• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA KERJA SEKTOR SANITASI KOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA KERJA SEKTOR SANITASI KOTA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

2011

[Pick the date]

BAB II KERANGKA KERJA

SEKTOR SANITASI KOTA

(2)

17

2.1.

Gambaran Umum Sanitasi Kota

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Kedua undang-undang tersebut, yang lebih dikenal dengan undang-undang otonomi, memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi harus tetap disadari bahwa kewenangan tersebut tidaklah semata-mata untuk kepentingan suatu daerah Kabupaten/Kota tertentu, namun tetap dalam kerangka kepentingan pembangunan wilayah Propinsi dan Nasional.

Tak terkecuali terhadap upaya desentralisasi kesehatan yang memberi wewenang kepada kabupaten/kota untuk menentukan sendiri prioritas pembangunan Kesehatan daerahnya sesuai dengan potensi, kondisi dan kemampuan setempat. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Lingkungan, dinyatakan bahwa “kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Dalam upaya membangun budaya sehat, maka banyak

faktor yang harus diperhatikan. Kesehatan masyarakat

dipengaruhi oleh 4 faktor (H.L Blum,1974), yaitu : faktor lingkungan, faktor sarana pelayanan kesehatan, faktor perilaku dan genetik. Faktor lingkungan memberikan pengaruh terbesar terhadap status kesehatan dimana ekosistem ikut berperan.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat, karena lingkungan akan mempengaruhi berbagai aktifitas kehidupan dan merupakan salah satu media penularan penyakit infeksi terutama penyakit-penyakit menular (ISPA, Diare, TB Paru, DBD, dll).

Kota Mataram dengan luas 61.30 Km2, tingkat kerusakan lingkungan hidup belum pada tingkat yang mengkhawatirkan atau rata-rata masih di bawah standar baku mutu lingkungan, akan tetapi terdapat beberapa indikasi yang akan mengancam kerusakan lingkungan di Kota Mataram yang dapat digambarkan sebagai berikut :

 Pencemaran terhadap kualitas air permukaan/sungai, ada 4 (empat) sungai yang mengalir di tengah kota, terutama parameter Faecal Coliform yang disebabkan oleh bakteri Coli

(3)

18

alam yang berasal dari hewan dan tumbuhan serta limbah

manusia (buangan domestik);

 Kualitas air tanah secara bakteriologi untuk sumur penduduk sudah melampaui baku mutu dan secara fisik kimiawi masih dalam batas yang dapat ditolerir, akan tetapi secara teknis tidak memenuhi standar atau syarat-syarat teknis untuk jarak 8 meter dari sumur ke septictank.

Gambaran kondisi Lingkungan dan Sanitasi Kota Mataram terlihat dari Penyediaan Air Bersih, penyehatan lingkungan pemukiman, terutama untuk sub-sektor persampahan, limbah cair dan drainase serta penyehatan tempat-tempat umum termasuk pola hidup bersih dan sehat.

Sejauh ini telah dilakukan upaya penyehatan lingkungan masyarakat, namun berdasarkan data yang ada menunjukan bahwa tingkat kesehatan masyarakat masih jauh dari harapan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pola hidup masyarakat, cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap kesehatan keluarga baik di rumah maupun di lingkungannya yang masih kurang. Kondisi lingkungan yang buruk ini dipengaruhi pula dengan mobilitas dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, dan pertumbuhan ekonomi atau pembangunan yang tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi yang memadai.

Timbulan sampah dan genangan air di beberapa titik kota masih nampak, saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga, industry dan rumah sakit belum sepenuhnya tertata dengan baik, saluran drainase lingkungan yang tidak memadai serta adanya sebaran kotoran kuda yang belum tertangani. Buruknya kondisi sanitasi bukan saja disebabkan terbatasnya akses penduduk pada fasilitas sanitasi yang layak, tetapi juga disebabkan masih rendahnya kesadaran (dan pemahaman) masyarakat tentang isu-isu sanitasi dan kesehatan.

Gambaran diatas merupakan potret Sanitasi Kota Mataram yang tidak terlalu baik dan juga tidak terlalu buruk bila diukur secara nasional, namun untuk jangka panjang perlu diwaspadai dengan melihat fenomena alam yang terjadi beberapa tahun belakang ini. Serta peristiwa banjir sebagaimana yang dialami beberapa waktu lalu di Kota Mataram. Hal ini memberi dampak kurang baik terhadap kesehatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi serta pembangunan pada umumnya.

Menyikapi kondisi nyata ini, sudah selayaknya Kota Mataram memiliki master plan pembangunan bidang sanitasi yang berkorelasi terhadap rencana tata ruang wilayah, sehingga pembangunan yang selama ini kurang terkoordinasi akan dapat memperbaiki kondisi lingkungan yang mengalami penetrasi.

(4)

19

2.1.1. Tinjauan Aspek Tata Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan dan pengaturan ruang yang berwawasan nusantara dalam kerangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor dan antar wilayah, diperlukan instrumen yang dapat mensinergiskan kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah, pusat daerah dalam membentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, yaitu RTRWN dan RTRW Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

RTRW Nasional bersifat makro atau mengatur hal-hal yang menyangkut aspek nasional, sementara rencana detail atau makro dari penataan ruang berada dalam RTRW provinsi dan kabupaten/kota.

Rencana tata ruang wilayah bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah sesuai kebutuhan pembangunan yang senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Hal ini sejalan dengan amanat pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB yang menyatakan bahwa : “Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi dilakukan dalam pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah agar tujuan penataan ruang wilayah provinsi tercapai”.

Selanjutnya dalam pasal 7 ditegaskan bahwa Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi : (a). peningkatan peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan baru maupun pengembangan peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada; (b). pengembangan struktur ruang berbasis pulau untuk Pulau Lombok dan berbasis kawasan untuk Pulau Sumbawa; dan (c). peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, energi dan ketenagalistrikan, sumber daya air, persampahan, dan sanitasi yang terpadu dan sesuai kebutuhan wilayah provinsi.

Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan dan strategi penataan ruang sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut, maka diperlukan produk dokumen perencanaan yang lebih kepada teknis operasional melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota.

(5)

20

Sesuai Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah mewujudkan ruang wilayah provinsi yang maju dan lestari melalui penataan ruang secara serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjutan dalam rangka mendorong wilayah provinsi sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya alam.

Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota merupakan alat pengaturan, pengendalian dan pengarahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kota. Memasuki era otonomi, dimana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya, RTRW seyogyanya menjadi dasar pengambilan kebijakan pembangunan. Pada dasarnya, RTRW Kota merupakan pendalaman materi atau penjabaran lebih lanjut dari RTRW Provinsi agar dapat dioperasionalkan dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang wilayah kota.

