• Tidak ada hasil yang ditemukan

t mtk 0707744 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t mtk 0707744 chapter1"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendidikan (Sekolah) berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Orang yang mengalami pendidikan akan lebih berpengetahuan, terampil, inovatif dan produktif dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan. Bahkan pendidikan diyakini sebagai salah satu wadah dalam membentuk peningkatan sumber daya manusia yang mandiri, kreatif, dan kritis. (Rusffendi, 1992). Wadah tersebut adalah belajar, dimana belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan secara terbuka untuk memperoleh suatu pengetahuan, yang akan diperoleh peserta didik dalam penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajarinya.

(2)

bekerja, bahkan diharapkan dapat merencanakan, mengkonstruksi ataupun membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya (Dalyana, 2003:17).

Sejalan dengan hal tersebut Hadi (2007) menyebutkan pengetahuan matematik sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai sangat memegang peranan penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, dan efisien. Oleh karena itu, pengetahuan matematika harus dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.

Rendahnya kemampuan penalaran dan aplikasi konsep matematis siswa akan mempengaruhi kualitas belajar siswa yang berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapinya adalah melalui pemilihan pendekatan yang tepat. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan aktifitas siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir matematis siswa, seperti mengembangkan kemampuan penalaran dan aplikasi konsep matematis yaitu dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, karena dalam pembelajaran dengan kontekstual siswa diberi keleluasan untuk mengumpulkan bahkan mengembangkan informasi, melakukan pengamatan, menginvestigasi, membuat perkiraan, berpikir kritis dan inovatif, menganalisis fakta, berusaha menemukan penyelesaian, dan menantang kesimpulan yang dikemukakan orang lain (Hersunardo, 1973: 3).

(3)
(4)

Menurut Sudrajat, (2007 : 3); upaya mengatasi berbagai model pembelajaran matematika senantiasa dilakukan para peneliti dan pengguna matematik. Upaya tersebut dilakukan sebagai upaya melibatkan matematika dalam membentuk manusia yang berkualitas, yaitu tidak hanya membekali peserta didik dengan keterampilan menggunakan matematika, tetapi juga menumbuhkan kemampuan yang transferable untuk memiliki daya pikir kritis, dalam hal ini kemampuan yang berupa : 1). Untuk tingkat dasar, kemampuan dasar reading

literacy, pengetahuan bilangan (numeracy), dan pemecahan masalah sederahana.

2). Untuk tingkat menengah, menerapkan matematika di berbagai bidang (contextual mathematics) dan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika

pada persoalan sehari-hari.

Menurut Sudrajat, (2007 : 4); Usaha mensikapi berbagai problematika pembelajaran matematika berujung pada munculnya inovasi-inovasi dalam pembelajaran matematika. Inovasi pembelajaran matematika yang paling menonjol adalah rekonstruksi pemahaman matematika (mathematical meaning re-construction) melalui berbagai model pembelajaran dan sistem penilaian,

diharapkan dapat mengembangkan rekontruksi kemampuan penalaran dan kemampuan mengaplikasikan konsep metematis siswa diberbagai bidang pengetahuan, dalam persoalan sehari-hari.

Trend model pembelajaran yang dikembangkan saat ini secara formal

mengikuti rekomendasi dari NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) di Amerika, misalnya dalam wujud NCTM Standard for

(5)

Standard for Assessment. Dimana bentuk konstruksi pemahaman matematika

yang saat ini dikembangkan bahkan cenderung menjadi sebuah “gerakan” studi model pembelajaran matematika di antaranya: constructivism. Menurut faham constructivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang

mengenal sesuatu (skemata). Sebab pengetahuan tidak bisa di transfer dari guru kepada orang lain tanpa mempertimbangkan skema yang terkandung dalam pemahaman siswa mengkontruksi pengetahuannya, karena setiap orang mempunyai skema tersendiri tentang apa yang diketahuinya. Prinsip-prinsip konstruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika.

Prinsip - prinsip yang di ambil adalah: (1) Pengetahuan di bangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial; (2) Pengetahuan tidak dapat di pindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) Murid aktif mengkonstruksikan terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Suparno,1997). Dari penjelasan tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual apakah dengan pendekatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan aplikasi konsep matematik ?

(6)

konsep matematika, dengan melalui tanya-jawab, diskusi, inkuiri, sehingga siswa dapat mengkonstruksi konsep tersebut dalam pikirannya. Karena pengetahuan matematika anak tumbuh dan berkembang bukan melalui pemberitahuan, akan tetapi melalui proses inkuiri, proses konstruktivisme, proses tanya-jawab, dan semacamnya yang dimulai dari pengamatan pada kehidupan sehari-hari yang dialami secara nyata.

Suatu proses akan berjalan secara alami melalui tahap demi tahap menuju ke arah yang lebih baik, kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. Dengan demikian dalam pembelajaran peristiwa salah yang dilakukan oleh siswa adalah suatu hal alami, tidak perlu disalahkan, justru seharusnya guru memberikan atensi karena ia telah melakukan (terlibat) aktif dalam proses pembelajaran. Guru jangan selalu berharap kepada siswa mengemukakan hal yang benar saja, selama proses pembelajaran berlangsung, tetapi guru harus mengharakan agar para siswa terbuka menyampaikan apa yang terkandung didalam pikiran anak. Dengan membuka toleransi dan menghargai setiap usaha siswa dalam belajar siswa tidak akan takut berbuat salah malahan akan tumbuh semangat untuk mencoba karena tidak takut lagi disalahkan. Karena belajar adalah suatu proses, belajar bukan sekedar menghapal konsep yang sudah jadi, akan tetapi belajar haruslah mengalami sendiri. Siswa mengkontruksi sendiri konsep secara bertahap, kemudian memberi makna konsep tersebut melalui penerapanya pada konsep lain, bidang studi lain, atau bahkan dalam kehidupan nyata yang dihadapinya.

(7)

sutradara. Biarkanlah siswa mengembangkan potensinya (intelektual, minat, bakat) secara alamiah, atau bahkan berbuat kesalahan. Guru jangan pernah menyalahkan siswa, buanglah jauh-jauh prilaku tersebut, berusahalah agar siswa menyadari kesalahannya akan lebih baik dampaknya.

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itulah, diharapkan hasil pembelajaran siswa lebih bermakna dalam peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam mengaplikasikan konsep pengetahuan yang telah dimilikinya.

(8)

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat

belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaan kontekstual jika ketujuh komponen tersebut dimunculkan dalam proses pembelajarannya secara baik dan benar. Namun kenyataan dilapangan menunjukan bahwa, siswa masih mengalami kesulitan saat harus mengaplikasi konsep matematika kedalam masalah yang ditemuinya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mengaplikasikan konsep matematik siswa pada sekolah-sekolah belum melaksanakan ketujuh komponen tersebut dalam memenuhi standar kompetensi kurikulum pendidikan nasional. Depdiknas, (2003: 8) menyampaikan bahwa siswa setelah pembelajaran harus memiliki seperangkat kompetensi matematika yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika (standar kompetensi). Pada prosesnya, pembelajaran belum sepenuhnya melaksanakan hakekat pendidikan secara sempurna, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan pengetahuan lebih lanjut untuk kepentingan dirinya sendiri.

(9)

1. UN SMA thn 2005/2006: 14.296 siswa dibawah 4,25 (gagal)

2. TIMMS 2003 (usia 9 – 13 thn): kita hanya mampu berada pada posisi ke 34 dari 38 negara peserta.

3. PISA 2006 (usia < 15 thn): peringkat turun dari 38/40 (2003) menjadi 52/57 (2006), skor rata-rata turun dari 411 (2003) menjadi 391 (2006)

4. Data UAN yang diterima dari kepalah SMP negeri 2 Serui Papua Yohanes Saroi,S.Pd mengatakan bahwa: rata-rata UAN matematika tahun pelajaran 2005 sampai dengan 2008 SMP Negeri 2 Serui dibawah rata-rata 6,0.

Rendahnya hasil belajar merupakan suatu hal yang bisa terjadi karena dalam pelaksanan pembelajaran terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Aktivitas pembelajaran di kelas berupa penyampaian informasi (metode pembelajaran) dimana guru aktif sementara siswa pasif mendengarkan dan mencatat sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab.

2. Guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan soal latihan yang sifatnya rutin kurang melatih daya nalar.

3. Pembelajaran konvensional yang berlangsung selama ini mengakibatkan terjadinya proses penghafalan konsep atau prosedur belaka, pemahaman konsep- konsep rendah siswa tidak dapat menggunakannya jika diberikan permasalahan yang agak kompleks.

(10)

Soemanto (1984:120-121) menyatakan bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap hubungan yang ada dalam situasi. Kondisi ini juga dihadapi oleh Rusgianto ( 2002 : 1 ) yang mengungkapkan bahwa, meskipun ada siswa yang memperoleh prestasi tinggi dalam matematika tetapi pada kenyataannya mereka tidak benar-benar mengerti tentang materi yang dipelajarinya. hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep matematika yang belum memadai.

Untuk mampu mengaplikasikan suatu konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, siswa dituntut menguasai beberapa aspek yang terdapat dalam kemampuan dasar matematika. Menurut NCTM (1989) menyebutkan kemampuan dasar matematika meliputi kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan koneksi, dan kemampuan komunikasi.

