• Tidak ada hasil yang ditemukan

D I A L O G : MEMBANGUN KEBERSAMAAN DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "D I A L O G : MEMBANGUN KEBERSAMAAN DALAM MASYARAKAT MAJEMUK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

D I A L O G :

MEMBANGUN KEBERSAMAAN DALAM MASYARAKAT

MAJEMUK

Apriani Magdalena Br.Sibarani

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia

ABSTRACT

Indonesia is wellknown as a country with diverse ethnicities, religions and race. Indonesia has a unique and potential power with its diverse especially in religions. However, diversity in religions sometimes cause a problem and conflict in our country. In this condition, dialogue is one of which solutions. Dialogue among religious people is a contextual solution to protect, build tolerance and defend unity in our country.

Keywords: Indonesia, context, problematic, pluralism, religion, dialogue,

tolerance, unity.

1. PENDAHULUAN

“Selamat dan Sukses Atas pelaksanaan Olah Raga Kerukunan Antar Umat Beragama” demikian dituliskan dalam satu billboard di tepi jalan yang selalu penulis

lewati setiap harinya. Dibawah tulisan itu dicantumkan nama organisasi-organisasi yang mewakili agama-agama yang ada di Indonesia dengan maksud untuk memberitahukan bahwa semuanya itu merupakan pendukung sekaligus peserta dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Belakangan ini memang ada banyak kegiatan yang diaksanakan oleh organisasi-organisasi lintas agama, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan pemerintah dengan tema-tema yang hampir sama dengan kegiatan yang disebutkan di atas. Secara sederhana dapat ditangkap bahwa tujuan kegiatan tersebut dilaksanakan adalah untuk membangun, meningkatkan dan memelihara hubungan yang rukun diantara umat beragama yang ada. Hal itu tentu berhubungan dengan kondisi yang terjadi belakangan ini, dimana kita melihat adanya peristiwa-peristiwa yang mencoba mengusik bahkan bisa mengganggu kerukunan umat beragama. Kondisi tersebut tentu menjadi persoalan serius sebab keadaan yang demikian bisa mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbangsa dan bernegara. Di tengah-tengah masyarakat yang majemuk ini Indonesia keadaan seperti itu memang sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu mempertahankan kerukunan yang sudah ada harus menjadi tekad dan pilihan semua pihak.

Penulis pada saat ini akan membahas topik “Dialog: Membangun Kebersamaan Dalam Masyarakat Majemuk. Pemilihan topik ini tentu tidak terlepas dari konteks

(2)

masyarakat di Indonesia yang pluralistik khususnya dalam agama. Konteks ini ternyata tidak hanya sebagai kekayaan yang konstruktif tetapi sering menjadi dilema bahkan tidak jarang menimbulkan hal-hal yang destruktif. Upaya untuk merawat kemajemukan agama itu tetap dilakukan oleh berbagai pihak supaya dapat memberikan dampak yang konstruktif. Salah satu upaya yang dilakukan dialog. Dialog yang dilakukan ini diharapkan memperkaya iman, menciptakan suasana damai dan persaudaraan di antara orang-orang beragama di Indonesia. Untuk itu dalam makalah ini akan terlebih dahulu membicarakan pluralitas agama di Indonesia sebagai konteks yang tidak terabaikan dan problematik, kemudian akan membicarakan pentingnya dialog dan tujuan dialog dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk merawat dan meningkatkan kerukunan umat beragama.

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:

a. Untuk menjelaskan kondisi kemajemukan agama di Indonesia sebagai konteks yang tidak terabaikan.

b. Untuk menjelaskan potensi permasalahan yang dapat terjadi ditengah kemajemukan agama di Indonesia.

c. Mencari upaya kontekstual yang dapat dilakukan dalam menjaga kemajemukan agama yang ada di Indonesia.

d. Menawarkan dialog sebagai salah satu upaya yang dapat dilaksanakan oleh setiap umat beragama di Indonesia untuk memelihara kemajemukan agama yang ada.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Kenyataan saat ini adalah masyarakat yang majemuk dalam agama telah menjadi tantangan sepanjangan sejarah. Tantangan itu disikapi berbagai sikap, diantaranya ada yang menyikapi dengan sikap eksklusive yaitu sikap yang hanya mengakui kebenaran suatu agama, keberadaan agama-agama lain tidak dihargai. Selain itu ada juga yang mengambil sikap inklusive yaitu sikap yang mau mengakui keuniversalan kebenaranan masing-masing agama walaupun pada pihak lain tetap mempertahankan kebenaran yang dimiliki satu agama. Kedua sikap ini dianut oleh kelompok masyarakat yang berbeda-beda dan tetap ditemukan hingga saat ini.

Kemajemukan agama ditengah-tengah masyarakat ternyata tidak hanyak menimbulkan sikap yang berbeda seperti apa yang sudah disebutkan di atas tetapi juga telah menimbulkan krisis. Krisis itu berpotensi menimbulkan ketegangan bahkan konflik ditengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu dibutuhkan sikap yang tepat supaya krisis itu menjadi suatu kesempatan yang memberi kemungkinan untuk memperkaya masing-masing pihak. Agama-agama tidak dilihat hanya sebagai sistem yang tertutup dari ide-ide dan doktrin-doktrin, melainkan sebagai relasi dengan manusia, yaitu mencari makna dan kebersamaan dalam hidup mereka. Agama-agama tidak lagi hanya dipahami sebagai identitas yang kebenarannya harus dibela dengan cara bagaimanapun tidak perduli cara itu menimbulkan konflik atau tidak,

(3)

kepelbagaian agama harus dijadikan sebagai aset yang dapat memperkaya masing-masing pihak. Dalam kontruksi pemikiran yang demikian dialog menjadi pilihan yang tepat untuk dilaksanakan. Dialog merupakan jalan untuk dapat mengenal diri sendiri dan melampauinya. Dialog menolong masing-masing pihak memformulasikan iman kepercayaan dengan cara yang dapat dimengerti oleh pihak yang lain. Dalam dialog kita dapat memeriksa dan mempertimbangkan apa yang selama ini kita yakini sebagai agama. Dalam hal ini usaha yang dilakukan oleh masing-masing pihak akan memperkaya dan memperteguh iman kepercayaan masing-masing. Dengan demikian dialog tidak dimaksudkan untuk melemahkan tetapi sebaliknya untuk memperteguh dan memperkaya keyakinan masing-masing pihak. Dialog merupakan jalan untuk merawat kemajemukan agama yang ada dan menjadikannnya sebagai kekayaan berbangsa dan bernegara. Dialog menjadi kewajiban untuk ditempuh dalam membangun relasi yang baik tidak lagi hanya antar sesama manusia tetapi juga dengan alam dan dengan Allah khususnya ditengah dunia yang menghadapi tantangan global pada saat ini1.

3. PEMBAHASAN

PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA Konteks yang tidak terabaikan.

Indonesia adalah sebuah “pertemuan” dan sekaligus sebagai “ kumpulan” yang ramai bagi pengaruh agama-agama dunia. Sejak dari dahulu di Indonesia sudah ada dan ditemukan pelbagai agama yang berbeda-beda. Sebagai sebuah bangsa yang besar kenyataan itu bukanlah sebuah tragedi tetapi disyukuri sebagai rahmat Tuhan. Sejarah yang panjang itu dapat juga dilihat ketika para pendahulu bangsa ini merumuskan apa yang menjadi dasar negara. Pemilihan Pancasila sebagai dasar negara mencerminkan adanya pluralitas agama di Indonesia. Pencantuman sila KeTuhanan Yang Maha Esa tidak lain berakar pada realitas kemajemukan agama yang dianut oleh warga Indonesia.2

Sejarah berbangsa dan pemilihan Pancasila sebagai dasar negara ini memastikan bahwa pluralitas agama di negeri ini merupakan realitas empirik yang tidak bisa lagi dipungkiri. Kenyataan tersebut bukanlah kondisi yang dibuat-buat tetapi merupakan realitas yang harus diterima dan disyukuri sebagai rahmat dari Tuhan. Kesadaran seperti iniah yang membuat para pendiri bangsa ini memilih Pancasila sebagai dasar negara yang secara implisit memberikan dasar-dasar yang kuat bagi warga bangsa ini untuk menerima dan menghargai kepelbagaian yang ada dengan bersikap toleran serta menjunjung tinggi perbedaan yang ada, termasuk perbedaan agama. 3

1 Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D, Berteologi Dalam Konteks,Yogyakarta:Kanasius, 2000, hl.74-75 2 Th Sumartana, Dari Konfrontasi ke Dialog, dalam Th Sumartana (ed) Pluralisme agama, konflik dan

pendidikan agama Kristen, Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2001, hl 101.

(4)

Konteks yang problematis.

Sejarah yang cukup panjang menunjukkan bahwa kemajemukan agama yang ada di Indonesia telah memberikan kenyataan dalam dua sisi yang berbeda. Pada satu sisi pluralitas agama di Indonesia mencerminkan keindahan dan kekayaan tanah air Indonesia. Kemajemukan itu memungkinkan setiap orang untuk melihat dan mempelajari hal-hal yang berbeda dari antara satu sama lainnya, disana interaksi antara satu sama lain yang mempunyai agama dan kepercayaan yang berbeda-bedapun dapat dilakukan. Kemajemukan agama yang ada menjadi kekayaan dan kelebihan dalam berbangsa dan bernegara yang tidak ditemukan di bangsa-bangsa yang lain. Pada sisi lain konteks kemajemukan agama dengan sendirinya ternyata tidak selalu berarti demikian. Kemajemukan agama ternyata sudah menjadi salah satu konteks pergumulan dalam berbangsa dan bernegara. Disebutkan menjadi salah satu pergumulan karena ternyata dalam kemajemukan agama yang ada bisa muncul sikap-sikap yang intoleran bahkan tindakan-tindakan radikal yang dapat mengancam dan merusak persatuan dan kesatuan berbangsa. Kenyataan lain yang juga harus disadari, ditengah-tengah kondisi ekonomi, sosial dan politik yang senantiasa dinamis, kemajemukan yang ada sangat berpotensi untuk menimbulkan ketegangan bahkan sangat memungkinkan terjadinya konflik. Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan kemajemukan agama dapat menjadi “pemicu” terjadinya hal-hal yang menakutkan dan menimbulkan penderitaan, pertikaian, permusuhan, kekerasan dan konflik yang meninggalkan trauma mendalam dan sulit dipulihkan.4 Ditengah-tengah kondisi yang problematis seperti inilah diperlukan adanya upaya yang relevan dan diharapkan dapat menjadi jalan untuk merawat kemajemukan agama yang ada sehingga kemajemukan agama yang ada benar-benar menjadi rahmat Tuhan yang harus disyukuri dan dijadikan sebagai kekayaan dalam berbangsa dan bernegara.

DIALOG

Pentingnya Dialog Dilakukan

Ditengah-tengah konteks pergumulan kemajemukan agama yang ada di Indonesia dialog antar agama menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, secara eksistensial, karena keberadaan kita yang mempunyai agama yang berbeda dan hidup bersama-sama dalam sebuah masyarakat. Dari Sabang sampai ke Merauke semua anak bangsa hidup bersama-sama secara berdampingan.

Kedua, secara ideologis, kita mempunyai pandangan dan perhatian terhadap agama

yang lain. Dalam konteks demikian setiap orang mempunyai pandangan dan perhatian tidak hanya untuk agamanya sendiri, tetapi juga terhadap orang yang beragama lain. Pandangan kepada agama lain ternyata tidak selamanya diwarnai pandangan yang

4 Abdul Munir Mulkhan, Dilema manusia dengan diri dan Tuhan, dalam Th Sumartana (ed)

(5)

positif, sering juga diwarnai pandangan yang negatif. Banyak faktor yang menyebakan hal itu terjadi. Itulah yang sering membuat pluralitas agama di Indonesia tidak hanya menjadi kekayaan tetapi dapat memicu terjadinya perpecahan, pertikaian, kerusuhan dan konflik yang hanya menimbulkan derita yang berkepanjangan.5

Di tengah konteks yang sudah disebutkan di atas maka tugas bersama umat beragama adalah bagaimana membangun komunikasi yang baik diantara umat beragama sehingga dapat membuat pluralitas agama itu menjadi suatu kesempatan dimana setiap umat beragama dapat diperkaya dan memperkaya antara satu sama lain. Komunikasi yang baik menjadi pilihan yang sangat penting dilakukan untuk membawa kita keluar dari ketegangan yang ada ditengah-tengah hubungan antar umat beragama karena dengan komunikasi yang baik pemahaman-pemahaman dan penilaian yang sebelumnya keliru dapat diluruskan. Semua orang harus menyadari bahwa bukan sebagai kebetulan kalau anak bangsa ini hidup dinegeri yang sama sekalipun memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Kenyataan itu haruslah dijadikan sebagai kesempatan untuk dapat saling memperkaya satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu setiap orang harus berusaha meninggalkan sikap arogansi dan intoleransi yang banyak terjadi serta mengoreksi secara kritis sikap eklusivitas dalam semua agama. Ini adalah tantangan umat beragama yang ada di Indonesia dan sudah tentu tidak mudah untuk melaksanakannya. Karena itu sikap yang terbuka dan dialog secara bersama-sama harus dibangun dan dikembangkan.6 Ketiga, Hal yang membuat Dialog penting untuk dilakukan adalah karena dengan dialog dan sikap kemauan menerima perbedaan dalam konteks saling menghormati dan menghargai dapat menghasilkan kedewasaan iman kepada semua pihak dan menjadi katalisator yang kuat untuk kebaikan. Hal ini sekaligus membatalkan kekhawatiran yang menganggap bahwa dialog yang dilakukan akan melemahkan keyakinannya dan menghilangkan kekhasan yang diyakininya. Dialog tidak dimaksudkan demikian, dialog yang dimaksudkan adalah upaya yang menumbuhkan dan memperkaya keyakinan masing-masing pihak. Jikalau hal ini dilakukan dengan penuh simpati dan rasa hormat terhadap integritas pihak lain, dialog akan dapat menyebabkan terjadinya perkembangan rohani dan akan memperkaya semua pihak serta membawa “kesejahteraan” kepada manusia.7

Bentuk dan tujuan dialog

Dalam kemajemukan agama di Indonesia ada beberapa bentuk dialog yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan. Pertama: dialog teologis yang tujuannya untuk melakukan suatu kajian kritis terhadap diri sendiri. Hal ini diperlukan supaya

5 Michael Amaladoss S.J, The challenges of mission today, dalam William Jankinson & Helena

O’Sullivan (ed), Trend in mission, New York:Orbis book, 1991, hl 372.

6 S J Samartha, Mission in religiously plural world, Majalah International review of mission, 1988, hl

320.

(6)

masing dapat keluar dari ketertutupan dan klaim pembenaran dirinya sendiri. Sebab harus disadari bahwa interpretasi, klaim yang membenarkan diri sendiri dan sikap-sikap eklusivitas sering menjadi penghambat berlangsungnya dialog diantara umat beragama. Tanpa dialog teologis sulit bisa diharapkan suatu pemahaman yang mendasar tentang hak hidup orang lain baik secara spritual maupun secara sosial. Dialog teologis diharapkan dapat membangun sebuah teologi yang memberi pengakuan kepada keabsahan teologi dari agama-agama lain, menghargai dan menghormati orang lain bersama keyakinan yang dimilikinya dan bersikap toleran kepada orang lain meskipun mempunyai agama yang tidak sama dengan dirinya. Dengan dialog teologis distorsi dan kesalahpahaman dapat diminimalisir dan apresiasi kepada pihak lain akan ditumbuhkan.

Kedua adalah dialog Aksi. Dialog yang diperlukan tentunya bukanlah hanya dialog

keagamaan yang bersifat teori saja yang sering dilakukan dalam bentuk seminar, ceramah dan dilangsungkan diruangan tertutup dengan peserta yang tertentu. Lebih jauh dari itu, ditengah konteks persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini sangat diperlukan dialog aksi. Dialog aksi adalah perbuatan konkret yang dilakukan secara bersama-sama oleh umat yang berbeda-beda agama dalam rangka memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat. Aksi nyata demikian diyakini lahir sebagai bentuk implementasi dari keyakinan yang dimiliki masing-masing karena semua agama mengajarkan supaya umatnya melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Semua orang harus menyadari bahwa permasalahan kemanusiaan yang dihadapi sekarang tak mungkin dipecahkan oleh sekelompok agama saja. Masalah-masalah seperti lingkungan hidup, kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan dan konflik tak bisa dimengerti dan tidak mungkin dipecahkan kecuali ada kerjasama antara agama-agama. Kerjasama itu hanya mungkin dapat dilaksanakan jika semua umat mempunyai komunikasi yang baik, dan hal itu hanya mungkin terjadi kalau ada dialog diantara umat.8 Kebersamaan kelompok-kelompok yang berbeda diperlukan untuk menghadapi

hal-hal itu semua. Kebersamaan yang demikian hendaknya dijadikan sebagai dasar etis dalam kerjasama antar agama untuk membangun teologi agama yang relevan di Indonesia.9 Ketiga: Dialog yang korelasional dan bertanggungjawab secara global. Dalam dialog ini setiap umat beragama berupaya saling mengerti dan berbicara atas dasar komitmen bersama terhadap kesejahteraan umat manusia maupun lingkungan. Setiap orang dipandang mempunyai tanggungjawab terhadap permasalahan-permasalahan global yang ada dan dipanggil untuk ikut serta membangun kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Masing-masing harus berpikir untuk berbuat apa yang dapat mensejahterakan kehidupan manusia. Bukan lagi hanya memikirkan kesejahteran kelompok tertentu atau agama tertentu tetapi kesejahteraan universal yang berlaku kepada semua. Dalam dialog ini perjumpaan dialogis dilakukan dalam suatu komunitas

8 Th.Sumartana, Pluralisme, konflik dan dialog, dalam Th Sumartana (ed), Pluralisme….hl 85-86. 9 Th.Sumartana, Pemikiran Krsiten Mengenai Pluralisme menuju Upaya Merumuskan Teologi

(7)

yang egaliter dan bukan hierarkhis. Kebersamaan dan kesetaraan dalam kepelbagaian menjadi semangat yang mendorong semua pihak dalam melaksanakan dialog. Sebab suatu dialog korelasional tidak bisa dilaksanakan kalau satu agama mengklaim kekuasaan, atau superior dan dalam segala hal akan membuat norma terakhir yang menyingkirkan norma-norma lainnya. 10 Dalam hal ini ada suatu yang harus di terima; kebenaran tidak dapat dimonopoli oleh satu kelompok saja. Dialog antar agama ini akan gagal apabila salah satu agama secara apriori memandang dirinya lebih unggul dalam segala hal, sehingga agama tersebut tidak mau atau tidak mampu belajar dari agama-agama lain. Dialog dalam pandangan ini adalah sesuatu yang lebih daripada suatu pertemuan orang-orang yang berbeda agama. Orang datang secara bersama-sama tidak hanya untuk mengekspresikan pendirian mereka, tetapi juga karena suatu perasaan ketidaksempurnaan dan kebutuhan bersama. Dalam dialog ini, keterbukaan bersama dengan keinginan untuk masuk kedalam hubungan yang baru adalah suatu hal yang selalu diusahakan. Dialog tidak hanya mendengarkan secara atutentik, dialog juga meminta untuk berbicara secara jujur. Dalam dialog antar agama dimungkinkan orang-orang berbicara terusterang satu sama lain dan mendengarkan secara autentik. 11 Tujuan

dialog ini dilakukan adalah bagaimana “mereka’ dan “kami” menjadi “kita” – “kita” adalah hal yang lebih penting. Disana setiap umat beragama dapat saling menerima dan belajar bersama demi kelangsungan dan kesejahteraan hidup, mengatasi permasalahan-permasalahan hidup yang di alami oleh manusia, memperkaya hati dan pikiran serta jiwa manusia. Dialog yang demikianlah yang diharapkan akan dapat mengatasi kesulitan, memperbaiki yang sudah rusak, menghindari perpecahan, menjauhkan sikap superior atas orang lain, menangkal gerakan-gerakan radikal dan intoleran serta menciptakan hubungan kebersamaan, kerukunan dan kesejahteraan.12

4. PENUTUP.

Kemajemukan agama adalah realitas yang ada di tengah-tengah bangsa ini. Dalam sejarah yang cukup panjang realitas itu berlangsung dan sudah menjadi kekayaan berbangsa disatu sisi sekaligus menjadi pergumulan pada sisi lainnya. Bangsa ini sering mendapat apresiasi dari bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang dapat merawat kemajemukannya dalam agama tetapi bangsa ini juga sering diuji kemampuannya untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan sebagai anak bangsa ditengah tantangan yang timbul karena kepelbagaian agama yang ada. Ditengah konteks kepelbagaian agama yang real sekaligus problematik di Indonesia sekarang ini maka salah satu upaya konkret yang harus digagas dan dilaksanakan oleh semua anak bangsa adalah dialog. Institusi keagamaan, organisasi-organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan dan semua anak bangsa ini dipanggil untuk terlibat didalamnya. Sebab

10 Paul F Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, Jakarta: BPK-GM, 1995, hl 20-23.

11 Paul F Knitter, Menggugat Arogansi Kekristenan, Yogyakarta:Kanasius, 2005, hl 268. 12 Martin Forward, Interreligious Dialogue, Oxpord: One World, 2001, hl 87-88.

