• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATIENT SAFETY SEBAGAI MASALAH GLOBAL, REGIONAL, DAN LOKAL DI BIDANG PELAYANAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PATIENT SAFETY SEBAGAI MASALAH GLOBAL, REGIONAL, DAN LOKAL DI BIDANG PELAYANAN KESEHATAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PATIENT SAFETY SEBAGAI MASALAH GLOBAL,

REGIONAL, DAN LOKAL DI BIDANG PELAYANAN

KESEHATAN

Iwan Dwiprahasto

Bagian Farmakologi & Toksikologi/CE&BU Fakultas Kedokteran UGM/RS. DR. Sardjito, Yogyakarta

Abstract

Previous work by the IOM categorized quality problems into misuse (avoidable complications that prevent patients from receiving full potential benefit of a service), overuse (potential for harm from the provision of a service exceeds the possible benefit) and underuse (failure to provide a service that would have produced a favorable outcome for the patient).2 Within this framework, issues of

misuse are most likely to be addressed under safety concerns. Issues of overuse and underuse are most likely to be addressed under the domain of practice consistent with current medical knowledge.

A general model of the influence of the environment on quality contains two primary dimensions. The first dimension identifies domains of quality. These include: safe care, practice that is consistent with current

medical knowledge and customization. The second dimension identifies forces in the external environment that can drive quality improvement in the delivery system. These have been grouped into two broad categories: regulatory/legislative activities, and economic and other incentives.

This article describes patient safety concept as a focus for continuous health care improvement

Key words: patient safety – quality – clinical negligence – harm reduction PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi kedokteran yang demikian pesat akhir-akhir ini telah menjadikan proses pelayanan kesehatan semakin kompleks. Sayangnya, sebagian besar kemajuan teknologi ini tidak dibarengi dengan perubahan budaya pelayanan kesehatan yang memadai. Dalam berbagai situasi, pasien justru sering menjadi korban, meskipun dalam kenyataannya tidak pernah ada unsur kesengajaan di dalamnya.

Masalah medical error yang dalam 10 tahun terakhir ini banyak menghiasi berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik menjadi salah satu bukti bahwa pelayanan kesehatan memiliki potensi tersembunyi untuk terjadinya adverse event, yang dampaknya sangat bervariasi mulai dari yang ringan dan reversible hingga menimbulkan kecacatan tetap (permanent disability) atau bahkan kematian. Masalah patient safety ini bukan hal yang baru bagi praktisi kesehatan. Meskipun

(2)

fokus masyarakat umum, media dan pembuat kebijakan terhadap masalah patient safety baru mencuat sejak diterbitkannya laporan Institute of Medicine (IOM), To Err Is Human: Building a Safer Health System (2000), tetapi perhatian terhadap masalah patient safety ini sudah ada sejak jaman Yunani kuno. Satu bagian dari sumpah Hipokrates , yang juga sumpah semua dokter di dunia adalah ”First, do no harm”. Salah satu penelitian terdahulu dalam bidang patient safety sudah dipublikasikan pada tahun 1954, oleh Beecher dan Todd, yang berjudul ”A study of the deaths associated with anesthesia and surgery”. Sebagai respon dari publikasi ini, berbagai penelitian dan inovasi dalam bidang anesthesi mulai menjadi prioritas. Antara lain dengan diterbitkannya standarisasi dan safety control untuk alat-alat anestesi, sistem monitoring dan pipa sirkuit. Sepuluh tahun setelah intervensi dimulai, angka mortalitas akibat tindakan anesthesi berhasil diturunkan dari 25-50 per satu juta menjadi 5.4 per satu juta. Salah satu pelajaran yang dapat ditarik dari contoh ini adalah bahwa sejak awal konsep patient safety digunakan untuk mencegah mortalitas akibat tindakan anesthesia, tidak ada satupun individu atau aktor dalam praktik anesthesia yang disalahkan. Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi celah-celah kemungkinan terjadinya error dan mengubah sistem untuk mencegah terjadinya error tersebut.

