• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP ULKUS DIABETIK 2.1.1. Pengertian

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus. Adanya luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006). Menurut Tambunan (2006) dalam Hidayah (2012), ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati dari penyakit diabetes melitus sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi.

(2)

2.1.2. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik

Menurut Maryunani (2013), tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat berdasarkan stadium antara lain;

a. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan gringgingen).

b. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi pendek).

c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat.

d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis, ulkus).

2.1.3. Klasifikasi Ulkus diabetik

Gambar 2.1. Klasifikasi ulkus diabetik menurut University of Texas Classification System.

Stage Grade

0 I II III

A Lesi pre atau post

ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna

Lesi superfisial tidak sampai pada tendon kapsul atau tulang

Luka sampai pada tendon atau kapsul

Luka sampai tulang atau sensi

B Lesi pre atau post

ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna, mengalami infeksi

Lesi superfisial tidak sampai pada

tendon, kapsul atau tulang, Mengalami infeksi Luka sampai pada tendon atau kapsul Mengalami infeks Luka sampai tulang atau sendi Mengalami infeksi

C Lesi pre atau post

ulkus yang mengalami

Lesi superfisial tidak sampai pada

tendon, kapsul atau

Luka sampai pada tendon atau kapsul Luka sampai tulang atau sendi Mengalami

(3)

epitelisasi sempurna dengan iskemia tulang Mengalami iskemia Mengalami iskemia iskemia

(sumber: Dexa Media, jurnal kedokteran dan farmasi, no. 3. Vol. 20, edisi juli-september 2007)

2.1.4. Patofisologi Ulkus Diabetik

Menurut Frykberg dkk., (2006) dalam Pramudito (2014), mendefinisikan patofisologi ulkus diabetik sebagai berikut:

1. Neuropati perifer

Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka merupakan faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih 45- 60% dari semua penderita ulkus diabetik disebabkan oleh neuropati, di mana 45% nya merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada kaki ulkus yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik yaitu hilangnya sensasi pada kaki, dan yang terakhir adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka pintu masuk bagi bakteri.

2. Gangguan pembuluh darah

Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi arterial. Gangguan

(4)

pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada kaki.

2.1.5. Faktor resiko terjadinya ulkus diabetik

Menurut Hastuti (2008), Purwanti (2013), dan Ferawati (2014), menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat mengalami ulkus diabetik apabila memiliki faktor resiko antara lain:

1. Umur ≥ 60 tahun

Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

2. Lama DM ≥ 10 tahun

Semakin lama seseorang mengalami DM, maka makin berisiko mengalami komplikasi. Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita selama 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

(5)

Penelitian Hastuti (2008) pada 72 pasien diabetes melitus menunjukkan hasil, pasien yang menderita DM ≥ 10 tahun beresiko mengalami ulkus diabetik.

3. Obesitas

Pada pasien obesitas dengan indeks masa tubuh atau IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan relatif (BBR) lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus diabetik.

4. Neuropati

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.

5. Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada

(6)

endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus diabetik.

6. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel.

Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika. Penelitian Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian ulkus diabetik antara pasien DM yang rutin melakukan kontrol gula darah dengan yang tidak rutin melakukan kontrol gula darah dengan nila p=0,018, α=0,05.

7. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.

(7)

8. Kolesterol Total, High Density Lipoprotein (HDL), Trigliserida tidak terkendali.

Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL

(highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar

trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian oleh Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik pada pasien DM yang memiliki kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl.

9. Diet

Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang dikonsumsi. Jenis diet yang dilakukan dapat bermacam- macam sesuai dengan tujuan dari diet (Wicak, 2009). Kepatuhan diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu

(8)

mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah. Penelitian Kurniasari (2007), menunjukkan ada perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien DM yang sesuai melakukan diet dengan yang tidak sesuai melakukan diet dengan nilai p=0,024, α=0,05. 10. Kurangnya aktivitas Fisik.

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang terkendali dapat mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Hasil penelitian Hastuti (2008), menunjukkan adanya adanya resiko terjadi ulkus diabetik pada pasien DM yang kurang melakukan latihan fisik.

11. Perawatan kaki tidak teratur.

Perawatan kaki diabetisi yang teratur dapat mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien

Diabetes Melitus (DM) yang rutin melakukan perawatan kaki dengan yang tidak

rutin melakukan perawatan kaki dengan nilai p=0,024, α=0,05. 12. Penggunaan alas kaki tidak tepat.

Pasien diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetik, terutama pada pasien DM yang mengalami neuropati.

(9)

2.2. KONSEP KEPATUHAN 2.2.1. Pengertian

Kepatuhan merupakan ketaatan klien melaksanakan tindakan terapi (Potter Perry, 2005). Kepatuhan adalah tingkat perilaku individu (misalnya; minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi atau kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindakan mengindahkan setiap aspek anjuran sampai mematuhi semua rencana terapi (Kozier, 2010). Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003 dalam Syamsiyah, 2011). Kesimpulannya, kepatuhan merupakan tindakan pasien sesuai rekomendasi petugas kesehatan selama menjalani pengobatan atau perawatan.

