinyal digital dengan frekuensi sampling yang telah ditentukan.

3.1.5 Proses Pengenalan

Proses pengenalan dilakukan untuk dua tujuan, diantaranya adalah untuk mengenali akor dan mengenali alat musik penghasil akor. Gambar 3.2. dan Gambar 3.3. merupakan diagram blok proses pengenalan alat musik dan pengenalan akor.

(36)

Gambar 3.3. Diagram blok proses pengenalan akor 1. Masukan

Masukan dalam penelitian ini adalah akor hasil rekaman dari dua alat musik yaitu ukuele dan gitar akustik yang disimpan dalam format wav.

2. Normalisasi I

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil cuplikan memiliki amplitudo yang maksimum sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat perbedaan kuat lemah akor hasil petikan. Pada penelitian kali ini, amplitudo dikatakan maksimum apabila salah satu atau lebih puncak dari sinyal tercuplik telah mencapai nilai satu “1” atau negatif satu “-1”, seperti ditunjukan Gambar 2.4.

3. Silence and Transition Cutting

Proses silence and transition cutting adalah proses pemotongan sinyal pada bagian silence (sinyal diam) dan bagian transisi yang terletak pada awal perekaman. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sinyal yang tidak berisi data akor yang ikut terekam.

4. Frame Blocking

Proses frame blocking merupakan proses pemilihan data yang akan digunakan pada proses pengenalan. Pemilihan data harus mewaikili semua data akor dari sinyal terekam.

(37)

5. Normalisasi II

Proses ini bertujuan agar sinyal memiliki amplitudo yang maksimum sehingga dapat mengurangi efek akibat pemrosesan sebelumnya. Amplitudo dikatakan maksimum apabila salah satu atau lebih puncak dari sinyal tercuplik telah mencapai nilai satu “1” atau negatif satu “-1”, seperti ditunjukan Gambar 2.4.

6. Windowing

Proses ini berfungsi untuk mengurangi efek diskontinuitas dari sinyal digital hasil pemrosesan sinyal sebelumnya. Dalam penelitian ini digunakan Hamming

Window.

7. FFT (Fast Fourier Transform)

Proses Fast Fourier Transform (FFT) bertujuan untuk melihat sinyal yang berada pada domain waku dalam domain frekuensi. Domain frekuensi dapat digunakan untuk melihat perbedaan sinyal satu dengan yang lain.

8. FFT dengan Zero Padding

Proses ini dilakukan dengan menambahkan nilai 0 pada data. Penambahan bertujuan untuk menambah banyaknya data yang tercuplik tiap satuan waktu sehingga akan meningkatkan resolusi dari sebuah indeks frekuensi tertentu. 9. SHPS

SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) adalah proses untuk menghilangkan sinyal harmonik, sehingga perbedaan antara akor masukan semakin terlihat.

10.Logarithmic Scaling

Logaritmic scaling adalah proses mengurangi perbedaan nilai puncak pada data

sinyal. Proses ini bertujuan meningkatkan nilai puncak yang yang mewakili data akor sehingga ciri dari suatu akor lebih jelas terlihat.

11.Segment Averaging

Proses segment averaging bertujuan untuk mengurangi jumlah data sinyal dengan membuat segmentasi dari beberapa sinyal dalam satu akor. Keluaran dari

(38)

12.Jarak Kosinus

Proses jarak kosinus berfungsi untuk membandingkan data sinyal akor masukan dengan data sinyal akor database. Tujuannya adalah mencari selisih terkecil dari data sinyal akor yang akan dikenali dengan data sinyal akor database.

13.Pengenalan Alat Musik

Pengenalan alat musik dilakukan dengan cara membandingkan nilai hasil FFT dengan zero padding terhadap nilai ambang (threshold) dari ukulele dan gitar. 14.Penentuan Akor

Penentuan akor didapat berdasarkan jarak minimal dari hasil perbandingan data sinyal akor yang akan dikenali terhadap data sinyal akor database dengan fungsi jarak kosinus.

3.2. Perancangan

Database

Perancangan database adalah perancangan akor acuan yang dibutuhkan agar sistem memiliki ciri untuk masing-masing akor. Pada penelitian kali ini, peneliti melakukan sampling sebanyak 10 sampel dari setiap akor (akor C, D, E, F, G, A, B) dari ukulele dan gitar. Sampel akor yang diambil dari alat musik ukulele dan gitar dapat dilihat pada Tabel 3.1. Data yang disimpan dalam database akor adalah data diskrit dari akor-akor yang telah melalui proses pembentukan database akor. Proses pembentukan

database akor melalui proses perekaman, normalisasi I, silence and transition cutting,

frame blocking, normalisasi II, windowing, FFT, SHPS, logarithmic scaling. Gambar

3.4. merupakan diagram blok proses pengambilan database akor.