MASALAH PATIENT SAFETY DI TINGKAT GLOBAL

Berbagai studi telah secara gamblang menggambarkan betapa besarnya masalah medical error yang ada di sekitar sistem pelayanan kesehatan yang ada (Tabel 1). Penelitian Harvard menemukan bahwa sekitar 4% pasien mengalami adverse event selama dirawat di rumah sakit, yang 70%nya berakhir dengan kecacatan sementara, sedangkan 14%nya berakhir dengan kematian1,2. Laporan yang disusun oleh the Institute of Medicine (IOM) bahkan menggoreskan kisah yang lebih dramatik karena setiap tahunnya di Amerika Serikat diduga ada sekitar 44.000 hingga 98.000 pasien yang meninggal akibat tindakan medik selama menjalani perawatan di rumahsakit. Angka ini jauh melebihi angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas maupun kanker payudara ataupun AIDS.3

Tabel 1. Kejadian adverse event yang dilaporkan oleh berbagai studi di rumah sakit

Nama studi Tahun Jumlah n % adverse event

1. USA (New York State) (Harvard Medical Practice Study)1,2

2. USA (Utah-Colorado Study (UTCOS)10

3. Australia (Quality in Australian Health Care Study -QAHCS)5 4. Australia (QAHCS)2 10 5. UK4 6. Denmark12 7. New Zealand7, 8 8. Canada9 1984 1992 1992 1992 „99-„00 1998 1998 2001 30 195 14 565 14 179 14 179 1 014 1 097 6 579 3 720 3.8 3.2 16.6 10.6 11.7 9.0 12.9 7.5

Dalam dokumen berjudul An organisation with memory, yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 2000 dilaporkan bahwa adverse event dialami oleh 10% pasien di rumah sakit atau sekitar 850.000 kejadian per tahun.4

(3)

Studi lain yang dilakukan oleh the Quality in Australian Health Care Study (QAHCS) pada tahun 1995 menorehkan angka kejadian adverse event yang lebih tinggi lagi di rumah sakit, yaitu 16,6%.5 Suatu lembaga the Hospitals for Europe’s working Party on Quality Care in Hospital memperkirakan bahwa satu di antara 10 pasien yang dirawat di rumah sakit di seluruh Eropa mengalami adverse event yang sebenarnya dapat dicegah (preventable) jika pelayanan kesehatan dilakukan secara ekstra hati-hati.6 Sementara itu baik studi di New Zealand maupun Canada juga memperkirakan kejadian adverse event yang hampir sama.7, 8, 9

Dampak ekonomi dari adverse event ini ternyata juga sangat tinggi. Di Inggris misalnya, biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat perpanjangan lama rawat inap pada penderita yang mengalami adverse event sekitar £ 2000 juta per tahun11 yang ini belum termasuk biaya ganti rugi yang diklaim ke National Health Service, yaitu mendekati angka £ 400 juta per tahunnya ditambah sekitar £ 2400 biaya lainnya.

Di Amerika Serikat perkiraan biaya nasional yang harus ditanggung akibat preventable adverse event bahkan lebih tinggi lagi, yaitu US$ 17.000 juta dan US$ 29.000 juga per tahun, termasuk hilangnya penghasilan akibat kecacatan, biaya medik tambahan dan perawatan pasca adverse event.3 Hal ini berdampak lebih lanjut pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada.