(8)

dialog ditengah kepelbagaian agama dapat menjadi salah satu jalan untuk merawat pluralitas agama yang ada, memperkaya keyakinan masing-masing umat, dengan dialog dapat dikembangkan semangat toleransi beragama, dengan dialog akan terbangun komunitas dan kebersamaan sehingga persatuan dan kesatuan berbangsa terpelihara. Dengan dialog persoalan kemanusiaan dan persoalan global seperti permasalahan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kerusakan lingkungan, intoleransi dan konflik dapat dihadapi bersama. Dialog akan membuat adanya komunikasi yang baik dan komitmen bersama untuk membangun kehidupan bersama yang mensejahterakan.

DAFTAR PUSTAKA

Amaladoss Michael S.J, The Challenges Of Mission Today, dalam William Jankinson & Helena O’Sullivan (ed) Trend In Mission,1991, New York: Orbis Book.

Coward Harold ,Pluralisme, 1989,Yogyakarta:Kanasius.

Forward Martin, Interreligious Dialogue,2001:Oxford:One World.

Gerrit Emanuel Singgih, Berteologi Dalam Konteks, Pemikiran-Pemikiran Mengeni

Kontekstualisasi Teologi di Indonesia, 2000, Yogyakarta:Kanasius.

Knitter F Paul, Satu Bumi Banyak Agama,1995:Jakarta:BPK-Gunung Mulia. Knitter F Paul, Menggugat Arogansi Kekristenan, 2005,Yogyakarta:Kanasius.

Mulkan Munir, Dilema Manusia Diri dengan Tuhan, dalam Th Sumartana (ed),

Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama Kristen, 2001, Yogyakarta:Pustaka

Pelajar.

Sumartana Th,Pemikiran Kristen Mengenai Pluralisme menuju Upaya Merumuskan

Teologi Agama-Agama di Indonesia, bahan Kuliah Alih Tahun, Ambon: 09 s/d 22

Juli 2006.

Suseno Magnis Franz, Pluralisme agama, dialog dan Konflik, dalam Sumartana (ed),

Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama Kristen, 2001,Yogyakarta:Pustaka

Pelajar.

Samartha S.J, Mission in Religiously Plural World, majalah International Review of Mission, 1998.

Tanja I Viktor, Spritualitas, Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia, 1994, Jakarta:BPK-GM.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasrkan penelitian yang penulis lakukan tentang Tindak Tutur Ilokusi dalam Interaksi antara Pedagang dengan Pembeli di Pasar Panam Kecamatan Tampan Kota

Berdasarkan hasil penelitian cerita yang disampaikan oleh guru terkadang tidak sesuai tema pada rencana kegiatan harian namun cerita yang disampaikan sangat menarik

Sama halnya dengan penelitian ini, yang berkaitan tentang salah satu implementasi Smart City, yaitu Smart Mobility, untuk membantu mengurangi salah satu permasalahan

Selain harus berhadapan dengan lingkungan dan kondisi (baik itu sosial politik, ekonomi, maupun budaya) suatu negara, para pelaku bisnis juga harus menerima resiko dari keterbukaan

Pemertahanan bahasa yang dimaksud penulis adalah upaya-upaya mempertahankan bahasa Jawa ngoko dan krama inggil sekelompok minoritas keluarga Pacitan yang ada di

Kadar aspal optimum yang digunakan adalah 6.00% pada campuran Laston Lapis Antara dengan nilai stabilitas marshall sisa yaitu 96.87 % yang telah memenuhi syarat

Adapun bahan yang dipakai untuk pertanggungjawaban adalah RENSTRA atau dokumen perencanaan daerah lainnya, yang dengan kesepakatan DPRD ditetapkan sebagai tolok

Diharapkan desain pembelajaran keterampilan mengungkapkan monolog descriptive bahasa inggris lisan sederhana yang berterima akan menarik dan menyenangkan dengan