(39)

Setelah 10 akor sampel pada setiap akor diperoleh, dilakukan perhitungan (3.1) untuk mendapatkan rerata akor yang akan dimasukkan di akor database.

𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑎𝑘𝑜𝑟 = 𝑎𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1 + 𝑎𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2 +...𝑎𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1010

(3.1)

Tabel 3.1. Sampel Akor yang diambil dari Alat Musik Ukulele dan Gitar Sampel Akor C [C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, C9, C10] Sampel Akor D [D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9, D10] Sampel Akor E [E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7, E8, E9, E10] Sampel Akor F [F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9, F10] Sampel Akor G [G1, G2, G3, G4, G5, G6, G7, G8, G9, G10] Sampel Akor A [A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, 10] Sampel Akor B [B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, B10]

3.3. Akor Uji

Akor uji digunakan untuk menjalankan program pengenalan akor secara tidak real time. Pembuatan akor uji sama dengan perancangan database akor seperti pada Gambar 3.4 dan akor uji yang direkam dari alat musik ukulele dan gitar dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Akor Uji yang diambil dari Alat Musik Ukulele dan Gitar Akor Uji C [C11, C12, C13, C14, C15, C16, C17, C18, C19, C20] Akor Uji D [D11, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18, D19, D20] Akor Uji E [E11, E12, E13, E14, E15, E16, E17, E18, E19, E20] Akor Uji F [F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20] Akor Uji G [G11, G12, G13, G14, G15, G16, G17, G18, G19, G20] Akor Uji A [A11, A12, A13, A14, A15, A16, A17, A18, A19, A20] Akor Uji B [B11, B12, B13, B14, B15, B16, B17, B18, B19, B20]

(40)

3.4. Perancangan Tampilan Program GUI

Tampilan program GUI (Graphical User Interface) yang akan dibuat pada

software Octave ditunjukan pada Gambar 3.5 dan Tabel 3.3 memperlihatkan keterangan

tampilan utama sistem.

Gambar 3.5. Tampilan GUI Sistem Pengenalan Akor Tabel 3.3. Keterangan Tampilan GUI Sistem Pengenalan Akor

Nama Bagian Keterangan

Rekam Berfungsi untuk memulai proses perekaman Proses Berfungsi untuk memulai proses pengenalan

Reset Berfungsi untuk menghapus pemrosesan yang telah dilakukan sebelumnya

Keluar Berfungsi untuk mengakhiri program Variasi Frame

Blocking

Berfungsi untuk memilih panjang frame blocking (64; 128; 256; 512; 1024)

Variasi Segmen Berfungsi untuk memilih nilai segment averaging (2; 4; 8; 16; 32; 64; 128; 256)

(41)

Tabel 3.3. (Lanjutan) Keterangan Tampilan GUI Sistem Pengenalan Akor

Nama Bagian Keterangan

Plot Perekaman Berfungsi menampilkan grafik hasil perekaman

Plot SHPS Berfungsi menampilkan grafik spektrum frekuensi SHPS Plot FFT Berfungsi menampilkan grafik hasil FFT

Akor Dikenali Berfungsi untuk menampilkan akor yang telah dikenali Jenis Alat Musik Berfungsi untuk menampilkan jenis alat musik yang telah

dikenali (ukulele atau gitar)

3.5 Perancangan Alur Program

Sistem pengenalan akor harus melalui beberapa proses sebelum berhasil mengenali akor, dimulai dari perekaman hingga menampilkan akor keluaran. Diagram alir sistem pengenalan akor ditunjukan pada Gambar 3.6.

(42)
(43)

Gambar 3.6(Lanjutan) Diagram Alir Sistem Pengenalan Sistem Secara Keseluruhan Subproses Pengenalan Alat Musik

(44)

Gambar 3.6(Lanjutan) Diagram Alir Sistem Pengenalan Sistem Secara Keseluruhan Subproses Pengenalan Akor

Pada sistem pengenalan akor yang akan dibuat, terdapat dua subproses pengenalan yaitu pengenalan alat musik dan pengenalan akor. Pengenalan yang pertama kali dilakukan adalah pengenalan alat musik sekaligus penentuan database akor yang sesuai dengan alat musik tersebut. Proses pengenalan alat musik meliputi proses normalisasi

(45)

I, silence and transition cutting, frame blocking, normalisasi II, windowing, FFT dengan zero padding, dan SHPS.

