• Tidak ada hasil yang ditemukan

COUNSELING MILENIAL (CM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COUNSELING MILENIAL (CM)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

229 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

PERILAKU SOSIAL REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI (CASE STUDY)

Rio Septora1, Yolanda Herawati2

1,2Jurusan Ilmu Pendidikan Bimbingan dan Konseling, Universitas Muhammadiyah Metro E-mail:rioseptora@gmail.com1, yolandaherawati06@gmail.com2

Abstrak

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana perilaku sosial dan hubungan sosial remaja yang latar belakang keluarganya bercerai di Desa Braja Sakti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.Jenis penelitian adalah studi kasus. Subjek data adalah remaja di Desa Braja Sakti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Data diperoleh melalui metode wawancara dan observasi. Analisis data menggunakan model Miles yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan dilakukan dengan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) tidak pernah berbagi perasaan, merasa sedih dan kecewa, tidak pernah tolong-menolong dengan lingkungan masyarakat, kerjasama dengan teman sebaya berkurang, persahabatan dengan teman sebayanya berubah, lebih suka berada di rumah, hanya bercerita kepada sahabat dekatnya, tidak pernah bercerita kepada teman sebaya yang lainnya mengenai perasaan dan keadaan yang sebenarnya, jarang jujur kepada orang tua mengenai keadaannya, (2) hubungan dengan orang tuanya berubah, komunikasi dengan orang tua berkurang, hubungan dengan masyarakat sekitar berbeda karena merasa malu, lebih nyaman berada di rumah, lingkungan masyarakat di sekitar tidak pernah mengucilkan, hanya saja merasa malu apabila bertemu dengan masyarakat yang sebaya dengannya, merasa tidak bebas ketika bergaul dengan masyarakat.

Kata Kunci: Perilaku Sosial Remaja, Orang Tua Bercerai

Abstract

The purpose of this study is to find out how social behaviour and social relationship of adolescents whose divorced family backgrounds in BrajaSakti Village, Way Jepara District, East Lampung Regency. The type of this research is a case study. The subjects are adolescents in BrajaSakti Village, Way Jepara District, East Lampung Regency. The data was obtained through interview and observation methods, while the data analysis used is the Miles model, namely data reduction, data presentation, and conclusion drawing. To check the validity, the researcher used the triangulation of sources and techniques.The conclusions in this study are (1) The adolescents never share feelings, feel sad and disappointed, never help the community environment, reduce the cooperation with peers, change the friendships with peers, prefer to be at home, only talk to close friends, never talk to other peers about real feelings and circumstances, rarely be honest with parents about the situation, (2) The adolescents' relationships with their parents changed, the communication with parents is reduced, the relationship with the society is broken because they feel ashamed, more comfortable being at home, the surrounding community never isolates, they feel embarrassed when they meet with peers, adolescents don't feel free when they interact with the society.

Keywords: Social Behavior of Adolescents whose Parents Divorced PENDAHULUAN

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk tumbuh, berkembang, mendapatkan pendidikan dan bersosialisasi. Menurut Suyanto (2004:23) keluarga adalah “lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga

(2)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

230 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

atau pranata sosial lainnya berkembang”. Keluarga adalah sumber utama bagi anak untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman. Sehingga setiap manusia pasti menginginkan kehidupan keluarga yang harmonis, berkecukupan dari segi jasmani maupun rohani, saling menyayangi satu sama lain, dan jauh dari masalah.

Setiap keluarga memiliki masalah, penyebabnya bisa dari anggota keluarga itu sendiri atau bisa juga dari faktor-faktor lain dari luar. Jenis masalah yang dialami setiap keluarga berbeda-beda dan tingkat permasalahan yang dihadapi juga berbeda-beda. Apabila keluarga tidak memiliki jalan keluar atau tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka alami, maka akan terjadi pertengkaran yang bisa berujung pada perceraian.

Perceraian yang terjadi antara suami dan istri tentunya akan memberikan pengaruh bagi perkembangan kehidupan anak. Ada yang pengaruhnya tidak terlalu besar, tetapi ada juga yang berpengaruh sangat besar. Dampak yang ditimbulkan dari sebuah perceraian tidak hanya terjadi pada anak, tetapi juga pada suami dan istri, bahkan kemungkinan juga berdampak pada keluarga besar dari pihak suami dan pihak istri, karena dua keluarga yang tadinya menyatu jadi terpisah kembali.

Setelah perceraian, permasalahan belum tentu selesai, mungkin saja menimbulkan masalah yang lain, misalnya masalah pembagian harta, hak asuh anak, dan lain-lain. Kemungkinannya, akibat dari perceraian tersebut anak mereka mengalami tekanan, stress, perubahan perilaku dan psikis atau mental.

Setelah bercerai pasangan suami dan istri tinggal di rumah yang berbeda, anak tidak lagi mendapat perhatian dan kasih sayang yang utuh dan maksimal dari orang tuanya. Apalagi ketika menikah sang istri tidak

bekerja, dan akibat peristiwa perceraian tersebut mengharuskannya untuk bekerja karena menjadi Ibu tunggal, pengaruhnya pasti lebih besar bagi anak. Hal tersebut tentu sedikit banyak akan mengubah pola pikir, mental, dan perilaku sosial anak.

Menurut Dagun (2002:117) bahwa “kasus perceraian membawa akibat yang sangat mendalam. Peristiwa ini menyebabkan Ibu dan Ayah menjadi kurang mampu mengatasi kehidupan anaknya sehari-hari. Akibat yang lain

(3)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

231 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

muncul serentetan kasus seperti tindakan-tindakan yang semestinya tidak terjadi.”

Fenomena yang masih sering terjadi yaitu remaja memiliki permasalahan sebagai akibat dari orang tuanya yang bercerai. Permasalahan yang dialami anak mulai dari masalah pribadi, sosial, belajar, dan lain-lain. Menurut hasil beberapa penelitian, hampir 60% hasil penelitian kasus perceraian di Amerika Serikat dan 75% di Inggris melibatkan anak-anak. Meskipun di Indonesia sudah terdapat Undang-Undang tentang hak asuh anak apabila orang tua bercerai, tetapi kebanyakan anak akan di asuh oleh Ibunya.

Berdasarkan hasil prasurvei yang telah dilakukan di Desa Braja Skti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 09-11 April 2020 terdapat seorang remaja berinisial CAP (18 tahun) mengalami perubahan pada perilaku sosial dan hubungan sosial akibat perceraian yang terjadi pada orang tuanya.

Remaja yang mengalami masalah seperti CAP ini perlu mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih, bukan hanya dari orang tuanya, melainkan juga dari keluarga terdekatnya. Karena salah satu faktor pembentuk kepribadian, perilaku, dan pola pikir anak adalah keluarga. Oleh sebab itu remaja seusia CAP ini sedang dalam masa pencarian jati diri sehingga memerlukan bimbingan dan pemahaman.

Perceraian orang tua tentu akan mempengaruhi kehidupan anak apabila anak tersebut belum atau tidak dapat menerima keadaan keluarganya. Anak akan merasa tertekan, kurang mendapatkan dukungan, perhatian, dan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga mungkin akan menunjukkan perilaku yang berbeda dari biasanya dan mencari lingkungan baru yang membuat CAP nyaman dan mendapatkan apa ia inginkan, seperti perhatian, dukungan dan lain-lain.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, maka identifikasi masalahnya yaitu: remaja kurang mampu bergaul secara sosial, pasif dan tidak dapat bekerjasama dalam kelompok, tergantung kepada orang lain bila akan melakukan suatu dan sifat tolong-menolongnya rendah. Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh atau melakukan penelitian tentang

(4)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

232 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

masalah tersebut dengan judul “Perilaku Sosial Remaja yang Orang Tuanya Bercerai (Studi Kasus Di Desa Braja Sakti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)”.

Perilaku sosial merupakan suatu bentuk respon manusia terhadap apa yang terjadi di luar diri manusia tersebut. Perilaku setiap manusia pastinya berbeda-beda, karena setiap manusia memiliki sifat dan cara tersendiri untuk menanggapi stimulus yang mereka terima. Berikut ini akan dibahas pengertian yang lebih rinci mengenai perilaku sosial, faktor-faktor dan bentuk-bentuk perilaku sosial.

Perilaku sosial merupakan sikap manusia dalam menanggapi atau merespon orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti bergantung antara satu dengan yang lainnya dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Menurut Hurlock (2003:262) perilaku sosial adalah “aktivitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial”. Sedangkan menurut Ibrahim (2011:19) perilaku sosial merupakan “suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia, artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan”. Seorang individu senantiasa berhubungan dengan individu lainnya sejak lahir hingga sepanjang hayatnya. Berbagai aktivitas individu dalam hubungan tersebut merupakan perilaku sosial, dan akan terjalin dengan baik apabila saling mendukung satu sama lain. Menilik lebih jauh tentang perilaku sosial, terdapat berbagai macam aspek-aspek dalam perilaku sosial yang dapat diamati secara langsung. Hal-hal atau perbuatan apa saja yang akan dilakukan oleh individu dalam berperilaku sosial. Menurut Mussen (dalam Budiman, 2012:36) aspek-aspek perilaku sosial memiliki beberapa macam, yaitu: “berbagi, menolong, kerjasama, bertindak jujur, dan berderma”. Sedangkan menurut Brigham (dalam Dayakisni, 2006:77) aspek-aspek perilaku sosial yaitu: “altruisme, murah hati, persahabatan, kerjasama, menolong, penyelamatan, pengorbanan, dan berbagi”.

(5)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

233 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

Perceraian dapat terjadi pada setiap hubungan pernikahan. Hal tersebut tergantung bagaimana cara keluarga mengatasi masalah yang mereka alami. Menurut Munawir (2011:119) perceraian berasal dari bahasa Arab “Thalaqa-Yathlaqu-Talaqon” yang artinya “melepaskan dari ikatan, perpisahan, perceraian, pembebasan”. Talak atau cerai berarti suatu perbuatan atau perkataan suami untuk memutuskan hubungan pernikahannya. Istri juga dapat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama disertai dengan alasan-alasan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan hukum Islam.

Perceraian orang tua dapat membawa dampak besar begi anak. Terutama anak yang tidak dapat menerima keadaan orang tuanya yang telah berpisah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khoirudin (2019) dengan judul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosional dan Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Menengah Di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo” hasil penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa dalam perceraian menimbulkan dampak terhadap anak dari segi perkembangan emosionalnya serta perilaku sosialnya. Perkembangan perkembangan emosional anak seperti anak tersebut memiliki rasa malu, rasa bersalah karena orang tuanya bercerai orang tuanya dan dari perilaku sosialnya anak tersebut merasa dalam pergaulan sehari-harinya cenderung menyendiri dari orang-orang yang disekitarnya karena khawatir orang disekitarnya mengejeknya. Dampak lainnya seperti anak, suka marah-marah, merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri.

Sehubungan dengan dampak, maka dapat disimpulkan bahwa dampak perceraian orang tua terhadap remaja yakni pengaruh yang mengakibatkan dampak positif dan negatif bagi seorang yang mengalami masalah perceraian dalam keluarganya dan berdampak langsung/tidak langsung terhadap anak dari orang tua yang bercerai tersebut mulai dari psikis, kognitif dan sosio emosional anaknya.

Perceraian orang tua dapat menyebabkan anak memiliki

kecenderungan untuk terpengaruh hal buruk dikarenakan kurangnya pendukung dalam hidupnya. Karena perhatian dan kasih sayang dari orang tua sudah tidak ia dapatkan secara utuh. Anak yang memiliki masalah setelah

