• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim, yang sekarang menjadi isu global, merupakan ancaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim, yang sekarang menjadi isu global, merupakan ancaman"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim, yang sekarang menjadi isu global, merupakan ancaman bagi negara–negara kepulauan. Salah satu negara kepulauan yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim adalah Indonesia. Di antara 10 negara paling rentan terhadap perubahan iklim di dunia, Indonesia terletak pada urutan ke-9. Fakta fisik, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut Badan Informasi Geospasial, Indonesia memiliki 13.466 pulau. Selain itu, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 atau 62% dari luas teritorialnya (Dahuri, 2001). Wilayah yang terkena dampak negatif secara langsung dari perubahan iklim adalah wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil. Kemungkinan besar pulau–pulau kecil akan tenggelam dari tahun ke tahun akibat kenaikan muka air laut (Numberi, 2009).

Perubahan iklim yang terjadi di wilayah pesisir ditandai dengan naiknya ketinggian gelombang pasang, erosi dan sedimentasi pantai, banjir rob, angin kencang dan perubahan fungsi ekologis sumber daya pesisir (Aldrian dkk, 2011). Wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang kurang mempertimbangkan prinsip pembangunan dan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Hal ini ditandai dengan konversi hutan mangrove diubah menjadi tambak udang, penambangan pasir besi dan pengrusakan terumbu karang (Rachmawati, 2003).

(2)

Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pesisir dan sangat menggantungkan hidupnya pada sumber daya pesisir dan laut. Pada sisi lain, banyak permasalahan yang melanda pesisir Indonesia akibat perubahan iklim ekstrim seperti erosi pantai. Kejadian tersebut akan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap masyarakat baik dampak ekonomi maupun kegiatan sosial. Berdasarkan Konferensi Iklim di Warsawa, Polandia, tanggal 11–12 November 2012, wilayah pesisir Indonesia dihuni 42 juta penduduk, diperkirakan akan terkena dampak negatif perubahan iklim paling besar. Pada kondisi demikian masyarakat akan selalu berusaha beradaptasi terhadap perubahan dan kondisi lingkungan yang baru dan sifatnya mengancam. Adaptasi yang dilakukan akan tergantung pada kondisi fisik, sosial, budaya yang dimiliki masyarakat tertentu. Kondisi fisik suatu wilayah yang sama, belum tentu adaptasi yang dilakukan sama, karena setiap daerah memiliki kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Karakter fisik dan sosial budaya sangat mempengaruhi masyarakat dalam merespon kondisi lingkungan.

Beberapa fakta yang mengindikasikan permasalahan yang ada di wilayah pesisir Indonesia, dari berbagai kasus yang diungkapkan dalam media massa akhir–akhir ini, baik di media cetak maupun media elektronik, seperti; erosi pantai di Jawa Tengah bagian Timur, khususnya di Kabupaten Rembang dan Jepara, erosi pantai yang tejadi di Lampung Barat, erosi pantai di Kota Tegal, dan erosi pantai yang terjadi di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Pinrang. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang erosi pantai yang terjadi di pesisir Jepara, erosi pantai dan intrusi air asin di

(3)

kepesisiran Kota Ternate, erosi pantai di Tanjung Karang di Kota Mataram, erosi pantai yang terjadi di Padang, degradasi mangrove di delta Mahakam. Memperhatikan beberapa permasalahan yang terjadi di pesisir Indonesia yang setiap tahunnya mengalami erosi pantai, diharapkan baik pemerintah maupun masyarakat harus senantiasa bersinergi dalam menanggapi degradasi lingkungan pesisir khususnya erosi pantai. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu melakukan program bersama antara pemerintah dan masyarakat antara lain: penguatan sistem sosial, penguatan sistem alam, dan perencanaan mitigasi bencana wilayah pesisir.

Erosi pantai telah dan masih berlangsung terutama di kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi pembangunannya seperti Pantai Utara Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan. Namun dari ketiga wilayah tersebut, perhatian dalam penanganan mitigasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir lebih terpusat pada Pulau Jawa dan Bali. Selain itu kedua pulau ini juga sudah memiliki infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia tinggi dibandingkan dengan Sulawesi Selatan. Hal tersebut mengakibatkan daerah Sulawesi Selatan dalam pengelolaan dan pengorganisasian wilayah pesisir masih tertinggal. Selain disebabkan oleh infrastruktur yang kurang memadai juga pengetahuan masyarakatnya sangat minim tentang isu perubahan iklim, demikian pula cara adaptasi yang akan dilakukan ketika mengalami perubahan lingkungan yang berbeda (Hidayati dkk, 2011).