Selanjutnya sistem akan menjalankan proses pengenalan akor, yang secara lengkap terdiri atas proses normalisasi I, silence and transition cutting, frame blocking, normalisasi II, windowing, FFT, SHPS, logarithmic scaling, dan jarak kosinus.

3.5.1. Perekaman

Pada proses perekaman, masukan akor akan direkam dengan durasi perekaman 3 detik dan frekuensi sampling 5000 Hz [15]. Penentuan frekuensi sampling haruslah memenuhi kriteria Nyquist sesuai dengan persamaan (2.1). Panjang durasi perekaman ditentukan berdasarkan perkiraan waktu pemetikan alat musik ukulele maupun gitar serta durasi dari akor hasil petikan. Keluaran untuk proses perekaman disimpan dalam bentuk wav. Diagram Alir proses perekaman ditunjukan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Diagram Alir Proses Perekaman 3.5.2. Normalisasi I

Proses ini bertujuan agar sinyal hasil cuplikan memiliki amplitudo yang maksimum, sehingga dapat mengurangi pengaruh akibat perbedaan kuat lemah akor hasil petikan. Dalam proses ini, data dari masukan dari akor terekam dibagi dengan nilai maksimal data masukan absolut sehingga dihasilkan sinyal ternormalisasi dari nada

(46)

terekam seperti pada persamaan (2.2). Diagram alir normalisasi I diperlihatkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Diagram Alir Proses Normalisasi I 3.5.3. Silence and Transition Cutting

Proses silence and transition cutting adalah proses pemotongan sinyal pada bagian

silence (sinyal diam) dan bagian transisi yang terletak pada awal perekaman atau bagian

awal sebelum sinyal yang berisi data akor. Pemotongan sinyal dilakukan berurutan, setelah sinyal pada bagian silence dipotong pemotongan bagian transisi dimulai. Pemotongan transisi dilakukan dengan menghilangkan 0,2 detik [8] hasil pemotongan bagian silence. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sinyal yang tidak berisi data akor yang ikut terekam. Diagram alir silence and transition cutting diperlihatkan pada Gambar 3.9.

(47)

Gambar 3.9. Diagram Alir Silence and Transition Cutting 3.5.4. Frame Blocking

Proses frame blocking merupakan proses pemilihan data yang akan digunakan pada proses pengenalan. Pemilihan data akan dilakuakan sesuai dengan panjang frame yang dipilih. Variasi frame blocking yang dipilih dalam penelitian kali ini adalah 64, 128, 256, 512, 1024. Diagram alir frame blocking diperlihatkan pada Gambar 3.10.

(48)

3.5.5. Normalisasi II

Proses normalisasi II dilakukan dengan membagi data hasil frame blocking dengan nilai maskimal data hasil frame blocking absolut seperti pada persamaan (2.2). Tujuan dari proses normalisasi II adalah meminimalisir data akor hasil frame blocking yang masih terpengaruh oleh pemrosesan sebelumnya. Proses normalisasi II menggunakan persamaan 2.2. Diagram alir normalisasi II diperlihatkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Diagram Alir Normalisasi II 3.5.6. Windowing

Proses ini berfungsi untuk mengurangi efek diskontinuitas dari sinyal digital hasil pemrosesan sinyal sebelumnya saat merubah sinyal pada domain frekuensi. Window yang dipakai adalah window Hamming dengan persamaan (2.3). Perkalian elemen dari hasil normalisasi II dan windowing akan memberikan keluaran data hasil windowing yang lebih halus dan efek diskontinuitasnya kecil. Dalam penelitian ini panjang data yang melalui proses windowing sama dengan panjang data pada proses frame blocking. Diagram alir windowing diperlihatkan pada Gambar 3.12.

(49)

Gambar 3.12. Diagram Alir Windowing 3.5.7. FFT ( Fast Fourier Transform)

Proses Fast Fourier Transform (FFT) bertujuan untuk melihat sinyal yang berada pada domain waktu dalam domain frekuensi. Domain frekuensi dapat digunakan untuk melihat perbedaan sinyal satu dengan yang lain. Diagram alir FFT diperlihatkan pada Gambar 3.13.

(50)

3.5.8. FFT Dengan Zero Padding

Proses zero padding dilakukan dengan menambahkan nilai “0” pada data hasil

windowing. Proses FFT dengan zero padding bertujuan mempengaruhi banyaknya data

yang tercuplik tiap satuan waktu sehingga akan meningkatkan resolusi dari sebuah indeks frekuensi tertentu. Resolusi yang meningkat dapat memperbesar peluang sistem membedakan indeks frekuensi satu dengan yang lainnya terlebih pada proses pengenalan alat musik. Diagram alir FFT diperlihatkan pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14. Diagram Alir FFTdengan Zero Padding 3.5.9. SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum)

SHPS (Simplified Harmonic Product Spectrum) adalah proses untuk menghilangkan sinyal harmonik, sehingga perbedaan antara akor masukan semakin terlihat. Proses SHPS dimulai dengan cara melakukan downsampling sebanyak satu kali terhadap keluaran hasil FFT. Keluaran hasil SHPS adalah hasil perkalian elemen antara keluaran hasil FFT dengan FFT hasil downsampling. Diagram alir SHPS ditunjukan pada Gambar 3.15.

(51)

Gambar 3.15. Diagram Alir SHPS 3.5.10. Logarithmic Scaling

Logaritmic scaling adalah proses mengurangi perbedaan nilai puncak pada data

sinyal. Proses ini bertujuan meningkatkan nilai puncak yang yang mewakili data akor sehingga ciri dari suatu akor lebih jelas terlihat. Proses logarithmic scaling dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.6). Diagram alir logarithmic scaling ditunjukan pada Gambar 3.16.

(52)

3.5.11. Segment Averaging

Proses Segment Averaging bertujuan untuk mengurangi jumlah data sinyal dengan membuat segmentasi dari beberapa sinyal dalam satu akor. Keluaran dari segment

averaging adalah rata-rata dari segmen tertentu. Diagram alir segment averaging

ditunjukan pada Gambar 3. 17.

Gambar 3.17. Diagram Alir Segment Averaging 3.5.12. Jarak Kosinus

Jarak kosinus berfungsi untuk membandingkan data akor masukan dengan data akor database. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mencari data yang memiliki selisih nilai terkecil dari data akor masukan dengan akor database. Proses perhitungan jarak kosinus dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.7). Hasil dari fungsi jarak kosinus adalah keluaran akor yang telah dikenali. Diagram alir jarak kosinus ditunjukan pada Gambar 3.18.

(53)

Gambar 3.18. Diagram Alir Jarak Kosinus 3.5.13. Penentuan Jenis Alat Musik

Penentuan jenis alat musik ditentukan berdasarkan nilai hasil proses FFT dengan

zero padding dan proses SHPS. Hal ini karena jumlah puncak sinyal hasil FFT dengan

zero padding dan proses SHPS dapat meningkatkan perbedaan nilai indeks frekuensi

yang signifikan diantara alat musik gitar dan ukulele.

Pada proses ini, masukan hasil penjumlahan SHPS dari proses FFT dengan zero

padding akan dibandingkan dengan nilai ambang (threshold) yang telah ditentukan

seperti pada persamaan (2.5). Diagram alir penentuan alat musik ditunjukan pada Gambar 3.19.

(54)

Gambar 3.19. Diagram Alir Penentuan Jenis Alat Musik 3.5.14. Penentuan Akor

Hasil pengenalan akor ditentukan berdasarkan jarak terkecil yang dihasilkan dari perhitungan antara data masukan hasil ekstrasi ciri dengan database akor pada jarak kosinus. Akor dengan jarak paling kecil akan ditampilkan berupa teks. Diagram alir penentuan akor ditunjukan pada Gambar 3.20.

(55)

. Gambar 3.20. Diagram Alir Penentuan Akor

(56)

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian sistem dalam pengenalan alat dan pengenalan akor dari alat musik ukulele dan gitar. Untuk mengetahui implementasi GUI dan perangkat keras dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk mengetahui implementasi diagram alir sistem dapat dilihat pada Lampiran 2. Tujuan pengujian sistem adalah untuk mencari parameter yang menghasilkan tingkat pengenalan akor dan alat musik yang paling baik.

4.1. Evaluasi Jumlah Sampel Per-Akor dalam Pembentukan Database

Proses mengevaluasi jumlah sampel per-akor adalah proses membandingkan pengaruh jumlah sampel yang digunakan dalam pembentukan database terhadap tingkat pengenalan akor. Evaluasi dilakukan pada sistem pengenalan akor yang menggunakan

database dengan satu sampel, lima sampel, dan sepuluh sampel per-akor.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa jika jumlah koefisien ekstrasi ciri makin kecil, maka jumlah sampel per-akor akan semakin berpengaruh, yang artinya database dengan jumlah sampel yang lebih banyak yang memberikan hasil pengenalan lebih baik. Secara singkat, semakin banyak nilai sampel ditambah akan semakin tinggi tingkat pengenalan akor oleh sistem.

Hasil perbandingan jumlah sampel pada database terhadap tingkat pengenalan akor dapat dilihat pada Tabel 4.1 , Tabel 4.2, dan Tabel 4.3.

(57)

Tabel 4.1. Pengaruh Jumlah Sampel = 1 pada Database Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%).

Tingkat Pengenalan Akor Ukulele

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 61.43 100 100 100 100 4 44.29 84.29 100 100 100 8 27.14 61.43 92.86 100 100 16 14.29 27.14 67.14 94.29 100 32 14.29 14.29 21.43 64.29 85.71 64 - 14.29 14.29 25.71 55.71 128 - - 14.29 14.29 18.57 256 - - - 14.29 14.29

Tingkat Pengenalan Akor Gitar

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 25.71 71.43 100 100 100 4 25.71 30 92.86 100 100 8 12.857 30 61.43 97.14 100 16 14.29 17.143 41.43 58.57 83.14 32 14.29 14.29 14.29 32.86 72.857 64 - 14.29 14.29 24.29 41.43 128 - - 14.29 14.29 20 256 - - - 14.29 14.29

(58)

Tabel 4.2. Pengaruh Jumlah Sampel = 5 pada Database Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%).

Tingkat Pengenalan Akor Ukulele

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 75.71 100 100 100 100 4 60.00 92.14 100 100 100 8 30 70 94.29 100 100 16 14.29 21.43 82.86 98.57 100 32 14.29 14.29 35.71 78.57 92.86 64 - 14.29 14.29 22.86 64.29 128 - - 14.29 14.29 24.29 256 - - - 14.29 14.29

Tingkat Pengenalan Akor Gitar

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 57.14 94.29 100 100 100 4 37.143 72.86 100 100 100 8 18.57 47.14 75.71 100 100 16 14.29 30.86 60 80 96.57 32 14.29 14.29 21.14 50.29 83.14 64 - 14.29 14.29 18.57 58.43 128 - - 14.29 14.29 26.86 256 - - - 14.29 14.29

(59)

Tabel 4.3. Pengaruh Jumlah Sampel = 10 pada Database Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%).

Tingkat Pengenalan Akor Ukulele

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 78.57 100 100 100 100 4 64.28 95.71 100 100 100 8 32.85 75.71 95.71 100 100 16 14.29 24.29 82.857 100 100 32 14.29 14.29 35.71 77.14 92.86 64 - 14.29 14.29 24.29 67.14 128 - - 14.29 14.29 24.29 256 - - - 14.29 14.29

Tingkat Pengenalan Akor Gitar

Panjang

Segment

Panjang Frame Blocking

64 128 256 512 1024 2 61.43 95.71 100 100 100 4 38.57 80 100 100 100 8 28.57 60 78.57 100 100 16 14.29 31.429 61.429 85.714 98.57 32 14.29 14.29 22.86 52.86 85.71 64 - 14.29 14.29 24.29 67.143 128 - - 14.29 14.29 27.143 256 - - - 14.29 14.29

(60)

4.2. Hasil Pengujian dan Analisis

4.2.1. Hasil Keluaran Pada Implementasi GUI Sistem Pengenalan Alat Musik dan Akor

Implementasi GUI sistem pengenalan alat musik dan akor sudah berhasil menampilkan keluaran seperti yang dirancang pada Bab III. Contoh keluaran pada GUI sistem pengenalan dan masukkan yang dikenali dapat dilihat Pada Gambar 4.1 hingga Gambar 4.8.