(6)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

234 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

orang tuanya bercerai biasanya dikarenakan tidak bisa menerima keadaan keluarganya. Anak tersebut merasa terpukul dan tidak bisa beradaptasi dengan keadaan baru di keluarganya, sehingga anak melakukan perubahan-perubahan positif maupun negatif. Perubahan tersebut mulai dari emosi, pola pikir, perilaku, dan lain-lain serta lebih parahnya akan berpengaruh pada kehidupan di masa mendatang apabila tidak segera dibenahi apabila perubahannya cenderung ke hal negatif. Tetapi tidak semua anak yang orang tuanya bercerai memiliki perilaku yang buruk. Ada yang tetap berperilaku baik dan bisa menerima keadaan orang tuanya.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan secara kualitatif dengan jenis pendekatan studi kasus. Penelitian ini digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah atau fakta-fakta yang ditemukan di lapangan yang menghasilkan berupa kata-kata tertulis maupun lisan, peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Sumber data dalam penelitian ini bisa berasal dari primer yaitu: seorang remaja yang mengalami perubahan perilaku sosial akibat dari perceraian orang tua, data sekundernya yaitu: didapatkan dari catatan-catatan maupun foto-foto yang dijadikan data pelengkap dalam penelitian ini. Prosedur penelitian dengan menggunakan observasi dan wawancara, triangulasi sumber dan triangulasi teknik, analisis data dengan cara menggumpulkan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

(7)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

235 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l ) Tabel 1. Pedoman Wawancara

Fokus Penelitian

Sub Fokus Penelitian

Aspek yang Ditanyakan

Perilaku sosial remaja yang orang tuanya bercerai 1. Perilaku Sosial

a. Berbagi perasaan dengan orang tua setelah orang tua bercerai

b. Kerjasama dengan teman sebaya setelah orang tua bercerai

c. Tolong-menolong berupa materil dan moril dengan lingkungan sekitar setelah orang tua bercerai

d. Persahabatan dengan teman sebaya setelah terjadi perceraian

e. Bertindak jujur mengenai suatu hal dan keadaan dengan orang tua setelah terjadi perceraian 2. Hubungan

Sosial

a. Hubungan dengan orang tua setelah terjadi perceraian

b. Komunikasi dengan lingkungan masyarakat setelah terjadi perceraian

Keterangan: pemberian tanda atau inisial dalam penelitian ini yaitu pada cara pengumpulan data adalah dengan memberi tanda menggunakan simbol atau kode huruf. Wawancara diberi kode “W”, kode 01 adalah tanda/inisial untuk informan, F1 adalah tanda/inisial untuk fokus pertama dalam penelitian, tanda/inisial “a” adalah aspek poin a, dan 1 adalah nomor urut petikan wawancara. Hasil wawancara dalam penelitian ini dibahas pada hasil dan pembahasan.

Tabel 2. Pedoman Observasi Fokus

Penelitian

Sub Fokus Penelitian

Aspek yang Ditanyakan

Perilaku sosial remaja yang orang tuanya bercerai 1. Perilaku Sosial

a. Berbagi perasaan dengan orang tua setelah orang tua bercerai

b. Kerjasama dengan teman sebaya setelah orang tua bercerai

c. Tolong-menolong berupa materil dan moril dengan lingkungan sekitar setelah orang tua bercerai

d. Persahabatan dengan teman sebaya setelah terjadi perceraian

e. Bertindak jujur mengenai suatu hal dan keadaan dengan orang tua setelah terjadi perceraian 2. Hubungan

Sosial

a. Hubungan dengan orang tua setelah terjadi perceraian

b. Komunikasi dengan lingkungan masyarakat setelah terjadi perceraian

Keterangan: pemberian tanda atau inisial dalam penelitian ini yaitu pada cara pengumpulan data adalah dengan member tanda menggunakan

(8)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

236 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

symbol atau kode huruf. Wawancara diberi kode “OB”. Hasil observasi dalam penelitian ini dibahas pada hasil dan pembahasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

(1) Perilaku Sosial Remaja yang Orang Tuanya Bercerai: (a) remaja tidak pernah bercerita kepada orang tuanya tentang perasaan yang ia alami setelah orang tuanya bercerai. Hal ini dijelaskan oleh informan 1 (W01/f1/a/1) menyatakan bahwa:

“Masih merasa kecewa dengan keadaan orang tuanya yang memilih

untuk bercerai sehingga tidak pernah bercerita kepada orang tuanya tentang perasaan yang dialami dan tidak pernah juga bercerita ketika memiliki masalah”.

Berdasarkan observasi terlihattidakpernahberceritakepada orang tuamengenaiperasaannyasetelah orang tuanyabercerai(OB/f1/b):

“Berbicaraseadanyadengan orang tua, tidakpernahberceritakepada orang tua”.