Salah satu kabupaten yang mengalami erosi pantai yang terparah di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Pinrang (Gambar 1.1). Erosi pantai yang

(4)

terjadi terdapat di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Mattirosompe dan Kecamatan Duampanua (Nasiah dan Suprapta, 2009). Erosi pantai juga terjadi di Kecamatan Suppa, khususnya di Desa Lero dan Desa Tasiwalie, Kecamatan Lanrisang, khususnya di Kelurahan Lanrisang dan Desa Waetue dan Kecamatan Mattirosompe di Kelurahan Langnga dan Kelurahan Pallamang (Amal dan Taufik, 2011). Berdasarkan wawancara dengan penduduk lokal pada tahun 2012 telah terjadi pengurangan daratan sepanjang pesisir di Desa Lero Kecamatan Suppa. Penduduk yang menempati wilayah pesisir Kabupaten Pinrang terdiri dari beberapa suku, yaitu Suku Bugis, Suku Mandar, dan sebagian kecil Suku Masserempulu dan suku Toraja. Desa yang terkena erosi pantai yaitu, Desa Lero merupakan desa yang memiliki karakter budaya yang berbeda. Desa Lero dihuni oleh Suku Mandar yang merupakan penduduk pendatang dari Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan memiliki penduduk terpadat yaitu 9604 jiwa/km2 di Kabupaten Pinrang. Suku Mandar merupakan suku minoritas di Kabupaten Pinrang yang memiliki karakter budaya berbeda dengan Suka Bugis khususnya dalam mengelola sumberdaya alam pesisir (Tangdibali, 2013).

Berdasarkan fakta–fakta tersebut terjadinya perubahan lingkungan yang secara teoritis diakibatkan oleh meningkatnya erosi pantai, akan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di Kabupaten Pinrang. Pada kondisi demikian, masyarakat akan beradaptasi terhadap perubahan dan kondisi lingkungan yang baru, akan menjadi isu penting yang harus dicermati dengan baik.

(5)
(6)

Aspek yang perlu diperhatikan hubungannya dalam pengelolaan wilayah pesisir yaitu, bagaimana tercapainya keselarasan antara gejala alam dengan adaptasi manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil yaitu, UU Nomor 27 tahun 2007 pasal 4 disebutkan bahwa, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, dan memperkaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologinya. Berdasarkan Undang-undang tersebut harus ada upaya untuk melindungi dampak erosi pantai yang berpotensi merusak kelestarian maupun keberlanjutan fungsi serta manfaat ekosistem pesisir. Erosi pantai merupakan gejala alam yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Penelitian ini akan memfokuskan pada konsep-konsep khusus tentang adaptasi dan interaksi manusia mencangkup masyarakat dan budaya, dalam menghadapi erosi pantai setiap tahunnya. Informasi tentang karakter dan kemampuan manusia beradaptasi sangat dibutuhkan sebagai acuan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.

1.2 Permasalahan Penelitian

Setiap tahun wilayah pesisir Kabupaten Pinrang mengalami erosi pantai. Terdapat 8 desa yang terkena dampak negatif erosi pantai yakni Lero, Wiring Tasi, Tasiwalie, Lotang Salo, Lanrisang, Wae Tuwoe, Langnga, dan Pallameang (BPBD Kabupaten Pinrang, 2013). Penanganan erosi pantai yang dilakukan masyarakat masih sifatnya aksidental, begitu pula dengan pemerintah, penanganan yang dilakukan masih sangat terbatas. Erosi pantai mengakibatkan dampak fisik dan sosial bagi masyarakat pesisir secara terus menerus. Masyarakat menganggap kejadian tersebut merupakan hal yang biasa, sehingga upaya yang dilakukan untuk menghadapi erosi pantai juga biasa, bahkan masyarakat cenderung mengabaikan

(7)

kejadian erosi pantai. Dampak fisik terjadi pada mundurnya garis pantai ke arah daratan, merusak tambak maupun lokasi persawahan yang berada di pinggir pantai, dan mengancam bangunan yang berbatasan langsung dengan pinggir pantai, baik bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata maupun rumah permukiman penduduk. Dampak sosial ekonomi terjadi pada kehilangan mata pencaharian dan perubahan tingkah laku dalam menghadapi erosi pantai.

Jumlah rumah tangga yang menghuni wilayah pesisir Kabupaten Pinrang sebanyak 7006 kepala keluarga, dengan jumlah penduduk 29.078 jiwa. Sebagian besar penduduk yang menghuni wilayah pesisir Kabupaten Pinrang merupakan pendatang dari Kabupaten lain yakni Kabupaten Jeneponto, Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, Barru, dan Kabupaten Polman. Mata pencaharian masyarakat pesisir didominasi nelayan dan petani tambak. Hal tersebut mengakibatkan ketergantungannya pada sumber daya pesisir, sehingga mereka memilih untuk tinggal di pinggir pantai. Permukiman yang terdapat di pinggir pantai terancam mengalami kerusakan akibat erosi pantai.

Dampak erosi pantai menimbulkan banyak permasalahan pada masyarakat pesisir, karena pengetahuan dan persepsi tentang erosi pantai masih sangat terbatas. Kurangnya pengetahuan tentang erosi pantai mengakibatkan masyarakat tidak dapat memprediksi kejadian dan cara adaptasi menghadapi erosi pantai, sehingga masyarakat perlu meninngkatkan kapasitas, mengetahui dan memahami erosi pantai. Persepsi dan pengetahuan tentang erosi pantai merupakan hal yang paling utama bagi masyarakat pesisir dalam menentukan bentuk adaptasi yang dilakukan dalam pengurangan dampak risiko bencana erosi pantai.

(8)

Instansi pemerintah juga harus berperan dalam pengurangan risiko dampak erosi pantai. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah, namun masih banyak wilayah yang tidak tertangani dan dibiarkan berlangsung terus-menerus karena berbagai keterbatasan, pertimbangan dan tidak diketahui. Informasi mengenai respon instansi pemeritah sangat diperlukan dalam upaya mitigasi bencana erosi pantai.

Berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam kajian ini adalah persepsi dan adaptasi masyarakat pesisir dalam menghadapi erosi pantai. Pengkajian tentang perkembangan persepsi masyarakat tentang erosi pantai sangat penting diketahui. Berdasarkan persepsi masyarakat dapat ditentukan strategi adaptasi yang sesuai dengan kapasitas masyarakat dan pemerintah. Secara sederhana rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut ini.

1. Bagaimana dampak sosial, ekonomi, dan budaya akibat erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan?

2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan?

3. Bagaimana adaptasi dan pengalaman masyarakat dalam pengurangan risiko dampak erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ?

4. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi dampak erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan?

(9)

1.3 Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai persepsi dan adaptasi masyarakat terhadap erosi pantai telah dilakukan, mengingat isu tentang perubahan iklim mengakibatkan banyak bencana termasuk erosi pantai mengundang banyak peneliti untuk melakukan pengkajian tersebut, khususnya di negara–negara yang rentan akan bencana. Di Indonesia beberapa penelitian yang sudah dilakukan, namun penelitian masih terbatas dan dilakukan di Pulau Jawa dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur. Dalam sudut pandang geografi, setiap kondisi wilayah memiliki karakter fisik, sosial dan budaya yang berbeda. Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan memiliki karakter budaya yang berbeda khususnya karakter masyarakat yang hidup di pesisir.

Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan. Menurut Yunus (2010), pendekatan keruangan adalah suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang, baik ruang absolut maupun ruang relatif. Erosi pantai merupakan suatu proses keruangan yang berkembang secara terus-menerus, menimbulkan dampak pada tingkah laku manusia yang tinggal di wilayah pesisir. Pendekatan keruangan digunakan dalam mengkaji fenomena ruang yang terjadi pada wilayah yang terkena erosi pantai, dalam hal ini lebih menekankan pada cara adaptasi masyarakat menghadapi risiko dampak erosi pantai.

Perbedaan mendasar penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, yaitu lokasi penelitian belum pernah dilakukan penelitian tentang

(10)

persepsi dan adaptasi masyarakat dalam pengurangan risiko dampak negatif erosi pantai. Metode dan pendekatan serta analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan in-depth interview dan focus group

discussion, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pelaksanaan in-depth interview

dilakukan dengan memilih informan, yaitu tokoh–tokoh kunci yang terlibat dalam permasalahan penelitian, pemerintah, masyarakat yang dapat merepresentasikan beberapa karakter masyarakat pesisir dan kelompok masyarakat pesisir seperti kelompok nelayan, kelompok petani dan kelompok usaha kecil. Focus group discussion dilakukan di tiga kecamatan dengan mengumpulkan tokoh–tokoh kunci tersebut dalam satu forum yang dipimpin oleh moderator. Pada pelaksanaan FGD, peneliti bertindak sebagai moderator. Penelitian ini juga menggunakan lived experience yang akan memfokuskan pada pengalaman pelaku dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap dampak erosi pantai. Hasil penelitian ini menggambarkan pengalaman yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi erosi pantai serta mengangkat gejala–gejala kecil yang belum dipertimbangkan dalam penelitian sebelumnya.

Beberapa penelitian terkait dengan persepsi dan adaptasi dalam pengurangan risiko erosi pantai telah dilakukan sebelumnya. Pada Tabel 1.1 menggambarkan perbandingan dan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya.

(11)

11 terhadap kenaikan

muka laut di wilayah pesisir Jerman

karakteristik ekologis akibat dari kenaikan muka air laut.

2. Untuk mengetahui dan

membandingkan tingkat kerentanan dan strategi adaptasi yang tepat dengan menggunakan data kejadian masa lalu dan sekarang.

dengan menggunakan observasi

3. Analisis data yang digunakan sistem informasi geografi dengan melakukan beberapa skenario.

terkena dampak banjir dan erosi. Dengan kata lain kerugian sebesar 300 miliar US $ 2. Langkah spesifik yang dilakukan yaitu

desain struktural, adaptasi transisional dengan membangun tanggul di tempat yang penduduknya padat. Jarungrattanapong dan Manasboonphemp ool (2008) Strategi Adaptasi Erosi pantai/Banjir: Studi Kasus Masyarakat di Kabupaten Bang Khun Thian, Bangkok

1. Untuk menentukan strategi adaptasi rumah tangga dan masyarakat berkaitan dengan pesisir erosi/banjir

1. Metode kualitatif dan kuantitatif

2. Cara pengumpulan data adalah survey lapangan, diskusi kelompok, dan kuesioner

3. Analisis data adalah tabulasi dan statistik

1. Adaptasi yang dilakukan yaitu adaptasi rumah tangga dengan membuat

perlindungan pantai di depan rumah masing – masing. Tingkat pendidikan yang rendah sehingga untuk beralih pekerjaan sulit dilakukan.

2. Kesediaan membayar biaya adaptasi untuk melindungi udang dan kerang sebagai lahan perikanan.

3. Pemerintah lokal di setiap wilayah pesisir memiliki kewenangan untuk mengurus erosi pantai dengan membuat perlindungan pantai secara independen.

Hidayati (2011) Adaptasi dan mitigasi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan degradasi lahan di Teluk Bone

1. Untuk mengetahui

bagaimana strategi adaptasi dan mitigasi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan degradasi lahan

1. Metode kualitatif 2. Cara pengumpulan data

dengan menggunakan focus group discussion 3. Analisis data yang

digunakan yaitu deskriptif kualitatif

1. Adaptasi masyarakat melalui : perubahan kegiatan kenelayanan, perluasan,

perubahan dan penyesuaian wilayah tangkap, penyesuaian waktu melaut, diversifikasi, jenis ikan target, penyesuaian status nelayan, penyesuaian kegiatan pertanian

2. Mitigasi yang dilakukan yaitu penanaman mangrove.

(12)

12 pantai di kawasan

kepesisiran Kabupaten Jepara

2. Mengetahui mitigasi yang telah dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah baik secara struktural maupun non-struktural. 3. Mengetahui strategi adaptasi

yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan pesisir Kabupaten Jepara.

3. Analisis data

menggunakan statistik

ekonomi masyarakat pesisir dengan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi perkembangan kegiatan usaha perikanan. 2. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh

masyarakat di kawasan pesisir Kabupaten Jepara adalah adaptasi secara sosial, struktural dan ekonomi.

