• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL PETERNAKAN DAN VETERINER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEMINAR NASIONAL PETERNAKAN DAN VETERINER"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

g

0

3 (TO

Se

14

Pz

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

PETERNAKAN DAN VETERINER

CISARUA, BOGOR, 7-8 NOPEMBER 1995

JILID 2

Penyunting: Sukardi Hastiono Budi Haryanto Arnold P. Sinurat I-Ketut Sutama Tjeppy D. Soedjana Subandriyo

Purnomo Ronohardjo

‘4 4.4e

VI

611-5,

I-

v!..°

\\,

Sutijono Partoutomo

Sjamsul Bahri VA?' /rA"f

Suprodjo Hardjoutomo Supar

Redaksi Pelaksana:

Yusuf Halim Aip Syarifuddin Hadi Budiman

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN BOGOR, 1996

(2)

UJI SENSITIVITAS BEBERAPA TEKNIK UNTUK MENDIAGNOSIS TRYPANOSOMIASIS PADA ANJING

A. HUSEIN dan S. PARTOUTOMO

Balai Penelitian Vetermer

Jalan R.E. Martadinata 30, P.O.Box 52, Bogor 16114

RINGKASAN

Anjing merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi Trypanosoma evansi dan biasanya bersifat fatal. Cara penularan terutama secara oral, melalui karkas atau darah segar yang telah tercemar oleh parasit, dengan kekeruhan kornea mata bilateral sebagai gejala yang menciri.

Sebanyak 4 ekor anjing sehat, ras campuran. umur 6 - 8 bulan disuntik secara subkutan dengan 1.000 parasit per kilogram bobot badan. Pemeriksaan dilakukan setiap hari dengan pemeriksaan darah secara natif (WBF), teknik mikrohematokrit (HCT) dan pemeriksaan lapisan "buffy-coat"

(BCM) serta kombinasi antara HCT dan BCM untuk mendeteksi parasit, sampai semua anjing percobaan tersebut mati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi HCT dengan BCM mampu mendeteksi keberadaan parasit sebesar 76,7%, kemudian disusul WBF (72,7%), HCT (67,4%), dan BCM (58,6%). Angka-angka hasil pemeriksaan tersebut ternyata tidak menunjuk- kan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa WBF cenderung lebih sensitif dibandingkan dengan HCT. Hal ini disebabkan oleh terjadinya gumpalan trypanosoma yang memadat pada lapisan "buffy-coat" yang diduga sebagai penyebab terjadinya reaksi negatif palsu pada pemeriksaan HCT, sehingga sensitivitas WBF cenderung lebih tinggi dari pada HCT.

Kata kunci : Surra, anjing, diagnosis

PENDAHULUAN

Penyakit surra atau trypanosomiasis yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi di Indonesia dilaporkan untuk pertama kali pada seekor kuda di Semarang pada tahun 1897 (PENNING, 1900), pada sapi dan kerbau di Jawa Tengah (DE DOES, 1900; 1901), dan pada anjing oleh SOHN (1906), yang antara lain menyebutkan bahwa infeksi T. evansi pada hewan ini biasanya berakhir dengan kematian.

Anjing merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi T. evansi. Cara penularannya terutama secara oral waktu makan daging atau tulang atau darah segar yang telah tercemar oleh parasit, sedangkan kekeruhan kornea mata bilateral merupakan gejala yang menciri (PRAW!RADISASTRA, 1977; RAINA et al., 1985; dan STEPHEN, 1986). Berbagai teknik telah dikembangkan untuk mendiag- nosis penyakit surra dan teknik tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan deteksi antigen atau antibodi (teknik serologik) dan deteksi parasit baik di dalam darah maupun di dalam jaringan. Pada saat ini teknik diagnosis atas dasar deteksi parasit di dalam darah masih merupakan teknik yang lebih dapat dipercaya daripada serologi. Dalam teknik ini antara lain termasuk pemeriksaan darah secara natif atau wet blood film (WBF), teknik hematokrit atau haematocrit centrifugation technique (HCT), dan inokulasi darah pada tikus atau mouse inoculation (MIC). Dari ketiga teknik ini HCT merupakan teknik yang direkomendasikan untuk digunakan di lapangan dengan alasan bahwa walaupun sentivi- tasnya hanya 45% dibandingkan dengan MIC dengan sensitivitas 82% pada sapi dan kerbau (PAR- TOUTOMO, 1995), tetapi HCT memiliki banyak kelebihan seperti harganya murah, pengerjaannya

(3)

pada anjing, HUSEIN et al., (1995) menemukan adanya kecenderungan bahwa WBF pada anjing mempunyai sensitivitas yang cenderung sama dan bahkan lebih tinggi daripada HCT. Hal ini cukup menarik karena pada sapi dan kerbau WBF merupakan teknik yang mempunyai sensitivitas terendah dibandingkan dengan MIC atau HCT. Dalam tulisan ini terutama dibahas tentang kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan sensitivitas tersebut.