Dilihat dari substansinya, RTRW/RUTR Kabupaten/Kota, sesuai Pasal 22 ayat (3) Undang–undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pada dasarnya merupakan pedoman pokok bagi:

a. Perumusan kebijakan pokok bagi arah pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/ Kota;

b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta antar bagian wilayah Kabupaten/Kota serta keserasian pembangunan antar sektor;

c. Arahan bagi penetapan lokasi investasi baik yang akan dilaksanakan pemerintah, masyarakat maupun swasta; d. Arahan pelaksanaan pembangunan berbagai sektor,

khususnya prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan;

e. Arahan bagi penyusun rencana detail dan rencana teknik ruang.

Perkembangan Provinsi NTB yang relatif cepat dan cenderung mengikuti mekanisme pasar, masih lemah dalam fungsi kontrol dari instansi terkait akibat keterbatasan kemampuan aparat dan belum adanya perangkat kebijakan yang mengatur pemanfaatan ruang pada tingkat rencana yang lebih rinci adalah indikasi bahwa kegiatan pembangunan di Kota Mataram kurang

(6)

21

terkendali. Meskipun sudah ada perangkat aturan di tingkat

rencana umum (RTRW Kota Mataram) sebagai arahan pengaturan pembangunan kota, namun pelanggaran masih sering terjadi, seperti konversi lahan tanpa memperhatikan aspek daya dukung lingkungan yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Oleh sebab itu, diperlukan adanya perangkat aturan pemanfaatan ruang pada tingkat rencana teknis.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat pasca implementasi otonomi daerah juga telah mengubah Provinsi NTB menjadi salah satu poros pertumbuhan ekonomi di Wilayah Indonesia Bagian Tengah. Dampak yang terlihat secara jelas adalah perubahan fisik Kota Mataram yang merupakan ibukota dan pintu gerbang Provinsi NTB. Perubahan tersebut terlihat pada alih fungsi di sejumlah perluasan “built up area” dan meningkatnya volume arus lalu lintas yang terjadi secara signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Sebagai pusat pertumbuhan di Wilayah Indonesia Bagian Tengah, Kota Mataram dituntut mampu berperan, baik dalam skala lokal, regional, dan nasional. Dalam skala lokal, Kota Mataram berperan untuk melayani wilayah-wilayah hinterland-nya (wilayah belakang) dan dalam skala regional berperan sebagai pusat koleksi dan distribusi. Sedangkan dalam skala nasional sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan distribusi bagi wilayah-wilayah lain di bagian tengah Indonesia.

Mengingat peran dan fungsi tersebut, substansi RTRW Kota Mataram yang telah dilegalisasi dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 1995, saat ini telah dievaluasi dan dalam tahap pembahasan, diharapkan Kota Mataram mampu berperan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Pertumbuhan Wilayah Provinsi NTB. Di samping itu, dari aspek waktu sudah saatnya RTRW tersebut direvisi.

Uraian diatas dipertegas dengan hasil penelitian dari Pusat Kajian Permukiman dan Lingkungan Perkotaan (PKPL) Fakultas Tehnik Universitas Mataram mengungkapkan bahwa berkaitan dengan penataan ruang, dimana semua wilayah Kabupaten/Kota di Propinsi NTB telah memiliki RTRW sebagai alat pengaturan, pengendalian dan pengarahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kota. Akan tetapi kebijakan dan strategi pembangunan antar wilayah Kabupaten/ Kota dalam suatu wilayah Propinsi, belum menunjukkan keterpaduan antar wilayah dan antar sektor. Terlebih dengan implementasi otonomi daerah, semua Pemerintah Kabupaten/Kota mentargetkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dalam upaya mencapai target tersebut Pemerintah Daerah seringkali mengeluarkan kebijakan pemanfaatan ruang yang tidak konsisten dengan RTRW yang telah disusun.

(7)

22

Ditegaskan dalam salah satu kesimpulannya bahwa

implementasi RTRW Kabupaten/Kota masih belum optimal, dilihat dari lemahnya kelembagaan tata ruang, RTRW belum digunakan secara optimal sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan pembangunan daerah, belum adanya dasar hukum dan lemahnya penegakan hukum, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang. Pandangan ini sekaligus merupakan suatu koreksi terhadap perencanaan pembangunan yang selama ini dilaksanakan.

Menyadari kondisi dimaksud RTRW Provinsi telah mempersiapkan diri untuk melakukan perbaikan, sebagaimana dituangkan dalam pasal 8 RTRW, dengan jalan menetapkan 3 strategi penataan ruang, yakni :

1. Strategi untuk peningkatan peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan baru maupun pengembangan peran dan fungsi pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada meliputi: a. Mendorong pengembangan Ibu Kota Kabupaten dan Ibu

Kota Kecamatan yang ditetapkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru sesuai sektor unggulan dan daya dukung lingkungan hidup agar memenuhi kriteria PKW Promosi (PKWp) dan PKL;

b. Revitalisasi peran dan fungsi Ibu Kota Provinsi, Ibu Kota Kabupaten, dan Ibu Kota Kecamatan yang sebelumnya telah merupakan PKN, PKW, dan PKL; dan

c. Mendorong pengembangan kawasan strategis untuk mendorong pengembangan kawasan sekitarnya;

2. Strategi pengembangan struktur ruang berbasis pulau untuk Pulau Lombok dan berbasis kawasan untuk Pulau Sumbawa meliputi:

a. Pengembangan sistem jaringan infrastruktur terpadu yang mendukung pengembangan Pulau Lombok sebagai satu kesatuan pulau; dan

b. pengembangan sistem jaringan infrastruktur terpadu yang mendukung pengembangan masing-masing kawasan dan hubungan antar kawasan di Pulau Sumbawa;

3. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, energi dan ketenagalistrikan, sumber daya air, persampahan, dan sanitasi yang terpadu dan sesuai kebutuhan wilayah provinsi meliputi:

a. Pengembangan jaringan infrastruktur transportasi darat, laut, udara yang dapat meningkatkan aksesibilitas pusat pertumbuhan dengan kawasan sekitarnya, antar

(8)

pusat-23

pusat pertumbuhan dalam satu wilayah pulau, dan antar

pusat pertumbuhan antar pulau;

b. Pengembangan jaringan dan peningkatan pelayanan telekomunikasi secara merata dan seimbang sesuai kebutuhan untuk membuka keterisolasian daerah;

c. Percepatan pemenuhan kebutuhan energi dan ketenagalistrikan dan perluasan jangkauan pelayanan jaringan energi dan ketenagalistrikan dengan optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya energi termasuk sumber energi terbarukan;

d. Pengembangan energi baru terbarukan untuk memenuhi kebutuhan daerah-daerah yang tidak bisa terjangkau oleh pelayanan PLN dan mengurangi ketergantungan terhadap energi tak terbarukan;

e. Peningkatan kualitas jaringan, pengembangan pemanfaatan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi;

f. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan; dan

g. Pengembangan instalasi pengolahan air limbah terpadu dan berkelanjutan.

Sedangkan Rencana struktur ruang wilayah kota diarahkan untuk menghasilkan tujuan berikut ini :

1. Keseimbangan, dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan di wilayah Kota Mataram secara optimal dengan mewujudkan intensitas penggunaan lahan yang sesuai dengan kondisi lingkungan, terutama fisik wilayah;

2. Kelestarian, dimaksudkan untuk menciptakan wilayah Kota Mataram perkotaan agar mampu berkembang secara optimal dengan mewujudkan kegiatan di setiap lingkungan sesuai dengan fungsinya, sehingga tidak menimbulkan kerusakan baik fisik maupun non fisik;

3. Daya guna dan hasil guna, dimaksudkan untuk menciptakan sistem pelayanan yang optimal dengan mewujudkan adanya jenjang fungsi pelayanan pada wilayah sesuai dengan skala pelayanan.

Lihat Gambar Peta 2.1. Rencana Struktur Tata Ruang Kota Mataram.

(9)

24

Peta 2.1. Rencana Struktur Tata Ruang Kota Mataram

(10)

25

Dengan demikian, maka konsep struktur ruang wilayah

Kota Mataram diarahkan menjadi kawasan yang mempunyai karakteristik tersendiri berdasarkan fungsi dan pelayanan yang ditetapkan. Struktur tata ruang wilayah kota sendiri menjadi arahan dalam pembentukkan karakter ruang kota yang tidak terlepas dari perkembangan unsur penggunaan lahan pembentuknya.

Kedudukan Kota Mataram dalam rencana tata ruang di atasnya, yaitu RTRW Nasional, RTR Kepulauan Nusa Tenggara, dan RTRW Provinsi memiliki fungsi sebagai berikut:

1. RTRW Nasional, Kota Mataram ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi sebagai pintu gerbang dan simpul utama transportasi serta kegiatan perdagangan dan jasa skala regional.

2. RTR Kepulauan Nusa Tenggara, Kota Mataram diarahkan dengan prioritas pada pengembangan sarana transportasi. 3. RTRW Provinsi, Kota Mataram ditetapkan sebagai PKN dan

pengembangan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Mataram Metro di bidang pertumbuhan ekonomi.

Sesuai dengan kedudukannya sebagai PKN dalam skala nasional, maka fungsi dan peran Kota Mataram adalah sebagai:

1. Pusat pemerintahan Provinsi NTB sekaligus pusat pemerintahan Kota Mataram;

2. Simpul koleksi distribusi barang dan jasa regional, serta penduduk di Provinsi NTB;

3. Pusat pengolahan hasil-hasil pertanian dan kelautan;

4. Pusat kegiatan pelayanan umum, seperti pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan;

5. Daya tarik terhadap kota-kota daerah belakang secara khusus dan kota-kota kabupaten di Provinsi NTB pada umumnya;

6. Salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi NTB.

Berdasarkan uraian diatas, telah dirumuskan bahwa tujuan penataan ruang wilayah dengan suatu rencana pola ruang Kota Mataram adalah untuk Mewujudkan Kota Pemerintahan,

Pendidikan, Perdagangan dan Jasa, Industri serta Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal yang Didukung dengan Sarana dan Prasarana Perkotaan yang Seimbang dan Berwawasan Lingkungan yang berdasarkan visi Kota Mataram yaitu “Mewujudkan Kota Mataram Yang Maju, Religius dan Berbudaya.

(11)

26

Peta 2.2. Rencana Pola Ruang Kota Mataram

(12)

27

Perumusan tujuan penataan ruang di wilayah Kota Mataram

ini berimplikasi pada sasaran yang ingin dicapai, yaitu:

1. Terjaganya konsistensi perkembangan kota sesuai arahan RTRW Kota Mataram dalam jangka panjang;

2. Terciptanya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan perkembangan Kota Mataram dengan wilayah sekitarnya; 3. Terciptanya keterpaduan pembangunan di Kota Mataram; 4. Sebagai pedoman arahan kebijakan pembangunan kota

dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

Berdasarkan pemaparan tentang aspek tata ruang diatas pada hakekatnya secara hirarkis, RTRWN, RTRW Provinsi dan Kota, setidaknya telah menunjukkan suatu korelasi dalam kebijakan dan penyusunan strategi tata ruang, sekalipun terdapat adanya kritik dalam hal yang bersifat teknis. Namun nuansa semangat membangun sektor strategis daerah, khususnya rencana sektor-sektor strategis yang akan dikembangkan dalam rangka kebutuhan dan pemenuhan pelayanan bidang sanitasi telah secara tegas dituangkan dalam peraturan daerah yang ada.

Hal ini dapat dicermati sesuai Perda No 3 tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB, khususnya dalam pasal 8 sebagai suatu kebijakan dan strategi tata ruang. Selanjutnya dalam pasal 13 terkait dengan struktur wilayah provinsi meliputi Rencana sistem perkotaan; dan Rencana sistem jaringan.

Penjabaran rencana strategis sistem jaringan bidang sanitasi termuat dalam pasal 24, 25 dan 26. Sistem Jaringan Prasarana Sumberdaya Air dalam Pasal 24 huruf b dan c dinyatakan bahwa Sistem jaringan prasarana sumberdaya air provinsi untuk drainase dan air bersih adalah sistem jaringan irigasi provinsi meliputi bendungan, bendung, jaringan saluran irigasi, dan daerah irigasi; serta sistem jaringan air bersih provinsi meliputi jaringan perpipaan air minum, saluran perpipaan air baku, dan instalasi air minum.

Pasal 25, Sistem jaringan prasarana persampahan provinsi sebagaimana meliputi: a. Tempat Pembuangan Akhir Kebon Kongok (Kab. Lombok Barat) dengan sistem sanitary landfill. b. Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir lintas kabupaten/kota lainnya. Sedangkan Sistem jaringan prasarana sanitasi wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 meliputi : a. sistem perpipaan air limbah provinsi di Mataram Metro (Kota Mataram dan sebagian wilayah Kabupaten Lombok Barat); b. instalasi pengolahan air limbah di Mataram Metro (Kota Mataram dan sebagian wilayah Kabupaten Lombok Barat); danc. pengembangan instalasi pengolahan air limbah lintas kabupaten/kota lainnya.

(13)

28

Penjelasan kebijakan dan strategi bidang sanitasi RTRW

Provinsi diatas dapat dibandingkan dengan penjelasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram yang mencakup kebijakan pengembangan pusat pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b. Tentang Kebijakan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah, yang termuat dalam pasal 11 RTRW Kota Mataram terhadap rencana sistem jaringan bidang sanitasi yakni sebagai berikut :

(1) Strategi pengembangan sistem jaringan sumberdaya air (2) Strategi pengembangan sistem jaringan drainase

(3) Strategi pengembangan sistem jaringan persampahan (4) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana sanitasi 2.1.2. Esensi/ringkasan mengenai kondisi sanitasi

Bercermin dari perkembangan kota-kota lain di Indonesia dan melihat fakta kondisi sanitasi setempat sebagaimana tergambarkan dalam rencana pembangunan sanitasi di atas. Pemerintah Kota Mataram berkomitmen dan tergerak untuk memperbaiki dan mengedepankan penanganan sanitasi di kota Mataram. Sanitasi yang buruk dipastikan memberikan resiko lebih besar terhadap kesehatan masyarakat, sedangkan rendahnya kesehatan masyarakat diyakini menjadi penyebab menurunnya produktivitas manusia dan memberikan dampak berupa kerugian ekonomi. Usaha ini merupakan sebuah langkah pencegahan guna mengurangi resiko kerugian material maupun non-material akibat kondisi sanitasi yang buruk.

Kegiatan bidang ekonomi dan bidang fisik yang tidak selaras atau berkesinambungan dengan lingkungan menyebabkan terjadinya kerusakan yang cukup komplek. Untuk mengendalikan kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut maka pemerintah kota telah mengupayakan program-program pencegahan, pengawasan dan pengendalian lingkungan, termasuk sektor sanitasi.

Usaha-usaha perbaikan kondisi sanitasi ini perlu diiringi dengan peningkatan hygiene perseorangan untuk memberikan hasil yang maksimum maupun berbasis kelompok dalam masyarakat sehingga efektif dan bersifat partisipatif. Sementara itu kondisi eksisting yang ada saat ini berkaitan dengan perilaku masyarakat terhadap persoalan sanitasi cukup memprihatinkan ditinjau dari fakta sebagaimana diungkapkan dalam Buku Putih Sanitsai Kota Mataram. Kondisi dimaksud dapat dicermati dalam pembahasan selanjutnya dalam Bab III.

(14)

29

2.1.3. Gambaran kondisi area beresiko pelayanan sanitasi per

Kelurahan

Merujuk pada hasil pengamatan dan persepsi SKPD serta hasil Studi EHRA dan beberapa sumber data sekunder dengan beberapa variabel yang menjadi indikator pemetaaan area berisiko ini antara lain; (1) masalah kepadatan penduduk; (2) jumlah penduduk miskin; (3) akses dan cakupan air bersih (PDAM dan non-PDAM); (4) akses dan cakupan jamban keluarga; (5) masalah genangan dan banjir, (6) masalah persampahan dan limbah serta beberapa indikator lainnya telah menghasilkan suatu data area berisiko sanitasi Kota.

Berdasarkan hasil kompilasi data yang ditunjukkan dalam tabel, beberapa kriteria yang menjadikan suatu wilayah kelurahan dinyatakan sebagai (1) area berisiko sanitasi tinggi ditandai dengan warna merah; (2) area berisiko menengah ditandai dengan warna kuning; (3) area berisiko rendah ditandai dengan warna hijau; serta (4) area tidak berisiko ditandai dengan warna biru. Masing-masing kriteria dimaksud diberikan bobot berdasarkan hasil perhitungan dan masukan yang disepakati oleh anggota POKJA AMPL.

Suatu wilayah kelurahan menjadi area berisiko sanitasi tinggi atau menengah, selain ditentukan oleh indikator-indikator yang dikemukakan diatas juga merupakan kompilasi dari masukan hasil penilaian persepsi SKPD serta hasil studi EHRA. Sehingga ukuran akses sektor sanitasi per kelurahan yang terdiri dari air bersih, limbah, drainase, persampahan dan PHBS, bukan penentu akhir suatu wilayah menjadi berisiko atau tidak. Namun penilaian dari komponen dimaksud merupakan bagian dari permasalahan sanitasi ditiap kelurahan menjadi area berisiko tinggi dan berisiko menengah.

Hasil kompilasi sumber data di 50 Kelurahan menunjukkan adanya 12 (duabelas) kelurahan yang termasuk area berisiko sanitasi tinggi (24%); 21 (dua puluh satu) kelurahan termasuk area berisiko menengah (42%); 13 (tigabelas) kelurahan termasuk area berisiko rendah (26%) dan 4 (empat) kelurahan tidak berisiko atau hanya sebesar 8% dari 50 kelurahan yang ada.

Secara umum keduabelas kelurahan yang termasuk berisiko tinggi merupakan wilayah yang kurang lebih hampir sama kondisi sanitasinya, faktor penyebab atas kondisi ini dipengaruhi oleh persoalan kemiskinan, penganguran, kepadatan penduduk serta permukiman yang rapat. Dengan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Kota Mataram berdampak pula pada rendahnya

(15)

30

kemampuan masyarakat dalam mendapatkan akses tempat tinggal

yang layak. Hal tersebut berimplikasi pada munculnya permukiman kumuh (slum) dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Pada sisi lain pola hidup bersih dan sehat termasuk pula yang mempengaruhi area berisiko tersebut, diantaranya masih adanya masyarakat yang buang air besar sembarangan (BABs) serta belum membudayanya cuci tangan pakai sabun (CTPS).

Untuk jelasnya dapat dicermati hasil kompilasi data area berisiko dibawah ini. Berdasarkan bobot pada masing-masing penilaian tersebut mempengaruhi keseluruhan hasil akhir yang menentukan suatu daerah atau wilayah dalam kriteria risiko.

Tabel 2.1. Kompilasi Data Area Beresiko Sanitasi di Kota Mataram

Kompilasi Data Primer, Data Sekunder dan Persepsi SKPD

Kecamatan Accessed EHRA Second

ary Data

Weighted Data Agreed

Kelurahan

Source majority Value Total Average Score

score SKPD's score Score Ampenan Ampenan Selatan 3,00 2,83 2,00 7,83 2,61 3 Ampenan Tengah 4,00 2,00 4,00 10,00 3,33 4 Pejeruk 3,00 3,00 3,00 9,00 3,00 3 Ampenan Utara 4,00 3,50 4,00 11,50 3,83 4 Taman Sari 2,00 2,33 2,00 6,33 2,11 2 Banjar 3,00 2,50 4,00 9,50 3,17 4 Kebon Sari 2,00 2,00 2,00 6,00 2,00 2 Pejarakan Karya 3,00 3,00 3,00 9,00 3,00 3 Dayan Peken 3,00 3,00 3,00 9,00 3,00 3 Bintaro 3,00 3,00 2,00 8,00 2,67 3 Mataram Pagesangan 2,00 3,83 3,00 8,83 2,94 3 Mataram Timur 2,00 2,83 4,00 8,83 2,94 3 Pagutan 3,00 2,83 4,00 9,83 3,28 4 Pagesangan Barat 3,00 3,33 4,00 10,33 3,44 4 Pagesangan Timur 2,00 2,50 1,00 5,50 1,83 1 Pejanggik 2,00 2,83 1,00 5,83 1,94 2 Punia 3,00 2,83 2,00 7,83 2,61 3 Pagutan Timur 2,00 3,33 2,00 7,33 2,44 2 Pagutan Barat 2,00 2,33 2,00 6,33 2,11 2 Cakranegara

(16)

31

Cakra Selatan 2,00 1,50 2,30 5,80 1,93 2 Cakra Barat 3,00 1,00 2,00 6,00 2,00 2 Cakra Timur 2,00 2,00 2,00 6,00 2,00 2 Cakra Utara 2,00 2,33 1,00 5,33 1,78 1 Sayang-sayang 3,00 2,00 2,00 7,00 2,33 2

Cakra Selatan Baru 3,00 3,50 3,00 9,50 3,17 4

Sapta Marga 2,00 1,00 2,00 5,00 1,67 1 Cilinaya 3,00 1,00 4,00 8,00 2,67 3 Mayura 2,00 1,50 3,00 6,50 2,17 2 Karang Taliwang 3,00 1,50 4,00 8,50 2,83 3 Sekarbela Karang Pule 4,00 2,82 4,00 10,82 3,61 4 Tanjung Karang 4,00 2,50 3,00 9,50 3,17 4 Jempong Baru 3,00 2,50 2,50 8,00 2,67 3 Tj. Karang Permai 2,00 1,83 3,00 6,83 2,28 2 Kekalik Jaya 2,00 3,33 2,50 7,83 2,61 3 Selaparang Mataram Barat 3,00 2,83 3,50 9,33 3,11 4 Dasan Agung 3,00 3,17 4,00 10,17 3,39 4 Monjok 2,00 2,00 3,00 7,00 2,33 3 Karang Baru 2,00 2,33 2,00 6,33 2,11 2 Rembiga 3,00 2,50 2,50 8,00 2,67 3 Gomong 3,00 2,50 2,80 8,30 2,77 3

Dasan Agung Baru 3,00 2,33 3,00 8,33 2,78 3

Monjok Timur 2,00 2,00 1,00 5,00 1,67 1 Monjok Barat 3,00 2,00 4,00 9,00 3,00 3 Sandubaya Dasan Cermen 4,00 2,33 4,00 10,33 3,44 4 Babakan 3,00 2,00 4,00 9,00 3,00 3 Bertais 3,00 2,00 4,00 9,00 3,00 3 Selagalas 3,00 2,00 3,00 8,00 2,67 3

Abian Tubuh Baru 4,00 3,00 3,00 10,00 3,33 4

Turida 3,00 1,50 3,00 7,50 2,50 2

Mandalika 3,00 3,00 2,00 8,00 2,67 3

Sumber : BPS Kota Mataram 2010

Sebagai upaya pengembangan program promosi kesehatan dan PHBS yang lebih terarah, terencana, terpadu dan berkesinambungan, telah dikembangkan percontohan integrasi promosi kesehatan dengan sasaran utama adalah PHBS Tatanan Rumah Tangga (individu, keluarga, masyarakat) dan Institusi Pendidikan (siswa sekolah).

(17)

32

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga

adalah upaya untuk memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktekan PHBS serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Langkah-langkah yang dilakukan yakni kegiatan Penyuluhan Masyarakat Pola Hidup Sehat bertujuan untuk tercapainya Rumah Tangga Sehat. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah Survei PHBS yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas. Pada survey PHBS diharapkan terjadi diskusi, transfer pengetahuan dan memperkenalkan indikator PHBS yang bermasalah dengan ibu rumah tangga/kepala rumah tangga selaku responden.

Meningkatnya budaya hidup sehat di kalangan masyarakat, dengan menciptakan lingkungan rumah tangga yang bersih, sehat serta memanfaatkan pekarangan melalui berbagai tanaman yang berguna untuk kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

Sejauh ini hasil pencapaian Rumah Tangga Sehat di Kota Mataram, dari 10 indikator dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 2.2. Hasil Pelaksanaan Survey PHBS di Kota Mataram

No Indikator TARGET SPM/ 2010 Tahun 2007 Tahun 2008 Target (%) Survey Hasil (%) Target (%) Survey Hasil (%) 1. Persalinan oleh Nakes 90 % 80 67,90 80 89,90 2. ASI Ekslusif 80 % 80 59,40 80 59,50 3. Kepesertaan JPKM 80 % 80 57,30 80 58,30 4. Tidak Merokok 80 % 80 34,10 80 48,27 5. Aktifitas Fisik 80 % 80 54,80 80 80,10 6. Konsumsi Sayur & Buah 80 % 80 15,71 80 37,10 7. Jamban Keluarga 80 % 76 68,39 76 85,80 8. Sumber Air Bersih 90 % 84 77,85 84 94,00 9. Kepadatan Rumah 80 % 80 49,60 80 62,40 10. Lantai Rumah Tidak

Terbuat Dari Tanah 80 % 80 81,61 80 94,00

Rumah Tangga Sehat 65 % 32 7,68 56 18,15

Sumber : BPS Kota Mataram 2010

Untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada usia sekolah sehingga berpotensi sebagai agen perubahaan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

(18)

33

2.2. Visi dan Misi Sanitasi Kota

Visi pembangunan Kota Mataram berjalan dalam suatu koridor yang disemangati sinergi keagamaan, secara futuristik. Dinamika pembangunan Kota Mataram tidak pernah terlepas dari tuntutan kemajuan dan modernisasi. Tuntutan zaman menjadikan Kota Mataram menjadi Kota yang IBADAH, maju, dan religius, menguasai Iptek yang didukung oleh suasana yang damai, berdaya saing, serta berwawasan lingkungan. Sebagaimana dituangkan dalam BPS Kota Mataram 2010.

Visi diatas merupakan visi dari pemerintahan yang telah selesai masa baktinya, dan saat ini telah memasuki era pemerintahan baru yang melanjutkan visi sebelumnya, yaitu : ”Terwujudnya Masyarakat Kota Mataram yang Maju, Religius, dan Berbudaya”. Selanjutnya dari visi tersebut diterjemahkan ke dalam misi pembangunan wilayah kota sebagai suatu tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota Mataram, melalui beberapa aktualisasi sebagai berikut:

1. Mewujudkan masyarakat perkotaan yang ”AMAN” ditunjukkan dengan stabilitas yang kondusif, saling menerima dalam suasana lingkungan yang bersih dan indah untuk mencapai masyarakat yang maju, religius, dan berbudaya;

2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agara memiliki pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang handal sehingga mampu meningkatkan daya saing daerah; 3. Memberdayakan eknomi rakyat berbasis potensi lokal

berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan;

4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berorientasi pada SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan SPP (Standar Pelayanan Publik) berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance);

5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan.

Dari misi Kota diatas dikembangkan ke dalam 10 program pembangunan kota Mataram, yaitu :

1. Peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat 2. Penataan dan pembinaan kependudukan.

3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia.

4. Pengembangan wilayah dalam kerangka pember-dayaan ekonomi rakyat berbasis potensi lokal.

5. Peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan & jasa 6. Perwujudan prinsip-prinsip Good Governance.

(19)

34

7. Pembinaan dan penegakan kesadaran hukum masyarakat.

8. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana perkotaan.

9. Penataan supra struktur & infra struktur pemerintahan. 10. Penataan kawasan pemukiman & pelestarian lingkungan

hidup.

Penjabaran sepuluh program diatas selanjutnya dirumuskan ke dalam 3 (tiga) program unggulan sebagai prioritas, yakni :

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam rangka peningkatan daya saing daerah.

2. Pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis potensi ekonomi lokal.

3. Peningkatan daya dukung infrastruktur perkotaan dalam rangka pencapaian peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

a. Peningkatan kualitas sarana perekonomian rakyat.

b. Pengembangan dan peningkatan kualitas jaringan infrastruktur transportasi perkotaan.

c. Pembangunan sarana prasarana permukiman yang bersih dan sehat didukung dengan drainase dan sanitasi lingkungan sesuai standar.

d. Konservasi sumber daya air yang mampu menjaga ketersediaan penyediaan air minum.

e. Pembangunan prasarana sumber daya air untuk dapat menjamin kebutuhan pokok hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

f. Penataan kota dengan menekankan pada ciri kota metropolis dalam bingkai Mataram Metro.

g. Pembangunan Rumah Layak Huni bagi keluarga miskin dengan mengalokasikan Rp. 1 Milyar Per Tahun.

h. Penanganan persampahan secara terpadu.

Berdasarkan penjabaran Visi dan Misi Kota Mataram telah dirumuskan Visi Sanitsai Kota yaitu : “Terwujudnya/terciptanya Kota Mataram yang Asri, Maju dan Berbudaya Lingkungan sehat”. Dengan misi sanitsi yang meliputi :

1. Menyediakan dan Meningkatkan sarana prasarana Sanitasi Permukiman perkotaan sesuai standar dalam arti luas meliputi; Drainase, Persampahan dan Limbah.

2. Melakukan Penataan kawasan Permukiman dan pelestarian Lingkungan Hidup dengan melakukan konservasi sumber daya air yang mampu menjaga ketersediaan air bersih dan membangun prasarana sumber daya air untuk dapat menjamin kebutuhan pokok hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(20)

35

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui

peningkatan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta mengaktifkan Budaya jum’at bersih di masing-masing Lingkungan menuju tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) dalam penyehatan Lingkungan dan Permukiman.

4. Menyusun Perda Kota Sehat menuju Indonesia sehat 2015 dan menegakkan pelaksanaan Perda No.10 th. 2008 Tentang persampahan demi terwujudnya Kebersihan Lingkungan. Dari jabaran visi dan misi diatas pada hakekatnya berkorelasi terhadap visi dari SKPD yang terlibat dalam penanganan bidang sanitasi, salah satu diantaranya berada di SKPD Lingkungan Hidup dengan paparan di bawah ini :

TUPOKSI LINGKUNGAN HIDUP

Menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang Lingkungan Hidup

VISI

Terwujudnya Masyarakat Kota Mataram yang Maju, Religius, dan Berbudaya

VISI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP

Terwujudnya Mataram sebagai Kota Berbudaya ”Eko Green” MISI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP

1. Mewujudkan peningkatan penanganan kebersihan dan keindahan kota secara partisipatif.

2. Mewujudkan peningkatan ruang terbuka hijau, keteduhan, dan keasrian kota. 3. Mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

4. Mewujudkan pengembangan model kemitraan dalam pengelolaan lingkungan. 5. Mewujudkan penanganan dampak lingkungan yang handal.

6. Mewujudkan laboratorium lingkungan terakreditasi. TUJUAN

1. Terwujudnya kondisi lingkungan Kota Mataram yang berbudaya “Eko Green”. 2. Terwujudnya kesadaran masyarakat dalam upaya pengelolaan dan pelestarian

lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.

3. Adanya sinkronisasi kebijakan dalam program pembangunan yang

mengedepankan aspek lingkungan hidup sebagai landasan operasionalnya (Eko

Green).

SASARAN

1. Perbaikan kualitas lingkungan melalui perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

2. Penyadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup 3. Penegakan hukum lingkungan

(21)

36

2.3. Kebijakan Umum dan Arah Strategi Sanitasi Kota

Perumusan kebijakan umum dan Arah Strategi Sanitasi Kita merupakan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan daerah dengan rumusan indikator kinerja sasaran yang menjadi acuan penyusunan program pembangunan jangka menengah daerah berdasarkan strategi dan arah kebijakan yang ditetapkan.

Berdasarkan visi yang dicanangkan oleh Walikota dan Wakil Walikota terpilih periode 2010-2015 yang menginginkan terwujudnya masyarakat Mataram yang maju, religius, dan berbudaya dengan mengupayaan melalui 5 (lima) misi yang telah ditetapkan, maka bahasa pencapaian visi dan misi tersebut dijabarkan kedalam tujuan dan sasaran yang secara komprehensif akan disinergikan melalui program-program prioritas pada masing-masing SKPD. Sinergitas ini diharapkan mampu menjawab berbagai bentuk permasalahan atas kondisi kekinian sebagai potret Kota Mataram dalam 5 tahun mendatang.

Berkaitan didalamnya maka kebijakan penataan ruang wilayah kota merupakan arah tindakan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah kota. Sedangkan strategi merupakan penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah kota ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perumusan kebijakan dan strategi penataan ruang kota merupakan penjabaran lebih lanjut dari usaha mencapai tujuan pengembangan Kota Mataram. Rumusan kebijakan dan strategi ini dapat dikaitkan dengan berbagai potensi dan masalah yang dimiliki Kota Mataram. Penataan ruang sendiri akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi fisik wilayah kota, arah kecenderungan pemanfaatan ruang, kondisi prasarana dan sarana wilayah kota, serta faktor-faktor lainnya.

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Mataram akan dirumuskan pada struktur tata ruang wilayah kota, pola ruang wilayah kota, dan kawasan strategis kota. Penataan ruang sendiri mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Kebijakan perencanaan struktur ruang wilayah Kota Mataram, meliputi: (1) kebijakan pengembangan pusat pelayanan Kota Mataram serta (2) kebijakan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah Kota Mataram.

(22)

37

2.3.1. Kebijakan Umum Terkait Pembangunan Sektor

Sanitasi

Subtansi kebijakan Umum bidang Sanitasi Kota Mataram dirumuskan dalam Misi ke-IV dan Misi ke-V. Misi ke-IV : Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance); Misi ini bertujuan Untuk :

1. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan

3. Memperluas akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, Kesehatan, air bersih, persampahan, sanitasi, perijinan, transportasi, kependudukan dan catatan sipil. Sedangkan sasaran dari Misi ini adalah :

1. Tersusunnya Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Standar Pelayanan Publik (SPP).

2. Terlaksananya penerapan SPM dan SPP dibidang pendidikan, kesehatan, perijinan, kebersihan, air bersih, kependudukan dan catatan sipil.

3. Terwujudnya pemerataan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, Kesehatan, air bersih, persampahan, sanitasi, perijinan, transportasi, kependudukan dan catatan sipil.

Misi ke-V : Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan; Misi ini bertujuan Untuk

1. Menurunkan luas wilayah Banjir/genangan dan abrasi di wilayah kota

2. Meningkatkan kualitas lingkungan Padat Kumuh dan Miskin (PAKUMIS).

3. Meningkatkan media ekspresi dan ruang publik.

4. Merwujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

Sedangkan sasaran dari Misi ini adalah :

1. Terbangun dan terpeliharanya saluran drainase perkotaan. 2. Terwujudnya pengembangan kawasan resapan air.

3. Tersedianya media ekspresi dan ruang publik dalam bentuk sarana olahraga, seni, dan budaya.

4. Terwujudnya pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. 5. Tertatanya kawasan sempadan sungai dan pantai.

6. Terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana daerah.

(23)

38

2.3.2. Arah Strategi Terkait Pembangunan Sektor Sanitasi

Arahan Strategi Terkait Pembangunan Sektor Sanitasi dalam pemanfaatan ruang merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program strategis pengembangan Kota Mataram dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan 20 (dua puluh) tahun.

Sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan derajad kesehatan masyarakat, maka melalui program Jamkesmas, Kota Mataram memperoleh jatah dari pemerintah pusat. Pemerintah Pusat mulai tahun 2008 meluncurkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) yang kepesertaannya mengacu pada hasil verifikasi terhadap Rumah Tangga Miskin yang sebelumnya menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dikeluarkan oleh BPS dengan jumlah peserta di Kota Mataram sebanyak 21.331 KK atau 80.433 Jiwa.

Seiring dengan itu terdapat masyarakat miskin lainnya sesuai data TKPK yang tidak terakomodir dalam data penerima Jamkesmas, untuk itu berdasarkan Kesepahaman Bersama (MoU) antara Pemerintah Kota Mataram dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui kelembagaan Badan Kerjasama Pengelolaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Nusa Tenggara Barat (BKSPJK-NTB) terhadap masyarakat miskin yang tidak terakomodir tersebut dicoverage melalui Program Jaminan Kesehatan Masyarakat NTB (Jamkesmas-NTB) dengan jumlah kepesertaan sebanyak 67.272 Jiwa. Dengan demikian seluruh warga masyarakat yang terkatagorikan miskin sesuai data awal yang dimiliki oleh TKPK-Kota Mataram sudah memiliki jaminan kesehatan.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kota Mataram, telah dilaksanakan berbagai program pembangunan bidang kesehatan yang diprioritaskan pada pelayanan kesehatan dasar, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin, usaha kesehatan bermitra masyarakat (UKBM), penyuluhan kesehatan, dan penerapan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA). Hal ini secara signifikan ditunjukkan dengan adaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Kota Mataram menyongsong ”Indonesia Sehat 2015”. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya Angka Harapan Hidup berdasarkan data terakhir tahun 2008 menunjukkan peningkatan dari 65,19 tahun pada tahun 2007 menjadi 65,66 tahun 2008.

(24)

39

2.4. Tujuan, Sasaran Sanitasi dan Arah Pentahapan

Pencapaian

Tujuan dan sasaran Sanitasi adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka pendek dan jangka menengah daerah yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan arsitektur kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan. Perumusan tujuan dan sasaran merupakan salah satu tahap perencanaan kebijakan (policy planning) yang memiliki kritikal poin sebagai bentuk penjabaran untuk pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Berdasarkan masalah dan isu strategis yang diuraikan pada bab sebelumnya maka tujuan yang ditetapkan sebagai solusi adalah menurunkan luas wilayah banjir/genangan dan abrasi di beberapa wilayah kota. Adapun fokus sasaran dilakukan melalui terbangun dan terpeliharanya saluran drainase perkotaan, terwujudnya pengembangan kawasan resapan air, tertatanya lingkungan permukiman sesuai dengan tata ruang, terpeliharanya aliran sungai, kawasan sempadan sungai dan pantai, terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana daerah serta tersusunnya pedoman penanganan genangan dan penanggulangan bencana.

Sebagaimana yang dituangkan dalam arah kebijakan umum untuk bidang sanitasi maka sasaran yang menjadi sorotan dalam RPJMD periode ini mencakup pelayanan di bidang kesehatan, kebersihan (persampahan), air bersih, limbah, drainase dan aspek standar pelayanan sanitasi.

Ditinjau dari Strategi dan Kebijakan Sanitasi Kota yang tertuang dalam RPJMD tahun 2011-2015, maka strategi dan kebijakan dimaksud diarahkan untuk Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air bidang Sanitasi , meliputi :

1. Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi a. Pengembangan sistem penanganan limbah; b. Pengembangan sistem perpipaan air limbah;

c. Pengembangan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL); d. Pelayanan sistem penanganan limbah.

2. Pengembangan Sistem Jaringan Persampahan

a. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan;

b. Memperbaiki sistem pengelolaan sampah terpadu di setiap pusat unit lingkungan;

c. Pengelolaan sampah skala individu langsung pada sumbernya.

(25)

40

3. Pengembangan Sistem Jaringan Drainase

a. Membangun sistem drainase baru pada kawasan permukiman padat;

b. Merawat dan memelihara saluran secara berkala;

c. Memprioritaskan pelayanan drainase pada kawasan terbangun dan kawasan rawan genangan.

4. Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

a. Merehabilitasi instalasi dan membangun jaringan pipa air bersih untuk meningkatan kapasitas dan mengurangi tingkat kebocoran;

b. Konservasi yang ketat untuk kawasan lindung yang berfungsi sebagai konservasi air dan tanah;

c. Meningkatkan kualitas air pada sumber-sumber mata air dan sungai beserta ekosistemnya.

2.4.1.Strategi

Berdasarkan tujuan ke-I, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good

Governance), dari Misi ke-IV maka strategi yang akan dijalankan

adalah :

1. Koordinasi dan sinkronisasi pelayanan sosial dasar;

2. Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi penanganan Kemiskinan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat;

3. Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi pelayanan publik oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat,

Strategi dari Tujuan ke-II, untuk Meningkatkan kualitas pelayanan dalam Misi-IV, meliputi :

1. Regulasi yang berpihak pada masyarakat miskin;

2. Fasilitasi penyusunan standart pelayanan minimal (SPM) dan Standart pelayanan publik (SPP);

3. Optimalisasi kapasitas aparat dalam melaksanakan dan mengawasi pelayanan publik;

4. Optimalisasi peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan pelayanan public;

5. Restrukturisasi unit-unit layanan kesehatan;

6. Inovasi model penyediaan air bersih, persampahan, dan sanitasi yang berbasis masyarakat khususnya bagi kawasan padat, kumuh, dan miskin (PAKUMIS);

7. Regulasi manajemen transportasi dan penyediaan lahan parkir pada fasilitas publik.

(26)

41

Untuk strategi terhadap tujuan ke-III dalam misi ke-IV, adalah :