Kepatuhan mengacu pada program-program yang mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh penyelenggara (Eraker dkk, 1984 dan Levanthal & Cameron 1987 dalam Bastable, 2002).

(10)

2.2.2. Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan

Menurut Carpenito (2000) dalam Maryati (2011) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

1. Tingkat pendidikan.

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohani (cipta, rasa, karsa) dan jasmani (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Sulistiari (2013) menyimpulkan bahwa adanya pengaruh pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,001.

2. Kesakitan dan pengobatan.

Tiga elemen dari pengobatan; kompleksitas dari pengobatan, lamanya penyakit dan cara pemberi pelayanan, serta penyakit itu sendiri sangat berhubungan dengan kepatuhan pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mematuhinya (Astri,2006).

3. Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Penelitian Setiadi (2014) tentang hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada lansia penderita DM tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ayali, menyimpulkan bahwa adanya hubungan keyakinan diri dengan kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,003.

(11)

4. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan. Hasil penelitian Pratita (2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan dukungan pasangan dan Health Locus of

Control dengan kepatuhan pasien diabetes melitus.

5. Jenis Kelamin

Penelitian yang dilakukan Hasbi (2012) menunjukkan jumlah responden yang tidak patuh lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (67,2%) dari jumlah responden berjenis kelamin perempuan (45,5%). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,026.

6. Motivasi

Motivasi merupakan dorongan internalo dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik (Uno, 2007 dalam Nursalam, 2008). Hasil penelitian Indrawati

(12)

(2012) menyimpulkan bahwa adanya hubungan motivasi dengan kepatuhan diet pasien diabetes melitus dengan hasil p=0,002.

2.2.3. Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan quesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Jadi, suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Di samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al Assaf, 2003).

Wardinin (2009) dalam Iswanti (2012), mengemukakan indikator kepatuhan pasien dilihat ketika pasien melakukan kontrol rutin setelah dirawat. Niven (1994) dalam Safitri (2013) mengemukankan indikator kepatuhan antara lain; tingkat pasien dalam menjalani pengobatan sesuai aturan yakni keteraturan minum obat dan tingkat pasien dalam menjalankan tingkah lakunya yang disarankan atau diperintahkan yakni kontrol ke fasilitas pelayanan secara teratur dan menjaga kebersihan. Indikator kepatuhan pasien melakukan kontrol adalah datang atau tidaknya pasien setelah dijadwalkan untuk kembali melakukan kontrol di

(13)

fasilitas pelayanan kesehatan (Snider dalam Aditama 1997, dalam Khoiriyah, 2005).

2.3.KONSEP KELUARGA 2.3.1. Pengertian Keluarga

WHO (1969) dalam Mubarak (2012) mendefinisikan keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak, 2012). Kesimpulannya, keluarga merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah, terikat akan hubungan darah atau diangkat menjadi keluarga, dan memiliki interaksi antara satu dengan yang lain.

2.3.2. Dukungan Keluarga

Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan. Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Smet (1994) dalam Christine (2010), dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan

(14)

yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang -orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal -hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.

2.3.3. Komponen Dukungan Keluarga

Sarafino (2002) mendefinisikan bentuk dukungan keluarga terdiri dari : a. Dukungan emosional

Dukungan emosional terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin terhadap seseorang. Dukungan dalam memberi semangat, kehangatan personal dan cinta ketika pasien mengalami stres, akan mengakibatkan pasien merasa nyaman, tentram, dan dimiliki serta dicintai.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada pasien yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara pasien dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan pasien yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan penghargaan akan sangat berguna ketika pasien mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. c. Dukungan fasilitas

(15)

Dukungan fasilitas merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau meringankan tugas pasien yang sedang stres.

d. Dukungan informasi

Dukungan informasi merupakan dukungan yang terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya pasien mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang bagaimana menjaga kebersihan luka.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor penyebab beban kerja di subbagian ini bisa berlebih yaitu satu karyawan Aneka Tanaman dan Hortikultura mengerjakan tugas terkait pengadaan barang

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk memaparkan representasi dari visi dan misi program acara televisi Ini Talk Show Net Tv melalui pemilihan genre setting tata

Pengirim akan membayar atau memberikan penggantian kepada DHL atas semua biaya, biaya tambahan, bea, dan pajak Kiriman yang terutang untuk jasa-jasa yang diberikan oleh DHL atau

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran guided inquiry mampu meningkatkan: (1) keterampilan proses sains siswa namun belum memenuhi ketuntasan klasikal, karena pada siklus

Split Komplementer adalah suatu skema warna yang menggunakan kombinasi dari stu warna yang dipadukan dengan dua warna lain yang letaknya berdekatan atau

pertumbuahn Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot media tanaman serat sawit 120 g menghasilkan tinggi bibit, luas daun, jumlah daun, dan diameter batang lebih

Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur kesengajaan atau unsur dolus dan

Penelitian ini hanya menggunakan data primer berupa Al-Quran yang ditafsirkan oleh Muhammad Quraish Shihab, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim