LAPORAN
PEMANTAUAN PERIKANAN
BERBASIS MASYARAKAT
(CREEL)
DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TAHUN 2008
KATA PENGANTAR
Laporan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) di kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2008 ini merupakan hasil pendataan yang dilakukan oleh Komponen CBM, diinput oleh CRITC kabupaten Tapanuli Tengah dan dianalisis oleh CRITC Pusat. Pencatatan data dilakukan di 5 lokasi tempat pendaratan ikan sejak bulan April sampai November tahun 2008.
Dalam analisis data dan pelaporan, telah disepakati bahwa CRITC kabupaten Tapanuli Tengah melakukan analisa data untuk tingkat desa, sedangkan CRITC Pusat untuk tingkat kabupaten. Laporan ini berisi data tentang total tangkapan rata‐rata setiap bulan, total tangkapan rata‐rata berdasarkan alat tangkap yang digunakan, jenis‐ jenis ikan karang yang tertangkap serta nilai Penangkapan Per Satuan Usaha (CPUE). Trend penangkapan juga dilaporkan.
Disadari bahwa terlaksananya kegiatan pendataan dan penulisan laporan CREEL tidak akan terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada PIU, CRITC serta CBM kabupaten kepulauan Tapanuli Tengah. Selain itu ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan pendataan dan penulisan ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini, untuk itu saran maupun kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Jakarta, Februari 2009 Tim Pelaksana CREEL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv 1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 3 1.3. Luaran 3 2. STUDI AWAL 4 2.1. Musim 9 2.2. Alat Tangkap 9 2.3. Lokasi Penangkapan 13 2.4. Lokasi Pendaratan Ikan 13 3. METODOLOGI 14 3.1. Lokasi Survey 14 3.2. Waktu Survey 15 3.3. Cara Kerja 15 3.4. Analisa Data 16 IV. HASIL DAN BAHASAN 17 4.1. Pemantauan Pendaratan Ikan 17 4.2. Trend Penangkapan 2007‐2008 23 V. KESIMPULAN 28 DAFTAR PUSTAKA 29
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skala Usaha Lokasi Pendaratan Ikan/Tauke di Kabupaten Tapanuli Tengah 13 Tabel 2. Lokasi Pencatatan Pendaratan Ikan, Nama pencatat dan Jumlah Responden di Kabupaten Tapanuli Tengah 14 Tabel 3. Waktu Pencatatan Data di Kabupaten Tapanuli Tengah 15 Tabel 4. Jenis‐Jenis Ikan Karang yang Dominan Tertangkap di Perairan Kabupaten Tapanuli Tengah 19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Lokasi Pendataan CREEL Kabupaten Tapanuli Tengah 8 Gambar 2. Alat Tangkap Pancing 12 Gambar 3. Alat Tangkap Bubu 12 Gambar 4. Total Tangkapan Rata‐rata per Bulan Tahun 2008 di 3 Desa di Kabupaten Tapanuli Tengah 17 Gambar 5. Hasil Tangkapan Per Alat Tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008 18 Gambar 6. Ikan Jumbo (Caesio teres) 20 Gambar 7. Ikan Pinang‐pinang (Pterocaesio tessellata) 20 Gambar 8. Tangkapan Per Famili Dominan di 3 Desa di Kabupaten Tapanuli Tengah Selama Tahun 2008 21 Gambar 9. Catch Per Unit Effort Tiap Bulan Selama Tahun 2008 di 3 Desa di Kabupaten Tapanuli Tengah 22 Gambar 10. Perbandingan Rata‐rata Total Tangkapan Antara Tahun 2007 dan 2008 di Kabupaten Tapanuli Tengah 23 Gambar 11. Hasil Tangkapan Musim Barat 2008 (Berat dan Jumlah Ikan) Dibandingkan Dengan Musim Barat 2007 25 Gambar 12. Perbandingan Catch Per Unit Effort Alat Tangkap Jaring Tahun 2007 dan 2008 di Kabupaten Tapanuli Tengah 26 Gambar 13. Perbandingan Catch Per Unit Effort Menggunakan Alat Tangkap Pancing Antara Tahun 2007 dan 2008 di Kabupaten Tapanuli Tengah 27
PENDAHULUAN
BAB
1
1.1. LATAR BELAKANG
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu salah satu daerah pesisir di pantai barat Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara. Luas wilayahnya 2194, 98 km2 dengan garis pantai menghadap Samudera Hindia sepanjang ± 219 km. Batas‐batas wilayah Tapanuli Tengah diantaranya: sebelah Utara berbatasan dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Tapanuli Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki 20 Kecamatan yang berada pada wilayah seluas 2.194,98 km2. Wilayah kabupaten ini sebagian besar merupakan merupakan pegunungan yang menjadi bagian dari bukit barisan, kawasan pesisir dan kepulauan dengan ketinggian antara 0‐ 1.266 m di atas permukaan laut. Terdapat 11 Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan dua diantaranya merupakan lokasi COREMAP II, yaitu Kecamatan Badiri dan Kecamatan Tapian Nauli.
Secara umum, aktivitas ekonomi masyarakat daerah Tapanuli Tengah berbasis pada kegiatan pertanian, perikanan dan perkebunan. Jumlah nelayan di kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2004 sejumlah 10.655 orang, dan 70% diantaranya merupakan nelayan kecil yang melakukan operasi penangkapan ikan di wilayah perairan kurang dari 2 mil dari garis pantai.
Menurut CRITC‐COREMAP II‐LIPI (2006) dalam Anonim (2007c) Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki terumbu karang seluas 25‐35km2 meliputi fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar pelabuhan Sibolga, Desa Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang termasuk dalam 16 suku. Sementara ikan karang yang terdapat di kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 179 jenis dengan kemelimpahan
sebesar 1105 individu per hektar. Ditemukan bahwa rata‐rata tutupan karang tutupan karang hidup adalah 26,98% dan rata‐rata karang mati 50,34%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang di Tapanuli Tengah berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan‐ikan karang.
