M/M/c
Mela Arnani, Isnandar Slamet, Siswanto
Program Studi Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Abstrak. Sistem antrian M/M/c merupakan sistem antrian dengan laju kedatangan
berdistribusi Poisson, laju pelayanan berdistribusi eksponensial, dan mempunyai c fasilitas pelayanan yang bekerja secara paralel. Keadaan sistem antrian yang tidak dapat mencapai keadaan setimbang disebut sistem antrian transien. Analisis sistem antrian dalam keadaan transien dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
lattice path kombinatorik. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan ulang perilaku
sistem antrian M/M/c dengan pendekatan lattice path kombinatorik. Melalui pende-katan ini, sistem antrian direpresentasikan dalam bentuk lattice path pada bidang-XY. Selanjutnya, dilakukan perhitungan banyaknya lattice path menggunakan pendekatan
lattice path kombinatorik dan diberikan contoh penerapannya.
Kata Kunci : Sistem Antrian M/M/c, keadaan transien, lattice path kombinato-rik.
1. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai kasus yang berkaitan dengan menunggu dalam suatu antrian. Antrian muncul ketika terdapat ketidakseim-bangan antara pelanggan yang dilayani dengan jumlah pelayanannya. Proses an-trian merupakan proses yang berhubungan dengan kedatangan pelanggan pada suatu fasilitas pelayanan kemudian pelanggan menunggu di dalam baris antrian untuk mendapatkan pelayanan sampai pelanggan meninggalkan fasilitas pelaya-nan sesudah mendapatkan pelayapelaya-nan (Kakiay [3]).
Sistem antrian adalah suatu himpunan pelanggan, pelayanan dan aturan yang mengatur kedatangan para pelanggan dan pelayanannya (Bronson [1]). Sis-tem antrian M/M/c merupakan sisSis-tem antrian dengan laju kedatangan mengikuti distribusi Poisson, laju pelayanan mengikuti distribusi eksponensial, dan c me-nyatakan banyaknya fasilitas pelayanan yang bekerja secara paralel. Pelayanan dilakukan atas dasar pelanggan yang datang awal akan mendapatkan pelayanan terlebih dahulu atau biasa dikenal dengan istilah first come first served (FCFS) (Taha [9]). Contoh sistem antrian M/M/c dapat dijumpai pada antrian teller bank. Sistem antrian pada teller bank mempunyai satu jalur antrian yang me-masuki fasilitas pelayanan dan terdapat dua atau lebih fasilitas pelayanan.
Keadaan sistem antrian yang tidak mencapai keadaan setimbang disebut keadaan transien (Kakiay [3]). Keadaan setimbang adalah keadaan setelah t satuan waktu dengan jumlah pelanggan yang berada di dalam sistem antrian
menjadi stabil (Taha [9]). Analisis sistem antrian keadaan transien dapat di-lakukan menggunakan pendekatan lattice path kombinatorik (Sen dan Jain [7]). Penelitian tentang sistem antrian transien telah dilakukan oleh Sen et al. [8] dan Towsley [2]. Lattice path pada bidang-XY merupakan barisan titik (x1, y1), (x2, y2),..., (xn, yn) yang dilewati oleh path (Krattenthaller dan Mohanty [4]).
Analisis lattice path kombinatorik sistem antrian M/M/c dilakukan dengan merepresentasikan suatu kedatangan atau kepergian dalam bentuk titik (x, y) pada bidang-XY. Dalam artikel ini, dilakukan penurunan ulang perilaku sistem antrian M/M/c yang merujuk pada Muto et al. [5].
2. METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
(1) Mendeskripsikan sistem antrian berada dalam keadaan tidak setimbang. (2) Mengubah waktu awal, yaitu waktu kontinu menjadi waktu diskrit. (3) Merepresentasikan sistem antrian M/M/c dengan lattice path.
(4) Menghitung banyaknya lattice path dengan pendekatan kombinatorik. (5) Memberikan suatu contoh sistem antrian M/M/c.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diuraikan hasil dari penelitian yaitu representasi lattice path dari sistem antrian M/M/c, perhitungan lattice path dari sistem antrian M/M/c, dan penerapannya.
3.1. Representasi Lattice Path dari Sistem Antrian M/M/c. Pada umum-nya suatu sistem antrian berkaitan dengan kedatangan pelanggan dalam suatu fasilitas pelayanan, kemudian pelanggan akan pergi setelah mendapatkan pela-yanan.
Transisi kejadian pelanggan dalam suatu sistem merupakan suatu kedatang-an atau kepergikedatang-an ykedatang-ang membentuk suatu urutkedatang-an. Dimisalkkedatang-an T0, T1, T2, ..., Tn
adalah waktu terjadinya suatu kejadian, sedangkan X0, X1, X2, ..., Xn adalah
ba-nyaknya pelanggan di dalam sistem, dengan asumsi X0 = 0.