MASALAH PATIENT SAFETY DI TINGKAT REGIONAL

Meskipun data konkritnya belum pernah secara komprehensif dikemukakan, masalah medical error dan adverse event di negara sedang berkembang juga sangat besar. Buruknya infrastruktur dan fasilitas, keterbatasan obat, minimnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, kinerja yang buruk dari petugas pelayanan kesehatan yang juga tidak trampil akibat lemahnya sistem penggajian dan motivasi kerja yang jauh dari memadai sebenarnya menjadi indikator yang baik untuk menunjukkan besarnya potensi adverse event yang ada. Menurut data WHO, 77% laporan mengenai obat palsu dan substandard berasal dari negara sedang berkembang.12 Selain itu juga dilaporkan bahwa hampir separuh peralatan medik yang ada di negara-negara tersebut tidak berfungsi dengan baik, ataupun jika berfungsi, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Ini tentu saja lebih meningkatkan risiko terjadinya adverse event atau membahayakan tidak saja pasien tetapi juga petugas kesehatan. Penggunaan teknologi medik yang sudah usang (obsolete) atau bahkan sudah tidak boleh lagi digunakan (abandoned), masih sangat sering dilakukan, tidak saja di pusat pelayanan kesehatan primer, tetapi juga di rumah sakit-rumah sakit rujukan.

(4)

PATIENT SAFETY SEBAGAI KOMPONEN UTAMA DARI MUTU

Model umum dari pengaruh lingkungan terhadap Mutu dapat dilihat pada Gambar 1. (11)

Gambar 1. Model umum untuk melihat pengaruh lingkungan eksternal terhadap mutu

Dalam model ini terdapat 2 dimensi utama. Dimensi yang pertama mencakup domain Mutu. Domain ini meliputi safe care, yang mengindikasikan bahwa setiap tindakan medik harus didasarkan pada bukti ilmiah yang terbaru dan valid serta dilaksanakan menurut standar yang terbaik dan menjamin pasien terhindar dari risiko akibat tindakan medik. Sedangkan dimensi yang kedua mencakup dorongan yang terdapat dalam lingkungan eksternal yang memberi andil besar dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Komponen ini dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu aktivitas regulasi/legislasi, dan ekonomi serta insentif lainnya. Safety, yang merupakan domain pertama dari Quality dapat diartikan sebagai “freedom from accidental injury.” Dalam definisi ini jelas bahwa safety dilihat dari perspektif pasien. Hal ini menjelaskan betapa pentingnya kita peduli kepada keselamatan pasien karena pelayanan kesehatan saat ini harus berfokus pada pasien.

Domain kedua menunjukkan bahwa penyediaan pelayanan kesehatan harus menjamin terlaksananya upaya medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaru dan valid. Tidak dipungkiri bahwa dalam kenyataannya pelayanan kesehatan yang ada umumnya belum menerapkan current best evidence sebagai referensi utama dalam pengambilan keputusan klinik. Variabilitas dalam penanganan pasien masih sangat lebar, baik antar petugas dalam satu pelayanan maupun antar unit pelayanan kesehatan. Lagi pula, seandainya rumah sakit telah memiliki standar pelayanan medik, ketaatan para dokter dan petugas terhadap standar yang ada masih jauh dari yang diharapkan.

Domain ketiga menegaskan perlunya memahami nilai-nilai tertentu yang ada pada diri pasien termasuk harapan-harapan pasien pada pelayanan kesehatan. Pelayanan

Faktor ekonomi & bentuk insentif lainnya

Faktor Regulasi & legislasi

Domain mutu (proses pelayanan) Pengaruh

external

Safe Customization

(5)

kesehatan seyogyanya memberikan ruang yang luas untuk menghargai nilai-nilai individu termasuk berbagai pilihan yang dimiliki masing-masing pasien serta menempatkan pasien sebagai subyek bukannya obyek dari tindakan medik. Sebagai contoh, informasi adalah hak pasien. Oleh sebab itu diminta ataupun tidak diminta, informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien, rencana tindakan, prosedur medik hingga probabilitas keberhasilan atau kegagalan setiap tindakan medik harus diinformasikan secara memadai kepada pasien. Dalam kaitan ini selanjutnya pasien memiliki kesempatan untuk bertanya, memperoleh informasi lanjut dan bahkan berhak untuk memilih salah satu tindakan yang paling sesuai dengan harapannya. Menurut IOM masalah mutu pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sebagai: (1) misuse, dalam hal ini pasien tidak mendapat pelayanan yang memadai karena telah terjadinya komplikasi yang sebenarnya dapat dihindari; (2) overuse, yaitu jika risiko yang akan diterima pasien jauh lebih besar dari manfaatnya; (3) underuse, yaitu gagal untuk menyediakan pelayanan yang seharusnya dapat lebih memperbaiki outcome pasien (2). Dalam kerangka ini isu-isu seputar misuse tampaknya yang paling sering mengemuka dalam pembahasan patient safety.

Adapun kegiatan di lingkup external environment dapat dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu (1) regulasi dan legislasi; dan (2) ekonomi dan insentif lainnya. Regulasi dan legislasi mencakup setiap bentuk kebijakan publik atau aspek legal seperti lisensi atau sistem hukum. Ekonomi dan insentif lain mencakup kategori yang luas seperti misalnya tindakan individu atau kolektif dari konsumen, norma dan nilai-nilai yang dimiliki oleh tenaga profesional kesehatan, dan nilai sosial dari komunitas atau suatu bangsa.

Regulasi dan legislasi dapat mempengaruhi mutu dari organisasi pelayanan kesehatan dalam dua cara. Pertama, akan mendorong CEO dan tata pamong dalam organisasi untuk senantiasa mengedepankan peningkatan mutu pelayanan. Melalui regulasi dan legislasi maka setiap defisiensi harus direspons secara tepat oleh institusi yang bersangkutan. Apabila tidak maka institusi tersebut (misalnya rumah sakit) dapat dikenai sangsi sesuai dengan yang tertulis dalam perundang-undangan yang berlaku. Sebagai contoh, dalam UU Praktek Kedokteran no 20 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi wajib memiliki catatan medik dari semua pasien. Jika hal ini tidak dipenuhi maka yang bersangkutan dapat dikenanan kurungan selama 1 tahun atau denda sebesar Rp 50 juta.

Kedua, adanya regulasi dan legislasi ini akan mendorong organisasi pelayanan kesehatan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan minimal yang dapat menjamin terlaksananya pelayanan yang bermutu. Di samping itu dengan legislasi dan regulasi juga dapat disusun model-model disinsentif yang tepat sehingga siapapun yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan harus tunduk pada regulasi yang ada. Di negara-negara maju pengaturan pelayanan kesehatan tidak saja dipengaruhi oleh regulasi dan legislasi yang ada, tetapi juga sangat ditentukan oleh institusi asuransi. Kuatnya institusi asuransi dalam ikut mengatur, mengendalikan, dan bahkan mewajibkan institusi pelayanan kesehatan untuk menerapkan konsep mutu,

(6)

memegang peran yang tidak kecil dalam terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan berpihak pada pasien. Melalui domain ini juga akhirnya dokter dan petugas pelayanan kesehatan mau tidak mau harus tunduk pada ketentuan mengenai mutu pelayanan dan patient safety.

Jika disimak lebih jauh lagi maka UU tentang Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004 juga telah mengisyaratkan bahwa dokter dan dokter gigi dalam menjalankan prakteknya wajib mengikuti standar pelayanan yang ada. Ini mengandung arti bahwa di setiap rumahsakit harus memiliki standar pelayanan medik yang baku yang harus dapat dijadikan pedoman bagi para dokter dan dokter gigi dalam mengambil keputusan klinik serta menentukan tindakan medik secara adekuat.

Kelompok-kelompok profesional seperti ikatan dokter dan asosiasi para spesialis memiliki peran yang juga besar dalam mendefinisikan norma dan standard of practice serta mulai menerapkannya melalui berbagai kegiatan continuing medical education. Jika hal ini diterapkan secara benar maka diharapkan akan memenuhi pula harapan dari konsumen.

National Patient Safety Foundation mendefinisikan Keselamatan Pasien sebagai pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diinginkan dalam proses pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien bukan merupakan fungsi individu, peralatan atau unit tertentu, melainkan merupakan hasil dari interaksi antar komponen dalam suatu sistem. Dalam menjamin keselamatan pasien, kita melibatkan pembentukan proses dan sistem operasional yang dapat meningkatkan asuhan pasien yang bermutu.

Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI (2006) juga telah mendefinisikan dan menyusun standard keselamatan pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem di rumah sakit yang membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis kejadian yang tidak diinginkan, pembelajaran dari kejadian yang tidak diinginkan (KTD) dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya KTD yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

(7)

REKOMENDASI

Berbagai studi telah membuktikan bahwa pelayanan kesehatan ternyata masih dekat dengan berbagai kemungkinan risiko yang sewaktu-waktu dapat saja mengancam jiwa pasien. Oleh sebab itu beberapa upaya berikut perlu dijadikan rekomendasi dalam rangka mengedepankan konsep Patient safety sebagai fokus pelayanan kesehatan yang bermutu. Adapun beberapa rekomendasi tersebut antara lain adalah:15

1. Menetapkan leadership untuk menjamin terlaksananya patient safety di pelayanan kesehatan

a. Setiap rumah sakit hendaknya berinisiatif untuk mensosialisasikan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan konsep patient safety, antara lain dengan mengukur kinerja petugas,

b. Investasi, baik sumber daya manusia maupun pembiayaan harus dilakukan termasuk diantaranya peningkatan/perbaikan teknologi, baik medik maupun informasi yang menjamin dilaksanakannya tindakan medik yang paling efficacious berdasarkan bukti ilmiah yang terbaru dan valid.

c. Setiap rumah sakit perlu melakukan pembenahan sistem manajemen yang lebih berorientasi pada prinsip-prinsip patient safety dengan lebih mengedepankan upaya pencegahan atau meminimalkan risiko di setiap lini pelayanan kesehatan.

2. Membangun dan mengembangkan budaya safety

a. Setiap rumah sakit perlu secara sistematik memperkuat prinsip pelayanan kesehatan yang tidak saja hanya bermutu tetapi juga aman bagi pasien maupun petugas pelayanan kesehatan. Jika perlu dapat dimulai dengan mengubah perilaku petugas dari menghindar atas kejadian medical error menjadi suatu proses pembelajaran yang harus dihindari di masa-masa mendatang.

Keterlibatan pasien/

komunikasi Pelaporan insiden 1

Implementasi dan Pengukuran 6 Pelatihan Seminar 5 Analisis/Belajar Riset 2 Panduan Pedoman Standar 4 Pengembangan Solusi 3

Matriks penilaian risiko

Analisis risiko: RCA, FMEA

RS yang lebih aman

(8)

b. Upaya peningkatan mutu berkelanjutan hendaknya dibarengi dengan penyadaran akan pentingnya rasa aman bagi setiap pengguna pelayanan kesehatan.

c. Patient safety seharusnya menjadi bagian integral dari penilaian kinerja dan akuntabilitas petugas pelayanan kesehatan.

d. Setiap rumah sakit perlu mengkomunikasikan berbagai persyaratan patient-safety serta menetapkan standar-standar patient-safety yang diperlukan

3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan medik berkelanjutan

a. Setiap rumah sakit harus menjamin standar dan protokol patient safety yang selalu up to date.

b. Pendidikan untuk meminimalkan risiko medik harus dimulai sejak pendidikan di universitas

c. Perhimpunan profesi dan perumahsakitan harus senantiasa mempromosikan konsep patient safety melalui diseminasi informasi tentang best pratices dan memberikan pelatiah berkelanjutan untuk manajemen risiko

4. Memperbaiki sistem pelaporan medik

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brennan TA, Leape LL, Laird N et al. Incidence of adverse events and negligence in

hospitalised patients: results of the Harvard Medical Practice Study. New England

Journal of Medicine, 1991, 324 (6):370-7.

2. Leape LL, Brennan TA, Laird N et al. The nature of adverse events in hospitalized

patients. Results of the Harvard Medical Practice Study II. New England Journal of

Medicine, 1991, 324 (6):377-84.

3. Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS Eds. To err is human: Building a safer health

system.1999, Institute of Medicine, National Academy Press.

4. Department of Health. An organisation with a memory: Report of an expert group on

learning from adverse events in the NHS chaired by the Chief Medical Officer.

Crownright. Department of Health. HMSO. 2000.

5. Wilson RM, Runciman WB, Gibberd RW et al. The Quality in Australian Health Care Study. Medical Journal of Australia, 1995, 163:458-71.

6. Berk, Marc L and Schur, Claudia L. Measuring Access to Care: Improving Information for

Policymakers. Health Affairs. 17(1):180–186, 1998.

7. Davis P, Lay-Yee R, Briant R et al. Adverse events in New Zealand public hospitals I: occurrence and impact. New Zealand Medical Journal, 2002, 115 (1167):U271.

8. Davis P, Lay-Yee R, Briant R et al. Adverse events in New Zealand public hospitals II: occurrence and impact. New Zealand Medical Journal, 2003, 116 (1183):U624.

9. Baker GR, Norton PG, Flintolf V, et al. The Canadian Adverse events Study: the incidence of adverse events among hospital patients in Canada. Canadian Medical Association Journal, 2004, 179(11):1678 - 1686.

10. Thomas EJ, Studdert DM, Runchiman, WB et al. A comparison of iatronic injury studies in

Australia and the USA I: context, method, casemix, population, patient and hospital characteristics. International Journal of Quality in Health Care, 2000, 12 (5):371-378.

11. Chassin, Mark R., Galvin, Robert W., and the National Roundtable on Health Care Quality.

The Urgent Need to Improve Health Care Quality. JAMA, 280(11):1000–1005, 1998.

12. Kronick, Richard and Gilmer, Todd. Explaining the Decline in Health Insurance Coverage, 1979–1995. Health Affairs. 18(2):30–47, 1999.

13. Leape, Lucian; Lawthers, Ann G.; Brennan, Troyen A., et al. Preventing Medical Injury. Qual Rev Bull. 19(5):144–149, 1993.

14. McNutt RA, Abrams R, Aron DC. Patient safety efforts should focus on medical errors. JAMA, 2002;287(15):1998-2001

15. Wong J and Beglarya H. Strategies for Hospitals to Improve Patient Safety:A Review of

Gambar

Tabel 1. Kejadian adverse event yang dilaporkan oleh berbagai studi di rumah sakit
Gambar 1. Model umum untuk melihat pengaruh lingkungan eksternal terhadap mutu  Dalam  model  ini  terdapat  2  dimensi  utama

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa usaha berbasis komoditas itik yang dapat dilakukan adalah: (1) Budidaya itik untuk produksi telur konsumsi maupun telur tetas; (2) Penetasan untuk menghasilkan day old

Luas lahan efektif adalah seratus per tiga puluh (100/30) dikalikan luas lantai dasar bangunan ditambah infrastruktur, tempat bermain/berolahraga/upacara, dan luas lahan

(9) Strategi pembangunan Fasilitas Kepariwisataan yang mendorong pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya saing Parangtritis-Depok- Kuwaru dan sekitarnya sebagaimana

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Adolf ina & Uhing (2017) bahwa dalam penelitian mereka menyatakan bahwa pemberian reward tidak berpengaruh terhadap

dan polutan Pantai Parangtritis dengan kecepatan 0,3 ml/menit mengalir di permukaan bahan uji melalui kertas saring 8 layer yang dijepitkan di antara bahan uji dan

Berangkat dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi rill sementara Aparat Desa Tempang III, Kecamatan Langowan Utara, Kabupaten Minahasa sebagai tempat penelitian

3) merupakan alternatif rancangan yang dapat diaplikasikan di UKM sentra pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu saat ini dan strategi tersebut dapat

Pero, sinabi ni Crispin na hindi maniniwala ang kanilang ina sapagkat ipikikita niya ang maraming latay na likha ng pagpalo ng kura at ang bulsa niyang butas-butas na walang