Permasalahan umum yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Tapanuli Tengah adalah pola pemanfaatan sumber daya alam yang belum selaras dengan prinsip konservasi, yaitu pola pemanfaatan secara berkelanjutan tanpa menjaga kelestarian potensi sumber daya hayati yang ada melalui pengelolaan yang terintegrasi, baik dari sisi kelembagaan maupun kapasitas hukum (Purba, 2007). Sebagian besar penyebab kerusakan karang tersebut adalah akibat pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan, hiasan, penggunaan pottasium dan penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan di masa lalu dan sebagian kecil masih dilakukan secara sembunyi‐ sembunyi.
COREMAP memandang penting untuk membantu para nelayan agar mereka mau mengenali potensi sumberdaya ikannya, termasuk terumbu karang, serta mampu mengelola potensi sumberdaya ikan yang ada di perairan pesisir sekitarnya. Untuk itu, COREMAP merancang suatu pemberdayaan masyarakat nelayan, dengan mengembangkan model pemantauan perikanan berbasis masyarakat yang kemudian disebut dengan pemantauan perikanan berbasis masyarakat (CREEL). Dengan pendekatan CREEL, maka masyarakat nelayan secara mandiri akan berupaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan terumbu karang demi menjamin penghasilan dan usaha penangkapan ikan agar keperluan mereka akan terpenuhi secara terus menerus.
Untuk mendukung pengelolaan dimaksud, CRITC Nasional, PIU/PMU Daerah serta CRITC Kabupaten/Kota memfasilitasi pelaksanaan pemantauan tersebut dengan cara menyediakan buku‐buku panduan
dan melakuan pelatihan pemantauan perikanan berbasis masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu pendekatan untuk penguatan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya ikan dan terumbu karang berbasis masyarakat.
1.2. TUJUAN
Survey CREEL ini bertujuan untuk mengetahui: • Hasil tangkapan • Jenis‐jenis ikan yang tertangkap. • Catch Per Unit Effort (CPUE).1.3. LUARAN
Hasil pemantauan CREEL ini sangat berguna untuk menetapkan kebijakan pengelolaan perikanan ke depan, khususnya di lokasi COREMAP. Misalnya : pengaturan penggunaan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan serta melihat pengaruh Daerah Perlindungan Laut (DPL).
STUDI AWAL
BAB
2
Studi awal dilakukan sebelum pemantauan perikanan berbasis masyarakat dimulai. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kondisi nelayan, musim, lokasi penangkapan, dan menetapkan lokasi survei CREEL.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah terdapat tiga desa binaan COREMAP, yaitu Desa Jago-Jago dan Sitardas di Kecamatan Badiri dan Desa Tapian Nauli I di Kecamatan Tapian Nauli.
Desa Jago-Jago
Wilayah pesisir Desa Jago-Jago mempunyai panjang garis pantai sekitar 1,5 km dan berhadapan dengan laut terbuka, yaitu Samudera Hindia. Tinggi gelombang laut berkisar antara 0,6 - 2,5 m, dengan tinggi rata-rata 0,7 m. Kedalaman air 1 – 10 m dan jenis substrat pantai berpasir dan lumpur.
Berdasarkan dinamika perairan, massa air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Lumut, Sungai Badiri dan Sungai Aek Lobu, oleh karena itu perairan dekat pantai mempunyai salinitas rata-rata 18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai (offshore), salinitas mencapai 28 ppt. Suhu permukaan laut rata-rata 28oC, kecerahan rendah, TSS 60 ppm,
warna laut coklat-biru-hijau, kadar oksigen terlarut (DO) 6,2 ppm, BOD 9,2 ppm, dan pH air 8,2. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat dinyatakan bahwa perairan pesisir tersebut tercemar ringan, sehingga masih mendukung perkembangan sumber daya hayati perairan pesisir, seperti terumbu karang, padang lamun dan ikan (Anonim, 2007a).
Desa Jago-Jago terdiri dari 4 Dusun. Seluruh nelayan di desa Jago-Jago tinggal di Dusun I Jago-Jago dengan jumlah nelayan sekitar 150 KK. Sekitar 50% nelayan di desa Jago-Jago juga bekerja paruh waktu di perkebunan karet maupun kelapa sawit yang lokasinya berada di desa mereka, dengan demikian hanya sekitar 75 orang nelayan yang bekerja hanya sebagai nelayan saja.
Target tangkapan utama nelayan desa Jago-Jago adalah ikan-ikan karang, sehingga alat tangkap utama di desa Jago-Jago adalah pancing dengan jumlah 5 - 10 set. Sebagian kecil nelayan ada yang memiliki bagan dan bubu. Nelayan desa Jago-Jago sangat jarang yang memiliki alat tangkap bubu, karena alat tangkap bubu harganya cukup mahal dan sulit dijangkau oleh nelayan kecil. Nelayan desa Jago-Jago mayoritas telah memiliki perahu mesin dalam dengan kapasitas 5,5 PK dan hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan sampan atau perahu tanpa mesin.
Desa Sitardas
Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Tinggi gelombang laut berkisar antara 0,6-2,5 m, dengan tinggi rata-rata pasang surut 0,7 m. Kedalaman air laut berkisar antara 1-10 m dan jenis substrat dasar pantai berpasir dan batu kerikil.
Mata air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Aek Lobu, Sungai Aek Tunggal dan Sungai Kualo Maros, sehingga perairan dekat pantai mempunyai salinitas rata-rata 18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai (offshore) salinitas mencapai 30 ppt. Suhu permukaan laut rata-rata 28oC, kecerahan tinggi, TSS 32 ppm, warna air laut biru-hijau,
kadar oksigen terlarut (DO) 7,6 ppm, BOD5 7,2 ppm, dan pH air 8,2.
Berdasarkan paramater tersebut dinyatakan bahwa perairan tersebut belum tercemar, sehingga masih mendukung perkembangan sumberdaya hayati perairan pesisir, seperti terumbu karang, padang lamun dan ikan (Anonim, 2007b).