Kesulitan mengaplikasikan konsep matematika yang dihadapi siswa kemungkinan disebabkan oleh banyaknya hal yang harus dikuasai agar dapat mengaplikasikan konsep yang dimilikinya. (Kusumah. 2008) mengatakan bahwa:

(11)

divergen, orisinil, rasa ingin tahu membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Dalam kaitannya dengan harapan dan tuntutan matematika di atas, Sumarmo (2002a : 2) mengatakan ”Pendidikan matematika pada hakekatnya mempunyai dua arah pengembangan yaitu pengembangan pendidikan matematika diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masa kini dan dapat memenuhi kebutuhan masa datang”. Pendapat tersebut memuat dua visi, yaitu visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya.

Visi kedua kebutuhan dimasa yang akan datang atau mengarah kemasa depan, arti pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan untuk menghadapi masa depan.

(12)

dikembangkan dalam pembelajaran matematika sebagai mana terterah dalam kurikulum pendidikan dasar.

Tujuan umum pendidikan matematika persekolahan adalah memberi tekanan pada penataan nalar, dan pembentukan sikap siswa serta juga dalam rangka memberikan penekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika. Melalui proses pembelajaran matematika diharapkan tujuan pendidikan matematika akan tercapai yang ditandai dengan perubahan sikap, ketrampilan, dan meningkatkannya kemampuan berpikir siswa.

Menurut Nasution, (2001 : 4) salah satu manfaat melakukan penataan nalar dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika yaitu dari hanya sekedar mengingat fakta, aturan dan prosedur. Pentingnya penalaran juga telah di rekomendasikan oleh NCTM (dalam Wlle, 1994 : 3) bahwa penalaran merupakan bagian dari kegiatan matematika dan dapat mulai diberikan pada sejak awal persekolahan.

Selanjutnya, The Third International Mathematics and sciences Study (TIMSS) (Mullis.at al, 2003) sebagai lembaga internasional yang melakukan assesmen terhadap kemampuan penalaran, menyatakan bahwa komponen

(13)

diukur oleh TIMSS tersebut.Wahyudin (1999 : 191) mengemukakan dalam studinya bahwa,

salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai pokok-pokok bahasan matematika, akibat mereka kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan.

Ini berarti bahwa kemampuan penalaran diperlukan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam menyelesaikan persoalan matematik, sebab rendahnya kemampuan penalaran akan berdambak pada kurangnya penguasaan terhadap materi matematika, dan akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah .

(14)

Kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematik dapat terwujud melalui suatu bentuk model pembelajaran yang dirancang guru sehingga memancing keterlibatan siswa secara aktif. Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa di transfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema tersendiri tentang apa yang diketahuinya. Prinsip-prinsip konstruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika. Prinsip - prinsip yang di ambil adalah (1) pengetahuan di bangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat di pindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar, (3) murid aktif mengkonstruksikan terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Suparno, 1997).

(15)

Kondisi ini juga dihadapi oleh Rusgianto ( 2002 : 1 ) yang mengungkapkan bahwa, meskipun ada siswa yang memperoleh prestasi tinggi dalam matematika tetapi pada kenyataannya mereka tidak benar-benar mengerti tentang materi yang dipelajarinya. Untuk mampu mengaplikasikan suatu konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, siswa dituntut menguasai beberapa aspek yang terdapat dalam kemampuan dasar matematka. NCTM (1989) menyebutkan kemampuan dasar matematika meliputih kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan koneksi, dan kemampuan komunikasi. Hull dan Souders (ATEEC, 2000) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasinya dalam konteks kehidupan nyata. Universify of Georgia (UGA) CTL Project (2001) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran bermakna yang beranggapan bahwa situasi dalam konteks pembelajaran sebagai dasar dalam menemukan dan mengembangkan hal-hal yang abstrak.

(16)

Pendekatan pembelajaran kontekstual dengan tujuh komponennya diperkirakan dapat memberi kontribusi tehadap peningkatan kemampuan panalaran dan aplikasi konsep matematika. Mungkinkah pendekatan pembelajaran kontekstual ini mampu memberi suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan penalaran dan aplikasi konsep matematika ? Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti apakah pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan aplikasi konsep matematik ?

Oleh karena itu penulis mengajukan studi dengan judul :

” Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Aplikasi Konsep Matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) ”.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan penalaran matematika siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional) ?

2. Apakah kemampuan aplikasi konsep matematika siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional) ?

(17)

4. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan aplikasi konsep matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran biasa (konvensional).

