• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA MTS MUHAMMADIYAH KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA MTS MUHAMMADIYAH KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA. Skripsi"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN AKHLAK SISWA MTS MUHAMMADIYAH KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada Program Studi

Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh MAYANG SARI

10519178813

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1438 H / 2017 M

(2)
(3)
(4)
(5)

Dengan penuh kesadaran, Penulis/Peneliti yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis/peneliti sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat dibuat atau dibantu secara langsung orang lain baik keseluruhan, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

21 Sya’ban 1438 H Makassar,---

18 Mei 2017 M

Penulis

MAYANG SARI

(6)

vii

Dibimbing oleh Amirah Mawardi dan Ahmad Nashir.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara utuh dan mendalami tentang realitas atau fenomena yang terjadi di sekolah. Lokasi penelitian MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifnya proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan pembinaan akhlak di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba diman sumber data yaitu Kepala sekolah, guru mata pelajaran dana siswa/ siswi.

Hasil penelitian menunjukkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah dilaksanakan secara maksimal oleh guru alasannya bahwa semua bentuk pembinaan akhlak yang dilakukan bersumber dari bagaimana pengajaran tentang agama kepada siswa. Bentuk pembinaan aKhlak yang dilakukan sekolah ialah memperketat pengawasan ketertiban siswa juga kesopanan seperti memberi salam pada saat memasuki kantor, ruang guru, ataupun kelas.

Keadaan akhlak siswa di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba pada umumnya sudah cukup baik, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang masih mempunyai akhlak kurang baik, diantaranya ; membolos, berbicara kurang sopan, tidak mengikuti upacara dan datang terlambat. Kenakalan siswa di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba seharusnya lebih mendapat bimbingan, perhatian dan kontrol yang ekstra dari para guru terutama guru PAI yang tugasnya tidak hanya mengajarkan pelajaran keagamaan saja akan tetapi guru PAI sebagai contoh untuk siswa-siswanya dan harus mengajarkan hal-hal yang baik terutama mengajarkan akhlak yang baik.

Kata kunci: Efektivitas, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Pembinaan Akhlak.

(7)

viii

ميِح َّرلا ِنم ْحَّرلا ِالله ِمْسِب

ىَلَع َو َنْيِلَس ْرُمْلا َو ِءاَيِبْنَلأْا ِفَرْشَأ ىَلَع ُمَلاَّسلا َو ُةَلاَّصلا َو َنْيِمَلاَعْلا ِّبَر ِللهِ ُدْمَحْلا ِهِب ْحَص َو ِهِلَا ُد ْعَب اَّمَأ َنْيِعَم ْجَأ

Sebuah kata yang paling indah dan patut penulis ucapkan Alhamdulillah dan syukur kepada Allah SWT. Yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya berupa nikmat kesehatan, kekuatan dan kemampuan yang tercurah pada diri penulis sehingga diberikan kemudahan dalam usaha untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba”.

Salawat dan taslim selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw, kepada para keluarganya dan sahabat yang senatiasa menjadi suri tauladan kepada kita sebagai ummat-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis hadapi. Akan tetapi dengan pertolongan Allah SWT. Yang datang melalui dukungan dari berbagai pihak yang telah digerakkan hatinya baik secara langsung maupun tidak langsung serta dengan kemauan dan ketekunan penulis sehingga hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat diwujudkan.

(8)

ix

Harapan dan cita-cita luhur keduanya senantiasa memotivasi penulis untuk berbuat dan menambah ilmu, juga memberikan dorongan moral maupun material serta atas doanya yang tulus buat Ananda. Juga kepada kakandaku yang senantiasa memberi motivasi serta dukungan yang diberikan kepada penulis, semua itu sangat berarti bagi diri penulis. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya serta penghargaan yang tak ternilai kepada:

1. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE., MM., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta stafnya.

2. Drs. H. Mawardi Pewangi, M. Pd.I. selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta stafnya.

3. Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pendidikan Agama Islam.

4. Nurhidayah Mukhtar, S. Pd., M. Pd. I. selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Agama Islam.

5.

Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. sebagai pembimbing I dan Ahmad Nashir, S.Pd.I.,M.Pd.I sebagai pembimbing II atas segala kesediaan dan kesabarannya meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam

(9)

x selesainya skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai dalam lingkup Fakultas Agama Islam yang telah memberikan banyak ilmu.

7. Hasrawati, S.Pd.I, M.Pd., sebagai Kepala MTS Muhammadiyah Kajang, Andi Herlina S.Ag. sebagai Guru mata pelajaran Aqidah Akhlak dan Siswa siswi MTS Muhammadiyah Kajang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

8. Segenap Guru-guru dan staf MTS Muhammadiyah Kajang, yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

9. Sahabat-sahabatku dan rekan-rekan seperjuangan, terima kasih atas dukungan, kerjasama dan motivasi yang telah kita bagi bersama.

10. Teman-teman Angkatan 2013 Pendidikan Agama Islam, terima kasih atas dukungan, kerjasama dan motivasi yang telah kita bagi bersama.

11. Serta semua pihak yang tidak sempat dituliskan satu persatu yang telah memberikan bantuannya kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung, semoga menjadi amal ibadah di sisi-Nya.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi diri penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritikan dari berbagai pihak yang sempat membaca demi kesempurnaan skripsi ini.

(10)

xi

(11)

x

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

(12)

xi

C. Efektivitas Metode, Materi, MediaPembelajaran PAI ... 19

D. Pembinaan Akhlak Siswa ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Pendekatan penelitian ... 34

B. Lokasi dan Objek Penelitian ... 34

C. Fokus Penelitian ... 35

D. Deskripsi Fokus ... 35

E. Sumber Data ... 35

F. Instrumen Penelitian ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 43

A. Gambaran umum MTS Muhammadiyah Kajang ... 43

B. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba. ... 50

C. Pembinaan dan faktor pendukung guru Pendidikan Agama Islamdalam pembinaan akhlak di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba ... 59

(13)

xii

Pembinaan Akhlak Siswa di MTS Muhammadiyah Kajang

Kabupaten Bulukumba. ... 63

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(14)

xiii

4.3 Alamat Madrasah ... 44

4.4 Luas tanah ... 44

4.5 Penggunaan tanah ... 45

4.6 Biodata kepala sekolah ... 45

4.7 Jumlah dan kondisi bangunan ... 46

4.8 Sarana dan prasarana pendukung pembelajaran ... 46

4.9 Sarana dan prasarana pendukung lainnya ... 47

4.10 Jumlah Pendidik dan tenaga kependidikan ... 48

4.11 Rekap Siswa ... 48

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman wawancara ...

Jawaban pewawancara ...

Absen Kelas ...

Persuratan ...

Dokumentasi ...

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Bahkan akhlak merupakan tujuan pokok dan terutama bagi pendidikan Islam. Disamping itu, terutusnya nabi besar kita Muhammad saw. Sebagai rasul ketengah- tengah umat manusia tentu tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia dari akhlak yang jahil menjadi akhlak yang mulia. Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi melalui salah satu sabdanya:

Artinya:

“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.1 (HR.Ahmad).

Berangkat dari pemaparan rasul sebagaimana dalam sabdanya diatas, tampak bahwa pendidikan harus dijiwai oleh kepribadian siswa, terutama pendidikan Islam karena itulah, al-Abrasyi menyebutkan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, dimana ilmu diajarkan karena ia mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah untuk dapat sampai kepada hakikat ilmiah dan akhlak yang terpuji”.2

1Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273

2 M. Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah diterjemahkan oleh H.Bustami A.Gani dan Djohar Bahri, Dengan judul “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Isla” (Cet.

IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 4.

(17)

Berbicara tentang akhlak dalam era globalisasi dan informasi dewasa ini semakin tampak terasa betapa urgenya pembinaan akhlak sejak dini oleh semua pihak terutama bagi orang tua, masyarakat,maupun pemerintah serta lembaga-lembaga pendidikan non formal, informal maupun formal baik yang bersifat swasta maupun yang berstatus negeri.

Kini semakin terasa urgensinya,terutama pembinaan akhlak dikalangan siswa sebagai generasi penerus. Karena akhlak menjadi penangkal dari pengaruh negatif yang mungkin ditawarkan secara tidak langsung oleh kemajuan.

Hal tersebut disebabkan perkembangan masa depan siswa akan semakin kompleks. Dimana kehidupan masa depan mereka lebih cenderung menumbuhkan nilai-nilai kehidupan yang lebih terarah pada kehidupan individualistis dan paling tidak pada kehidupan kelompok atau paganisme, yang pada ujung-ujungya menghidupkan dan menumbuhkan perpecahan.Dalam upaya mengambil suatu tindakan preventif guna mengantisipasi hal tersebut, maka akhlak hendaknya dipupuk dan dibina agar keterkaitan antara individu dengan individu yang lain dapat terjalin.

Karena itu, pelaksanaan dan pembinaan akhlak karimah adalah suatu hal yang penting, baik terhadap masyarakat dewasa lebih-lebih lagi bagi para siswa sebagai generasi tunas harapan bagi bangsa dimasa depan. Hal ini disebabkan tampaknya gejala dekadensi dan degradasi moral pada usia kanak-kanak,sehingga menyebabkan seseorang dikala remajanya mengalami kelemahan potensi imaniyah dan akhlakiyah sehingga kehidupanya dapat jauh dari cerminan akhlak Islami.

(18)

Masalah akhlak merupakan suatu problematika yang sangat prinsipil bagi setiap seseorang dan menjadi perhatian orang dimana saja.

Baik dalam masyarakat yang terbelakang maupun masyarakat yang sudah maju. Karena kerusakan akhlak seseorang dapat mengganggu ketentraman orang sekitaranya yang pada akhirnya dapat mengguncang ketentraman masyarakat lingkunganya.

Sesungguhnya untuk menyelamatkan siswa dari dekadensi dan degradasi akhlak, maka pembangunan akhlak harus diperhatikan dan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan. Salah satu cara atau tindakan preventif yang harus dilakukan bagi setiap lembaga pendidikan adalah mempermantap pendidikan akhlak melalui pendidikan Islam bagi siswa. Karena itu, menurut Zakiyah Daradjat bahwa:

“Pekerjaan untuk menyelamatkan dan membentuk generasi yang bermoral baik diera sekarang maupun yang akan datang, bukanlah suatu pekerjaan yang ringan. Karena itu, semua kalangan harus ikut memperhatikan terutama lingkungan keluarga,sekolah atau lembaga- lembaga pendidikan,masyarakat maupun pemerintah”.3

Pembinaan akhlak bagi siswa pada hakikatnya dapat dilakukan oleh setiap pendidik melalui setiap mata pelajaran yang disajikan kepada siswa. Artinya bahwa setiap guru mata pelajaran ataupun bidang studi dapat memberikan contoh atau cerminan tentang akhlak yang telah disepakati kebenaranya oleh masyarakat,disamping guru mata pelajaran atau bidang studi tersebut memberikan teladan kepada siswa baik didepan kelas, didalam lingkukngan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Namun demikian, ironisnya kini, sebab pendidikan akhlak itu

3 Lihat Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Mental (Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 45.

(19)

hanya difokuskan pada guru agama Islam(bagi sekolah umum) dan secara khusus pada lembaga Pendidikan Agama Islam saja.4 Padahal akhlak tidak hanya dibutuhkan pada siswa yang belajar disekolah-sekolah agama, melainkan semua siswa melainkan semua siswa baik disekolah agama maupun sekolah umum.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat ideal,karena menyelaraskan antara pertumbuhan fisik dan mental, jasmani dan rohani, pengembangan individu dan masyarakat. Serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam aspek sejarah, Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu disiplin ilmu tidak lahir bersamaan dengan kehadiran agama Islam, tetapi proses pendidikan Islam berjalan seiring dengan usaha nabi Muhammad saw mengembangkan Agama Islam.5

Adapun aspek terpenting dalam agama adalah aqidah, ibadah, akhlakul karimah. Aqidah merupakan keimanan yang tulus kepada Tuhan, tubuh dari jiwa yang mendalam dan merupakan dasar agama yang harus dilalui oleh setiap muslim. Itulah yang mula-mula diserukan oleh nabi Muhammad saw, yakni mengajak segenap manusia untuk mempercayai ajaran-ajaran Islam terlebih dahulu tanpa keragun sedikitpun.

Dalam Islam, ada enam komponen yang mesti diimani atau dipercayai tanpa keraguan sedikitpun terhadapnya, yakni beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, nabi-nabi, hari kiamat dan takdir.

Disamping itu,ada lima kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap

4 Lihat Abdul Fattah Jalal, Min Ushul al-Tarbawiyah fi al-Islam” (Cet. I;

Bandung: Diponegoro, 1988), h. 68.

5 H. Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Cet. I; Ujung Pandang: YayasanAhkam, 1996), h. 10.

(20)

muslim sebagai landasan aqidah. Sedang yang kelima komponen yang disebutkan terakhir merupakan rukun Islam, sebagai landasan ibadah.

Ibadah dalam pengertian umum adalah menjalani segala bentuk kehidupan yang didorong oleh rasa ubudiyah (penghambaan) kepada Tuhan, sehingga terealiasasi dalam jasmani dan rohani untuk memenuhi ketentuan dan tuntutan agama, misalnya menuntut ilmu, berjihad dan semacamnya. Sedangkan ibadah dalam pengertian khsusus adalah segala bentuk penghambaan kepada tuhan dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh agama, misalnya pelaksanaan kelima rukun Islam.

Dalam konsep Islam, manusia diciptakan dengan tujuan pokok untuk beribadah, sebagaimana firman-Nya dalam QS.al-Zariyat /51:56:

Terjemahnya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.6

Dalam bahasa alqur’an, akhlak karimah diidentikkan dengan khulq al-adzhim, yakni perilaku yang mulia. Dalam QS.al-Qalam [69]:4) sebagai konsideran atas pengakuan Allah atas perangai nabi saw, untuk dijadikan tolak ukur sebagaimana firman-Nya dalam Qs.AL-Ahzab /33: 21

6 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Mahkota, 1989), h. 862.

(21)

Terjemahnya:

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah atas kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.7

Berdasarkan dari ayat diatas, maka sebagai umat Islam tentu saja harus mengarahkan dirinya untuk berakhlak karimah, dengan mencontohi nabi Muhammad saw, sebagai uswah al hasanah dan menjalankan ajaran agama secara konsekuen dalam seluruh aspek kehidupanya.

Pada tabiatnya, manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya telah membawa suatu kecenderungan untuk menjalankan ajaran agamanya. Dalam hal ini, pada Qs. AL-Rum /30 :30 Allah berfirman :

Terjemahnya :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allahtetaplah diatas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.8

Termasuk (fitrahAllah) dalam ayat diatas, mengandung interprestasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid.9 Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkanya selalu mencari yang dipandang sebagai realitas mutlak (ultimate reality),

7 Ibid., h. 670

8 Ibid., h. 645

9 Lihat interpretasi yang dikemukakan oleh al-Raqib al-Ashfahani, Mudarat Alfadz al-Qur’an(Cet. I; Beirut Dar al-Syamiyah, 1992), h. 640

(22)

dengan cara mengekspresikanya dalam bentuk sikap, cara berfikir dan bertingkah laku. Dengan sikap inilah sehingga manusia juga disebut sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh.

Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo sebagaimana disebutkan diatas, mengindikasikan bahwa perilaku keberagaman manusia, dapat diarahkan melalui pendidikan, pendidikan yang dimaksud disini adalah Pendidikan Agama Islam, yakni dengan cara membimbing dan mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati, ajaran-ajaran Islam, sehingga Nampak perilaku keagamaan yang utuh.

Dengan usaha seperti ini, tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku keberagamaan peserta didik.

Dalam upaya pembinaan akhlak terhadap peserta didik, maka sangat diharapkan kepada setiap lembaga pendidikan, untuk memberikan pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun kecil besar pengaruh yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama pada hakekatnya merupakan pendidikan nilai.Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntutan agama.10

Pengaruh pembentukan akhlakul karimah pada lembaga pendidikan, khususnya pada lembaga pendidikan formal (sekolah) banyak

10Jalaluddin, Psikologi Agama (Cet. I; Jakarta: Grafindo Persada, 1996), h. 206.

(23)

tergantung dari bagaimana karakteristik pendidikan agama yang diberikan disekolah tersebut. Hal tersebut dikarenakan sekolah dalam perspektif Islam, berfungsi sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia dapat terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Kaitanya dengan itu,dalam pembinaan akhlak maka pendidikan melalui sistem persekolahan patut diberikan penekanan yang istimewa. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat.Hal ini mendukung bagi penyusunan program pendidikan Islam yang lebih akomodatif.

Salah satu lembaga pendidikan formal yang melaksanakan Pendidikan Agama Islam secara efektif, adalah MTS Muhammadiyah Kajang kabupaten Bulukumba. Hasilnya pun menunjukkan bahwa siswa- siswa sekolah tersebut senantiasa memiliki akhlak yang mulia.

Berdasarkan uraian-uraian terdahulu dan kaitanya dengan pembinaan akhlak peserta didik seperti yang disebutkan diatas, melatarbelakangi pentingnya kajian mendalam terhadap efektivitas pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang dijadikan objek pembahasan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTS Muhammadiyah Kajang?

(24)

2. Bagaimana pembinaan akhlak siswa MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba?

3. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Pembelajaran Pendididkan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

b. Untuk mengetahui proses pembinaan akhlak siswa di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

c. Untuk mengetahui apakah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa efektif terlaksana di MTS Muhammadiyah Kajang kabupaten Bulukumba.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna dalam dua aspek,yakni :

a. Aspek ilmiah, sebagai sumbangsih pemikiran dalam rangka pembinaan akhlak siswa menjadi akhlakul karimah,bagi setiap siswa MTS muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba yang tentunya diharapkan pula penjabaranya kepada siswa-siswa yang ada dilembaga pendidikan formal lainnya, baik yang berstatus swasta mapupun yang negeri.

(25)

b. Aspek praktis, sebagai bahan informasi tentang pembinaan akhlakul karimah siswa, untuk diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan sedapat mungkin dikembangkan lagi penelitianya, guna mendapatkan hasil yang memadai dan pada giliranya nanti akan dijadikan patron dalam bersikap dan bertingkah sesuai dengan norma- norma agama.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan adanya manfaat yang dapat dipetik utamanya bagi pihak yang terkait dengan penelitian ini, sebagai berikut:

1. Dapat Mengetahui Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Muhammadiyah Kajang.

2. Dapat mengetahui proses pembinaan akhlak siswa MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

3. Dapat mengetahui Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

4. Bagi guru, sebagai bahan masukkan untuk mengaplikasikan model Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba. 5. Bagi sekolah, penelitian ini akan memberikan sumbangan baik pada

sekolah dalam rangka perbaikan hasil dan kemampuan belajar siswa terkait dengan Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

(26)

6. Bagi siswa, memberikan pengalaman belajar khususnya dalam Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa di MTs Muhammadiyah.

7. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untukmemperoleh pengalaman langsung dan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan Pendidikan Agama Islam.

(27)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Efektifitas

Menurut bahasa Efektifitas berasal dari bahasa inggris yakni

“effective” yang berarti tercapainya suatu pekerjaan atau perbuatan yang direncanakan.11 Sedangkan menurut istilah efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.12

Dengan demikian efektifitas adalah keadaan yang menunjukkan sejauh mana suatu kegiatan yang direncanakan atau diinginkan dapat terlaksana dengan baik dan tercapai.

Pendidik hendaknya jeli dalam memilih buku pedoman dalam mendidik anak didiknya, karena sebuah kitab atau buku disebut efektif apabila kitab tersebut membawa hasil atau prestasi yang memuaskan dan tidak jauh dari tujuan yang direncanakan sebelumnya, serta membawa manfaat terbesar bagi penggunanya. Begitu juga dengan kitab pelajaran Pendidikian Agama Islam, hendaknya membawa manfaat bagi anak didik sekolah.

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam di MTs 1. Dasar Pendidikan Agama Islam di MTs

Setiap aktivitas dan kegiatan manusia yang disengaja sudah tentu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dan karenanya harus mempunyai

11 WasitoWojo,Kamus Lengkap Inggris Indonesia.(Bandung:Hasta,1980),h.49

12 Emerson.H,Efektifitas Dan Efisien Dalam Pembangunan,(Jakarta:1980),h.16

(28)

landasan atau dasar sebagai tempat berpijak yang kuat dan baik. Oleh karena itu pendidikan agama Islam sebagai suatu usaha untuk membentuk manusia atau memanusiakan manusia,harus mempunyai dasar kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan Pendidikan Agama Islam itu dihubungkan.

Adapun yang menjadi dasar dari Pendidikan Agama Islam itu harus terpulang kepada sumber aslinya, karena Islam sebagai agama fitrah yang memiliki kitab suci Alqur’an tersebut, sehingga segala produk- produknya tetap berlandaskan dari kedua sumber tersebut.

Demikian pula sistem pendidikanya harus berdasarkan keduanya seperti yang diungkapkan oleh Abdul Fattah jalal bahwa “ Alqur’an dan hadist merupakan sifat asasi pendidikan, karena dari keduanyalah dapat dijabarkan barbagi permasalahan dasar pendidikan”.13Oleh sebab itu, segala aktivitas yang dilakukan dalam proses Pendidikan Agama Islam harus selalu berlandaskan dari Alqur’an dan hadis Nabi saw.

Demikian pula bagi setiap muslim, hendaknya dalam melaksanakan segala kegiatan dan aktivitas senantiasa mendasarkanya pada Alqur’an dan hadis, sebab keduanya merupakan pedoman bagi manusia guna menjadikan manusia sebagai manusia sebagai manusia yang insan al-kamil. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterhubungan yang tidak dapat dipisahkan antara tujuan hidup manusia dengan tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri.

13Abdul Fattah Jalal,Min Ushul al –Tarbawiyah Fi al islam, terjemahkan oleh Herry Noer Ali, dengan judul “Asaz-asaz pendidikan islam.” (Bandung:Di ponegoro, 1998),h.15

(29)

Dalam operasioanal Pendidikan Agama Islam di Indonesia, sudah barang tentu selain Alqu’an dan hadist sebagai pijakan utamanya, harus memiliki landasan normatif kenegaraan dalam mewujudkan persatuan nasional.Dalam melaksanakan amanat Undang-Undang tentang pendidikan agama dimasukkan ke dalam kurikulum, sehingga disekolah- sekolah umum pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka landasan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam khususnya di Negara Indonesia harus pula mengacu pada dasar Negara, baik secara yuridis, religious maupun social psikologis.14

Secara yuridis formal, dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Indonesia meliputi tiga hal:

a. Dasar ideal, yakni dasar falsafah negara Pancasila.

b. Dasar struktur/konstitusional, yakni UUD ’45 Bab IX pasal 29 ayat 1 2 yaitu :

“ Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu”.

c. Dasar Operasional, yaitu Undang-Undang sistem pendidikan nasional (UU) Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna.

14 Zuhairini, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.21

(30)

Dasar ketiga dari pelaksanaan Pendidikan Agama Islam diindonesia adalah dasar sosial psikologis, yakni dalam kehidupan manusia didunia ini, senantiasa membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama.15

Dasar yuridis formal dan dasar religious tersebut menunjukkan bahwa pelaksaan Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan di sekolah- sekolah di Indonesia termasuk di MTs Muhammadiyah Kajang ini dapat memberikan konstribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Di samping itu, juga menurut suharsimi, dkk.Bahwa operasionalisasi Pendidikan Agama Islam dapat memberikan konstribusinya pada sistem pendidikan nasional yang bertujuan mewujudkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt.16

Bertolak dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa dasar utama Pendidikan Agama Islam khususnya di Indonesia adalah Alqur’an dan hadist sebagai dasar religious. Sedang secara yuridis formal meliputi dasar ideal, struktural atau kontitusional,dan dasar operasional,dan dasar psikologis.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di MTs

Pendidikan Agama Islam di MTs bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang

15 Ibid., h. 25

16 Ibid., h. 45

(31)

agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Mata pelajaran Akidah-Akhlak di MTs adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari dan memperdalam akidah-akhlak sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat dan/atau memasuki lapangan kerja.

Pada aspek akidah ditekankan pada pemahaman dan pengamalan prinsip-prinsip akidah Islam, metode peningkatan kualitas akidah, wawasan tentang aliran-aliran dalam akidah Islam sebagai landasan dalam pengamalan iman yang inklusif dalam kehidupan sehari- hari, pemahaman tentang, konsep Tauhid dalam Islam serta perbuatan syirik dan implikasinya dalam kehidupan. Aspek akhlak, di samping berupa pembiasaan dalam menjalankan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, juga mulai diperkenalkan tasawuf dan metode peningkatan kualitas akhlak.

Secara substansial mata pelajaran Akidah-Akhlak di MTs memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam

(32)

kehidupan sehari-hari. Al-akhlak al-karimah ini sangat penting untuk dipraktikkan dan dibiasakan oleh peserta didik dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan berbangsa, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari era globalisasi dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.

Mata pelajaran Akidah-Akhlak bertujuan untuk:

1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.;

2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.

Menurut Athiyah Al-Abrasyi seperti suntingan Muhaimin dan Abdul Mujib bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah :

Tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi saw. Sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa Pendidikan Agama Islam tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.17

H. Mukhtar Yahya merumuskan tujuan Pendidikan Agama Islam dengan mengemukakan bahwa :

17Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 160

(33)

Tujuan Pendidikan Agama Islam memberikan pemahaman ajaran Islam pada anak didik dan membentuk keluhuran budi pekerti sebagaimana missi rasulullah saw. Sebagai pengembang perintah menyempurnakan akhlak manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja dalam rangka menempuh hidup bahagia dunia dan akhirat.18

Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam dalam kaitanya dengan pendidikan nasional di Indonesia adalah :

Membimbing anak agar mereka menjadi muslim sejati,beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat,agama,dan Negara.19

Adapun tujuan pendidikan Undang-Undang RI.No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional :

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu,cakap,kreatif, mandiri,demokratis, dan bertanggung jawab.20

Dengan demikian tujuan Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan bahwa tujuan secara umum adalah memberikan pengetahuan, pemahaman, penalaran dan pengalaman tentang agama Islam. Kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. Sedangkan tujuan khusus Pendidikan Agama Islam bertujuan meningkatkan keyakinan ,pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa. Menjadikan siswa sebagai manusia muslim yang berakhlak mulia

18H. Mukhtar Yahya, Butir-Butir Berharga dalam Sejarah Pendidikan Islam(Bandung: Diponegoro, 1997), h. 43

19Zuharini, dkk., op. cit h. 45

20Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sibar Grafka, 2003), h.6

(34)

dan berkepribadian yang mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara.

C. Efektivitas Metode, Materi, dan Media Pembelajaran PAI 1. Efektivitas Metode Pembelajaran PAI

Berangkat dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut sudah barang tentu diperlukan metode.Melalui metode itulah, sehingga siswa dapat mencapai sasaran pendidikan termasuk sasaran atau tujuan Pendidikan Agama Islam.

Metode Pendidikan Agama Islam yang dimaksudkan dalam kajian ini tentunya adalah metodologi pengajaran (metode mengajar).Metode tersebut diterapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam setiap membawakan dan mengajar Pendidikan Agama Islam “merupakan alat untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam”.21 Bila diperhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam diindonesia, terdapat suatu gejala negatif sebagai penghalang yang paling menonjol dalam pelaksaan Pendidikan Agama Islam, yakni masalah metode mengajar.

Masalah tersebut hingga sekarang ini masih ditemukan di sekolah-sekolah termasuk di sekolah umum (SMP/MTS) Dan sekolah menengah atas (SMA/MA). Hal ini terjadi karena keenggangan guru mata

21Lihat, Zuhairini., op. cit., h.79

(35)

pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk mencari dan mencoba metode lain selain dari metode ceramah dan tanya jawab.

Metode mengajar atau Pendidikan Agama Islam ini adalah sangat penting untuk diterapkan bagi setiap guru Pendidikan Agama Islam, karena dapat menarik perhatian siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam.Namun demikian, penerapan metode Pendidikan Agama Islam tidak dapat dipisahkan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri.Sebab tujuan merupakan persyaratan terpenting dan penentu dalam memilih dan menerapkan suatu metode Pendidikan Agama Islam.

Sementara itu,metode merupakan salah satu dari komponen dari proses pendidikan, alat mencapai tujuan, sekaligus merupakan kebulatan dalam satu sistem pendidikan.22Dengan demikian, metode Pendidikan Agama Islam adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam, baik didalam maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah.

Adapun metode Pendidikan Agama Islam yang sering digunakan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam kelas adalah sebagai berikut :

1. Metode ceramah 2. Metode Tanya Jawab 3. Metode Diskusi

4. Metode Pemberian Tugas 5. Metode Demonstrasi

22Ibid., h.23

(36)

6. Metode Eksperimen 7. Metode kerja Kelompok 8. Metode Kisah

9. Metode Amtsal

10. Metode Targhib dan Tarhib23

Bertolak dari beberapa metode Pendidikan Agama Islam yang dikemukakan oleh ahli diatas,secara operasional sangat tergantung dari kemampuan guru Agama Islam dalam memilah metode yang serasi dan sesuai dengan tujuan Pendidikan Agama Islam. Oleh karenanya, guru Pendidikan Agama Islam sangat dituntut agar dapat memiliki kemampuan untuk memilih dan menerapkan metode Pendidikan Agama Islam, sehingga siswa dapat lebih efektif dan efesien dalam belajar untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.

2. Efektivitas Materi Pembelajaran PAI

Sebagaimana diketahui bahwa bahan ajar atau materi pengajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mencakup pengetahuan, pemahaman dan penghayatan tentang aqidah atau keimanan dan nilai- nilai akhlak yang merupakan dasar utama pembentukan kepribadian muslim yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui pengajaran dan bimbingan. Pengajaran diutamakan pada aspek pengetahuan, yaitu

23Ali mufron, Ilmu Pendidikan Islam (Pacitan: Aura Pustaka, 2013), h. 90.

(37)

semua unsur pokok. Bimbingan diutamakan pada aspek sikap yaitu keimana atau akidah dan akhlak. Dalam kegiatan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, unsur pengetahuan, sikap dan keterampilan dikembangkan secara terpadu, dengan mengutamakann pembentukan keyakinan atau kepercayaan serta pembentukan dan pembinaan akhlak atau budi pekerti luhur.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa materi Pendidikian Agama Islam meliputi segala hal yang berhubungan dengan nilai-nilai keyakinan atau kepercayaan (aqidah) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai kepribadian atau akhlak berdasarkan tuntutan Alqur’an dan hadist yang meliputi materi tentang aqidah, ibadah, akhlak, sejarah Islam, Qur’an dan hadist.

3. Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran PAI

“Menurut Azhar Arsyad, kata “media” berasal dari bahasa latin

“medius” yang secara harfiah berarti tengah ,perantara atau pengantar.Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat - alat grafis, photgrafis, atauelektro nis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal”.24

24 Azhar Arsyad,Media Pembelajaran,(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada,2013), h.3

(38)

Berikut ini beberapa pendapat para ahli komunikasi atau ahli bahasa tentang pengertian media yaitu:

1. Orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkansiswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru, dalam pengertianmeliputi buku, guru, dan lingkungan sekolah.

2. Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber (pemberipesan) dengan penerima pesan.

3. Komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang.

4. Media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan danpengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pildran, perasaan,perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajarmengajar berlangsung dengan efektif dan efesien sesuai dengan yang diharapkan.

5. Alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi, yang terdiri antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera,video recorder, film, slim, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pengajaran adalah bahan, alat, maupun metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses

(39)

interaksi komunikasi edukatif antara guru dan anak didik dapat berlangsung secara efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dicita-citakan.

D. Pembinaan Akhlak Siswa

Pembinaan mengandung tiga arti, yaitu: proses, perbuatan, cara membina (Negara dan sebagainya), pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.25Akhlak : berasal dari bahasa Arab berarti tabi’at, watak.26 ”Siswa” dalam pengertian yang luas dapat diartikan dengan semua orang yang berhak, membutuhkan dan dimana saja pendidikan berlangsung. Tetapi secara sempit siswa dapat berarti “anak didik, murid atau siswa yang belajar disebuah lembaga pendidikan formal”. Pembinaan akhlak siswa adalah upaya siswa memperbaiki dan menyempurnakan akhlak siswa agar sesuai dengan tujuan pelaksanaan pendidikan Islam yaitu akhlakul karimah.

1. Pengertian akhlak

Secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa Arab yang menurut Jamil Saliba dalam Abuddin Nata adlah akhlaq, yukhliqu, ikhlaqan, ikut wazan af’ala, yuf’ilu, if’alan, yang berarti perangai, tabiat, watak dasar, kebiasaan, peradaban yang baik dan agama.

25H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h.134

26M. Hasyim Syamhudi, Akhlak-Tasawuf (Malang, Madani Media, 2015), h. 2

(40)

Sebagai ilmu yang lahir dari originalitas konsep dasar Islam, al- Qur’an dan al-Hadist mesti dilihat dalam mengakomodir akar kata akhlak tersebut. Dalam al-Qur’an, ditemukan adanya dua bentuk akar kata akhlak yaitu, khuluq dengan shakal rafa’ pada huruf lam dan khalq dengan shaqal sukun pada huruf lam.27

Dalam konteks akhlak, maka hal-hal yang abstrak dan hal-hal yang konkret itu menyatu dalam wujud sebuah aktivitas. Artinya; kondisi jiwa yang bersifat abstrak (Khuluq) akan bernilai akhlak bila melahirkan aktivitas baik (Khalq). Dengan demikian, bila keduanya (khuluq dan khlq) berada di tempat masing-masing, maka hal tersebut belum bisa dinilai dan belum bisa diukur sebagai sebua aktivitas akhlak. Jujur, adil, dusta, sombong misalnya, adalah kondisi-kondisi jiwa yang tidak bisa diukur secara konkret dan karenanya belum bisa disebut sebagai aktivitas akhlak dan akan bernilai akhlak bila kondisi-kondisi jiwa itu mengejewantahkan dalam bentuk-bentuk aktivitas konkret. Demikian juga sebaiknya, birru al- walidin, silatu al-rahmi, ‘uququ al-walidaini, qat’u al-rahim, taawun misalnya, adalah bentuk-bentuk aktivitas konkret yang tidak bisa bernilai akhlak, bila semuanya dilakukan karena terpaksa, terintimidasi dan tidak tersadari. Kesemuanya akan bernilai akhlak bila aktivitas horizontal yang bersifat konkret tersebut dilakukan dengan sengaja dan mengakar kedalam abstraksi jiwanya.28

27 M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf (Malang: Madani Media, 2015), h. 18.

28 Ibid., h 20

(41)

Dari pendekatan etimologis ini, dipahami bahwa akhlak adalah meneliti dan mengkaji jiwa seseorang (Khuluq) yang secara horizontal melahirkan aktivitas yang baik (Khalq)29.

2. Macam –Macam Akhlak

Akhlak merupakan kepribadian seorang muslim, ketika seorang telah meninggalkan akhlaknya, ketika itu pula ia telah kehilangan jati diri dan masuk dalam kehinaan. Oleh karena itu dengan akhlak inilah manusia mampu membedakan mana binatang dan mana manusia. Dengan akhlak pula bisa memberatkan timbangan kebaikan seseorang nantinya pada hari kiamat.

Menurut Moh Ardani, akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak alkarimah dan akhlak mazmumah.

a. Akhlak Al-Mahmudah

Akhlak yang terpuji (al-akhlak al-karimah/al-mahmudah), yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam control ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemashlahatan umat, seperti sabar, jujur, ikhlas, bersyukur, tawadhu (rendah hati), husnudzdzon (berprasangka baik), optimis, suka menolong orang lain, suka bekerja keras dan lain-lain.30

Akhlak al-karimah atau akhlak yang amat mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungannya manusia dengan tuhan

29Ibid . h. 23

30 Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), Cet.1, h.153

(42)

dan manusia dengan manusia, akhlak mulia itu dapat dibagi kepada tiga bagian. Pertama akhlak mulia kepada Allah, kedua akhlak mulia terhadap diri sendiri dan ketiga akhlak mulia terhadap sesama manusia. Ketiga akhlak mulia ini dapat dikemukakan sebagi berikut:

1) Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat-sifat itu, jagankan manusia, malaikatpun tidak akan mampu menjangkau hakikatnya.

2) Akhlak mulia terhadap diri sendiri Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaikbaiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaikbaiknya.

3) Akhlak yang baik terhadap sesama manusia Manusia adalah sebagai mahluk sosial yang kelanjutan eksitensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Oleh karena itu perlu diciptakan suasana yang baik, satu dan yang lainnya saling berakhlak yang baik, diantaranya mengiringi jenazah, mengabulkan undangan dan mengunjungi orang lain.31

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia mengetahui bahwa Allah telah mengaruniakan kepadannya keutamaan

31 Moh Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Mitra Cahaya,2005), Cet ke. 2, h. 49-57

(43)

yang tidak dapat terhitung banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan berzikir dalam hatinya. Dalam kehidupan sehari-hari harus berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, sehingga terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat, karena jiwa adalah jiwa yang terpenting dan utama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat merusaknya. manusia adalah mahluk sosial maka perlu diciptakan

b. Akhlak Madzmumah

Akhlak yang tercela (al-akhlak al-madzmumah), yaitu akhlak yang tidak dalam kontrol Ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat manusia, seperti takabur (sombong), su’udzon (berburuk sangka), tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas, dan lain-lain.32

Akhlak yang tercela (akhlak al-mazmumah) secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas namun ajran Islam tetap membiarkan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar dapat diketahui caracara menjauhinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, antara lain:

1. Berbohong

32 Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi..., h.153

(44)

Berbohong adalah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta atau bohong ada dua macam yaitu berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.

2. Takabur (sombong)

Takabur adalah salah satu akhlak tercela juga, arti takabur adalah merasa atau mengaku diri paling besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.

3. Dengki

Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperleh orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak.

4. Bakhil

Bakhil artinya kikir. orang yang kikir adalah orang yang sangatt hemat dengan apa yang menjadi miliknya tetapi hematnya sangat dan sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.33 Dari uraian di atas maka akhlak dalam bentuk pengamalannya dibedakan menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Akhlak yang sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya akan melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak terpuji, sedangkan jika akhlak sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah

33 Moh Ardani, Akhlak Tasawuf..., h. 57-59

(45)

dan rasulnya dan akan melahirkan perbuatan yang buruk, maka itu yang dinamakan akhlak tercela.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Masa yang paling penting dan paling peka dalam kehidupan seseorang adalah pada masa kanak-kanak, dan pada saat inilah kepribadian dan karakter seseorang terbentuk. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan religiusitas dan terbiasa melakukan aktivitas keagamaan akan dapat mempengaruhi keadaan jiwanya.Untuk apa dan berkembang sesuai takaran religious Islami. Pembentukan kepribadian yang islami harus dimulai sejak dini, dan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak, manusia akan lebih hina, lebih jahat dan lebih luas dan lebih rendah daripada binatang.

Islam sebagai agama universal, membawa inti ajaranya untuk mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia, sebab dalam bidang inilah terletak hakekat manusia.Bimbingan Islam ini bertujuan untuk mengokohkan ketinggian martabat manusia dalam rangka memenuhi fungsinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi.

Menurut Farid Ma’ruf Noor :

Akhlak atau budi pekerti perlu dibina sejak dini karena ia bertujuan sebagai tali pengikat silaturrahmi, persatuan, kesatuan dan persaudaraan yang kukuh kuat bagi kehidupan umat manusia, yang dapat melahirkan sense ofbelonging together ( perasaan senasib dan

(46)

sepenanggungan ) dalam masyarakat guna mewujudkan kepentingan dan di dalam memelihara ketentraman hidup bersama.34

Sedangkan Anwar Masy’ari mengemukakan bahwa

“Pendidikan akhlak bertujuan untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakanya dari makhluk lain. Kedatangan Islam dengan ajaran-ajaranya yang dibawanya senantiasa berusaha memindahkan manusia ke kehidupan yang mulia yang penuh dengan keutamaan melalui keindahan akhlak.Jalan menuju kepada tujuan yang yang tinggi itu dipandang sebagai puncak risalahnya.”

Sesuai dengan pola hidup yang diajarkan Islam,bahwa seluruh kegiatan hidup hingga kematian sekalipun, semata-mata dipersembahkan hanya kepada Allah. Ucapan yang selalu dinyatakan dalam do’a iftitah shalat, merupakan bukti kongkrit (nyata) bahwa tujuan yang tertinggi dari segala tingkah laku adalah mendapatkan mardhatillah (mendapatkan ridha Allah).

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan inilah yang kemudian melahirkan perasaan moral yang terdapat didalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan yang mana yang baik dan mana yang buruk.

Dari sanalah timbul bakat akhlaki yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam, yang mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan

34Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan akhlak dakwah (Surbaya: Bina Ilmu, 1981), h. 54.

(47)

mencegah perbuatan yang buruk.Allah mendorong manusia untuk memperbaiki akhlaknya, walaupun ia terlanjur salah.

Dengan demikian, pendidikan akhlak bertujuan untuk :

a. Menumbuhkan kembangkan dorongan nurani seseorang dari dalam, yang bersumber pada iman dan takwa. Untuk itu perlu diadakan pembinaan akhlak.

b. Meningkatkan pengetahuan tentang akhlak alaqur’an lewat ilmu pengetahuan, pengalaman dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.

c. Meningkatkan pembinaan kemauan, yang menumbuhkan manusia pada kebebasan memilih yang baik dan melaksanakanya yang selanjutnya kemauan itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan.

d. Membina dan melatih untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untuk bersama-sama melakukan perbuatan baik tanpa ada paksakan.

e. Pembiasaan dan pengulangan melaksanakan yang baik, sehingga perbuatan baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri setiap manusia.

Bertitik tolak dari ketrerangan singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak antara lain adalah bertujuan untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakanya dari makhluk lain, mendorong manusia untuki

(48)

melakukan yang baik dan mencegah perbuatan yang buruk. Allah mendorong manusia untuk melakukan yang baik dan mencegah perbuatan yang buruk. Allah mendorong manusia untuk memperbaiki akhlaknya,bertujuan untuk melahirkan manusia untuk memperbaiki akhlaknya, dan bertujuan untuk melahirkan perasaan moral yang terdapat didalam diri manusia sebagai fitrah,sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang mana jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

(49)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan mengeksploitasi data dilapangan dengan metode analisis deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran secara cepat tepat tentang Efektifitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

Deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara utuh dan mendalam tentang realitas sosial dan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat yang menjadi subjek penelitian sehingga tergambarkan ciri, karakter, sifat, dan model dari fenomena tersebut.35

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Adapun lokasi Penelitian ini dilaksanakan di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba dengan pertimbangan agar keefektifan terhadap proses pembinaan akhlak siswa di sekolah tersebut dapat terus terlaksana dengan baik. Sedangkan objek penelitian adalah guru dan siswa di MTs Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

35Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan,(Bandung: Kencana Prenada Media Group, 2013), h.47.

(50)

C. Fokus Penelitian

Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya maupun tingkatanya Sutrisno Hadi (1989-224). Berdasarkan pengertian tentang variabel penelitian maka variabel yang diteliti yaitu efektivitas pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagai variabel bebas, sedangkan pembinaan akhlak siswa sebagai variabel terikat.

D. Deskripsi Fokus

1. Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Efektivitas pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah implikasi dari pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTS Muhammadiyah Kajang Kabupaten Bulukumba.

2. Pembinaan Akhlak siswa

Pembinaan akhlak siswa adalah siswa upaya memperbaiki dan menyempurnakan akhlak siswa agar sesuai dengan tujuan pelaksanaan Pendidikan Islam yaitu akhlakul karimah.

E. Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis sumber data, yakni data primer dan data sekunder. Dibawah ini penulis akan menjelaskan maksud kedua jenis data tersebut.

1. Data Primer

Data primer adalah informasi yang diperoleh langsung dari pelaku yang melihat dan terlibat langsung dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung

(51)

dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung36.

Menjadi data primer dalam penelitian ini adalah perwakilan siswa dari setiap tingkatan baik kelas VII, VIII, maupun IX dengan mempertimbangkan kebutuhan penulis dalam rangka melengkapi data penelitian. Dan guru mata pelajaran pendidikan Agama islam disekolah tersebut.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama.37 Data ini berupa dokumen- dokumen sekolah seperti keadaan geografis lembaga pendidikan, profile sekolah, struktur kepengurusan sekolah, visi dan misi dan lain sebagainya.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian menggunakan instrumen, penelitian sebagai alat bantu agar kegiatan penelitian berjalan secara sistematis dan terstruktur,dalam pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai mana yang dikatakan Suharsimi Arikunto antara lain sebagai berikut:

36Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), h. 117

37Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 85.

(52)

1. Pedoman observasi

Pedoman observasi yaitu mengamati dan menggunakan komunikasi langsung dengan sumber informasi tentang objek penelitian, keadaan guru dan keadaan siswa.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman Wawancara adalah pengamatan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan. Ciri utama dari wawancara atau interview adalah kontak langsung dengan tatap muka antara interview dan sumber informasi.

Pedoman wawancara yaitu instrumen yang berbentuk pertanyaan yang diajukan secara langsung kepada responden. Dalam hal ini yang diwawancarai adalah: Guru pendidikan Agama Islam.

3. Catatan dokumentasi

Catatan dokumentasi Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, prasasti, agenda dan dalam penelitian.

Metode ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dan informasi tertulis dari informan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mengumpulkan hasil-hasil penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data 1. Obsevasi

Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat dan mencatat fenomena yang muncul.Observasi adalah

(53)

pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.38Pada Dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.

Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya.Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, penduan pengamatan dan lainnya.39Data yang diperoleh dari observasi adalah tentang situasi umum objek penelitian atau untuk mencari data yang berhubungan dengan penelitian ini.Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati aktivitas pembelajaran peserta didik, proses pembelajaran Pendidika Agama Islam, serta fasilitas atau sarana dan data yang dapat menunjang kelengkapan penelitian ini.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian.40

a. Wawancara terstruktur (Structured interview)

38 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm. 63.

39 Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:

Rajawali pers, 2009), hlm. 51.

40 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2013), hlm. 160

(54)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden di beri pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data.

Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara.41

b. Wawancara tak berstruktur (unstructured interview)

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.42

Lincoln and guba dalam buku Sugiyono mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:43

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.

41 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 194-195.

42Ibid,hlm. 197.

43Ibid hlm. 322.

Gambar

Tabel 4.1 kepala sekolah periode 1965-1990
Tabel 4.2 data umum madrasah  b.  Alamat Madrasah
Table 4.5 penggunaan tanah  d.  Biodata kepala sekolah
Table 4.7 Jumlah dan Kondisi Bangunan  f.  Sarana dan prasarana pendukung pembelajaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pola penghambatan komponen bioaktif EMM juga akan dibandingkan dengan fraksi D dari ekstrak etil asetat yang telah diperoleh dari hasil penelitian

Hasil analisa kondisi eksisting menunjukkan bahwa: pewadahan sampah yang digunakan masyarakat wadah seadanya, pengumpulan sampah belum efisien dari segi waktu,

• Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk

Sistem yang seperti ini akan menyebabkan proses pendaftaran pasien tidak efektif dalam segi waktu sedangkan dalam pembuatan KIB yang menggunakan bahan kertas mengakibatkan

3 Kampung Wambar meruapakan salah satu Kampung yang terdapat di Distrik Fakfak Timur Tengah, Kampung Wambar memiliki potensi keindahan alam, bahasa, seni budaya,

Di dalam menjalani daur hidup tersebut kupu-kupu di kenal juga sebagai ulat, makanan ulat berupa bagian-bagian dari tumbuh-tumbuhan, termasuk buah dan biji; oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan koreografi tari “Sarpa Kenaka” dalam Bedhaya Sarpa Rodra karya Fajar Prastiyani di ISI Surakarta dari segi konsep, aspek gerak,

Oleh karenanya, dalam kegiatan “ngo- brol bareng serikat pekerja” tersebut, AKbP Hengki Haryadi siK, mH, mengucapkan terima kasih atas komunikasi aktif yang ter- bangun