(a)

(b)

Gambar 4.1. (a) Keluaran Akor C Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor C Alat Musik Gitar

(61)

(a)

(b)

Gambar 4.2. (a) Keluaran Akor G Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor G Alat Musik Gitar

(62)

(a)

(b)

Gambar 4.3. (a) Keluaran Akor D Alat Musik Gitar pada GUI dan (b) Masukan Akor D Alat Musik Gitar

(63)

(a)

(b)

Gambar 4.4. (a) Keluaran Akor Alat Musik Gitar pada GUI yang Kurang Tepat dan (b) Masukan Akor A Alat Musik Gitar

(64)

(a)

(b)

Gambar 4.5. (a) Keluaran Akor C Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor C Alat Musik Ukulele

(65)

(a)

(b)

Gambar 4.6. (a) Keluaran Akor D Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor D Alat Musik Ukulele

(66)

(a)

(b)

Gambar 4.7. (a) Keluaran Akor E Alat Musik Ukulele pada GUI dan (b) Masukan Akor E Alat Musik Ukulele

(67)

(a)

(b)

Gambar 4.8. (a) Keluaran Akor Alat Musik Ukulele pada GUI yang Kurang Tepat dan (b) Masukan Akor F Alat Musik Ukulele

4.2.2. Pengenalan Alat Musik

Subproses pengenalan alat musik dilakukan dengan menggunakan nilai zero

padding 4096 dan frame blocking 512. Nilai-nilai tersebut didapat berdasarkan hasil

evaluasi pengaruh nilai zero padding dan frame blocking terhadap nilai threshold dan persentase pengenalan alat musik seperti disajikan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Dalam pengujian ini, data masukan diperoleh dari petikan akor C, D, E, F, G, A dan B dari alat musik ukulele dan gitar yang direkam secara real time. Setiap akor dari

(68)

kedua alat musik akan diuji sebanyak 10 kali secara bergantian untuk memastikan keakuratan dari sistem yang dibangun. Total akor yang diujikan adalah sebanyak 140 akor pada sistem dengan variasi nilai zero padding (512, 1.024, 2.048, 4.096, 8.192) dan variasi nilai frame blocking (64, 128, 256, 512, 1.024).

Persentase terbaik hasil pengenalan alat musik secara keseluruhan ditampilkan pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.4. Persentase terbaik hasil pengenalan masing-masing alat musik ditampilkan pada Gambar 4.10 serta Gambar 4.11 dan Tabel 4.5. Sementara, nilai-nilai yang dievaluasi pada evaluasi pengaruh nilai zero padding dan frame blocking dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Gambar 4.9. Grafik Pengenalan Alat Musik secara keseluruhan dengan Pengaruh Nilai

Frame Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding dalam Persentase (%).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 5 1 2 1 0 2 4 2 0 4 8 4 0 9 6 8 1 9 2 T ing ka t P eng ena lan (% )

Nilai Zero Padding

Frame Blocking 64 Frame Blocking 128

Frame Blocking 256 Frame Blocking 512

(69)

Tabel 4.4. Tingkat Pengenalan Alat Musik dengan Pengaruh Nilai Frame Blocking dan Nilai Zero Padding, dalam Persentase (%).

Frame Blocking Zero Padding Tingkat Pengenalan(%) 64 512 79 1.024 84 2.048 69 4.096 75 8.192 81 128 512 91 1.024 95 2.048 88 4.096 71 8.192 65 256 512 87 1.024 99 2.048 99 4.096 87 8.192 58 512 512 83 1.024 84 2.048 99 4.096 100 8.192 96 1.024 512 81 1.024 89 2.048 86 4.096 91 8.192 97

(70)

Gambar 4.10. Grafik Pengenalan Alat Musik Ukulele dengan Pengaruh Nilai Frame

Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding, dalam Persentase (%).

Gambar 4.11. Grafik Pengenalan Alat Musik Gitar dengan Pengaruh Nilai Frame

Blocking dan Variasi Nilai Zero Padding dalam Persentase (%).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 5 1 2 1 0 2 4 2 0 4 8 4 0 9 6 8 1 9 2 T in g k at P en g en alan ( %)

Nilai Zero Padding

Frame Blocking 64 Frame Blocking 128

Frame Blocking 256 Frame Blocking 512

Frame Blocking 1024 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 5 1 2 1 0 2 4 2 0 4 8 4 0 9 6 8 1 9 2 T in g k at P en g en alan ( %)

Nilai Zero Padding

Frame Blocking 64 Frame Blocking 128

Frame Blocking 256 Frame Blocking 512

Gambar

Tabel 4.1. Pengaruh Jumlah Sampel = 1 pada Database   Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%)
Tabel 4.2. Pengaruh Jumlah Sampel = 5 pada Database   Terhadap Tingkat Pengenalan Akor (%)
Tabel L3. Data Hasil Pengaruh Zero Padding 1024 Titik pada Sistem dengan
Tabel L5. Data Hasil Pengaruh Zero Padding 2048 Titik pada Sistem dengan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait