• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV MUATAN DAKWAH DALAM FILM CHILDREN OF HEAVEN. Untuk mengetahui muatan dakwah dalam film Children of Heaven

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV MUATAN DAKWAH DALAM FILM CHILDREN OF HEAVEN. Untuk mengetahui muatan dakwah dalam film Children of Heaven"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Pengantar

Untuk mengetahui muatan dakwah dalam film “Children of Heaven” pertama yang harus dilakukan adalah memperjelas maksud dari kata dakwah itu sendiri. Dalam kerangka teoritik dijelaskan bahwa konsepsi dakwah yang digunakan adalah yang dikemukakan oleh Amrullah Achmad. Ia berpendapat bahwa dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan. Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan kearah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatakan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak kemanusiaan. Selanjutnya untuk memperjelas pengkategorian muatan dakwah dalam film “Children of Heaven”, di sini dakwah dibagi menjadi tiga bidang materi, yaitu dalam bidang akidah, syariah dan akhlak.

Berikut ini uraian dan pengkategorian mautan dakwah dalam bidang akidah, syari’ah, dan akhlak:

4.2. Muatan Dakwah yang Berkaitan dengan Bidang Akidah.

Tidak banyak materi akidah yang termuat dalam film “Children of Heaven”. Beberapa materi akidah yang termuat menampilkan aplikasi dari rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah. Sedangkan rukun iman lainnya tidak termuat dalam film “Children of Heaven”.

(2)

Ajakan untuk percaya pada Allah tergambar secara denotative dalam sequence dua belas. Di dalamnya menggambarkan ayah Ali mengingatkan istrinya untuk percaya bahwa Tuhan itu Maha Pengasih yang akan memberi jalan keluar bagi setiap kesulitan yang dihadapi manusia.

“Induk semang minta uang sewa lagi,” keluh ibu Ali kepada suaminya. “Pria yang menyebalkan,” jawab ayah Ali yang terduduk lunglai. “Aku baru menjumpainya beberapa hari yang lalu. Kubilang akan kubayar. Ia tak bisa diajak bicara,” imbuh ayah Ali.

“Ia menunggumu 2-3 jam di halaman,” kata ibu Ali. “Tolol! Akan kutemui besok.”

“Kau harus bawa uang.”

“Percayalah pada Tuhan. Jangan cemas.” “Kau bisa pergi dengan keadaan ini?”

“Aku tak apa-apa,” jawab ayah Ali kepada istrinya.

Selain itu dalam film ini, aplikasi rukun iman yang pertama, lebih menonjolkan kedudukan manusia di hadapan sifat-sifat Tuhannya. Seperti tampak secara conotative dalam sequence satu yang menggambarkan ketabahan Ali menghadapi semua ujian dari Tuhan. Ini secara eksplisit bisa dipahami sebagai sebuah kepercayaan terhadap salah satu sifat Allah, yaitu Allah Maha Esa dalam memberi hukum, termasuk jalan hidup manusia:

Ali berjalan lamban, dia melihat ibunya sedang beradu mulut. Wajah Ali nampak tak menentu. Dia baru dimarahi pedagang sayur, dia juga baru menghilangkan sepatu adiknya, dan di rumah dia melihat ibunya ditagih sewa rumah. Tapi Ali tampak tegar, mungkin karena sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Sementara umpatan-umpatan penagih utang yang bersitegang dengan ibu Ali masih terdengar sangat keras.

Aplikasi dari kepercayaan terhadap salah satu sifat Allah, yaitu Allah Maha Esa dalam memberi hukum, termasuk jalan hidup manusia juga

(3)

tergambar secara conotative dalam sequence sebelas. Di dalam sequence sebelas digambarkan kerja keras Ali dan ayahnya telah membuahkan hasil uang yang cukup banyak, sehingga ayah Ali kemudian banyak mengungkapkan harapan. Tapi Tuhan punya kehendak lain. Mereka berdua kecelakaan dan hasil keringatnya habis untuk berobat di rumah sakit.

“Aku bisa libur sebulan. Siang hari tak usah lembur, tapi kerja di sini. Hidup kita akan lebih baik. Kita bisa beli segalanya. Aku akan beli sepeda motor, lemari, setrika untuk ibumu, lemari es. Mungkin sewa rumah yang lebih besar. Aku akan beli segalanya,” bayang ayah Ali sambil menggenjot sepeda...

Ali dan ayahnya terus berbincang dalam perjalanan. Saat melewati jalan yang menurun ayah Ali tampak panik. Rem sepedanya tak berfungsi. Sepeda itu meluncur dengan kecepatan tinggi. Ali dan ayahnya ketakutan. Sepeda itu terus meluncur hingga sebatang pohon besar di tepi jalan menghentikannya.

Ali dan ayahnya terluka. Mereka mendapatkan perawatan kesehatan hingga menghabiskan uang hasil jerih payah mereka merawat kebun. Secara conotative juga digambarkan kepercayaan kepada salah satu sifat Allah, yaitu Maha Melihat. Dalam sequence dua ayah Ali tidak mengambil gula yang dipasrahkan kepadanya. Padahal gula itu berjumlah banyak dan tidak kelihatan jika hanya diambil sedikit.

Zahra beranjak untuk mengambilkan teh, ibu kelihatan sedih. Zahra mengantarkan teh kepada ayahnya yang sedang memecah gula tepat di depan ibu yang sedang duduk sedih. “Terima kasih sayang, seharian aku menyediakan teh di kantor. Tapi teh Zahra istimewa. Kau tak bawa mangkuk pula,” kata ayah kepada Zahra karena Zahra tidak membawa mangkuk yang berisi gula.

“Gulanya banyak sekali,” kata Zahra melihat gula yang sedang di pecah-pecah oleh ayahnya.

“Ini milik Masjid dipercayakan kepada kita,” kata ayah.

“Ambil gula batu di mangkuk,” kata ibu menengahi. Zahra pun bergeges mengambil gula yang berada di rak di belakangnya.

(4)

Secara conotative dalam sequence delapan belas digambarkan sifat Allah yang Maha Adil. Dalam sequence tersebut semua kerja keras Ali dibalas oleh Tuhan bahkan melebihi keiinginannya. Ayah Ali membelikan sepatu untuk Zahra dan Ali, padahal keinginan Ali adalah mengganti sepatu Zahra yang dihilangkannya.

Sementara itu di sebuah kawasan pertokoan, ayah Ali sedang berjalan meninggalkan toko dengan membawa barang yang dibungkus. Dia menuju ke sepedanya yang diparkir tak jauh dari toko itu. Sampai di tempat sepeda, ayah Ali meletakkan barang pembeliannya di keranjang belanjaan di jok belakang sepeda. Di keranjang itu telah banyak barang belanjaan yang dibeli ayah Ali, termasuk dua pasang sepatu untuk anak lelaki dan anak perempuan. Ayah Ali kemudian menaiki sepedanya untuk pulang ke rumah.

Bahkan Allah juga akan membalas kerja keras Ali di akhirat nanti. Hal ini tampak saat kaki Ali di masukkan ke kolam kemudian ikan-ikan mendekat.

Ali berjalan menuju tepi kolam. Dia melepaskan sepatunya yang sangat kotor dan sobek. Ali duduk di tepi kolam. Berlahan dia memasukkan kaki-kakinya yang melepuh ke dalam kolam. Ali menenggelamkan mukanya dalam tekukan dua tangan. Di dalam air kolam, kumpulan ikan mas merah mendekati kaki Ali yang melepuh. Ikan-ikan itu seolah mengatakan, ada syurga di kaki Ali.

4.3. Muatan Dakwah yang Berkaitan dengan Bidang Syari’ah.

Sama halnya dengan materi akidah, materi bidang syari’ah yang termuat dalam film “Children of Heaven” juga tidak banyak. Beberapa materi syari’ah yang termuat menampilkan aplikasi dari ibadah atau muamalah dalam

(5)

kehidupan sehari-hari. Secara eksplisit hal itu bisa dipahami sebagai ajakan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

4.3.1. Muatan Ibadah

Muatan ibadah yang termuat dalam film “Children of Heaven” bukan merupakan bagian ibadah yang utama, seperti yang tersusun dalam rukun Islam. Namun hanya ibadah pelengkap saja, yaitu berdzikir. Seperti yang termuat dalam sequence delapan.

“Ali ibumu baik sekali,” kata istri Khokab Khanom yang sedang berbaring kepada Ali sambil tetap berdzikir dengan tasbih di tangannya.

Juga saat Khokab Khanom salah satu karakter yang berperan sebagai teteangga Ali memberikan sesuatu kepada Ali, dia mengingatkan akan berkat dari Tuhan.

“Tuhan memberkatimu,” kata Khokab Khanom masih menggenggam tangan Ali.

4.3.2. Muatan Muamalah

Berberapa muatan muamalah yang termuat dalam film “Children of Heaven” juga merupakan aplikasi ajaran Islam yang telah berakulturasi dengan budaya setempat, ataupun dengan wacana-wacana global yang sedang ramai dibicarakan. Seperti isu gender dalam keluarga, khususnya tentang posisi perempuan, juga diangkat kembali dalam sequence dua film ini. Hal itu secara conotative tergambar saat ayah Ali melarang istrinya bekerja dengan alasan masih sakit, padahal

(6)

istrinya merasa masih mampu untuk bekerja dan tidak tahan jika tidak melakukan pekerjaan.

“Kau tak ada urusan dengan induk semang. Tugasku mengurusnya. Kenapa kau ribut dengannya. Kuhajar dia! Kupatahkan lehernya! Kubuat ia sadar dengan tempatnya. Kenapa kau tak mematuhiku. Dokter sudah bilang kau tak boleh bekerja atau marah-marah. Kenapa kau mencuci? Karpet itu berat jika basah,” kata ayah Ali pada istrinya.

....“Istri Rahim Aqa juga tumor. Operasi justru memperparah. Terima saja,” kata ayah kepada ibu...

“Apa aku harus diam saja seharian?” tanya ibu. “Dokter sudah melarang kerja,” jawab ayah....

“Adik Kokab Khanom dioperasi kini sembuh,” kata ibu. “Tak usah operasi, aku tak mau kau jadi lumpuh” jawab ayah. Juga tergambar conotative dalam sequence enam saat ayah Ali menganggap bahwa apa yang diperintahkannya memang benar untuk kesehatan istrinya.

“Kau tampak lebih sehat setelah istirahat beberapa hari. Jika kau tak naik-turun tangga, kau akan segera sembuh,” kata ayah kepada ibu.

Muatan muamalah lainnya memuat tentang masalah hutang piutang, jual beli, dan memberian upah pada pekerja. Dalam masalah hutang piutang film “Children of Heaven” menampilkan posisi keluarga Ali yang kesusahan dan seorang pedagang yang telah banyak memberi hutang pada keluarga Ali. Secara conotative hal itu mengajak kepedulian para pemberi hutang melihat kemampuan orang yang di berinya hutang, apakah mampu membayar atau tidak.

“65 Toumans,” kata pedagang setelah Ali menyodorkan plastik yang berisi kentang.

(7)

“Utangnya sudah mencapai batas, minta ia bayar sebagian dulu,” ucap pedagang dengan gerak tangan dan mimik yang kesal. “Baik,” jawab Ali.

Sedangkan dalam hal jual beli film ini menggambarkan dua model transaksi yang ada dalam ajaran Islam, yaitu barang dengan barang dan uang dengan barang. Model uang dengan barang termuat dalam sequence satu saat Ali membeli kentang.

“65 Toumans,” kata pedagang setelah Ali menyodorkan plastik yang berisi kentang.

Model barang dengan barang termuat dalam sequence lima belas. ....Rumahnya sepi. Suara orang pembeli barang bekas memecahkan suana sepi itu. Istri orang buta tadi keluar dan menukarkan sepatu bekas yang dipakai anaknya dengan keranjang plastik kecil.

Bidang muamalah yang terkait dengan pemberian upah pada pekerja tergambar dalam sequence satu saat Ali membayar kepada tukang sol sepatu.

....Tak seberapa lama tukang sol sepatu itu telah menyelesaikan pekerjaannya. Ali menerima sepatu dan memberikan uang kepada tukang sol sepatu.

Juga dalam sequence sebelas saat ayah Ali menerima upah setelah memberikan perawatan pekarangan.

“Terima kasih. Ini,” ucap kakek itu sambil memberikan uang kepada ayah Ali.

(8)

“Kumohon,” pinta kakek itu.

“Ini terlalu banyak,” kata ayah Ali saat menerima uang itu. “Kerjamu berat.”

“Terima kasih.”

“Kau yang bekerja. Aku yang berterima kasih,” ucap kakek kepada ayah Ali.

4.4. Muatan Dakwah yang Berkaitan dengan Bidang Akhlak.

Berbeda dengan muatan akidah dan syari’ah, muatan akhlak hampir ada dalam setiap sequence dalam film “Children of Heaven”. Namun akhlak yang termuat di dalamnya hanya akhlak terhadap makhluk, sedang akhlak terhadap Khalik tidak termuat.

4.4.1. Akhlak terhadap Makhluk

Akhlak terhadap makhluk juga hanya terhadap mahluk hidup, baik itu manusia ataupun lingkungan. Akhlaq terhadap manusia seperti akhlak terhadap orang tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, dan masyarakat itulah yang banyak termuat dalam film “Children of Heaven”.

1. Akhlak terhadap orang tua.

Akhlak terhadap orang tua banyak tergambar dari adegan saat Ali maupun Zahra memenuhi perintah orang tuanya. Seperti termuat dalam sequence satu saat Ali menyampaikan perintah ibunya kepada Zahra.

“Suruh Zahra mengupas kentang setelah menidurkan bayi,” ucap ibu kepada Ali....

...“Ibu suruh kau kupas kentang jika bayi sudah tidur,” jawab Ali mengalihkan perhatian.

(9)

Dalam sequence dua saat Zahra membuatkan teh untuk bapaknya.

....Zahra ambilkan teh untuk ayahmu,” kata ibu yang duduk di tempat tidur tak jauh dari tempat Ali dan Zahra belajar. Zahra beranjak untuk mengambilkan teh, ibu kelihatan sedih. Zahra mengantarkan teh kepada ayahnya yang sedang memecah gula tepat di depan ibu yang sedang duduk sedih. “Terima kasih sayang, seharian aku menyediakan teh di kantor. Tapi teh Zahra istimewa. Kau tak bawa mangkuk pula,” kata ....

Dalam sequence delapan saat Ali diperintah mengantarkan makanan oleh ibunya.

“Ali tolong ambilkan nampan,” kata ibu sambil mengisi mangkuk dengan masakannya.

Ali beranjak dari belajar dan mengambil nampan. Ibu menaruh mangkuk di atas nampan yang dibawa Ali, “ bawakan sop ini pada Kokab Khanom,” kata ibu kepada Ali.

Ali berjalan keluar dan menuju rumah yang berdempetan dengan rumahnya...

2. Akhlak terhadap diri sendiri.

Akhlak terhadap diri sendiri secara denotative dapat dilihat dalam setiap karakter yang mengenakan pakaian yang menutup aurat. Di antaranya dalam sequence tujuh.

Pagi itu langit cerah, sisa-sisa hujan semalam tidak terlihat lagi, burung berkicauan. Zahra keluar dari rumah dengan seragam sekolah, jilbab putih dan pakaian biru gelap, serta tas punggung biru muda. Di tangga teras paling bawah Zahra berhenti, dikenakannya sepatu kakaknya yang semalam kehujanan.

(10)

Dalam sequence sembilan saat guru mengajak murid-murid menjaga kebersihan dirinya.

“Potong kuku secara teratur. Potong setiap Jumat bila sempat. Jadi bersih hari Sabtu. Kenapa? Bakteri terkumpul di bawah kuku. Bila makan pakai tangan kalian bisa sakit. Masuk ke kelas,” ujar instruktur di depan.

3. Akhlak terhadap keluarga.

Akhlak terhadap keluarga banyak tergambar dari interaksi antara Ali dan Zahra. Dalam sequence satu secara denotative terlihat dari dialog yang yang mengedepankan rasa saling pengertian antara Ali dan Zahra.

“Ali sudah ambil sepatuku?” ucap Zahra penuh harap “Ibu suruh kau kupas kentang jika bayi sudah tidur,” jawab Ali mengalihkan perhatian.

“Kau sudah mengambil sepatuku?” “Sudah diperbaiki?”

“Sudah,” kejar Zahra.

Ali masih menata belanjaannya. Zahra berdiri setelah meletakkan bayi dalam pangkuannya. “Mau kemana?” kata Ali sambil berdiri di depan Zahra.

“Mau lihat sepatuku.” “Sepatumu tak ada.” “Kau bercanda.”

“Tidak, aku serius. Aku pergi ke toko dan sepatumu hilang. Sudah kucari tapi tak ada,” kata Ali dengan wajah memelas. “Jadi sepatuku hilang?”

“Jangan bilang ibu nanti kucari.”

“Bagaimana aku sekolah besok?” ucap Zahra yang mulai menangis.

“Jangan menagis nanti akan kucari.”

“Katamu sudah mencarinya,” kata Zahra sambil mengusap air mata.

“Belum ke semua tempat, kumohon jangan bilang ibu,” ucap Ali sambil menuju pintu untuk ke luar rumah kembali

(11)

mencari sepatu Zahra. Ali bergegas memakai sepatu kemudian berlari.

Dalam sequence dua, masih menggambarkan dialog yang mengedepankan rasa saling pengertian antara Ali dan Zahra

.... Zahra membuka buku tulis dan menulis untuk Ali: “Ali bagaimana aku sekolah tanpa sepatu besok?” tulis Zahra. ....Zahra dengan hati-hati memberikan buku tulisnya kepada Ali. Setelah membaca Ali nampak gundah

....Ali masih menulis untuk adiknya. “Kau bisa pakai sandal,” tulis Ali kemudian menyerahkan buku kepada Zahra.

Zahra membaca tulisan Ali dan dia balas menulis: “Ali, kau berani sekali. Kau hilangkan sepatuku. Akan kuberi tahu ayah”. Zahra memberikan buku tulisnya kepada Ali lagi. Sekilas ayah melihat kepada Ali dan Zahra. Keduanya lalu tampak tekun menulis. Saat ayah kembali berkonsentrasi memecah gula, Ali kembali memberikan tulisan kepada Zahra: “Nanti kita berdua dipukuli karena ayah tak punya uang untuk membelikan sepatu”.

Zahra membalas tulisan Ali: “Lalu bagaimana?”. “Pakailah sepatuku, aku sekolah setelah kau pulang,” balas Ali. “Aku tak mau” tulis Zahra. Kumohon padamu,” pinta Ali dalam tulisannya.

Sejenak Zahra termenung membaca tulisan Ali yang terakhir, saat itu Ali memberi Zahra pencil. “Ini untukmu,” kata Ali. Zahra masih memegang pensilnya yang sudah pendek, dia meletakkannya dan mengambil pencil yang diberi Ali.

Dalam sequence tiga saat Zahra berusaha menemui Ali tepat pada waktunya.

Pulang sekolah Zahra langsung berlari, sementara Ali menunggu di lorong perkampungan dekat rumahnya. Ali nampak cemas menanti adiknya, berkali-kali dia memandang ujung lorong. Zahra terus berlari tak peduli dengan lalu-lalang orang di sekitarnya. Tak berapa lama

(12)

Zahra sampai di lorong tempat Ali menunggu. ”Cepat....” ucap Ali memanggil Zahra.

Zahra terus berlari sampai di dekat Ali. “Kenapa terlambat?” ucap Ali dengan wajah cemas.

Dalam sequence tujuh saat Zahra menatakan kepada Ali bahwa dia menepati janjinya.

“Kenapa tak berhenti saat kupanggil? Kau, mau ke mana?” kata Ali saat sampai di depan Zahra dengan nafas tersenggal-senggal.

“Mengembalikan mangkuk sop Kobra Khanom,” jawab Zahra masih tetap menunduk memandangi mangkok yang dibawanya.

“Kau masih marah padaku,” kata Ali ingin memastikan. Ali membuka tasnya, dia mengambil sebuah bolpen, “ini bagus kan?” ucap Ali.

“Dapat dari mana?” tanya Zahra sambil menatap Ali penuh selidik.

“Hadiah dari guruku. Ini untukmu. Ambilah, ambilah,” kata Ali sambil mengulurkan bolpen di tangannya kepada Zahra. “Sungguh untukku.”

“Ya.”

“Aku tak bilang pada ibu.” “Aku tahu kau tak akan bilang.”

“Aku akan segera pulang,” kata Zahra sambil meninggalkan Ali.

Dalam sequence enam belas.

Pulang sekolah, seperti hari-hari lain semenjak sepatunya hilang, Zahra berlari mengejar waktu. Dia tidak ingin kakaknya terlambat sekolah karena menunggunya. Masa pulang sekolah Zahra adalah masa paling menegangkan bagi Zahra dan Ali. Tak peduli hujan atau panas, Ali dan Zahra terus berlari.

(13)

4. Akhlak terhadap tetangga.

Akhlak terhadap tetangga digambarkan secara denotative pada sequence delapan. Dalam sequence tersebut keluarga Ali mengirimkan makanan kepada tetangganya. Sebaliknya tetangga keluarga Ali juga membalas memberi makanan kepada Ali. Dua keluarga yang bertetangga itu juga saling berkirim salam.

Ali beranjak dari belajar dan mengambil nampan. Ibu menaruh mangkuk di atas nampan yang dibawa Ali, “ bawakan sop ini pada Kokab Khanom,” kata ibu kepada Ali.

Ali berjalan keluar dan menuju rumah yang berdempetan dengan rumahnya. Di luar nampak gelap, hanya beberapa lampu menerangi halaman itu dengan sinar yang temaram, tapi suara nyanyian terdengar keras dari radio-radio yang dinyalakan orang-orang di dalam rumah yang berdempetan itu.

Sampai di depan rumah Kokab Khanom Ali mengetuk pintu.

“Siapa,” kata suara dari dalam rumah.

“Ali. Aku bawa sop untuk Khokab Khanom.” “Masuklah, Nak.”

Ali membuka pintu dan masuk mendekati Khokab Khanom yang sedang menjahit pakaiannya. Di depannya, istri Khokab Khanom sedang tiduran bersandarkan bantal di dinding.

“Terima kasih bagaimana ayahmu,” sambut Khokab Khanom saat Ali meletakkan mangkok sop di dekatnya. “Baik, terima kasih,” jawab Ali.

“Ali ibumu baik sekali,” kata istri Khokab Khanom yang sedang berbaring kepada Ali sambil tetap berdzikir dengan tasbih di tangannya.

“Tak apa.”

“Bagaimana ibumu?”

“Lumayan,” jawab Ali sambil mengangkat badannya. “Sampaikan salamku,” kata istri Khokab Khanom. “Ya Bu,” jawab Ali.

“Jangan pergi dulu, ini tak seberapa,” cegah Khokab Khanom sambil mengambil sesuatu di bawah meja.

“Ambillah ini,” ucap Khokab Khanom sambil mengulurkan kacang di genggaman tangannya.

(14)

“Tidak, terima kasih.”

“Ambillah Nak,” pinta Khokab Khanom. Ali kemudian menerimanya.

“Tuhan memberkatimu,” kata Khokab Khanom masih menggenggam tangan Ali.

“Salam untuk ayahmu,” pesan Khokab Khanom kepada Ali yang sedang meninggalkan rumah itu.

5. Akhlak terhadap masyarakat.

Akhlak terhadap masyarakat banyak tergambar secara denotative dalam interaksi antara Ali atau Zahra dengan lingkungannya. Hal itu tampak dari dialog dan perilaku keduanya yang penuh dengan sopan santun. Seperti yang termuat dalam sequence satu ketika Ali berterima kasih kepada tukang sol sepatu.

....Tak seberapa lama tukang sol sepatu itu telah menyelasaikan pekerjaannya. Ali menerima sepatu dan memberikan uang kepada tukang sol sepatu.

“Terima kasih,” ucap tukang sol sepatu. “Sama-sama. Sampai jumpa,” ucap Ali.

Dalam sequence tujuh saat Zahra menanyakan waktu kepada gurunya dengan mendahului ucapan permisi.

Di sekolah, hari itu, pada jam terakhir pelajaran, Zahra ada ujian, dia tampak gelisah. Sesekali dia mencoba untuk melihat arloji yang dipakai gurunya.

“Permisi, Bu. Jam berapa sekarang?” tanya Zahra sambil mengacungkan jari.

Juga saat Ali bicara pada gurunya dengan mendahului kata maaf sambil mengacungkan jari dan sikap yang tidak menentang.

(15)

Ali terus berlari, sampai di tangga sekolah, terdengar suara yang memanggilnya.

“Tunggu,” kata suara itu.

Ali berhenti dan berbalik ke arah suara berasal. “Ke sini,” lanjutnya.

Ali berjalan menuruni tangga. Seorang guru berjalan mendekat.

“Dari mana saja? Kenapa terlambat?” tanya guru tersebut. “Maaf, Pak. Rumahku jauh sekali,” jawab Ali dengan mimik sedikit takut sambil mengacungkan jari ke atas. “Mungkin kau main dulu di jalan. Kemarin kau juga terlambat,” selidik guru.

“Lain kali kau tak boleh masuk,” imbuh guru. “Ya, Pak,” jawab Ali.

Sebelum Ali beranjak, guru tersebut melihat ke bawah. “Kenapa sepatumu basah?” tanya guru.

“Maaf, Pak. Aku jatuh ke selokan,” jawab Ali sambil mengacungkan jari ke atas.

“Celanamu tak basah,” selidik guru sambil melihat celana Ali.

“Maaf, Pak. Selokannya dangkal,” jawab Ali.

“Begitu,” kata guru tersebut. Dia lalu melihat saku calana Ali dan mengambil kaus kaki yang ada di saku itu.

Dalam sequence sembilan juga digambarkan sikap sopan Ali terhadap gurunya.

“Kenapa terlambat lagi? Kau tidak bisa memakai alasan sepatu basah lagi?” selidik guru pengawas itu sambil mendekati Ali yang nampak kelelahan.

Ali hanya diam saja, dia tak mungkin mengungkapkan alasan sesungguhnya yang membuat dia terlambat.

“Ikut aku,” kata guru pengawas sambil menuruni tangga. Ali mengikuti langkah guru tersebut sampai di pintu teras sekolah.

“Ayo pergi,” perintah guru tersebut sambil menunjuk ke arah luar.

Ali hanya diam. Matanya berkaca-kaca. Tapi guru pengawas itu tak mau tahu.

“Pulanglah dan kembali bersama ayahmu.”

“Maaf Pak. Ayahku sedang bekerja,” bela Ali sambil sambil mengangkat jari telunjuk ke atas.

(16)

“Maaf Pak. Besok juga ia bekerja.” “Kembalilah dengan ibumu.” “Maaf Pak. Ibuku sakit.”

“Tak ada alasan, ini cara kami memperlakukan murid nakal. Pergi.” Tegas guru pengawas sambil menggerakkan tangannya menyuruh Ali meninggalkan sekolah.

Ali menurutinya. Dia berjalan lunglai melewati halaman sekolah. Di halaman Ali bertemu seorang guru pengajarnya.

Selain itu akhlak kepada masyarakat berupa kepedulian terhadap sesama juga digambarkan dalam sequence tujuh saat sepatu Zahra hanyut dan mendapat pertolongan orang lain.

Di depan sebuah toko, sepatu itu tersangkut di bawah beton yang ada di atas selokan. Zahra menangis karena tangannya tak mampu menggapai ke dalam. Dia bersandar pada sebuah pohon merenungi nasib yang menimpanya. Saat itu datanglah seorang pria setengah baya mendekati Zahra. “Ada apa gadis keci?” ucap pria itu sambil berusaha menenangkan Zahra.

“Sepatuku terjatuh dan tersangkut di bawah jembatan,” jawab Zahra yang masih menangis.

“Jangan menangis akan kuambilkan”.

Pria itu kemudian menengok ke bawah jembatan dan mengambil sebatang kayu. Dia berusaha menyodok sampah yang membuat sepatu itu tersangkut. Penghalang berhasil dibersihkan, dan di depan ada pria lain yang sedang membersihkan selokan.

“Tangkap sepatu itu,” teriak pria yang menolong Zahra. Pria di depan itu kemudian menangkap sepatu tersebut dengan skop yang digunakannya untuk membersihkan selokan. Sepatu itu akhirnya bisa di dapatkan kembali. Dalam sequence sepuluh, saat Ali dan Zahra menemukan rumah teman gadis kecil yang memakai sepatu Zahra. Keduanya mengurungkan niat untuk meminta sepatu setelah melihat kondisi keluarga gadis kecil itu.

(17)

Ali dan Zahra hanya mengamati kejadian itu. Wajah keduanya tampak iba melihat keluarga gadis kecil yang memakai sepatu Zahra. Mereka berdua akhirnya pulang.... 6. Akhlak terhadap lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan tergambar dalam sequence lima saat Ali melemparkan makanan kepada ikan-ikan di kolam.

Ali kemudian melemparkan makanan ke kolam, sejumlah ikan yang berada di kolam langsung memakannya.

Dalam sequence sebelas saat ayah Ali memberikan jasa untuk perawatan pekarangan.

“Ada pupuk yang bisa kau gunakan. Setelah itu semprotlah pepohonan. Terutama ceri dan aprikot. Aku sendiri yang tanam. Kusemprot tiap tahun. Pernah tak kusemprot, keduanya langsung mati,” jelas kakek itu kepada ayah Ali. 4.5. Muatan Utama Film “Children of Heaven”

Pesan utama dari seluruh rangkaian film “Children of Heaven” adalah ajakan untuk menepati janji. Sejak awal film saat Ali menghilangkan sepatu Zahra, Ali berjanji akan mengembalikan sepatu yang dihilangkannya. Dan Ali berusaha keras untuk mewujudkannya. Saat menjadi juara pertama lomba lari Ali tidak bahagia. Karena tujuan utama dia mengikuti lomba itu adalah untuk memenangkan juara ketiga yang berhadiah sepatu untuk mengganti sepatu Zahra yang hilang.

(18)

Karakter Zahra juga menunjukkan personifikasi seorang yang berusaha keras untuk menepati janjinya kepada Ali. Zahra berjanji tidak akan melaporkan Ali kepada kedua orang tuanya meski telah menghilangkan sepatunya. Pesan dari film “Children of Heaven” ini seperti pesan dari sebuah peristiwa pada masa nabi Muhammad, yaitu cerita mengenai Sya’labah. Dalam kisahnya Sya’labah adalah orang yang meminta didoakan nabi Muhammad agar menjadi kaya. Dia berjanji jika sudah kaya akan tetap beribadah pada Allah. Namun Sya’labah tidak menepati janjinya, hingga Allah menurunkan firmannya seperti yang termuat dalam Q.S. At-Taubah: 77.

!

"

#

:

$$

%

Artinya: “Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) mereka selalu berdusta.” (Depag, 1985: 292)

Meski terlihat kontradiktif, Sya’labah adalah personifikasi orang yang tidak menepati janjinya sedangkan Ali dan Zahra adalah personifikasi orang yang tepat pada janji, namun muatan utama keduanya sama, yaitu ajakan untuk menepati janji.

Referensi

Dokumen terkait