Theresia (2011) Persepsi dan strategi adaptasi masyarakat pesisir selatan Kota Ende dalam

menghadapi dampak dari gelombang pasang air laut

1. Mengetahui pemahaman dan persepsi masyarakat

mengenai banjir pesisir dan abrasi akibat gelombang pasang air laut

2. Mengidentifikasi dampak akibat gelombang pasang air laut

3. Mengetahui strategi

adapatasi masyarakat dalam mengatasi banjir dan abrasi 4. Mengetahui strategi

kebijakan pemerintah dalam pengelolaan bencana banjir dan abrasi

1. Metode kuantitatif 2. Cara pengumpulan data

menggunakan kuesioner 3. Analisis data

menggunakan analisis statistik

1. Persepsi masyarakat pesisir terhadap banjir dan abrasi diakibatkan oleh gelombang pasang. Dampak gelombang pasang menyebabkan banjir di wilayah pesisir Kota Ende

2. Cara adaptasi masyarakat yaitu tidak melakukan pekerjaan selama terjadi banjir sehingga berpengaruh terhadap aspek ekonomi.

Septriayadi (2012)

Adaptasi masyarakat pesisir terhadap genangan banjir rob. (Studi kasus di Kota Tegal )

1. Memahami persepsi masyarakat lokal dan pemerintah terhadap genangan banjir rob. 2. Menganalisis risiko rumah

tangga terhadap genangan banjir rob.

3. Menilai perkembangan

1. Metode kuantitatif dan kualitatif

2. Cara pengumpulan data in-depth interview dan kuesioner

3. Analisis data menggunakan SIG partisipatif

1. Penyebab utama dari genangan banjir rob berasal dari alam dan perilaku manusia; 2. Rumah tangga di daerah penelitian

didominasi oleh indeks resiko rendah. 3. Prioritas strategi adaptasi adalah

rehabilitasi sungai dan saluran pengairan, peninggian tanggul sungai, dan

pemasangan pintu air.

(13)

13 strategi adaptasi dalam

menghadapi dampak genangan banjir rob di masa mendatang.

yang dilengkapi dengan pompa air dan pintu air otomatis, pengaturan sistem drainase, peninggian jalan di area terkena genangan banjir rob, dan pemasangan bendungan karet. Bormann, Ahlhorn, dan Klenke (2012) Adaptasi pengelolaan air terhadap perubahan iklim regional di wilayah pesisir Wesermarsch Jerman - perubahan hidrologi terhadap persepsi dan strategi masyarakat

1. Untuk memperkirakan kondisi hidrologi dan konseptualisasi berdasarkan persepsi komunitas dan stakeholder yang terkait di Wesermarsch, Northwest Jerman

2. Untuk mengukur perubahan hidrologi yang akan datang pada wilayah yang

memerlukan adaptasi dan pengelolaan air

1. Metode kualitatif 2. Metode pengumpulan

data adalah climate proof areas project dan participatory approach 3. Metode analisis data

dengan model SIMULAT dan model WETTREG

1. Perencanaan kolaboratif terbukti sangat membantu untuk adaptasi bersama untuk perubahan iklim pada skala regional. 2. Para pemangku kepentingan serta ilmuwan

mengambil bagian dalam proses pembelajaran partisipatif.

Cooper dan Lemckert (2012)

Peningkatan muka air laut dan pilihan adapatasi masyarakat kota pesisir:

Sebuah pendekatan kualitaitf di Pesisir Gold, Australia

1. Untuk mencari dan

memprediksi pola adaptasi di kota akibat kenaikan muka air laut di masa yang akan datang dengan menggunakan skenario kenaikan muka air laut 1 m, 3 m dan 5 m.

1. Metode kualitatif dan impresionistik 2. Metode pengumpulan

data yang digunakan survey lapangan 3. Analisa data yang

digunakan adalah Sea Lea Rise (SLR)dengan memakai tiga skenario yaitu kenaikan muka air 1 m, 3 m, dan 5 m.

1. Setiap adaptasi Sea Level Rise (SLR) akan membutuhkan biaya untuk menjaga lingkungan pesisir. Pilihan adaptasi secara khusus dibatasi oleh perkembangan yang luas di seluruh perairan wilayah back - barrier. Berbeda dengan kota-kota pesisir lainnya, resort tergantung pada persepsi masyarakat dari lingkungan yang memiliki kualitas tinggi.