(b) Kerjasama remaja dengan teman sebaya di lingkungan sekitar berkurang, karena merasa malu dan canggung. Remaja juga takut apabila dibicarakan oleh teman-temannya terkait perceraian orang tuanya. Hal tersebut dijelaskan oleh informan 1 (W01/f1/b/2) menyatakan bahwa:

“Kerjasamadenganteman-temanberkurang, karena malu dan canggung

untuk bertemu dengan teman-teman di lingkungan sekitar dan juga takut dibicarakan oleh teman-temannya”.

(c) Tolong-menolong dengan teman sebaya berkurang karena ada beberapa teman yang memberikan semangat dan dukungan kepada remaja. Tetapi tidak pernah memberikan dukungan kepada masyarakat sekitar yang mengalami keadaan yang sama dengannya. Karena masyarakat di sekitar remaja tidak ada yang bercerai seperti keluarganya. Hal ini dijelaskan oleh informan 1 (W01/f1/c/3) menyatakan bahwa:

“Masyarakat sekitar tidak pernah memberikan dukungan moril dan

materiil kepadanya ketika orang tuanya bercerai. Tetapi beberapa teman sebayanya ada yang memberika ndukungan dan semangat kepadanya”.

(9)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

237 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

(d) Hubunganpersahabatanremaja denganteman sebayaberubah setelah

orang tua remaja bercerai.Hal ini dijelaskan oleh informan 1

(W01/f1/d/4)menyatakan bahwa:

“Setelah orang tuanya bercerai, hubungan persahabatan dengan AS

baik-baik saja. Tetapi kalau dengan teman sebaya yang lain hubungannya berbeda, sudah tidak sedekat dulu, karena lebih suka berada di rumah karena malu dan canggung dengan keadaannya yang sekarang. Selalu bercerita kepada AS dengan jujur mengenai keadaan yang sebenarnya dan perasaannya, bahwa ia sangat kecewa dan marah dengan orang tuanya yang memilih untuk bercerai”.

(e) Remaja menunjukkanperilaku yang sebenernyakepadaIbunya. Tetapitidakpernahmenunjukkanperilaku yang sebenarnyakepadaAyahnya. Hal ini dijelaskan oleh informan 1 (W01/f1/e/5) menyatakan bahwa:

“Menunjukkan perilaku yang sebenarnya mengenai keadaannya ke

orang tua, mengurung diri di kamar, tidak mau berbicara dengan orang tua dan berubah menjadi lebih pendiam. Jarang jujur kepada orang tua mengenai keadaan yang diinginkan, jarang bercerita ketika mengalami masalah, karena masih merasa kecewa dengan perceraian orang tua”.

(2) Hubungan Sosial Remaja yang Orang Tuanya Bercerai (a) Hubungan remaja dengan kedua orang tuanya berubah semenjak orang tuanya bercerai, karena ia merasa sedih kecewa dengan keputusan orang tuanya. Komunikasi dengan orang tua berkurang semenjak terjadi perceraian, terutama komunikasi dengan sang Ayah. Hal ini dijelaskan oleh informan 1 (W01/f2/a/6) menyatakan bahwa:

“Hubungan dengan orang tua berubah semenjak terjadi perceraian,

menjadi jarang berbicara dengan orang tua, karena masih merasa kecewa dengan keadaan yang sekarang. Komunikasidengan orang tua berkurang semenjak terjadiperceraian, terutama komunikasi dengan Ayah karena sudah tidak tinggal satu rumah”.

(b) Komunikasi remaja dengan masyarakat sekitar berbeda, remaja lebih nyaman ketika berada di rumah, karena ia merasa malu apabila bertemu dengan masyarakat sekitar. Hal inidijelaskan oleh informan 1 (W01/f2/b/7) menyatakan bahwa:

“Setelah orang tuanya bercerai, hubungan dengan masyarakat sekitar berbeda, lebih nyaman berada di rumah, merasa malu apabila bertemu