1. Penambahan sarana pelayanan masyarakat di bidang Pendidikan, Kesehatan, air bersih, persampahan, dan sanitasi;

2. Pengembangan aksesibilitas (jalan baru) sebagai alternative; 3. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk

meningkatkan daya saing daerah

Sedangkan strategi dari Misi ke-V yang bertujuan menurunkan luas wilayah Banjir/genangan dan abrasi di wilayah kota, meliputi:

1. Optimalisasi saluran drainase; 2. Optimalisasi Kawasan Resapan Air;

3. Koordinasi, dan konsultasi penanggulangan bencana daerah;

4. Relokasi permukiman korban bencana

Tujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan Padat Kumuh dan Miskin (PAKUMIS), strategi yang dirumuskan yakni :

1. Pengkajian pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat hidup sehat dan bersih;

2. Sosialisasi dan peningkatan kapasitas perilaku hidup bersih dan sehat;

3. Rekonstruksi dan rehabilitasi permukiman Padat Kumuh dan Miskin (PAKUMIS)

Sedangkan tujuan ke-III dalam meningkatkan media ekspresi dan ruang publik, strateginya meliputi :

1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk media ekspresi dan ruang apresiasi;

2. Optimalisasi sarana dan prasarana yang ada untuk ruang ekspresi dan media apresiasi;

3. Inovasi, Kreasi, dan kompetisi budaya;

4. Promosi, investasi dan pemasaran produk-produk industri seni dan budaya baik nasional maupun internasional

Strategi dari tujuan terakhir dari Misi ke-V, yakni mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, meliputi :

1. Sosialisasi peningkatan peran serta masyarakat dalam penataan lingkungan pemukiman;

(27)

42

2.4.2. Arah Kebijakan Umum

Arah Kebijakan umum sesuai dengan misi-IV; Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance), untuk jangka pendek dan menengah direncanakan sebagai berikut :

1. Menyusun regulasi pola kemitraan antar stakeholder pelayanan publik;

2. Aparatur Pelayanan Publik, masyarakat, dan swasta; 3. Kawasan padat, kumuh, dan miskin (PAKUMIS); 4. Pengembangan moda transportasi

5. Perluasan Wilayah Administrasi Kota Mataram dan pemukiman baru;

6. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik Sedangkan arah kebijakan umum dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan, sebagaimana misi-V, maka direncakan untuk jangka pendek dan menengah meliputi :

1. Lokasi kawasan genangan dan abrasi;

2. Kawasan sempadan sungai, permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan;

3. Sungai-Sungai yang melintas di wilayah Kota; 4. Lokasi lahan baru;

5. Pemerintah, Perguruan tinggi, masyarakat dan swasta 6. Lokasi kawasan permukiman padat, kumuh dan miskin

(PAKUMIS);

7. Ibu dan anak keluarga miskin;

8. Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit;

9. Pihak-pihak terkait (kader, tenaga medis dan non medis);

10. Masyarakat miskin pada permukiman padat, kumuh dan miskin

11. Budaya, Seni, Pemuda dan Olahraga, serta Industri dan Perdagangan

12. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah

(28)

43

Pilot Project untuk mengatasi masalah dan mengantisipasi persoalan potensial area berisiko sanitasi tinggi

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa sumber data yang ada, terutama hasil studi EHRA, data sekunder dan persepsi SKPD, dari 50 Kelurahan yang ada di wilayah Kota Mataram, telah terpetakan adanya daerah berisiko tinggi yang ditandai dengan warna MERAH sebanyak 12 Kelurahan mencapai 24% dari jumlah klelurahan yang ada. Sedangkan kelurahan yang lain, terdiri dari 21 Kelurahan yang termasuk Area Beresiko menengah (berwarna KUNING) atau 42%, 13 kelurahan yang dipandang sebagai Area Beresiko rendah (berwarna HIJAU) atau 26%, dan 4 Kelurahan yang dinilai tidak beresiko (berwarna BIRU) atau sebesar 8%.

Terkait dengan persoalan Penentuan Area Beresiko paling tinggi didasarkan pada studi EHRA. Wilayah yang berwarna MERAH berarti daerah yang dipandang paling beresiko dan memiliki akses sanitasi paling buruk. Warna merah menunjukkan daerah/area yang paling beresiko tinggi, sementara daerah yang berwarna kuning adalah daerah yang menunjuukan berseko menengah, hijau menunjukkan areal beresiko rendah, dan biru menunjukan areal/ daerah yang tidak beresiko.

Jika dalam studi EHRA terdapat lebih dari 1 kelurahan atau terdapat beberapa kelurahan yang diplot berwarna merah, maka penentuan daerah paling beresiko dapat ditentukan oleh data sekunder yang lain, atau dapat berupa kesepakatan Pokja Sanitasi dengan masukan dari SKPD terkait.

Dari hasil observasi dan analisis dengan menetapkan beberapa kriteria yang didiskusikan secara intensif di Pokja AMPL Kota Mataram, maka terpilihlah Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekar Bela sebagai wilayah area beresiko tinggi yang menjadi prioritas jangka pendek untuk segera ditangani.

Dengan berpedoman pada variabel dalam sub-sektor Sanitasi, meliputi Air bersih, Limbah, drainase, dan persampahan, untuk menentukan sub-sektor mana yang paling butuh penanganan, dan sifatnya sangat urgen untuk ditangani secara komprehensif, mengingat dampak yang ditimbulkan kepada kesehatan masyarakat sangat besar.

Dari sub-sektor tersebut berdasarkan analisis dan temuan di lapangan pada wilayah kelurahan Karang Pule ternyata sub-sektor sanitasi yang membutuhkan penanganan segera meliputi lebih dari dua sub-sektor yang menjadi indikator, sehingga harus semuanya ditangani karena saling terkait satu dan lainnya.

(29)

Gambar

Tabel 2.1. Kompilasi Data Area Beresiko Sanitasi   di Kota Mataram
Tabel 2.2. Hasil Pelaksanaan Survey PHBS di Kota Mataram

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Sawyer (2005:10) audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan oleh auditor internal terhadap operasi dan

Indomobil Sukses Internasional Tbk Lampiran 8: Model ARMA Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Lampiran 9: Correlogram ARMA. Lampiran 10:

Kelurahan  Sidomukto  Kecamatan  Lamongan  Kepadatan  Penduduk  pada  Lokasi  sebesar  201 ‐ 499 Jiwa/Ha  Sedang  Lokasi tidak terletak pada 

Pelepah kelapa sawit termasuk bahan dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi dan memiliki massa jenis lebih daripada kayu yaitu sebesar 1,16 g/cm 3 , dimana

Primer yang akan digunakan untuk mendeteksi SNP rs7903146 dari gen TCF7L2 dengan metode ARMS-PCR dikonstruksi menggunakan piranti lunak komputer "primer

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SENSUS HARIAN RAWAT INAP (SHRI) DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN.. Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud untuk melakukan analisis untuk memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan anggaran

Untuk mengetahui pengaruh penurunan luas tutupan lahan bervegtasi dalam menyerap emisi karbon dioksida sepuluh tahun kebelakang di Kota Pontianak, perlu dilakukan