2. Mempertahankan persepsi di bawah SLR merupakan kendala adaptasi khusus pada resort kota. Gurran, Norman dan Hamin (2012) Adaptasi perubahan iklim di pesisir Australia: Sebuah

1. Untuk mengetahui keadaan praktek lokal dalam

perencanaan untuk adaptasi

1. Metode kualitatif 2. Metode pengumpulan

data adalah internet

1. Hasil menunjukkan tingkatan aksi adaptasi, masyarakat cenderung memiliki langkah -langkah awal sebelum beralih pada

Lihat Lanjutan Tabel 1.1. sebelumnya.

(14)

14 undang. Masyarakat di masa depan

mungkin dapat menggunakan persepsi sebagai petunjuk untuk menentukan proses adaptasi awal.

Zeppel (2012) Respon adaptasi lokal dalam perencanaan perubahan iklim di Pesisir Queensland

1. Mengidentifikasi tindakan Adaptasi terhadap alam, pemerintah dan masyarakat pada tingkat lokal dalam rencana perubahan iklim di Pesisir Queensland.

1. Metode kualitatif dan kuantitatif.

2. Metode pengumpulan data survey dan wawancara. 3. Analisis data yang

digunakan yaitu scoring

1. Perencanaan dan infrastruktur perubahan iklim tanggapan oleh pemerintah

Queensland fokus pada perlindungan pengembangan pantai dari erosi dan bahaya iklim lainnya, dan pengembangan

ketahanan masyarakat, selain itu dilengkapi dengan tindakan yang sifatnya non fisik yaitu sosialisasi dalam melindungi lingkungan alam.

(15)

1.4 Tujuan penelitian

Merujuk pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut ini.

1. Mengetahui persepsi masyarakat tentang erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Mendeskripsikan dampak sosial ekonomi dan budaya akibat erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Menjelaskan cara adaptasi masyarakat dalam pengurangan risiko dampak erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Menjelaskan peran pemerintah dalam menanggapi dampak erosi pantai di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.

1.5 Manfaat penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, maka manfaat dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai bahan acuan, wawasan dan pembanding bagi penelitian atau studi yang sama pada lokasi dan waktu yang berbeda.

2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemahaman teori, konsep maupun praktek yang lebih baik sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan bidang perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dengan mempertimbangkan karakteristik masyarakatnya.

(16)

3. Memberikan masukan dan gambaran serta rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan dalam merumuskan kebijakan pembangunan, terutama tentang pengelolaan wilayah pesisir.

4. Bagi masyarakat, membantu dalam menemukan dan merumuskan cara adaptasi yang tepat bagi setiap karakter individu yang sifatnya sektoral serta memberikan persiapan dalam menghadapi bencana erosi pantai.

Gambar

Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Pinrang

Referensi

Dokumen terkait

Agar produk mainan Indonesia bisa diterima di Perancis dan nilai perdagangannya bisa semakin meningkat, maka perlu sekali untuk mempromosikan secara intensif

Setelah dilakukan penyuluhan ini diharapkan Adanya peningkatan pengetahuan tentang SDIDTK dan bagaimana cara menggunakan Instrumen yang valid dan yang relatif mudah

KOGNITIF 3.6 Setelah anak bermain dengan batu kerikil anak mampu Menghitung jumlah batu kerikil yang ada pada kata u-l-a-r. BAHASA 4.12 3.11

Tidak berhenti sampai disini saja, dalam meningkatkan kualifikasi guru pemerintah juga memberikan bebebrapa pilhan terkait model-model peningkatan kualifikasi guru, diantaranya

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian penerapan media berbasis Aurora 3D Presentation dengan model pembelajaran mind mapping pada mata pelajaran

Proses pembelajaran dengan romobongan belajar maksimum 36 siswa Proses pembelajaran dengan romobongan belajar maksimum 32 siswa Proses pembelajaran dengan romobongan

 Distribution Layer di tangani mesin router Mikrotik 3.23 level 6 menangani routing terpusat, jadi semua unit /lokasi tidak ada NAT kecuali untuk Lab, sehingga kita bisa

Laboratorium Eco Material 57 Berdasarkan perhitungan berat, jika berat jenis beton normal diketahui berdasarkan pengalaman yang lalu, maka berat pasir yang dibutuhkan