Masyarakat nelayan di desa Sitardas seluruhnya tinggal di Dusun I Kampung Sawah yang jumlah penduduknya 276 jiwa dengan jumlah 57 KK. Persentase jumlah nelayan di desa Sitardas adalah 16,5% dari total penduduk desa Sitardas.
Nelayan desa Sitardas umumnya bekerja paruh waktu sebagai nelayan. Mereka umumnya bekerja sepanjang malam hari dan beristirahat disiang harinya. Dari 57 orang nelayan, sejumlah 29 orang nelayan
memiliki sampan atau perahu non-motor, sejumlah 12 orang memiliki perahu mesin luar 5 PK dan sisanya, yaitu sejumlah 16 orang telah memiliki perahu mesin dalam.
Alat tangkap mayoritas yang dimiliki nelayan adalah pancing, yang umumnya dimiliki 2-3 gulung per nelayan guna menangkap ikan-ikan karang, kemudian tangguk untuk menangkap udang yang digunakan sebagai umpan pancing, jala dalam jumlah kecil dan jaring yang dimiliki oleh 18 orang nelayan dengan lebar mata jaring 1,5 cm.
Desa Tapian Nauli I
Desa Tapian Nauli I, yaitu seluas 194 km2 masuk dalam wilayah
kecamatan Tapian Nauli. Jumlah penduduk lebih kurang 5010 jiwa, dengan mata pencaharian utama adalah sebagai nelayan. Desa Tapian Nauli I terdiri dari 7 Dusun, akan tetapi dusun yang menjadi target program COREMAP II adalah Dusun I Pargadungan. Dusun ini dihuni oleh 120 KK yang seluruhnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Beberapa tahun yang lalu, Desa Tapian Nauli I memiliki kira-kira 200 nelayan, akan tetapi pada saat ini telah banyak dari masyarakatnya beralih profesi menjadi buruh PLTU ataupun buruh perkebunan karet karena hasil laut di wilayah Tapian Nauli sudah tidak dapat terlalu diandalkan. Hal tersebut bukan disebabkan oleh tidak adanya terumbu karang yang membuat subur perairan mereka. Ketidakpastian pendapatan selama musim badai dan tingginya biaya operasional nelayan akibat melonjaknya harga bahan bakar minyak pada awal tahun 2008 menjadikan faktor pendorong terjadinya alih profesi didalam masyarakat nelayan. Selain itu pembukaan PLTU di Tapian Nauli juga menawarkan daya tarik tersendiri, karena proyek yang terbilang baru tersebut akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Sehingga nelayan lebih memilih berganti profesi demi keberlangsungan pendapatan. Nelayan di desa ini umumnya adalah nelayan yang bekerja di siang hari, yaitu sekitar 8 – 12 jam, kecuali pada musim udang para nelayan juga bekerja di malam hari.
Terumbu karang di Tapian Nauli dijadikan sebagai fishing ground oleh kapal-kapal penangkap ikan skala besar dari berbagai daerah lain, yang notabene memiliki kapasitas produksi ikan yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan masyarakat Tapian Nauli. Para nelayan lokal Tapian Nauli I menangkap ikan hanya di sekitar teluk Tapian Nauli. Kondisi substrat di perairan ini terdiri dari pasir dan lumpur sehingga target tangkapan nelayan umumnya bukan ikan karang. Beberapa target tangkapan dari desa Tapian Nauli I yaitu rajungan, teripang dan sisanya ikan. Untuk menangkap udang, nelayan mengunakan pukat tepi dengan ukuran mata jaring bervariasi, antara 0,5 inci, 1 inci, 2 inci, dan 3 inci, jaring panjang dengan lebar 35 x 2 m, sedangkan untuk menangkap kepiting dan rajungan menggunakan jaring cabut. Teripang diperoleh dengan cara menyelam.
Nelayan di desa Tapian Nauli I secara umum memang jauh lebih maju dibandingkan dua desa lainnya di Kabupaten Tapanuli Tengah, baik dalam kemajuan alat tangkapnya juga dari kapasitas perahunya. Hampir 90% nelayan di Desa Tapian Nauli I telah memiliki perahu motor dalam dengan kapasitas 5,5 PK.
Gambar 1. Peta Lokasi Penda taan C R EEL Ka bupa ten Tapanuli Tengah
2.1. MUSIM
Di Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal 3 musim yaitu Musim Angin Timur dan Musim Angin Barat dan Musim Angin Peralihan (Daliyo dan Ngadi, 2005).
• Musim Timur terjadi pada bulan Desember sampai Maret. Pada musim ini ombak relatif kecil dan jarang hujan, ikan berlimpah, umumnya nelayan dapat melaut setiap hari.
• Musim Barat terjadi pada bulan Juni sampai September. Pada musim ini ombak sangat besar, angin kencang dan sering terjadi badai, sehingga nelayan jarang sekali melaut, bahkan ada beberapa yang sama sekali tidak melakukan penangkapan ikan.
• Musim Peralihan terjadi pada bulan Oktober-November dan April – Mei. Pada peralihan Oktober – November ikan mulai agak banyak, namun sebaliknya pada peralihan April – Mei ikan berkurang dan nelayan sudah mulai jarang melaut.
2.2. ALAT TANGKAP
Nelayan di kabupaten Tapanuli Tengah menggunakan berbagai macam alat tangkap. Namun yang sering digunakan oleh mereka adalah pukat tepi, jaring, pancing, bubu dan tangguk.
Pukat Tepi
Pukat tepi memiliki bentuk yang mirip dengan pukat pada umumnya, target utamanya adalah udang-udangan yang hidup di dasar perairan, dibuat sangat besar, terdiri dari berbagai ukuran mata jaring yang berbeda (0,5, 1, 2, dan 3 inchi), yang memungkinkan seluruh yang tersapu pukat akan masuk ke dalam jaring dan kantong ikan dibagian ujungnya, bahkan hingga anak ikan sekalipun. Apabila pukat umumnya dioperasikan atau ditarik menggunakan perahu, maka pukat tepi dioperasikan dengan menarik kedua ujung jaring pukat oleh dua orang. Daerah operasi pukat tepi adalah perairan berpasir dan berlumpur dengan kedalaman kurang dari 2 meter. Apabila sebelum ada program COREMAP II seluruh anakan ikan yang tertangkap dalam kantong
pukat diangkat ke darat, maka setelah masuknya program COREMAP II dan masyarakat mulai memahami tentang keberlangsungan perikanan. Nelayan akan mengembalikan ke laut anakan ikan yang tidak sengaja tertangkap ke dalam kantong pukat mereka. Karena ukurannya yang besar dan cara operasionalnya yang menyapu dasar perairan, membuat hasil tangkapan dari alat tangkap pukat tepi paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Jaring
Jaring insang adalah suatu alat tangkap yang berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung dan pemberat. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap selektif karena besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap, selain itu jaring insang dapat dipasang dilokasi yang diinginkan, sehingga dapat untuk menangkap ikan pelagis, ikan-ikan terumbu karang dan ikan dasar perairan (Partosuwiryo, 2002). Jaring merupakan alat tangkap yang paling banyak dimodifikasi oleh nelayan, termasuk nelayan-nelayan di Tapanuli tengah. Di desa Tapian Nauli I nelayan memodifikasi jaringnya menjadi beberapa jenis jaring, yaitu jaring panjang, jaring angkat dan jaring cabut. Jaring panjang mirip dengan jaring insang pada umumnya, akan tetapi dibuat sangat panjang, bisa mencapai 100 meter dan tiap 4 meter diberi pemberat, sehingga bentuknya dilaut tidak selalu memanjang, akan tetapi dapat di bentuk sesuai keinginan si nelayan. Jaring cabut lebih tepat dikatakan sebagai jaring rajungan/ketam karena berukuran 1x1 m2 dan dibentangkan di dasar laut, diberi umpan
ditengahnya untuk menarik perhatian rajungan agar terjerat masuk ke dalam jaring. Jumlah total tangkapan menggunakan jaring adalah yang tertinggi kedua setelah pukat tepi. Jenis jaring yang paling besar memberikan kontribusi pada tingginya hasil tangkapan adalah jenis jaring cabut, yang target utamanya rajungan karena nelayan ketam umumnya memiliki minimal 20 buah jaring cabut.
Pancing
Pancing merupakan alat tangkap yang paling ramah lingkungan, karena cara pengoperasiannya yang sangat sederhana dan ikan yang tertangkap dapat disesuaikan dengan besar mata kail dan umpan yang diberikan. Satu set atau satu gulung pancing umumnya terdiri lebih dari 3 mata
pancing, tergantung kehendak pemiliknya. Pancing umumnya digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang, seperti jenis-jenis baronang, kerapu, kakap dan yang lainya, sehingga daerah operasionalnya adalah di laut yang memiliki terumbu karang. Hasil tangkapan menggunakan alat tangkap pancing juga cukup tinggi karena mayoritas nelayan ikan terumbu karang menggunakan alat tangkap pancing yang biaya pembuatannya relatif paling murah dibandingkan alat tangkap lainnya, walaupun hasil yang didapatkan juga umumnya juga tidak terlalu besar. Alat tangkap pancing dapat dilihat pada Gambar 2.
Bubu
Bubu adalah alat tangkap yang cara operasionalnya adalah dengan memerangkap ikan dalam suatu kurungan. Bubu dibuat dari kerangka kawat yang dibuat seperti sebuah kurungan, dimana ketika ikan telah masuk ke dalamnya tidak akan bisa keluar lagi. Cara pengoperasian bubu adalah dengan meletakkan bubu di dasar laut yang dekat dengan terumbu karang setelah bubu diberi umpan dibagian tengahnya. Nelayan tidak perlu berada seharian di laut untuk menunggu ikan masuk ke dalam bubu, akan tetapi cukup melaut sesekali dalam beberapa hari untuk mengambil ikan-ikan yang telah terperangkap di dalam bubunya dan memasang umpan yang baru. Penggunaan bubu kebanyakan tidak ramah lingkungan karena umumnya menggunakan terumbu karang untuk dijadikan pemberat ataupun untuk menutupi bubu dengan maksud menyamarkan bentuknya bagi ikan-ikan. Akan tetapi saat ini telah banyak pula nelayan yang mengerti tentang prinsip pelestarian laut, sehingga menggunakan batu dari darat untuk menjadikannya sebagai pemberat bubu. Hasil tangkapan menggunakan bubu umumnya tinggi akan tetapi hasil tangkapan bubu di kabupaten Tapanuli Tengah tidak terlalu tinggi karena jarang nelayan yang memiliki alat tangkap bubu dikarenakan harganya yang cukup tinggi. Alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Alat Tangkap Pancing
Gambar 3. Alat Tangkap Bubu
Tangguk
Tangguk adalah alat tangkap yang bentuknya seperti serok yang fungsinya untuk menangkap jenis udang-udangan di sekitar pantai. Hasil tangkapan dari tangguk akan dijadikan umpan pada alat tangkap pancing, sehingga dapat dikatakan bahwa tangguk bukanlah alat tangkap utama nelayan di kabupaten Tapanuli Tengah.
2.3. LOKASI PENANGKAPAN
Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sumber daya terumbu karang yang terhampar luas mulai dari desa Sitardas hingga desa Tapian Nauli. Terumbu karang tersebut mampu menghidupi nelayan di lebih dari sepuluh desa pesisir di sepanjang pantai Tapanuli Tengah. Para nelayan umumnya menangkap ikan tidak lebih dari jarang 200 mil dari garis pantai. Lokasi-lokasi penangkapan ikan nelayan, yaitu pulau Bakar, pulau Ungge, Ujung Karang, pulau Situngkus, teluk Tapian Nauli, ujung Kebun, Paramuan, Kambi Subalang, dan pulau Gosong .