1.3 Tujuan Penelitian

Rencana penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan penalaran dan kemampuan aplikasi konsep matematis siswa SMP melalui pedekatan pembelajaran kontekstual. Secara rinci tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar denga pendekatan pembelajaran kontekstual dan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

2. Mengkaji peningkatan kemampuan aplikasi konsep matematik siswa yang belajar denga pendekatan pembelajaran kontekstual dan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

1.4 Manfaat Penelitian

(18)

dapat memberikan masukan bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas mutu pendidikan matematika.

1.5 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah - istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional.

1.5.1 Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini adalah pendekatan yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata atau pengalaman siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, ataupun dengan pelajaran produktifnya. Proses pembelajaran diawali dengan permasalahan yang dikenal siswa, kemudian dikembangkan hingga siswa menemukan sendiri bagian terpenting dari materi yang harus dimiliki siswa.

1.5.2 Landasan pembelajaran kontekstual ( contextual teaching and learning) adalah kontruktivistik, yaitu filosofi yang menekankan bahwa

belajar itu tidak hanya menghafal. Contextual Teaching and Learning ( CTL ) helps us relate subject matter content to real world situations and motivate

students to make connections between knowledge and its applications to their

lives as family members, citizens, and workers and engage in the hard work

that learning requires. Pembelajaran kontekstual berangkat dari suatu

(19)

1.5.3 Pembelajaran Biasa (Konvensional) yang sering dipakai pada pengajaran matematika menurut Ruseffendi (1991: 290) diawali dengan pemberian informasi (ceramah). Guru memulai degan merangka suatu konsep, menemostrasi ketrampilannya mengenai pola/aturan/dalil tentang konsep itu, kemudian siswa bertanya, guru memeriksa atau mengecek apakah siswa sudah menerti atau belum. Kegiatan selanjutnya guru memerikan contoh-contoh soal aplikasi konsep itu, selanjutnya memintah murid-murid menyelesaikan soal-soal dipapan tulis atau dimejanya.

1.5.4. Kemampuan penalaran matematik adalah kemampuan yang muncul dalam bentuk: 1) menarik kesimpulan secara logik, 2) menyusun dan menguji konjektur, menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematik, 3) merumuskan lawan contoh (counter examples), dan 4) menyusun argumen yang valid. Kemampuan koneksi matematik misalnya muncul dalam bentuk: memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.

1.5.5. Kemampuan mengaplikasikan konsep matematika pada penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk memilih, menggunakan, menerapkan dan bila perlu memodifikasi suatu teori, rumus atau cara pada permasalahan yang terkait dengan masalah produktif atau dengan kehidupan sehari-hari, dengan mempertimbangkan indikator kemampuan :

(20)

b. Menyatakan situasi yang ada dalam permasalahan kedalam model matematika.

c. Memperkirakan proses solusi.

d. Memilih dan menerakan strategi dan rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah.

1.6 Keterbatasan

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya dilaksanakan dalam rentang waktu kurang lebih dari tiga

bulan, termasuk untuk mempersiapkan instrumen dan kelengkapan penelitian lainnya. Sehingga waktu yang digunakan untuk pendalaman materi hanya terbatas pada materi yang diberikan pada saat penelitian.

2. Populasi dalam penelitian ini juga terbatas, hanya siswa kelas VII yang terdiri dari lima kelas dengan subjek sampelnya dipilih dua kelas.

3. Materi yang dibahas dalam penelitian ini juga terbatas, hanya pada pengertian bangun segi empat, sifat-sifat bangun segi empat, keliling dan luas bangun datar segi empat.

1.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

(21)

2. Kemampuan aplikasi konsep matematis siswa menggunakan Pembelajaran Kontekstual lebih baik dari pembelajaran biasa (konvensional)

3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran biasa (konvensional).

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika merupakan kegiatan, dimana seorang guru memotivasi siswa- siswanya agar menerima dan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 2) Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran. problem Based learning dapat memotivasi sehingga diharapkan

Mathematical Modelling merupakan salah satu metode pengajaran yang dapat digunakan sebagai pendekatan bagi para siswa agar untuk mengatasi masalah siswa pada

2. Bagi guru, membantu dalam proses pembelajaran menjadi lebih menarik, bervariasi dan menyenangkan. Selain itu memberikan kemudahan bagi guru dalam menyampaikan

Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan dapat di nikmati siswa sebagai proses

materinya mengikuti langkah-langkah pendekatan MEAs, maka dalam penerapan pendekatan pembelajaran ini diharapkan guru dapat menyusun LKS yang mengikuti prosedur

Bagi guru, diharapkan model pembelajaran matematika berbasis Multiple Intelligences dapat digunakan sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan

2. Bagi siswa: Siswa memperoleh pengalaman langsung berkaitan dengan kebebasan dalam belajar matematika secara aktif dan konstruktif melalui aktivitas pembelajaran