Kedatangan atau kepergian pelanggan yang membentuk suatu urutan me-representasikan perpindahan titik sepanjang lattice path di bidang-XY. Apabila perpindahan titik merupakan suatu kedatangan maka titik bergerak satu langkah
pada sumbu x, sedangkan apabila perpindahan titik merupakan suatu kepergian maka titik bergerak satu langkah pada sumbu y.
Contoh transisi kejadian pelanggan dalam suatu sistem diberikan oleh Gam-bar 1. 0 1 2 3 X0 T0= 0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 t X1 X2 X X4 X5 X6 X7 3 X
Gambar 1. Transisi banyaknya pelanggan di dalam sistem
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa saat T0 tidak ada pelanggan di dalam sistem (X0 = 0). Selanjutnya, pada saat T1 terdapat satu pelanggan di dalam sistem (X1 = 1). Pada saat T2 terdapat dua pelanggan di dalam sistem (X2 = 2). Kemudian pada saat T3 terdapat satu pelanggan yang dilayani, sehingga terdapat satu pelanggan di dalam sistem (X3 = 1) dan seterusnya.
Diasumsikan banyaknya kedatangan pelanggan lebih besar daripada ba-nyaknya kepergian pelanggan setiap saat, sehingga lattice path yang sesuai de-ngan perilaku sistem tidak akan melewati garis x = y. Dede-ngan representasi ini, jarak titik (i, j) dari garis x = y adalah i − j yang merupakan banyaknya pe-langgan pada sistem. Lattice path pada bidang-XY yang sesuai dengan transisi kejadian pelanggan dalam sistem dari Gambar 1 ditunjukkan oleh Gambar 2.
1
0 2 3 4 5 X
1 2
Gambar 2. Lattice path dari transisi banyaknya pelanggan dalam sistem
Diasumsikan himpunan lattice path yang sesuai dengan transisi state me-menuhi tiga kondisi berikut.
i. Terdapat i kedatangan dan j kepergian dalam interval waktu (0, t). ii. Banyaknya kedatangan pelanggan ke dalam antrian adalah rk (0 ≤ k ≤
c− 1).
iii. Banyaknya kepergian pelanggan dari antrian adalah sk (1≤ k ≤ c).
Dari lattice path yang memenuhi ketiga kondisi tersebut, diperoleh proposisi berikut. Proposisi 3.1. Untuk 1≤ k ≤ c, sk= { rk−1− z(k ≤ i − j), rk−1 ≥ 1; 0, rk−1 = 0. (3.1) dimana z = 1 apabila benar (k ≤ i − j) dan 0 untuk yang lain.
Selanjutnya, akan diberikan beberapa definisi.
Definisi 3.2.
a. Himpunan lattice path dari titik (0, 0) ke (i, j) dinyatakan dengan L(i, j) dimana i≥ j ≥ 0 pada bidang-XY.
b. Langkah-x merupakan gabungan titik (h, k) dan (h + 1, k) dan langkah-y merupakan gabungan titik (h, k) dan (h, k+1). Jarak langkah-x(y) adalah h− k. Oleh karena itu, d-langkah-x(y) adalah suatu langkah-x(y) dimulai dari titik pada x = y + d.
c. Lattice path direpresentasikan oleh
d = (d1, d2, ..., di−1, di), (3.2)
dimana d merupakan jarak langkah-x.
d. Jarak vektor merupakan d-langkah-x yang dimulai dari titik pada ga-ris x = y + d. Jarak vektor dari lattice path dinotasikan oleh vektor
rc = (r0, r1, ..., rc−1, ¯rc), dengan ¯rc-langkah-x merupakan langkah-x
de-ngan lebih dari (c− 1)-langkah-x. Jarak vektor rc merupakan bilangan
bulat non negatif.
e. Untuk k = 1, 2, ..., c, ¯rk dan ¯sk didefinisikan sebagai berikut
¯ rk= i− k−1 ∑ n=0 rn dan s¯k = j− k−1 ∑ n=1 sn. (3.3)
Dari definisi tersebut, diperoleh sifat sebagai berikut. i. Untuk d∈ L(i, j), d memenuhi kondisi berikut
ii. Untuk d ∈ L(i, j), apabila w = max(dk | 1 ≤ k ≤ i) + 1 maka ¯rw = 0
(max((i− j), 1) ≤ w ≤ i).
iii. Diasumsikan r = (r0, r1, ..., rc−1, ¯rc) merupakan jarak vektor. Apabila
w ≤ c maka rh ≥ 1 (0 ≤ h ≤ w − 1), rh = 0 (w ≤ h ≤ c − 1) dan
¯
rc= 0. Apabila w > c maka rh ≥ 1 (0 ≤ h ≤ c − 1) dan ¯rc> 0.
Dengan menggunakan rc dan w, definisi berikut menjelaskan tentang
klasi-fikasi himpunan lattice path.
Definisi 3.3.
Himpunan lattice path L(i, j) dengan jarak vektor rc dinyatakan dengan
L(i, j; rc). Selanjutnya, l(i, j) dan l(i, j; rc) didefinisikan sebagai
l(i, j) =| L(i, j) | dan l(i, j; rc) =| L(i, j; rc)| . (3.4)
Himpunan lattice path L(i, j) dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
l(i, j) = min(c,i)∑ w=max(i−j,1) l(i, j; rc∈ Rwij) + l(i, j; rc∈ Rc+ij ) (3.5) dimana, Rc+ij ={(r0, ..., rc−1, ¯rc)| rk ≥ 1 (0 ≤ k ≤ c − 1), ¯rc≥ max(1, i − j − c), c−1 ∑ k=0 rk+ ¯rc= i}, dan Rwij ={(r0, ..., rc−1, ¯rc)| rk ≥ 1 (0 ≤ k ≤ w − 1), rk = 0 (w ≤ k ≤ c − 1), ¯ rc= 0, w−1 ∑ k=0 rk= i}. (3.6)
3.2. Perhitungan Lattice Path Menggunakan Jarak Vektor. Pada bagian ini, diberikan teorema tentang perhitungan banyaknya elemen L(i, j; rc)
meng-gunakan jarak vektor rc yang mengacu dari Mohanty [6].
Teorema 3.4. Untuk i≥ j ≥ 0, i ̸= 0, l(i, j; rc) = ¯ rc−1−¯sc+1 ¯ rc−1+¯sc+1 ( ¯ rc−1+ ¯sc+1 ¯ rc−1 )∏ c−1 k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) , rc ∈ Rc+ij ; ∏w−1 k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) , rc∈ Rwij. (3.7)
Bukti.
a. Untuk kasus rc∈ Rwij. Diketahui bahwa untuk beberapa n (0≤ n ≤ c−1),
apabila rk ≥ 1 (0 ≤ k ≤ n) maka l(i, j; rc) = {∏n k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) } l(¯rn, ¯sn+1; (rn, ..., rc−1, ¯rc)).
Dari definisi Rwij, dengan mensubtitusikan n = w− 1 pada persamaan di atas, diperoleh l(i, j; rc) = {w∏−1 k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) } l(¯rw−1, ¯sw; (rw−1, 0, ..., 0)).
Terdapat satu path dari (0, 0) ke (¯rw−1, ¯sw−1) dengan jarak vektor
(rw−1, 0, .., 0) yang hanya terdiri dari 0-langkah-x dan 1-langkah-y.
De-ngan demikian, teorema terbukti. 2
b. Untuk rc∈ Rc+ij , dengan mensubtitusikan n = c− 1 pada persamaan
l(i, j; rc) = {∏n k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) } l(¯rn, ¯sn+1; (rn, ..., ¯rc−1, ¯rc)). diperoleh l(i, j; rc) = {c∏−1 k=1 ( rk−1+ sk+1− 1 rk−1− 1 ) } l(¯rc−1, ¯sc; (rc−1, ¯rc)).
Selanjutnya, dilakukan perhitungan untuk l(¯rc−1, ¯sc; (rc−1, ¯rc)).
i. Untuk i− j ≥ c, ¯rc−1 > ¯sc. Dengan mensubtitusikan i = ¯rc−1, j = ¯sc,
dan r0 = rc−1 pada persamaan
l(i, j; (r0, ¯r1)) = i− j + r0− 1 i + j− r0+ 1 ( i + j− r0+ 1 i ) diperoleh l(¯rc−1, ¯sc; (rc−1, ¯rc)) = ¯ rc−1− ¯sc+ rc−1− 1 ¯ rc−1+ ¯sc− rc−1+ 1 ( ¯ rc−1+ ¯sc− rc−1+ 1 ¯ rc−1 ) . (3.8)
ii. Untuk 0≤ i−j < c, ¯rc−1 = ¯sc. Dengan mensubtitusikan i = ¯rc−1, j = ¯sc,
dan r0 = rc−1 pada persamaan
l(i, j; (r0, ¯r1)) = i− j + r0 i + j− r0 ( i + j− r0 i )
diperoleh l(¯rc−1, ¯sc; (rc−1, ¯rc)) = ¯ rc−1− ¯sc+ rc−1 ¯ rc−1+ ¯sc− rc−1 ( ¯ rc−1+ ¯sc− rc−1 ¯ rc−1 ) (3.9) Selanjutnya, persamaan (3.8) dan (3.9) diringkas dengan mensubsitusikan ¯sc=
¯
sc+1+ sc. Dari proposisi 3.1 diketahui bahwa sc = rc−1 − 1, jika i − j ≥ c dan
sc= rc−1, jika 0≤ i − j < c. Dengan demikian, teorema terbukti. 2
3.3. Penerapan Kasus. Teorema 3.4 akan diilustrasikan pada kasus transisi kejadian pelanggan yang direpresentasikan dalam bentuk lattice path yang dibe-rikan oleh Gambar 3 dengan asumsi jumlah fasilitas pelayanan sebanyak 4 buah. Akan dilakukan perhitungan banyaknya lattice path pada Rc+ij dan Rwij.
1 0 2 3 4 5 x 1 2 x=y (7,5) y 6 7 3 4 5 6 x=y+2 x=y+4 d, d Gambar 3. d∈ L(7, 5) ∈ Rwij dan d’∈ L(7, 5) ∈ Rc+ij
Dari lattice path yang sesuai dengan perilaku sistem di atas, diketahui bah-wa untuk rc ∈ Rc+ij mempunyai r = (1, 1, 2, 1, 2), sedangkan untuk rc ∈ Rwij
mempunyai w = 3 dan r = (3, 3, 1, 0, 0). i. Untuk kasus rc∈ Rc+ij . Untuk i = 7, j = 5, r = (1, 1, 2, 1, 2) dan s = (0, 0, 2, 1, 2). l(i, j; rc) = ¯ r3− ¯s5 ¯ r3+ ¯s5 ( ¯ r3+ ¯s5 ¯ r3 ) ( r0+ s2− 1 r0− 1 ) ( r1+ s3− 1 r1− 1 ) ( r2+ s4− 1 r2− 1 ) = 3− 2 3 + 2 ( 3 + 2 3 ) ( 1 + 0− 1 1− 1 ) ( 1 + 2− 1 1− 1 ) ( 2 + 1− 1 2− 1 ) = 1 5 ( 5 3 ) ( 0 0 ) ( 2 0 ) ( 2 1 ) = 4.
ii. Untuk kasus rc∈ Rwij. Untuk i = 7, j = 5, w = 3, r = (3, 3, 1, 0, 0) dan s = (2, 2, 1, 0, 0). l(i, j; rc) = ( r0+ s2− 1 r0− 1 ) ( r1+ s3− 1 r1− 1 ) = ( 3 + 2− 1 3− 1 ) ( 3 + 1− 1 3− 1 ) = ( 4 2 ) ( 3 2 ) = 18.
Dengan demikian, banyaknya lattice path untuk rc∈ Rwij adalah 18.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan yaitu sistem antri-an M/M/c pada keadaantri-an trantri-ansien dapat diselesaikantri-an menggunakantri-an pendekatantri-an lattice path kombinatorik. Pendekatan ini, merepresentasikan transisi kejadian ke dalam bentuk lattice path pada bidang-XY. Selanjutnya, perhitungan banyaknya lattice path dapat dilakukan menggunakan jarak vektor.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bronson, R., Theory and Problem of Operation Research, Mc Graw-Hill, Inc, New York, 1991.
[2] Towsley, D., An Application of the Reflection Principle to the Transient Analysis of the
M/M/1 Queue, Res. Logist,34 (1987), 451-456.
[3] Kakiay, T. J., Dasar Teori Antrian Untuk Kehidupan Nyata, Andi, Yogyakarta, 2004. [4] Krattenthaler, C. and Mohanty, S.G., Lattice Path Combinatorics - Applications to
Probability and Statistics, Encyclopedia of Statistical Sciences, 2 (2003).
[5] Muto, K. et.al, Lattice Path Counting and M/M/c Queueing Systems, Queueing Sys-tems, 19 (1995), 193-214.
[6] Mohanty, S.G., Lattice Path Counting and Applications, Academic Press, New York, 1979.
[7] Sen, K. et al., Combinatorial Approach to Markovian Queueing Models, Journal of Statistical Planning and Inference, 34 (1993), 269-279.
[8] Sen, K., J. L. Jain and J. M Gupta, Lattice Path Approach to Transient Solution of
M/M/1 with (0,k) Control Policy, Journal of Statistical Planning and Inference, 34
(1993), 259-267.
[9] Taha, H. A., Operations Research an Introduction, Macmillan Publishing Co Inc, New York, 4th (1987).