2.4. LOKASI PENDARATAN IKAN
Di kabupaten Tapanuli Selatan belum memiliki Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Para Nelayan umumnya menjual hasil tangkapan langsung ke tauke-tauke yang ada di desanya masing-masing.
Skala usaha dan tempat pendaratan ikan di kabupaten Tapanuli Tengah disarikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Skala Usaha Lokasi Pendaratan Ikan/Tauke di Kabupaten Tapanuli Tengah Nama Desa Tempat Pendaratan Ikan Skala
Usaha
Jago-jago Jago-jago Coremap (JJCR) Kecil
Jago-jago Ujung Pasir (JJUP) Kecil
Sitardas Sitardas Ujung Batu (STUB) Kecil
Sitardas Ujung Pasir (STUP) Kecil
Tapian Nauli I
Tangkahan Nelayan Desa Tapian Nauli (TNDP)
Sedang
METODOLOGI
BAB
3
Pemantauan perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan survey terpadu yang terdiri dari berbagai komponen COREMAP. Komponen CBM yang terdiri dari fasilitator lapangan, motivator desa, LPSTK bahkan masyarakat umum berperan sebagai pencatat. CRITC daerah berperan sebagai pengumpul data yang telah diambil oleh pencatat di setiap lokasi pencatatan dan menganalisa data tersebut untuk lingkup desa. CRITC Pusat berperan dalam menganalisa data dalam lingkup kabupaten. Oleh karena itu keberhasilan survey CREEL ini sangat tergantung pada peran masing‐masing.
3.1. LOKASI SURVEY
Survey CREEL di Kabupaten Tapanuli Tengah dilakukan di 3 desa yang termasuk dalam wilayah COREMAP II. Di masing‐masing desa telah dipilih tempat‐tempat yang akan disurvey. Jumlah desa, lokasi pendaratan ikan, nama pencatat dan jumlah responden dirangkum pada Tabel 2. Tabel 2. Lokasi Pencatatan Pendaratan Ikan, Nama pencatat dan Jumlah Responden di Kabupaten Tapanuli Tengah Nama Lokasi Tempat Pendaratan Ikan yang Disurvei dan Kodenya Pencatat Jumlah Responden Nelayan Yang Akan Disurvei Koordinat Jago‐jago Jago‐Jago Coremap (JJCR) Darmawan 5 N 01 36.467’ E 98 49.573’ Jago‐Jago Ujung Pasir (JJUP) Maskur Tanjung 8 N 01 36.431’ E 098 49.416’ Sitardas Sitardas Ujung Batu (STUB) M. Nazir 3 N 01 33.241’ E 098 46.542’ Sitardas Ujung Pasir (STUP) M. Yunus 10 Tapian Nauli I Tapian Nauli I (TNDP) M. Daim Gea Iskandar 14 N 01 86.356’ E 098 60.486’Tangkahan Nelayan desa Tapian Nauli Manurung
3.2. WAKTU SURVEY
Pencatatan pendaratan ikan dilakukan setiap bulan selama 3 hari berturut‐turut. Pada tahun 2008 pencatatan data CREEL di Kabupaten Tapanuli Tengah bervariasi seperti yang tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Waktu Pencatatan Data di Kabupaten Tapanuli Tengah Nama Desa/ Lokasi Survey CREEL Pengambilan Data bulan
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov
Jago‐jago + + ‐ + + + + + Sitardas + + + + + + + + Tapian Nauli + + ‐ + + + + +
3.3. CARA KERJA
• Pemilihan PencatatPemilihan pencatat survey CREEL dilakukan oleh CRITC Daerah berkoordinasi dengan CBM Daerah. Setelah itu pencatat diberi pelatihan bagaimana cara melakukan pendataan.
• Pemilihan Responden
Responden dipilih oleh para pencatat yang difasilitasi oleh CRITC Pusat dan CRITC Daerah pada saat pelatihan. Jumlah responden di setiap lokasi pendataran ikan berbeda, tergantung pada jumlah nelayan terumbu karang yang ada di masing‐masing lokasi pendaratan ikan. Umumnya jumlah responden adalah 10% ‐ 30% dari seluruh nelayan terumbu karang di suatu lokasi pendataran ikan.
• Pengambilan Data
Ada 5 jenis formulir yang diisi oleh para pencatat. Formulir 1 dan 5 diisi pada awal pendataan untuk menentukan lokasi pendataan
survey CREEL dan responden. Formulir 2 dan 3 diisi setiap bulan selama 3 hari berturut‐turut. Formulir 4 diisi setiap musim.
• Entry Data
Setelah masing‐masing formulir diisi, data dipindahkan dalam suatu program yang telah dirancang sedemikian rupa. Peng’entry’an data dilakukan oleh CRITC daerah dan dianalisa dalam lingkup desa. Kemudian data dikirim ke CRITC Pusat untuk diolah untuk lingkup kabupaten/kota.
3.4. ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan program yang telah disiapkan. Adapun variabel yang diamati adalah: total tangkapan per alat tangkap dominan, jenis tangkapan per alat tangkap dominan dan Catch Per
Unit Effort. Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel,
grafik atau diagram. Untuk melihat trend perikanan di masing‐masing kabupaten/kota, data terkini dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya.
