• Tidak ada hasil yang ditemukan

REGULASI LOMBA MONOLOG SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021 A. Ketentuan Umum Lomba 1. Tema : Smaga Champhionship Wadah Eksplorasi Diri pada Masa Pandemi 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REGULASI LOMBA MONOLOG SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021 A. Ketentuan Umum Lomba 1. Tema : Smaga Champhionship Wadah Eksplorasi Diri pada Masa Pandemi 2."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI LOMBA MONOLOG SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021 A. Ketentuan Umum Lomba

1. Tema : “Smaga Champhionship Wadah Eksplorasi Diri pada Masa

Pandemi”

2. Peserta adalah pelajar aktif dari sekolah SMP Negeri dan Swasta yang ada di Kabupaten Ponorogo.

3. Peserta harus melengkapi syarat-syarat pendaftaran yang ditentukan panitia sesuai kategori lomba masing-masing.

4. Mematuhi protokol kesehatan dan boleh memakai peralatan kesehatan sesuai kebutuhan.

5. Pendaftaran lomba dan pengiriman karya melalui website smagaponorogo.sch.id 6. Mengirimkan hasil karya berupa video. Video karya adalah video hasil karya peserta

sendiri dan merupakan video yang dibuat khusus untuk mengikuti lomba SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021.

7. Peserta wajib memakai Name Tag dengan format dari panitia SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021 untuk dipakai peserta saat taping Video karya yang akan diikutkan lomba.

8. Hasil karya video recording yang dikirim kepada panitia dan memenuhi syarat akan diunggah pada channel YouTube SMAN 3 PONOROGO.

9. Peserta diperkenankan merangkap sebagai peserta lomba pada kategori yang lain dalam SMAGA CHAMPHIONSHIP X 2021.

10. Peserta tidak diperkenankan menampilkan karya yang mengandung unsur pornografi, kata-kata kotor, dan SARA.

11. Video berukuran 16:9 atau landscape dan direkam hanya dari sisi depan atau sisi penonton.

12. Latar belakang/back drop video bebas. 13. Pencahayaan video harus terang dan jelas.

14. Kualitas audio visual harus jelas dengan resolusi minimal 480p. 15. Format video MP4.

16. Ukuran video maksimal 100 MB.

17. Aturan penamaan file SMAGACHAMPX2021_JENIS LOMBA_NAMA PESERTA/TIM_NAMA SEKOLAH

Contoh : SMAGACHAMPX2021_Solo Vokal__VELLICIA_SMPN 7 PONOROGO 18. Tidak ada seleksi final, juara akan ditentukan langsung dari hasil video karya oleh

dewan juri.

19. Peserta yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan panitia akan didiskualifikasi dan video tidak akan diunggah di Chanel Youtube SMAN 3 Ponorogo.

(2)

20. Keputusan hasil perlombaan dari panitia tidak dapat diganggu gugat. 21. Juara

• Juara 1 = Piala + sertifikat + voucher pendidikan* • Juara 2 = Piala + sertifikat + voucher pendidikan* • Juara 3 = Piala + sertifikat + voucher pendidikan* • Harapan 1 = sertifikat

• Harapan 2 = sertifikat • Harapan 3 = sertifikat

*Sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. 22. Narahubung

• Lomba Baca Puisi, Monolog, dan Menulis Esai : Whatsapp 0857-3558-5569 (Bu Ryan)

• Lomba English Story Telling dan News Reading : Whatsapp 0823-3828-3276 (Bu Yunia)

• Lomba Nembang Macapat, Solo Gitar, dan Menyanyi Solo : Whatsapp 0856-4880-4408 (Pak Nadhif)

• Lomba Da’i dan Tartil : Whatsapp 0857-2556-4347 (Pak Adhin) • Lomba Tari Tradisional: Whatsapp 0896-5794-5137 (Pak Adam) • Lomba Film dan Desain Grafis : Whatsapp 0857-4579-8777 (Pak Arif) 23. Semua peraturan dalam Juknis ini diartikan menurut persepsi panitia.

B. Protes

Protes yang diterima panitia hanyalah protes mengenai manipulasi peserta. Apabila terbukti manipulasi itu benar seperti yang diadukan, sanksinya adalah diskualifikasi.

C. Ketentuan Khusus Lomba Monolog

1. Karya peserta adalah video hasil rekaman monolog.

2. Peserta tidak ditentukan berdasarkan jenis kelamin (putra atau putri). 3. Setiap sekolah maksimal mengirimkan 2 siswa putra atau putri. 4. Peserta menampilkan naskah monolog yang telah ditentukan panitia.

5. Peserta diizinkan mengenakan kostum, rias, peralatan penunjang akting, dan ilustrasi musik untuk kebutuhan pertunjukan.

6. Peserta lomba tidak boleh memperkenalkan diri secara lisan atau memberi pengantar/penutup sebelum atau sesudah adegan monolog.

7. Monolog dari awal hingga akhir sepenuhnya dilakukan di rumah/ lingkungan rumah (indoor/outdoor).

8. Pengambilan gambar dilakukan dengan kamera statis yang memperlihatkan aktor monolog.

(3)

10. Kelebihan durasi berakibat pada pengurangan nilai.

11. Peserta diperbolehkan menyunting naskah sesuai dengan keperluan pertunjukan dengan durasi yang telah ditentukan.

12. Hasil rekaman tidak boleh direkayasa ulang/diedit.

13. Hasil rekaman audio visual harus terdengar dan terlihat jelas. 14. Video dikumpulkan melalui website smagaponorogo.sch.id

D. Penilaian

Aspek yang Dinilai Uraian

Penafsiran Pemahaman isi naskah

Kejelasan penceritaan Kejelasan struktur dramatik Karakter Peran Ketepatan penghayatan

Keutuhan daya ekspresi Kekuatan karakter

Vokal Kejelasan artikulasi

Ketepatan pengucapan Penguasaan tempo dan irama Gestikulasi Kesatuan cerita dan tubuh

Penguasaan panggung Keutuhan penampilan

E. Jadwal Kegiatan

TANGGAL KEGIATAN

8 Februari - 7 Maret 2021 Pendaftaran dan pengumpulan karya 8 - 11 Maret 2021 Validasi karya oleh Panitia

15 - 17 Maret 2021 Penilaian karya oleh Juri 18 Maret 2021 Pengumuman nominasi 20 Maret 2021 Malam awarding

(4)

Naskah Monolog

Dokter jawa

Karya Putu Fajar Arcana (dengan penyesuaian)

DOKTER RAHAYU BERTUGAS DI SEBUAH DESA TERPENCIL, JAUH DARI IBU KOTA KABUPATEN. PERLU WAKTU HAMPIR 2 JAM NAIK PERAHU MONTOR. ONGKOS PERAHU DARI IIBU KOTA KABUPATEN BISA SAMPAI 1 JUTA ELINTASI SUNGAI DAN RAWA-RAWA PENUH BUAYA.

SETTING: SEBUAH BERANDA RUMAH SEDERHANA DARI KAYU DENGAN HALAMAN YANG CUKUP LUAS. RUMAH INI DIGUNAKAN SEBAGAI PUSKESMAS DESA. PADA SEBUAH PAPAN DI HALAMAN TERTULIS “ PUSKESMAS DESA BISA JAYA”

DI DINIDING BERANDA TERDAPAT BEBERAPA POSTER TENTANG CARA HIDUP SEHAT, TERUTAMA POSTER-POSTER TENTANG PENANGGLANGAN PENYAKIT MALARIA. TAK JAUH DARI DINDING ITUSEBUAH TIMBANGAN TERGANTUNG LENGKAP DENGAN SELENDANG BAYI. HANYA ADA SEBUAH MEJA TUA DAN BANGKU. DI SITULAH BIASANYA DOKTER RAHAYU MENERIMA PASIEN. TAK JARANG IA SENDIRI TERTIDUR SELONJORAN DI BANGKU PANJANG IITU.

LAMPU PERLAHAN MENYALA. TERLIHAT DOKTER RRAHAYU TERTIDUR DI BANGKU. TANGANYA MENJUNTAI HAMPIR MENYENTUH LANTAI KAYU. IA TAMPAK LELAH. JAM DINDING SEDERHANA HADIAH DARI PAK BUPATI TERPASANG DI DINDING MENUNJUKKAN UKUL 02.15 DINIHARI. TERDENGAR SALAK ANJING YANG DIIKUTI OLEH KERIBUTAN DI LUAR HALAMAN.

(5)

Suara siapa disana (DOKTER RAHAYU TERBANGUN DAN MELIHAT SEKELILING PUSKESMAS) masuk saja sini. Dini hari seperti sekarang tidak baik di luar rumah. Ha? Apa? Ada yang mau melahirkan. Ya ya ya.. melahirkan memang tidak mengenal waktu. Bias datang kapan saja. Seperti halnya dengan kematian. Kematian? Kenapa aku jadi melantur menyebut kematian, ya? Selama tiga tahun aku di sini puskesmas ini jadi saksi, bahwa kelahiran dan kematian itu tidak pernah adil.

Sebagai orang jawa yang mewarisi ajaran harmoni dari para tetuanya, aku merasa dibenturkan pada kenyataan yang pahit. Yang berbeda dengan apa yang telah diajarkan padaku. Aku juga menjadi saksi, di setiap kesakitan di sini hampir selalu berujung pada kematian.

Kalian tau terkadang aku merasa gagal sebagai dokter. Dan kegagalan demi kegagalan itulah yang membuatku ingin meninggalkan profesi ini, menjadi orang biasa, dan tidak lagi memiliki beban profesi seberat ini. (KEPADA PENONTON)Ya kalian sih enak tinggal duduk duduk saja seperti itu, melihat aku yang bekerja keras berlatih menjadi dokter di daerah terpencil seperti ini. Itu yang belakang malah pake ketawa. Kalau dewan juri sih sudah pasti serius, atau pura pura serius supaya honornya cair( TERTAWA).

Aku yakin kalian pasti sudah tau, bayi yang lahir di desa ini belum tentu selamat. Kok yang baru lahir yang sudah lahirpun banyak yang tidak punya kesempaan untuk menjadi anak anak.

Kalau boleh aku jujur sebenarnya semenjak semingguan yang lalu sudah

ada 61 anak meninggal di desa ini. Katanya bapak presiden telah menetapkan kasus ini sebagai kasus gizi buruk terburuk sepanjang sejarah bangsa ini.

Dulu ada kasus desa ini kehabisan beras. Asal kalian tau, kami menggambil beras dari kabupaten kota menggunakan perahu. Kira kira memakan waktu dua hari. Suatu ketika aku mendengar kabar, perahu pembawa beras itu katanya pecah. Orang -orangnya pun habis dimakan oleh buaya, serta berasnya pun habis terbawa oleh arus sungai. Hampir tiga bulan di sini tidak ada beras. Tapi anehnya para warga berbondong bondong pergi kepuskesmas. Mereka menuding aku dalang dari semua ini.

Apa lagi kepala suku di sini yaitu Bapak Tibo, ia berbicara paling keras. Begini katanya ”kami ini hanya orang primitif, jangan kau permainkan pula, kami juga ingin makan beras seperti orang-orang di Jawa. Kami juga ingin modern to. Tolonglah berbagi itu beras kepada kami.” Aku memberanikan diri untuk bicara. “Bapak tibo maaf, tapi saya ini hanya seorang dokter, saya tidak punya beras. Bagaimana jika sementara waktu ini kita kembali makan sagu.

(6)

Bukankah di tanah papua ini banyak tumbuh sagu. “ Tapi mereka tidak mau tau. Mereka menganggap bahwa makan sagu berarti kemunduran. Yang mereka inginkan hanya beras.

(KEBALI SEPERTI MENDENGAR ADA YANG BICARA DI LUAR HALAMAN PUSKESMAS) ha? Apa? Ada yang mau melahirkan? Kenapa tidak langsung masuk saja ke puskesmas? Mari bapak mamak mari masuk. Di setiap kelahiran apapun itu kita harus beri kesempatan untuk hidup. Hidup? (JEDA SEPERTI MEMIKIRKAN APA YANG TELAH IA KATAKAN) di situlah aku merasa gagal sebagai seorang dokter. Di sini di tengah kekayaan yang melimpah, mengapa tragedi gizi buruk bisa terjadi? Bagaimana mungkin di surga seperti ini terjadi kelaparan?

Sampai suatu hari ada seorang transmigrandari Bali yang menyentak hidupku . Dia hanya bilang seperti ini “ hidup itu harus menanam, tak bisa langsung metik hasil”. Kalimat itu begitu sederhana . Tapi itu yang membuatku berpikir sepanjang malam. Tapi benar juga, warga disini sebagian mencari ikan di sungai dan sebagian lagi mecari pohon sagu untuk di jual. Tapi setelah sungai sungai tercemar oleh limbah sawit dan pohon sagu kian menyusut karena pembukaan perkebunan, kehidupan warga benar benar morat marit. Kalian tau apa yang mereka makan, anak anak hanya disuguhi batok dan sabut kelapa muda. Sedangkan para orangtuanya hanya makan buah nipah, itu pun kalau masih ada di sini.

Ya seperti itulah seperti apa yang telah ku katakan tadi. Desa ini dilanda bencana gizi buruk. Aku merasa harus disini. Bersama-sama dengan warga menghadapi segala kesulitan. Aku tau kepala suku disini memang tidak pernah sepaham denganku. Tapi asal kalian tau, di ujung penderitaan seperti ini hanya kebersamaanlah yang bisa menyelamatkan hidup kita.

Sampai suatu hari Bapak Tibo tiba tiba datang padaku. Dia membawakanku segenggam hipere serta mengundangku dalam upacara bakar batu. Tradisi bakar batu , biasanya kan digelar untuk ucapan rasa syukur. Berarti sudah ada hal istimewa yang telah terjadi di sini. Tapi apa ya? Malam harinya aku datang ke kampung.

Di tengah tengah kampung warga membuat lingkaran. Diantara kerumunan warga aku melihat transmigran Bali yang pernah datang ke puskesmas. Salah satu diantara mereka berkata “kami menanam ini semua di tanah papua tentu saja untuk orang Indonesia.” Sekarang aku mulai paham. Tapi mohon maaf aku tidak bisa menjelaskan kepada kalian. Itu ada pasienku yang menunggu di luar halaman.

(7)

(MEMANGGIL KELUAR HALAMAN) Bapak mamak masuk saja sini. Puskesmas ini terbuka untuk siapa saja. Tidak perlu takut sama dokter jawa. Kita semua saudara to…

Perjalanan kereta api Jakarta-Cirebon PP, Minggu, 24-25 Februari 2019

Referensi

Dokumen terkait