• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Probiotik

Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di berbagai produk seperti susu dan makanan tambahan. Di bidang peternakan probiotik sudah diaplikasikan pada pakan, dan di bidang pertanian digunakan sebagai pupuk. Probiotik merupakan mikroba hidup baik dalam bentuk kultur tunggal maupun campuran yang ditambahkan ke dalam makanan hewan atau manusia yang dapat menguntungkan inang dengan menjaga keseimbangan mikrob ususnya (Fuller 1992; Salminem 1998 & Wright 1998). Defenisi ini kemudian dikembangkan lagi oleh Verschuere et al.,(2000) untuk aplikasi probiotik pada budi daya perairan. Deskripsi yang diberikan sesuai dengan modus aksi probiotik tersebut, yaitu mikroba hidup yang menguntungkan bagiinang dengan memodifikasi hubungan komunitas mikroba yang berasosiasi dengan inang atau lingkungannya, meningkatkan penggunaan makanan atau nilai nutrisi, memacu respon inang terhadap penyakit, atau dengan meningkatkan kualitas lingkungan.

Probiotik menurut Fuller (1992), merupakan mikroba hidup yang ditambahkan ke dalam pakan yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi hewan inang dengan cara memperbaiki keseimbangan mikroba ususnya. Menurut Verschuere et al., (2000), probiotik merupakan agen mikroba hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikroba atau berasosiasi dengan inang, menjamin perbaikan dalam penggunaan pakan atau memperbaiki nutrisinya, memperbaiki respon inang terhadap penyakit, atau memperbaiki kualitas air lingkungan ambangnya, sedangkan dalam usaha budidaya perikanan probiotik diartikan sebagai produk bioteknologi yang ramah lingkungan dan dirancang untuk menyiasati perubahan

(2)

kimia, fisika, dan biologi kolam sehingga terbentuk lingkungan yang dibutuhkan oleh ikan untuk memacu pertumbuhan dan kesehatan ikan serta meningkatkan produktivitas kolam (Effendi, 2005).

Berbagai produk probiotik untuk aplikasi perikanan telah banyak dipasarkan dengan berbagai variasi penggunaannya, namun secara mendasar model kerja probiotik dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan produksi senyawa- senyawa antimikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum.

2. Merubah metabolisme mikrobia dengan meningkatkan atau menurunkan aktifitas enzim pengurai (selulase, protease, amilase dan lain-lain)

3. Menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi organisme akuatik atau aktivitas makrofag.

Probiotik sebagai agen pengurai merupakan kelompok mikroorganisme atau mikroba terpilih yang menguntungkan seperti: Bacillus spp. Dalam aplikasinya di dunia perikanan, probiotik sebagai agen pengurai dapat digunakan baik secara langsung dengan ditebarkan ke air atau melalui perantara makanan hidup (live food). Jadi melalui penambahan bakteri yang menguntungkan kekolam atau bak pemeliharaan kualitas air dapat ditingkatkan.

Bacillus sp. menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang dominan dan menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lendir dan biofilm yang dihasilkan oleh bakteri patogen. Bacillus sp. akan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam mendapatkan nutrisi dan ruang permukaan dinding usus ikan atau udang. Dengan adanya persaingan ini, bakteri patogen akan terhambat pertumbuhannya (Moriarty, 1998).

Menurut Fuller (1989) dan Farzanfar (2006) agen biologis disebut probiotik yang baik apabila:

1. Menguntungkan inangnya

(3)

2. Mampu hidup walaupun tidak hidup di intestinum inang

3. Harus dapat hidup dan bermetabolisme di lingkungan usu, resisten pada suhu renndah dan asam organik

4. Dapat disiapkan sebagai produk sel hidup dalam skala besar (industri)

5. Dapat menjaga stabilitas dan sintasanya untuk waktu yang lama baik dalam penyimpanan maupun dilapangan

6. Tidak patogenik dan tidak menghasilkan senyawa toksik.

2.2 Kualitas Air di Perairan Tambak Udang

Tingginya permintaan konsumen terhadap produk perikanan terutama udang dari tahun ketahun memacu perkembangan industri budidaya udang yang sangat pesat.

Selain itu, tingginya nilai produk udang budidaya dan siklus hidup yang relatif singkat menyebabkan sektor ini menarik minat banyak pengusaha (New, 1999).

Pada pengembang budidaya udang skala besar dilakukan sistem budidaya intensif.

Pada sistem ini dilakukan pengaturan yang ketat terhadap kondisi kolam seperti sistem pengairan, pakan dan perbenihan. Target utama sistem ini ialah jumlah produksi yang tinggi pada area tambak yang kecil, oleh sebab itu dilakukan padat tebar benih yang tinggi dan pemberian pakan dalam jumlah serta kualitas yang tinggi (Fast, 1992).

Berkembangnya budidaya udang sistem intensif, diikuti pula oleh berbagai permasalahan. Masalah yang umum pada sistem budidaya udang ini ialah sedikitnya proporsi pakan yang digunakan oleh hewan, akibatnya sebagian besar pakan tersisa sebagai limbah di air (Antony & Philip, 2006) yang diikuti oleh eutrofikasi dan pengayaan material organik yang tinggi pada dasar kolam.

Penurunan kualitas lingkungan seperti ini menurunkan produktivitas tambak, dan meningkatkan tekanan pada udang yang menyebabkan udang rentan terhadap penyakit, sehingga menurunkan produksi di berbagai daerah (Boyd, 1982 : Ghufron et al., 2007). Umumnya pengusaha tambak bergantung kepada pergantian air yang relatif tinggi untuk menjaga kualitas air pada sistem produksi,

(4)

akibatnya terjadi pengeluaran material limbah pakan dan berbagai metabolit langsung ke lingkungan terdekat (Ghufron et al., 2007). Kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran nilai tertentu (Boyd, 1990). Beberapa parameter fisika kimia air yang mempengaruhi kelangsungan hidup udang diantaranya adalah suhu, ammonia, nitrit, pH, oksigen terlarut dan karbondioksida (Weatherley, 1972).

Di Indonesia kriteria kualitas air untuk tambak memiliki kisaran pH 7.8-9.0, suhu 26-32o

Tabel 1. Kriterian kategori kualitas air tambak secara fisik dan kimiawi

C, kadar nitrat kurang dari 0.3-0.5 ppm, nitrit kurang dari 0.1 ppm dan suspensi terlarut berkisar dari 20-40 ppm (Tabel 1). Daerah yang paling cocok untuk pertambakan udang adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi antara lain 2-3 meter (DKP, 2007).

Parameter

kualitas air Satuan

Saat penebaran

Air dipetakan/

Reservoir

Pertengahan dan ahkir pemeliharaan

Air pembuangan

Suhu 0C 26-29 27-32 27-32 27-32

DO mg/l 4 >3.5 4.5 3

BOD mg/l 7.8-7.5 7.8-7.5 7.8-7.4 7-9

Ph 90-150 90-150 90-150 100-150

Alkalinitas mg/l 40-50 30-40 30-40 30-40

Transparansi m <30 <20 <40 <30

Suspensi terlarut 10-35 10-35 10-35 10-35

Salinitas ppt <0.5 <0.3 <0.4 <0.5

Amonia mg/l <0.5 <0.3 <0.4 <0.5

Nitrat mg/l <0.1 <0.1 <0.1 <0.1

Nitrit mg/l <0.1 <0.1 <0.1 <0.1

Fosfat mg/l <0.25 <0.30 <0.35 <0.25

Total Vibrio cfu 102 103-104 103-104 <104

Sumber: DKP Jepara (2007)

Selain berdampak negatif terhadap lingkungan, intensifikasi budidaya udang juga menyebabkan peningkatan resiko penyakit yang potensial terhadap hewan.

Penyakit yang berkembang di tambak udang di Indonesia ialah penyakit yang

(5)

disebabkan oleh virus White Spot Syndrome (WSS) dan Yellow Head Virus (YHV) dan penyakit bakteri berpendar Vibrio harveyi. Selain itu pemakaian antibiotik menjadi cara yang dianggap efektif untuk menanggulangi bakteri patogen di perairan tambak pada sistem budidaya ini, tetapi dengan ditemukannya residu antibiotik yang tinggi pada udang asal Indonesia, mengakibatkan dikeluarkannya larangan ekspor udang Indonesia ke beberapa negara tujuan (Rangkuti, 2007). Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi pencemaran air dan degradasi kualitas tambak udang di antaranya yang paling populer ialah dengan pemanfaatan mikroba (probiotik) (Devaraja et al., 2002).

2.3 Perkembangan Udang Litopenaeus vannamei

Jenis udang yang dikembangkan pada awal perkembangan budidaya udang di Indonesia ialah Penaeus monodon (jumbo tiger prawn) dan Penaeus marquensis (udang putih). Serangan penyakit dan penurunan kualitas air tambak menyebabkan produksi udang tersebut terus menurun dari tahun 1990-an sampai 2000-an. Pada tahun 1992 produksi udang di Indonesia mengalami penurunan secara dramatis yaitu 140.000 mt tahun 1991 menjadi 80.000 mt tahun 1993. Hal ini mungkin disebabkan manajemen air yang tidak baik (Supriyadi & Rukyani, 1992) sehingga dapat meningkatkan terjadinya serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh beberapa bakteri Vibrio sp. Tahun 1992 total produksi nasional sekitar 98.350 ton, produksi menurun menjadi 83.193 ton pada tahu 1994. Pada tahun 1998 produksi ini turun lagi menjadi 74.824 ton (Departemen Perikanan dan Kelautan, 2002).

Masalah utama penurunan produksi udang ialah penurunan kualitas air dan serangan penyakit. Pada budidaya udang secara intensif, penurunan kualitas air dapat terjadi dengan cepat disebabkan oleh faktor internal seperti akumulasi sisa pakan akibat kelebihan pemberian pakan (overfeeding) dan hasil metabolisme hewan peliharaan (Moriarty, 1999). Sisa pakan berupa protein di perairan dapat terurai menjadi senyawa-senyawa toksik bagi hewan air seperti amonia, nitrit dan nitrat (Intan et al., 2005). Boyd (1981) menyatakan bahwa pada budi daya udang,

(6)

sebahagian besar nitrogen (±90%) masuk ke kolam sebagai pakan buatan, 22%

dikonversi menjadi udang yang dipanen, 14% tersisa pada sedimen, dan sisanya 57% dikeluarkan ke lingkungan.

Tahun 2000 para pengusaha mulai beralih pada jenis udang Penaeus vannamei karena dianggap lebih tahan penyakit. Sistem budidaya yang dikembangkanpun lebih kepada sistem semiintensif maupun intensif.

Keberhasilan budidaya udang Penaeus vannamei mengalami puncak pada tahun 2005, dengan peningkatan produksi tiga kali lipat (Rangkuti, 2007). Keberhasilan ini juga tidak berlangsung lama karena beberapa tahun terakhir produksi udang ini pun tidak stabil dan cenderung menurun meskipun tidak secara drastis. Dari tahun 2008-2009 produksi udang budidaya turun sebanyak 15% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009).

2.4 Pertumbuhan Udang

Kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode (Effendie, 2004). Tingkat kelangsungan hidup akan sangat menentukan produksi yang akan diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran udang yang dipelihara. Udang yang berukuran kecil (benih) akan lebih rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang hati-hati (Herpher, 1978). Kelangsungan hidup dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam udang itu sendiri dan faktor lingkungan luar. Faktor dari dalam diantaranya umur udang, ukuran dan kemampuan ikan beradaptasi dengan lingkungan. Sedangkan faktor luar meliputi kondisi fisika-kimia dan media biologi, ketersediaan makanan, kompetisi antar udang dalam mendapatkan makanan apabila jumlah makanan dalam media pemeliharaan kurang mencukupi, serta proses penanganan udang yang kurang baik (Royce, 1972).

Pertumbuhan udang dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan untuk memanfaatkan pakan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor-faktor

(7)

kimiawi lingkungan, suhu, bahan buangan, oksigen dan ketersediaan makanan (Lagler et al., 1962). Pertumbuhan merupakan kriteria yang paling penting untuk pengukuran respon ikan dalam penelitian pakan (Lovell, 1988). Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau bobot dalam kurun waktu tertentu.

Pertumbuhan dalam suatu individu disebabkan oleh pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Makanan tersebut akan digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual dan perawatan bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang rusak (Effendie, 1997).

Air sebagai media hidup udang untuk pertumbuhan harus memenuhi persyaratan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pengelolahan air tambak merupakan kegiatan penyiapan air hingga mempertahankan mutu air sampai pemeliharaan. Untuk keberhasilan budidaya diperlukan persiapan sebaik-baiknya.

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan tambak udang di Indonesia adalah kecenderungan penurunan produktivitas dan tingkat mortalitas udang yang tinggi, salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas air (Nganro et al., 1999). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh aplikasi probiotik yang berasal dari iklim tropis terhadap kualitas kimiawi perairan tambak udang didapatkan penurunan beberapa parameter kunci dalam budidaya udang seperti nitrat, nitrit, amoniak, sulfat, sulfid dan fosfat yang cukup signifikan. Kualitas air merupakan faktor utama dalam budidaya udang untuk mendukung pertumbuhan yang baik sehingga diperlukan pemeliharaan mutu air yang baik juga (Purwanta et al., 2002).

Norvia et al., (2011) dari penelitian yang telah dilakukan terhadap pengujian ikan dengan padat tebar 25 ekor/m2 dengan 4 perlakuan, pemberian probiotik Effective microorganisme (EM-4) dari pemberian konsentrasi yang berbeda pada media budidaya. Kegunaanya untuk memberikan informasi bagi budidayaan akan pengaruh pemberian probiotik terhadap laju pertumbuhan ikan dan mempercepat fermentasi media dalam memperbaiki mutu air kolam. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan yang paling tinggi pada perlakuan EM-4

(8)

dengan dosis probiotik 50 ml / 0.5 m3 baik dari kematangan media dan kualitas air maupun laju pertumbuhannya.

Referensi

Dokumen terkait

[1] bio-slurry atau hasil samping biogas berasal dari kotoran ternak yang dicampur dengan air yang telah melalui proses fermentasi yang terjadi di dalam digester biogas

Dengan perkembangan tersebut, dalam rangka pemenuhan kewajiban penyaluran kredit UMKM paling rendah 20% dari total kredit bank sekaligus untuk mendorong penyaluran kredit ke

Pada penelitian ini penulis dapat menghasilkan sebuah website yang bersifat terpusat dengan memanfaatkan web service metode REST dalam proses pengambilan datanya

*) Nilai investasi sudah termasuk : Biaya Training | Breakfast, Lunch &amp; Coffee Break | Kamar Twin Sharing |Goody bag|Sertifikat|. Powered

Prinsip-prinsip kesantunan yang harus digunakan dan diterima oleh penutur dan mitra tutur dwibahasawan Sunda-Indonesia dalam berunjuk santun adalah “penghormatan dan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia–Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Asal Populasi dan Tinggi Pangkasan terhadap

Alat ukur Azas Kumparan Putar (Permanent Magnet Moving Coil) atau sering disingkat sebagai PMMC merupakan alat pengukur yang berkerja atas dasar prinsip dari

Perhitungan debit banjir maksimum rancangan Qp dapat dilakukan setelah semua parameter input yang diperlukan terpenuhi. Perhitungan debit banjir maksimum dirancang dengan