BAB
4
B
4.1. PEMAN
Total Tangka Hasil rata‐rat rata total tan sebesar 643,2 sampai Nove rata‐rata di bu Gambar 4. Total Tapa Hasil tangkap April – Mei September a pada musim Oktober – M tangkapan rat 2008. Pada sa sehingga tota Total T angkapan (Kg)HASIL
NTAUAN PEN
apan ta tangkapan gkapan nelaya 23 kg atau 80,4mber lebih tin ulan April sam
l Tangkapan Rata nuli Tengah pan ikan sang
adalah mus dalah musim
tersebut ika aret adalah m ta‐rata terting aat itu kemun al tangkapan ra 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 51.90 3
DAN BA
NDARATAN I
nelayan berva an dari bulan A 40 kg per bula nggi dibanding pai Juni (Gamb ‐Rata per Bulan T gat tegantung sim peralihan Timur. Menu an sangat jara musim ikan. Ga gi terjadi pada ngkinan kondis ata‐rata di bula 33.40 50.90 110.37AHASAN
IKAN
ariasi setiap b April – Novemb an. Total tangk gkan dengan t bar 4). Tahun 2008 di 3 D dengan musi n I, sedangka rut Daliyo dan ang, sebalikny ambar 4 terlih a bulan Juli sam si laut sudah m an ini sudah tin 7 85.47 103.70110.5N
bulannya. Rata ber 2008 adala kapan bulan Ju total tangkapa Desa di Kabupaten m. Pada bula an bulan Jun n Ngadi (2005 ya pada bula hat bahwa totampai Novembe mulai membaik nggi. 53 96.96 a‐ ah uli an n an i‐ 5) an al er k,
Total Tangk Nelayan di k jenis alat tang luka (Gamba kontribusi ha dengan alat t tangkapan da hanya 28,62 k Gambar 5 Dari data ya terdapat di d total tanggap disebabkan a Nauli terdiri dioperasikan dasar peraira yang beroper tetapi target target utama target utama 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 Hasil T angkapan (Kg) kapan Menur kabupaten Tap gkap, yaitu pu r 5). Dari to asil tangkapan angkap lainnya ari alat tangka kg. . Hasil Tangkapa Tahun 2008 ang diperoleh, desa Tapian N pan rata‐rata ntara lain oleh dari pasir d di daerah ini. n terdiri dari t rasi di kedua utama pancin pancing adala adalah ikan ka Pukat Tepi Ja 158.78 3 rut Jenis Alat panuli Tengah kat tepi, jaring tal tangkapan n yang relatif a, yaitu sebesa ap pancing ad
n Per Alat Tangk
, ternyata pe auli I. Artinya
berasal dari h karakteristik d
dan lumpur, Sebaliknya di erumbu karan
desa ini adala ng di kedua de ah cumi‐cumi arang. aring Pancing 35.00 28.62 Tangkap h umumnya m g, pancing, bub n terlihat bah lebih banyak ar 158,78 kg. S alah 35 kg, se
kap di Kabupaten
nggunaan puk bahwa sumb desa Tapian N dasar perairan sehingga puk desa Sitardas g, oleh sebab ah jaring dan esa berbeda, d sementara di Bubu Tang 9.43 6 menggunakan bu, tangguk da hwa pukat tep
k dibandingka Sedangkan tota
edangkan bub
n Tapanuli Tenga
kat tepi hany angan terbesa Nauli I. Hal in n di teluk Tapia
kat tepi dapa s dan Jago‐jago itu alat tangka
pancing. Aka di desa Sitarda desa Jago‐Jag gguk 6.98 6 an pi an al bu ah ya ar ni an at o, ap an as go
Jumlah Tangkapan Menurut Jenis Ikan
Jenis‐jenis ikan dan non ikan yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah sangat bervariasi. Kelompok ikan karang yang tercatat sebanyak 7 famili, dengan jumlah total rata‐rata per bulan sebesar 58,20 kg (Gambar 6). Jenis ikan karang yang banyak ditangkap di kabupaten Tapanuli Tengah adalah jenis Baronang (Siganidae) atau nama lokalnya adalah Marang dan Cabe‐Cabe. Keberadaan Baronang ini dapat dijumpai disetiap lokasi desa, akan tetapi paling banyak tertangkap di desa Jago‐Jago dan desa Tapian Nauli I. Selanjutnya terdapat pula ikan Ekor Kuning (Caesionidae), terutama untuk spesies Caesio teres (Jumbo) dan Pterocaesio
tessellata (Pinang‐Pinang) yang persebarannya merata pula disetiap
lokasi desa (Gambar 6 dan 7). Hasil tangkapan ikan karang yang paling tinggi variabilitasnya terdapat di desa Jago‐Jago karena mayoritas nelayan menggunakan alat tangkap pancing dengan target utama jenis ikan di daerah terumbu karang. Tabel 4 memperlihatkan sepuluh jenis ikan karang yang dominan tertangkap di perairan kabupaten Tapanuli Tengah. Tabel 4. Jenis‐Jenis Ikan Karang yang Dominan Tertangkap di Perairan Kabupaten Tapanuli Tengah
Nama Lokal Nama Spesies Hasil Tangkapan (kg) Pinang‐Pinang Pterocaesio tessellata 111,9 Cabe‐Cabe Siganus puellus 101,8 Gabu Caranx melampygus 79,7 Janaha Lutjanus fulvus 78 Cabe‐Cabe Siganus corallinus 71,8 Jumbo Caesio teres 68,4 Marang Siganus guttatus 40,7 Gabu Atule mate 36,6 Gabu Caranx caeruleopinnatus 30,2 Cabe‐Cabe Siganus argenteus 16,6 Sumber: Data Primer CREEL, 2008
Jenis ikan pelagis yang cukup banyak ditangkap di kabupaten Tapanuli Tengah adalah jenis Tongkol/Tuna/Tenggiri (Scombridae) yang hanya dijumpai di Jago‐Jago dan Tapian Nauli I. Hal tersebut dikarenakan nelayan desa Jago‐Jago dan Tapian Nauli I tidak hanya menangkap ikan di daerah terumbu karang saja, tapi terkadang juga ke laut lepas. Gambar 6. Ikan Jumbo (Caesio teres) Gambar 7. Ikan Pinang‐pinang (Pterocaesio tessellata)
Kelompok non ikan terdiri dari famili Portunidae dan Panaeidae, merupakan total tangkapan rata‐rata terbanyak setiap bulannya , yaitu masing‐masing sebesar 29,73 kg dan 14,16 kg. Dari Gambar 8 terlihat bahwa hasil perikanan tertinggi di kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2008 bukanlah ikan, akan tetapi rajungan (Portunidae) yang
umumnya dit jenis udang‐u desa Tapian N Gambar 8. T T Catch Per Un Catch Per U menunjukkan digunakan di yang umum Penangkapan ketiga alat ta 8). CPUE un dibandingkan terlihat efekt Adapun targe menunjukkan apabila dilak tempat pema hanya bisa efe 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Hasil T angkapan (Kg) tangkap di de udangan (Pena Nauli I. Tangkapan Per Fa Tengah Selama Ta nit Effort (CPU Unit Effort a n produktifitas tiap daerah. A digunakan a n per Satuan ngkap itu mem ntuk alat tan n dengan kedu tif digunakan et penangkap n bahwa pen ukan pada bu akaian pukat ektif jika digun 29.73 14.16 11.
sa Tapian Nau aeidae) banya
amili Dominan di ahun 2008
UE)
tau total tan s per masing Alat tangkap d adalah pukat Usaha (Catch mberikan gamb ngkap pukat ua alat tangk mulai bulan J pan adalah raj
ggunaan puka ulan Juni – N tepi haruslah nakan di desa T .44 10.61 7.94 7.
uli I dan Sitard k ditangkap o 3 Desa di Kabupa ngkapan per g‐masing alat i kabupaten T tepi, jaring
h Per Unit Eff
baran yang be tepi terlihat ap lainnya. A uni sampai No jungan dan u at tepi akan November. Na h dipertimban Tapian Nauli I. .93 5.50 5.03 4 das, sedangka oleh nelayan d aten Tapanuli satuan usah tangkap yan Tapanuli Tenga dan pancing fort/CPUE) da erbeda (Gamba t relatif tingg Alat tangkap in ovember 2008 udang. Hal in sangat efekt amun demikia gkan, misalny 4.96 4.79 an di ha ng ah g. ri ar gi ni 8. ni tif an ya
Nilai CPUE un kg‐13, 97 kg pancing mul menunjukkan tangkap panc tangkap jaring Gambar 9 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 13 CPUE (Kg/ unit e ffo rt)
ntuk alat tang g). Dari Gam lai dari bula n fluktuasi ya cing dapat diti
g. 9. Catch Per Unit Kabupaten Tap 3.50 11.14 9.00 7.53 9.21 13. 3.00 gkap pancing b bar 9 terlihat n April sam ng tinggi. Art ngkatkan lagi. Effort Tiap Bulan anuli Tengah 0 12.08 10.85 .97 5.44 12.30 57.57 63.0 berkisar antara t bahwa CPU pai Novembe tinya bahwa e . Demikian pu Selama Tahun 20 16.73 12.99 10 12.84 10.94 07 44.47 77.77 a pancing (5,4 E alat tangka er 2008 tida
effort dari ala
ula dengan ala
008 di 3 Desa di .13 10.10 73.70 Jaring Pancing Pukat T 44 ap ak at at g Tepi
4.2. Trend 2
Total Tangk Trend total perkembanga total tangkap musim pada adanya penin daerah dari Evaluation ka total tangkap semakin baik sedangkan p adanya perub mengubah str Secara umum kabupaten Ta total tangkap bahwa rata‐r hampir tiga k pada tahun 2 Gamba 5 10 15 20 25 30 35 Total Ta ngka pa n (kg)2007‐2008
kapan tangkapan ta an kapasitas p pan membandi tahun yang b ngkatan ataup tahun ke t aitannya deng an dapat men k sehingga ik penurunan tre bahan tingkat ruktur komuni m rata‐rata to apanuli Tenga pan tahun 200rata total tan kali lipat diban 2008. ar 10. Perbanding dan 2008 di 0.00 50.00 00.00 50.00 00.00 50.00 00.00 50.00 134.17 230.17 51.90 33.4 hunan dibuat penangkapan ingkan hasil ta erbeda. Denga pun penuruna tahun. Dalam gan kesehatan gindikasikan ti kan mampu end tangkapa kesehatan kar tas dalam pera otal tangkapan h tahun 2008 07 (Gambar 10 ngkapan nelay ndingkan deng an Rata‐rata Tota Kabupaten Tapa 7250.67 297.83 263.00 40 50.90 110.37 85.4 t untuk mem dari tahun ke angkapan per an demikian d an hasil perik m studi Benef
n karang, pen ingkat kesehat berkembangb an mampu m
rang yang men airan. n yang dipero 8 lebih rendah 0). Dari Gam yan tahun 200 gan rata‐rata t al Tangkapan Anta nuli Tengah 0 310.67338.33 254.6 47103.70 110.53 96. beri gambara e tahun. Tren bulan atau pe dapat diketahu kanan di suat
efit Monitorin
ingkatan tren tan karang yan biak lebih bai mengindikasika nurun sehingg oleh nelayan d h dari rata‐rat mbar 10 terliha 07 lebih tingg total tangkapa ara Tahun 2007 7 96 2007 2008 an nd er ui tu ng nd ng ik an ga di ta at gi an
Perbedaan total tangkapan antara tahun 2007 dan 2008 diduga disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada tahun 2007, responden yang menjadi target dari survey CREEL mencakup seluruh nelayan, sehingga data hasil perikanan yang dikumpulkan merupakan data dari seluruh jenis ikan yang didaratkan di lokasi pendaratan yang telah ditentukan. Jenis‐jenis ikan tersebut meliputi seluruh jenis ikan, baik ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang ataupun biota yang berasosiasi dengan terumbu karang. Akan tetapi pada tahun 2008 responden yang menjadi target survey CREEL dibatasi pada nelayan‐nelayan yang menangkap ikan di sekitar terumbu karang saja, membuat data hasil perikanan yang dikumpulkan lebih banyak pada jenis ikan karang. Hal inilah yang menyebabkan hasil tangkapan ikan pada tahun 2008 menjadi menurun drastis dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan tahun 2007.
