• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan

2.1.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah upaya memberdayakan seseorang untuk menjadi manusia yang seutuhnya agar dapat mengaktualisasikan dan memahami diri, serta dapat menghidupi dirinya sendiri. Untuk mencapai hal tersebut ada proses yang harus dilalui, dalam proses pendidikan terdapat pendidik dan yang dididik serta sarana yang mendukung proses pencapaian tujuan pendidikan (Sudarsana, 2016). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu kunci yang sangat esensial dalam kehidupan manusia adalah pendidikan. Pendidikan menjadi modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dalam konteks dan ruang lingkup kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan kehidupan bangsa tersebut. Dengan pendidikan seluruh aspek kehidupan

(2)

manusia dapat tercerahkan. Pendidikan harus dapat menyiapkan warga negara untuk menghadapi masa depannya. Baik buruknya kualitas sumber daya manusia tergantung dari pendidikan yang diperolehnya. Maka proses pendidikan harus secara jelas dan terarah. Idealnya pendidikan mampu menghasilkan individu-invidu yang bersifat manusiawi, bermanfaat dan mempunyai pengaruh di dalam masyarakat, juga dapat bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri dan orang lain, yang tentunya dilengkapi dengan watak yang luhur dan memiliki keahlian (Idris dan Tabrani, 2017; Suhartono, 2017).

2.1.2 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kapada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhan secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya, berkepribadian, bermasyarakat, dan berbudaya. Dalam implikasinya, pendidikan harus berfungsi untuk mewujudkan serta mengembangkan berbagai potensi yang ada pada manusia dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas, individualitas atau personalitas, sosialitas, serta keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia (Sujana, 2019).

(3)

2.1.3 Sistem Pendidikan

Pendidikan adalah suatu sistem terstruktur yang terdiri dari komponen yang saling terkait dan secara bersama menuju kepada tercapainya tujuan. Adapun komponen-komponen dalam pendidikan nasional antara lain adalah lingkungan, sarana-prasarana, sumberdaya, dan masyarakat. Komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama, saling terkait dan mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan. Di samping komponen-komponen tersebut, pendidikan juga meliputi aspek-aspek sistemik lainnya yang terdiri dari isi, proses, dan tujuan.

Implementasi dari aspek isi pendidikan adalah input (anak didik) sebagai obyek dalam pendidikan, sedangkan proses atau trasformasi merupakan mesin yang akan mencetak anak didik sesuai yang diharapkan, dan tujuan merupakan hasil akhir yang dicapai atau

output. Perlu diketahui bahwa proses atau trasformasi dalam kerjanya

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti fasilitas, waktu, lingkungan, sumber daya, pendidik dan sebagainya, dimana faktor tersebut sangat menentukan output.

Oleh karena itu, sebuah sistem pendidikan perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungan, karena lingkungan mengandung sejumlah kendala bagi bekerjanya sistem, misalnya keterbatasan sumber daya. Untuk itu sistem pendidikan dituntut oleh lingkungan untuk mengolah sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien.

(4)

Dengan demikian, makna pendidikan sebagai sistem adalah seluruh komponen yang ada dalam pendidikan (lingkungan, masyarakat, serta sumber daya) dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, yang dalam implementasinya dapat dilihat dari aspek-aspek sistem yaitu input-proses-output, dan hasil akhir dari output dapat memberikan umpan balik terhadap input dan proses sehingga dapat diketahui hasil akhir tujuan pendidikan (Munirah, 2015).

2.1.4 Jalur dan Jenjang Pendidikan

Di Indonesia ada tiga jalur pendidikan yang diakui yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ketiga jalur tersebut secara riil memang telah berjalan sesuai dengan ketentuannya masing-masing. Jalur pendidikan yang dimaksud adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan (Darlis, 2017).

2.1.4.1 Pendidikan Formal

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas:

(5)

a. Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

b. Pendidikan menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian

(6)

kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

2.1.4.2 Pendidikan Nonformal

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

2.1.4.3 Pendidikan Informal

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa kegiatan pendidikan

(7)

informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal berbentuk sebagai kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal akan diakui setara dengan pendidikan formal dan pendidikan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

2.2 Status Gizi

2.2.1 Pengertian Gizi

Zat gizi atau nutrient adalah zat yang terdapat dalam makanan dan sangat diperlukan oleh tubuh. Zat gizi berfungsi dalam proses metabolisme, mulai dari proses pencernaan, penyerapan makanan di usus halus, transportasi oleh darah untuk mencapai target dan menghasilkan energi, pertumbuhan tubuh, pemeliharaan jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan penyakit, dan daya tahan tubuh. Sedangkan gizi adalah keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh (intake) dari makanan dengan zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan proses metabolisme tubuh (Par’i, 2017).

2.2.2 Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari mengkonsumsi makanan dan penggunaan zat gizi, dimana zat gizi sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi, pengatur proses tubuh, serta pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan tubuh (Septikasari, 2018). Status gizi adalah salah satu unsur penting dalam

(8)

membentuk status kesehatan. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan tinggi badan. Kebutuhan protein yang diperlukan anak balita tidak sama dengan kebutuhan remaja, kebutuhan energi mahasiswa yang menjadi atlet akan jauh lebih besar daripada mahasiswa yang bukan atlet. Kebutuhan zat besi pada wanita usia subur lebih banyak dibandingkan kebutuhan zat besi laki-laki, zat besi diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (eritrosit), karena pada wanita terjadi pengeluaran darah melalui menstruasi secara periodik setiap bulan (Par’i, 2017). Penilaian status gizi balita dapat diukur berdasarkan pengukuran antropometri yang terdiri dari variabel umur (U), tinggi badan (TB), dan berat badan (BB) (Kemenkes RI, 2018).

Umur memegang peranan penting dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil pengukuran tinggi badan maupun berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai penentuan umur yang tepat. Ketentuan yang dipergunakan dalam perhitungan

(9)

umur yaitu 1 tahun terdiri dari 12 bulan dan 1 bulan terdiri atas 30 hari, hal ini berarti perhitungan umur dalam bulan penuh dan sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.

(Par’i, 2017)

Gambar 2.1

Kaitan Asupan Gizi dengan Status Gizi

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Sedangkan tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah (BBLR) dan kurang gizi pada masa balita (Septikasari, 2018).

2.2.3 Penilaian Status Gizi

Menilai status gizi dapat dilakukan dengan beberapa metode pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi,

(10)

misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit tertentu (Par’i, 2017).

Tabel 2.1 Skema Umum Pengukuran Status Gizi

Tingkat kekurangan gizi Metode yang digunakan Asupan zat gizi tidak cukup Survei konsumsi pangan Penurunan persediaan gizi dalam

jaringan Biokimia

Penurunan persediaan gizi dalam

cairan tubuh Biokimia

Penurunan fungsi jaringan Antropometri atau biokimia Berkurangnya aktivitas enzim yang

dipengaruhi zat gizi, terutama protein

Biokimia atau teknik molekuler

Perubahan fungsi Kebiasaan atau

physiological

Gejala klinik Klinik

Tanda-tanda anatomi Klinik

(Par’i, 2017)

Metode penilaian status gizi seperti di atas, kemudian dapat dikelompokkan menjadi lima metode, yaitu antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi pangan dan faktor ekologi (Upadhyay dan Tripathi, 2017).

2.2.3.1 Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia (Par’i, 2017). Antopometri merupakan metode yang paling sering diterapkan dalam penelitian mengenai status gizi pada anak (Prakash dan Yadav, 2017). Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh

(11)

manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan (Casadei dan Kiel, 2020).

Ukuran antropometri dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu ukuran yang tergantung umur (age dependent) dan ukuran yang tidak tergantung umur. Ukuran antropometri yang tergantung umur terdiri atas berat badan terhadap umur, tinggi atau panjang badan terhadap umur, dan lingkar lengan atas atau LLA terhadap umur. Kesulitan penggunaan metode ini adalah menetapkan umur anak secara tepat, karena tidak semua anak mempunyai catatan mengenai tanggal lahir. Sedangkan ukuran yang tidak tergantung pada umur terdiri atas berat badan terhadap tinggi badan, lingkar lengan atas terhadap tinggi badan, lingkar lengan atas dibandingkan dengan standar atau baku, serta lipatan kulit pada trisep, subskapular, atau abdominal dibandingkan dengan baku (Soetjiningsih, 2013).

a. Berat Badan (BB)

Berat badan merupakan indikator antropometri yang terpenting dan harus diukur pada setiap kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil dari peningkatan atau

(12)

penurunan jaringan-jaringan yang ada di tubuh, antara lain lemak, otot, tulang, cairan tubuh, dan lain sebagainya. Berat badan adalah indikator terbaik untuk mengetahui status gizi dan tumbuh kembang yang bersifat objektif karena berat badan sensitif terhadap perubahan wlaupun perubuhan tersebut sedikit. Kerugian indikator berat badan adalah tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek gemuk atau tinggi kurus (Soetjiningsih, 2013).

(Par’i, 2017)

Gambar 2.2

Menimbang Berat Badan Balita b. Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan adalah ukuran antropometri kedua yang terpenting setelah berat badan. Keunggulan indikator tinggi badan adalah pengukurannya bersifat objektif dan dapat diulang, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting), sebagai pembanding tehadap perubahan-perubahan relatif seperti

(13)

terhadap nilai BB dan LLA. Kerugiannya adalah perubahan tinggi badan relatif pelan dan sukar mengukur tinggi badan secara tepat, kadang-kadang diperlukan lebih dari seorang tenaga untuk mengukur tinggi badan. Terdapat dua macam teknik pengukuran tinggi badan, pada anak umur kurang dari 2 tahun diukur dengan posisi tidur terlentang (panjang supinasi) dan pada umur lebih dari 2 tahun pada posisi berdiri pengukuran supinasi pada umumnya lebih panjang 1 cm daripada pengukuran berdiri pada anak yang sama, meskipun pengukuran dilakukan dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat (Soetjiningsih, 2013).

(Par’i, 2017)

Gambar 2.3

Mengukur Tinggi Badan dengan Posisi Supinasi atau Panjang Badan

c. Lingkar Kepala (LK)

Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial, termasuk pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal, kepala akan kecil. Sebaliknya, bila kepala tidak tumbuh secara normal, otak akan mengikuti. Karena itu, pada lingkar kepala yang lebih kecil dari normal (di bawah

(14)

-2 SD) atau mikrosefali, seringkali terdapat retardasi mental. Sedangkan jika ada penyumbatan cairan

cerebrospinal pada hidrosefalus, volume kepala akan

meningkat sehingga lingkar kepala lebih besar daripada normal. Ukuran lingkar kepala yang kecil dapat disebabkan oleh variasi normal, bayi kecil, keturunan, retardasi mental, serta kraniostenosis. Ukuran lingkar kepala yang besar pada umumnya disebabkan oleh variasi normal, bayi besar, keturunan, tumor serebri, dan hidrosefalus (Soetjiningsih, 2013).

d. Lingkar Lengan Atas (LLA)

Lingkar lengan atas menggambarkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh, tidak seperti berat badan. Lingkar lengan atas dapat dipakai untuk mengukur status gizi pada kelompok umur kelas sekolah. Keuntungan penggunaan LLA ini adalah bahwa alatnya murah, bisa dibuat sendiri, mudah dibawa, cepat penggunaannya, dan dapat digunakan oleh tenaga yang tidak terlatih secara profesional. Sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya digunakan untuk identifikasi anak dengan gangguan gizi yang berat, pertengahan LLA sukar ditentukan tanpa menekan jaringan, dan LLA hanya dapat digunakan untuk

(15)

anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan alat ini dapat digunakan untuk anak mulai dari umur 6 bulan sampai 5 atau 6 tahun (Soetjiningsih, 2013).

e. Lipatan Kulit

Tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps dan

subskapular merupakan refleksi pertumbuhan jaringan

lemak bawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energi. Lemak bawah kulit normalnya, menyumbang setengah dari total lemak di tubuh. Dalam keadaan defisiensi energi atau kurus, lipatan kulit akan menipis dan sebaliknya akan menebal jika masukan energi berlebihan atau gemuk. Tebal lipatan kulit dimanfaatkan untuk menilai keadaan gizi lebih, khususnya pada keadaan obesitas (Reber, et. al., 2019; Soetjiningsih, 2013).

f. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh adalah indikator sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan atau kelebihan berat badan. Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan rumus berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan (m2). Indeks massa tubuh mempunyai keunggulan yaitu mampu menggambarkan proporsi lemak tubuh yang berlebihan, pengukurannya

(16)

hanya membutuhkan dua hal yaitu berat badan dan tinggi badan, serta bersifat sederhana dan mudah dilakukan sehingga dapat digunakan untuk penelitian populasi berskala besar. Sedangkan beberapa keterbatasan dari indeks massa tubuh tidak mampu membedakan berat badan yang bersal dari lemak dan berat badan yang bersal dari otot dan tulang, tidak mampu mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh, serta standar cut of point atau nilai ambang dari definisi obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan resiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua kelompok etnis (Soetjiningsih, 2013; Nuttall, 2015).

2.2.3.2 Metode Laboratorium

Penentuan status gizi dengan metode laboratorium merupakan salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh, jaringan tubuh, atau ekskresi urin. Misalnya mengukur status yodium

(17)

dengan memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah, dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia. Sebagai contoh tes penglihatan mata (buta senja) sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan zink (Par’i, 2017).

2.2.3.3 Metode Klinis

Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Gejala dan tanda yang muncul, sering kurang spesifik untuk menggambarkan kekurangan zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan bagian-bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui gejala akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Misalnya pemeriksaan pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat dari kekurangan yodium. Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi (Par’i, 2017).

(18)

a. Anamnesis

Anamnesis adalah kegiatan wawancara antara pasien dengan tenaga kesehatan untuk memperoleh keterangan tentang keluhan dan riwayat penyakit atau gangguan kesehatan yang dialami seseorang dari awal sampai munculnya gejala yang dirasakan. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) Auto-anamnesis, yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu memberi keterangan saat proses tanya jawab.

2) Allo-anamnesis, yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara pada keluarga pasien atau orang yang mengetahui tentang pasien. Allo-anamnesis dilakukan pada keadaan pasien yang belum cukup dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan), pasien tidak sadar karena berbagai hal, pasien tidak dapat berkomunikasi, atau pasien yang mengalami gangguan jiwa (Par’i, 2017).

(19)

b. Observasi atau inspeksi

Observasi atau inspeksi adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui adanya gangguan kekurangan gizi. Misalnya mengamati bagian putih mata untuk mengetahui anemia, orang yang menderita anemia bagian putih matanya akan terlihat putih tanpa terlihat arteri yang sedikit kemerahan.

c. Palpasi

Palpasi adalah kegiatan perabaan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui adanya kelainan karena kekurangan gizi. Misalnya melakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian leher anak untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid karena kekurangan yodium.

d. Perkusi

Perkusi adalah melakukan pengetukkan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui reaksi yang terjadi atau suara yang dihasilkan dari bagian tubuh yang diketuk. e. Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang muncul dari bagian tubuh untuk mengetahui ada tidaknya kelainan tubuh (Par’i, 2017).

(20)

2.2.3.4 Metode Pengukuran Konsumsi Pangan

Kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup, sebaliknya kelebihan gizi disebabkan dari asupan gizi yang lebih dari kebutuhan tubuh. Ketidakcukupan asupan gizi atau kelebihan asupaan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan (dietary methods). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi status gizi individu. Seseorang yang mempunyai asupan gizi kurang saat ini, akan menghasilkan status gizi kurang pada waktu yang akan datang. Asupan gizi saat ini tidak langsung menghasilkan status gizi saat ini juga. Memerlukan waktu, karena zat gizi akan mengalami metabolisme dalam tubuh terlebih dahulu untuk sampai dimanfaatkan oleh tubuh.

Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi kurang. Sebaliknya, asupan makan yang lebih akan mengakibatkan status gizi lebih. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta mengetahui kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah tangga, maupun kelompok masyarakat. Tujuan khusus pengukuran konsumsi pangan adalah menentukan tingkat kecukupan

(21)

asupan gizi pada individu, menentukan tingkat asupan gizi individu hubungannya dengan penyakit, mengetahui rata-rata asupan gizi pada kelompok masyarakat, dan menentukan proporsi masyarakat yang asupan gizinya kurang (Par’i, 2017). 2.2.3.5 Faktor Ekologi

Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik, yang memungkinkan makhluk tumbuh akan membentuk makhluk yang baik. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan makanan dengan kebutuhan zat gizi. Jadi ekologi yang berkaitan dengan gizi adalah keadaan lingkungan yang memungkinkan manusia tumbuh optimal serta mempengaruhi status gizinya.

Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi di antaranya adalah beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan penyebab gizi kurang. Informasi tersebut di antaranya data sosial ekonomi, data kependudukan, keadaan lingkungan fisik dan data vital statistik. Data yang termasuk sosial ekonomi misalnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, keadaan budaya, agama, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, ketersediaan air bersih, pelayanan kesehatan, ketersediaan lahan pertanian dan informasi yang lain.

(22)

Data tentang lingkungan fisik seperti kemarau panjang dapat menyebabkan gagal panen, akibatnya ketersediaan makanan terbatas dan berakibat status gizi kurang. Data kesehatan dan data vital statistik juga berkaitan dengan status gizi, seperti proporsi rumah tangga mendapat air bersih, proporsi anak mendapat imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu memberikan ASI eksklusif, dan data spesifik angka kematian berdasarkan umur (Par’i, 2017).

2.2.4. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Untuk memperoleh data berat badan dapat digunakan timbangan dacin ataupun timbangan injak yang memiliki presisi 0,1 kg. Timbangan dacin atau timbangan anak digunakan untuk menimbang anak sampai umur 2 tahun atau selama anak masih bisa dibaringkan atau duduk tenang. Panjang badan diukur dengan

length-board dengan presisi 0,1 cm dan tinggi badan diukur dengan

menggunakan microtoise dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini dapat disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Dalam menilai status gizi anak, angka berat badan dan tinggi badan setiap anak dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan

(23)

menggunakan baku antropometri WHO 2005 (Kemenkes RI, 2018; Septikasari, 2018).

2.2.4.1 Berdasarkan Indikator BB/U

Berat badan merupakan parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, seperti adanya penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Berikut ini merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U:

a. Berat badan sangat kurang (severely underweight): Z-score < -3,0 SD

(24)

b. Berat badan kurang (underweight): Zscore 3,0 s/d < -2,0 SD

c. Berat badan normal: Z-score -2,0 s/d +1,0 SD d. Risiko berat badan lebih: Z-score > +1,0 SD

(WHO, 2006)

Gambar 2.4

Z-score berdasarkan BB/U untuk anak laki-laki usia

2-5 tahun

(WHO, 2006)

Gambar 2.5

Z-score berdasarkan BB/U untuk anak perempuan usia

(25)

Pemantauan pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur dapat dilakukan dengan menggunakan kurva pertumbuhan pada kartu menuju sehat (KMS). Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kekurangan dan kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat sebelum masalah lebih besar. Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan kenaikan berat badan minimum. Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan dikatakan naik jika grafik BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan KBM (kenaikan BB minimal) atau lebih. Tidak naik jika grafik BB mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan dibawahnya atau kenaikan BB kurang dari KBM. Berat badan balita dibawah garis merah menunjukan adanya gangguan pertumbuhan pada balita yang membutuhkan konfirmasi status gizi lebih lanjut (Kemenkes RI, 2020; Septikasari, 2018). 2.2.4.2 Berdasarkan Indikator TB/U

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, pertumbuhan tinggi badan sejalan dengan

(26)

pertambahan umur. Tidak seperti berat badan, pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Sehingga pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian maka indikator TB/U lebih tepat untuk menggambarkan pemenuhan gizi pada masa lampau.

(WHO, 2006)

Gambar 2.6

Z-score berdasarkan TB/U untuk anak laki-laki usia

(27)

(WHO, 2006)

Gambar 2.7

Z-score berdasarkan TB/U untuk anak perempuan usia

2-5 tahun

Indikator TB/U sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Selain itu indikator TB/U juga berhubungan erat dengan status sosial ekonomi dimana indikator tersebut dapat memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan serta akibat perilaku tidak sehat yang bersifat menahun. Berikut ini merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:

a. Sangat pendek (severely stunted): Z-score < -3,0 SD b. Pendek (stunted): Z-score -3,0 s/d < -2,0 SD

c. Normal: Z-score - 2,0 s/d +3,0 SD

d. Tinggi: Z-score > +3,0 SD (Kemenkes RI, 2020; Septikasari, 2018).

(28)

2.2.4.3 Berdasarkan Indikator BB/TB

BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometri yang paling baik, karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya perkembangan berat badan akan diikuti oleh pertambahan tinggi badan. Oleh karena itu, berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya (Septikasari, 2018). Berikut ini merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB:

a. Gizi buruk (severely wasted): Z-score < -3,0 SD b. Gizi kurang (wasted): Z-score -3,0 s/d < -2,0 SD c. Gizi baik (normal): Z-score -2,0 s/d +1,0 SD

d. Berisiko gizi lebih (Possible risk of overweight): Z-score > +1,0 s/d +2,0 SD

e. Gizi Lebih (Overweight): Z-score > +2,0 s/d +3,0 SD f. Obesitas: Z-score > +3,0 SD (Kemenkes RI, 2020).

(29)

(WHO, 2006)

Gambar 2.8

Z-score berdasarkan BB/TB untuk anak laki-laki usia

2-5 tahun

(WHO, 2006)

Gambar 2.9

Z-score berdasarkan BB/TB untuk anak perempuan usia 2-5

(30)

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut UNICEF, ada tiga faktor penyebab yang mempengaruhi timbulnya masalah status gizi pada anak yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab mendasar. Terdapat dua penyebab langsung yaitu asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi. Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Penyebab tidak langsung yaitu imunisasi, tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pola asuh yang tidak memadai, sanitasi dan ketersediaan air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai. Penyebab mendasar atau akar permasalahan status gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik, dan sosial, termasuk bencana alam yang mempengaruhi ketersediaan pangan, dan pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Septikasari, 2018). 2.3 Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa ini juga dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak batita (1−3 tahun) dan anak prasekolah (3−5 tahun). Saat usia 1–3 tahun (batita) kita sering menyebutnya kelompok pasif dimana anak masih tergantung

(31)

penuh kepada orang tua atau orang lain yang mengasuhnya untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Setelah memasuki usia 4 tahun kelompok ini sudah mulai kita masukkan dalam kelompok aktif dimana ketergantungan terhadap orang tua atau pengasuhnya mulai berkurang dan berganti pada keinginannya untuk melakukan banyak hal seperti mandi dan makan sendiri meskipun masih dalam keterbatasaaya (Lestari, 2017).

2.4 Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi seseorang untuk memahami dan menerima informasi. Orang tua dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan seperti pantang makan tertentu sehingga sulit menerima pengetahuan baru mengenai gizi. Orang tua dengan pendidikan yang baik akan mengerti bagaimana mengasuh anak dengan baik, menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan sehingga dapat menurunkan resiko anak dengan status gizi buruk (Sebataraja, Oenzil, dan Asterina, 2014; Vollmer, et al., 2016).

Pendidikan ibu erat kaitannya dengan status gizi anak (Stamenkovic, et al., 2016). Ibu adalah seseorang yang secara langsung mengasuh anak termasuk dalam menyiapkan dan memberikan makanan pada anak. Namun, pendidikan ibu yang tinggi tidak serta-merta menurunkan faktor risiko gizi kurang pada anak. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan ibu yang tinggi tidak dapat diartikan bahwa ibu memiliki pengetahuan yang baik dalam

(32)

pengasuhan anak terutama dalam pemenuhan gizi anak. Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar akan berbeda pengetahuan gizinya dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Namun, tidak berarti bahwa seseorang yang hanya tamat sekolah dasar kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi. Ibu yang rajin membaca informasi tentang gizi atau turut serta dalam penyuluhan gizi bukan mustahil akan memiliki pengetahuan tentang gizi yang lebih baik walaupun memiliki tingkat pendidikan yang rendah (Dessie, et al., 2019; Septikasari, Akhyar, dan Wiboworini, 2016). Walaupun demikian, tentu saja ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi (Nilakesuma, et al., 2015). Pendidikan pada satu sisi mempunyai dampak positif yaitu ibu semakin mengerti akan pentingnya pemeliharaan kesehatan seperti pemenuhan gizi keluarga, tetapi disisi lain pendidikan yang semakin tinggi juga berdampak pada adanya perubahan nilai sosial yang dapat berpengaruh pada pola hidup sehat termasuk konsumsi makanan. Ibu dengan berpendidikan tinggi memiliki peluang untuk bekerja di luar rumah sehingga waktu untuk menyiapkan makanan bergizi menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada pemilihan makanan cepat saji yang sering diberikan kepada anak dengan nilai gizi yang tidak memenuhi kebutuhan nutrisi anak (Septikasari, 2018).

(33)

2.5 Kerangka Konseptual Gambar 2.10 Kerangka Konseptual Pendidikan Ibu Pengetahuan Ibu Pola Pengasuhan

Pemenuhan Gizi Balita

 Tidak menyelesaikan pendidikan formal  Pendidikan dasar  Pendidikan menengah  Pendidikan tinggi

Status Gizi Balita

Z-score WHO

Secara Umum Akut Kronis

BB/U  Severely Underweight  Underweight  Normal  Risiko BB Lebih TB/U  Severely Stunted  Stunted  Normal  Tinggi BB/TB  Gizi Buruk  Gizi Kurang  Normal  Risiko Gizi Lebih  Overweight  Obesitas

Gambar

Tabel 2.1 Skema Umum Pengukuran Status Gizi

Referensi

Dokumen terkait

Std. Test distribution is Normal. Calculated from data. Dependent Variable: Unstandardized Residual.. Dependent Variable: LN_HargaSaham.. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Secara keseluruhannya, walaupun kajian ini terdapat banyak kekurangan seperti sukar untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai sifat-sifat tempurung kelapa sawit, kajian

Jika matahari tinggi maka radiasi yang jatuh hampir tegak lurus pada permukaan bumi, sedangkan jika matahari rendah ma- ka radiasi akan disebarkan dalam area yang luas sehingga

Tulus Purnomo Wibowo (Paslon Nomor Urut 2) KPU Kota Bandar Lampung, Lampung Pemeriksaan Pendahuluan 35.. Lampung Selatan, Lampung Pemeriksaan

Banyak jumlah tunas yang terbentuk karena tercapainya antara zat pengatur tumbuh eksogen dengan eksplan untuk merangsang pemunculan tunas-tunas baru, karena untuk

Kualitas hidup pasien kanker yang telah menerima perawatan paliatif di puskesmas Rangkah, Pacarkeling dan Balongsari sudah cu- kup baik, diukur menggunakan alat ukur untuk

Puruhito, dr., SpB, SpBTKV mantan rektor yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor hingga selesainya Pendidikan Program Doktor pada