(10)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

238 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

dengan masyarakat sekitar. Sebenarnya lingkungan masyarakat tidak pernah mengucilkan. Hanya saja ia merasa tidak bebas ketika bergaul dengan masyarakat disekitar tempat tinggalnya, karena masih merasa canggung dan malu”.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Perceraian yang dialami oleh orang tua dapat mengubah hubungan sosial seorang anak.Teori yang dijelaskan oleh Dagun (2002:97) “suatu peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, tertekan dan sering marah-marah. Tingkah laku anti sosial turut dikaitkan dengan tingkah laku dan struktur keluarga itu sendiri”. Jadi apabila keluarga mengalami permasalahan seperti perceraian maka akan sangat mempengaruhi faktor pembentukan sosialnya, seperti halnya CAP yang mengalami perubahan pada perilaku sosialnya. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Adrian (dalam Ningrum, 2013) bahwa perceraian bagi anak adalah “tanda kematian keutuhan keluarganya, rasanya separuh diri anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam, perasaan kehilangan, penolakan dan ditinggalkan”.

Perubahan pada perilaku sosial remaja yang orang tuanya bercerai berinisial CAP adalah merasa sedih, kecewa, tidak pernah berbagi perasaan kepada Ayahnya. Tidak pernah tolong menolong dengan lingkungan masyarakat dan kerjasama CAP dengan teman sebaya berkurang karena malu dan canggung dengan keadaan orang tuanya yang bercerai. Begitu juga dengan hubungan persahabatan CAP dengan teman sebayanya berubah karena lebih suka berada di rumah, CAP hanya bercerita kepada sahabat dekatnya dan tidak pernah bercerita kepada teman sebaya yang lainnya mengenai perasaan dan keadaan yang sebenarnya. CAP tidak menunjukkan perilaku yang sebenarnya kepada Ayahnya dan jarang jujur kepada orang tua mengenai keadaannya.

Perceraian yang dialami oleh orang tua akan berpengaruh pada hubungan sosial seorang anak. Temuan penelitian ini senada dengan teori yang dijelaskan oleh Muhibin (dalam Nugraha dan Rachmawati, 2006:18) mengatakan bahwa “perkembangan sosial merupakan proses pembentukan

(11)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

239 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Jadi anak belajar proses sosial agar dapat menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas”. Hal ini juga didukung oleh pendapat Asih (dalam Ningrum, 2013) bahwa “Dampak yang bisa terjadi pada anak remaja dari pasangan bercerai, biasanya dari segi psikis. Seperti perasaan malu, sensitif, rendah diri. Sehingga perasaan tersebut dapat membuat remaja menarik diri dari lingkungan”.

Perubahan pada hubungan sosial remaja yang orang tuanya bercerai berinisial CAP adalah merasa kecewa dengan keadaannya yang sekarang sehingga hubungan dengan orang tuanya berubah. Komunikasi CAP dengan orang tua berkurang, terutama komunikasi dengan sang Ayah. Begitu juga hubungan CAP dengan masyarakat sekitar berbeda karena CAP merasa malu apabila bertemu dengan masyarakat di sekitarnya dan menjadi lebih nyaman berada di rumah. Lingkungan masyarakat di sekitar CAP tidak pernah mengucilkan, hanya saja CAP merasa malu dan takut apabila bertemu dengan masyarakat sekitar yang sebaya dengannya lalu mereka akan membicarakan tentang perceraian orang tuanya. Merasa tidak bebas ketika akan bergaul dengan masyarakat sekitar, karena masih merasa canggung dan malu.

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil paparan data dan temuan penelitian yang dilakukan di Desa Braja Sakti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Perilaku sosial remaja yang orang tuanya bercerai adalah tidak pernah berbagi perasaan kepada Ayahnya, merasa sedih dan kecewa, tidak pernah tolong menolong dengan lingkungan masyarakat dan kerjasama dengan teman sebaya berkurang karena malu dan canggung dengan keadaan orang tuanya yang bercerai, hubungan persahabatan dengan teman sebayanya berubah karena lebih suka berada di rumah, hanya bercerita kepada sahabat dekatnya dan tidak pernah bercerita kepada teman sebaya yang lainnya mengenai perasaan dan keadaan yang sebenarnya, tidak menunjukkan perilaku yang sebenarnya kepada Ayahnya dan jarang jujur

(12)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

240 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

kepada orang tua mengenai keadaannya. (2) Hubungan sosial remaja yang orang tuanya bercerai adalah merasa kecewa dengan keadaannya yang sekarang sehingga hubungan dengan orang tuanya berubah, komunikasi dengan orang tua berkurang, terutama komunikasi dengan sang Ayah, hubungan dengan masyarakat sekitar berbeda karena merasa malu apabila bertemu dengan masyarakat di sekitarnya dan menjadi lebih nyaman berada di rumah, lingkungan masyarakat di sekitar tidak pernah mengucilkan, hanya saja merasa malu dan takut apabila bertemu dengan masyarakat sekitar yang sebaya dengannya lalu mereka akan membicarakan tentang perceraian orang tuanya dan merasa tidak bebas ketika akan bergaul dengan masyarakat sekitar, karena masih merasa canggung dan malu.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian tentang pelaksana bimbingan dan konseling diDesa Braja Sakti Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, saran yang dapat peneliti sampaikan sabagai berikut: (1) Agar remaja yang mengalami masalah akibat dari perceraian orang tua tetap membagi perasaan kecewa yang ia rasakan kepada orang tua, menunjukkan perilaku yang sebenarnya kepada orang tua, tolong menolong kepada sesama, tidak merasa malu dan canggung dengan teman, maka harus diberikan dukungan, kasih sayang dan perhatian yang lebih dari orang tua dan keluarga, teman dan masyarakat, agar perilaku sosialnya dapat menjadi lebih baik seperti semula. (2) Agar remaja yang mengalami masalah akibat dari perceraian orang tua tidak merasa kecewa, komunikasi dengan orang tua terjalin dengan baik, hubungan dengan masyarakat baik, tidak takut, malu dan canggug ketika bergaul dengan teman sebaya, maka harus diberikan kenyamanan yang baik dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat, tidak menyinggung tentang perceraian orang tuanya ketika bergaul dengan teman, dan masyarakat lebih peka agar tidak selalu berdian diri di rumah dengan mengajak kegiatan yang positif di masyarakat.

(13)

Volume 1, Nomor2 Desember 2020

241 | C o u n s e l i n g M i l e n i a l ( J o u r n a l )

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Didin. (2012). Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi dalam Penjas PGSD. Bandung: UPI.

Dagun, M. S. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Dayakisni, T. & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, Rusli. (2011). Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Penjas. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas.

Munawir, A.W. (2011). Almunawir Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.

Khoirudin, Aris. (2019). Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap

Perkembangan Emosional dan Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Menengah Di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Skripsi tidak

diterbitkan. IAIN Ponorogo.

Ningrum, Rosalia. (2013). Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja. ejurnal.psikologi.fisip.unmul.org. ISSN 0000-0000.

Suyanto, Bagong, dkk. (2004). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group.

Nugraha & Rachmawati. (2006). Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Gambar

Gambar 1. Wawancara dengan Remaja
Tabel 2. Pedoman Observasi  Fokus

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan panjang gelombang dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk mengetahui panjang gelombang ion logam kobalt(II), ligan 2(4-klorofenil)-4,5-difenil-1

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan anggota PMR tentang tindakan pertolongan pertama pada cedera yang dilakukan di SMAN

Pada form cari pelanggan ini terdapat link tambah pelanggan, yang berfungsi menampilkan form master pelanggan untuk menambah data pelanggan/member baru pada saat

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa Kecerdasan kinestetik pada anak usia dini dapat dikembangkan dengan berbagai cara, meliputi bermain, menari,

Tujuan dari kegiatan ini adalah : 1) Memberikan pengetahuan teoritis kepada guru-guru TK Gugus Kartini Kecamatan Purwokerto Utara tentang pendidikan karakter di TK, 2)

Keuntungan dalam usaha sapi potong dengan pola kemitraan antara investor dengan petani peternak di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru selama

Karena banyak siswa yang gagal dalam belajarnya karena guru yang mengajarnya tidak memiliki basis keilmuan yang tinggi, ataupun metode yang digunakan oleh guru dalam

Teknik self-report adalah teknik pengambilan data di mana contoh secara langsung diminta untuk melaporkan perasaan, sikap, keyakinan, dan sebagainya dengan memberi