2. Total tangkapan di tahun 2007 merupakan akumulasi dari seluruh hasil tangkapan, tanpa mempertimbangkan lokasi pendaratan ikan. Sedangkan total tangkapan pada tahun 2008 adalah merupakan nilai rata‐rata total tangkapan di kabupaten Tapanuli Tengah.
Hasil wawancara terhadap responden mengenai perbandingan hasil tangkapan musim Barat (April‐Oktober) antara tahun 2008 dan 2007 terlihat beragam. Empat puluh lima persen responden menyatakan bahwa hasil tangkapan pada musim barat tahun 2008 lebih buruk dibandingkan dengan musim barat tahun 2007, baik dari segi berat dan jumlah ikan. Sementara itu 32% responden menyatakan lebih baik dan 23% responden menyatakan sama (Gambar 11).
Gamba Catch Per Un Trend nilai C untuk alat tan alat tangkap banyak digu sepanjang tah Nilai CPUE d peningkatan (Gambar 12). target penang dipicu oleh sehingga or menangkap meningkatnya biaya produ kebutuhan hi 0 2 4 6 8 10 ar 11. Hasil Tangka Dibandingka nit Effort (CPU CPUE tahun 20 ngkap jaring d tersebut me nakan oleh hun. engan alat ta yang signifi Menurut ne gkapan nelaya tingginya ha rientasi tangk rajungan den a harga BBM m ksi penangka dupnya. Lebih Buruk apan Musim Bara an Dengan Musim UE) 007 dan 2008 an pancing. H erupakan alat nelayan di K ngkap jaring p kan dibandin layan di desa J n tahun 2008 arga rajungan kapan nelaya ngan menggu menuntut nela apan ikan se Sama L at 2008 (Berat dan m Barat 2007 8 yang ditamp al ini dilakuka t tangkap do Kabupaten Ta pada tahun 20 ngkan dengan Jago‐Jago dan adalah rajunga dibandingka an lebih me unakan jaring ayan untuk ma kaligus mam Lebih Baik n Jumlah Ikan) pilkan hanyala n karena kedu minan, artiny apanuli Tenga 008 mengalam n tahun 200 Tapian Nauli an. Keadaan in n harga ikan engarah untu g. Selain it ampu menutup pu mencukup ah ua ya ah mi 07 I, ni n, uk tu pi pi
Gam Penggunaan a penurunan d bahwa target adalah cumi‐ kapasitas pen artinya apab tersebut tida tangkapan. 0. 2. 4. 6. 8. 10. 12. 14. 16. 18. CPUE (kg/ unit e ffo rt) bar 12. Perbandin Tahun 200 alat tangkap p ibandingkan d t utama nelaya cumi dan ikan nggunaan alat bila dilakukan ak memberik 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 2.64 3.96 13.50 11.14 ngan Catch Per U 07 dan 2008 di Ka pancing pada ta engan tahun 2 an yang mengg n karang. Bila t pancing tela penambahan an nilai yang
4.48 5.75 6.43 4 9.00 12.08 10 nit Effort Alat Tan abupaten Tapanu ahun 2008 sed 2007 (Gambar gunakan alat ta dilihat dari ni h mencapai ti n penggunaan g signifikan 3 6.79 8.12 6. 0.85 16.73 12.99 ngkap Jaring uli Tengah dikit mengalam r 13). Diketahu angkap pancin lai CPUE, mak itik maksimum n alat tangka terhadap has .60 10.13 2007 2008 mi ui ng ka m, ap sil
Gambar 13. P 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 5.3 CPUE (Kg/ unit e ffo rt) Perbandingan Ca Pancing Antara Ta 31 8.78 10.61 7.53 9.21 13.9 tch Per Unit Effor ahun 2007 dan 20 12.97 11.82 13. 7 5.44 12.30 rt Menggunakan A 008 di Kabupaten .69 17.00 12.92 12.84 10.94 10.1 Alat Tangkap n Tapanuli Tengah 0 2007 2008 h
KESIMPULAN
BAB
5
Dari pendataan CREEL yang dilakukan, disimpulkan hal‐hal sebagai berikut :
• Total tangkapan rata‐rata per bulan adalah sebesar 80,40 kg. • Pukat tepi, jaring dan pancing merupakan alat tangkap yang
digunakan sepanjang tahun oleh para nelayan.
• Ikan karang yang dominan tertangkap terdiri dari 5 jenis, yaitu :
Pterocaesio tessellata, Siganus puellus, Caranx melampygus, Lutjanus fulvus dan Siganus corallinus
• Nilai CPUE alat tangkap pukat tepi antara 3 – 77,77; pancing antara 5,44 – 12,87, sedangkan CPUE alat tangkap jaring antara 7,53 – 16,73.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007a. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Jago‐
Jago Kabupaten Tapanuli Tengah‐Sumatra Utara. PIU‐COREMAP II.
Tidak Dipublikasikan. 77 p.
Anonim, 2007b. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Sitardas
Kabupaten Tapanuli Tengah‐Sumatra Utara. PIU‐COREMAP II. Tidak
Dipublikasikan. 72 p.
Anonim, 2007c. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Tapian
Nauli I Kabupaten Tapanuli Tengah‐Sumatra Utara. PIU‐COREMAP
II. Tidak Dipublikasikan. 62 p.
Daliyo dan Ngadi, 2005. Dasar‐Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang
Indonesia Desa Jago‐Jago Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah. COREMAP‐LIPI Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 146 p.
Partosuwiryo, S. 2002. Dasar‐Dasar Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 420 p.
Peristiwady, T. 2006. Ikan‐Ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia:
Petunjuk Identifikasi. LIPI Press. Jakarta. 270 p.
Purba, R. 2007. Laporan BME CRITC Tapanuli Tengah. Tidak Dipublikasikan.
Tim BPS. 2008. Tapanuli Tengah Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah. Tapanuli Tengah Sumatra Utara. 233 p.