MATER! DAN METODE

Isolat Trypanosoma evansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah isolat yang berasal dari wabah surra di Bangkalan pada tahun 1988 (SUKANT0 et al., 1989) yang disimpan dalam nitrogen cair, kemudian dipasasekan pada mencit putih (Mus musculus albinus) sebanyak 3 kali. Jumlah parasit dihitung dengan alat Improved Neubauer Haemocytometer (Assistent, W-Germany), kemudian diencerkan dengan larutan glukose fosfat dingin sehingga diperoleh konsentrasi 2.000 parasit per ml sebagai inokulum (LuauNs, 1983).

Sebanyak 4 ekor anjing sehat, ras campuran, umur 6 - 8 bulan, kelamin jantan dan betina, dipelihara dalam kandang bebas lalat secara individual dan diberi makanan kaleng bercampur nasi serta air minum secara tak terbatas. Anjing-anjing tersebut dinyatakan bebas infeksi surra setelah dilakukan pemeriksaan inokulasi darah pada mencit dengan 21 hari pengamatan dan pemeriksaan HCT sekali dalam seminggu sebanyak 4 kali sebelum percobaan dimulai. Masing-masing anjing kemudian diinokulasi dengan 1.000 parasit per kg bobot badan secara subkutan. Pengambilan 0,25 ml sampel darah dilakukan setiap hari dengan spuit 1 ml melalui vena saphena atau vena cephalica anti brachii, kemudian dipindahkan ke dalam tabung-tabung mikrohaematokrit yang mengandung heparin (Terumo Capillary Tubes, Japan) masing-masing berisi 35 ul dan salah sate ujungnya ditutup dengan cristoseal (Hawksley Ltd., England). Pemeriksaan WBF, HCT dan BCM dilakukan setiap hari, sesaat sebelum diinfeksi sampai semua anjing percobaan tersebut mati atau dibunuh.

Pemeriksaan WBF: Salah satu ujung tabung mikrohaematokrit (berisi darah) yang tersumbat dipotong dengan pemotong kaca, kemudian semua isinya dituangkan pada sebuah slide mikroskop dan diaduk hingga merata dan ditutup dengan sebuah cover glass ukuran 18 x 18 mm, kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 sebanyak 10 lapangan pandang per sampel.

Pemeriksaan HCT (WooD, 1969): Setelah dilakukan sentrifugasi selama 5 menit dengan mikro- haematokrit sentrifuge, tabung HCT diletakkan pada sebuah slide mikroskop khusus yang mempunyai alur penjepit. Kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 20, untuk memeriksa adanya pergerakan trypanosoma dalam plasma di atas lapisan "buffy-coat".

Pemeriksaan BCM (modifikasi MURRAY, 1977): Setelah Dilakukan Pemeriksaan Hct, Tabung Kapiler Tersebut Dipotong Dengan Sebuah Pemotong Kaca, 1 Mm Persis Di Bawah Lapisan

"buffy-coat". Lapisan Atas Eritrosit, Leukosit Dan 3 Cm Lapisan Plasma Di Atasnya Dituangkan Pada Sebuah Slide Mikroskop Dan Diaduk Hingga Merata Serta Ditutup Dengan Sebuah Cover Glass Ukuran 18 X 18 Mm. Kemudian Diperiksa Di Bawah Mikroskop Dengan Pembesaran 10 X 40, Sebanyak 20 Lapangan Pandang Per Sampel.

Penilaian hasil pemeriksaan WBF, HCT dan BCM dinyatakan positifbila ditemukan parasit atau sebaliknya dinyatakan negatif bila tidak ditemukan parasit. Data yang terkumpul diolah dengan

(4)

menggunakan program "SX40" (Two Sample T Tests) untuk membedakan kepekaan masing-masing teknik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan surra pada anjing dengan 3 teknik diagnosis dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2

Tabel 1. Sensitivitas masing-masing teknik dalam diagnosissurra pada anjing

No. Hewan WBF HCT BCM HCT + BCM

133 7*/14** 5/14 4/14 7/14

(50.0%) (35,7%) (28,6%) (50,0%)

301 30/36 26/36 28/36 31/36

(83,3%) (72,2%) (77,8%) (86,1%)

820 34/41 34/41 29,41 35,1

(82,9%) (82,9%) (70,7%) (85,4%)

879 35/47 37/47 27/47 40/47

(74,5%) (78,7%) (57,4%) (85,1%)

Rata-rata 72,7% 67,4% 58,6% 76,7%

Keterangan :

* = jumlah positif** = jumlah sampel diperiksa

Tabel 2. Sensitivitas masing-masing teknik diagnosis dalam mendeteksi infeksi dini (***) trypanosomiasis (***) pada anjing

Periode Prepaten***

WBF HCT BCM HCT + BCM

8 7 9 7

Keterangan:

*** = jumlah hari rata-rata mulai positif dari 4 ekor anjing yang diinfeksi

Pemeriksaan WBF pada anjing penderita surra cenderung lebih sensitif (72,7%) dibandingkan dengan pemeriksaan HCT (67,4%), dan pemeriksaan HCT cenderung lebih sensitifjika dibandingkan dengan pemeriksaan BCM (58,6%), sedangkan dengan cara kombinasi pemeriksaan, yakni HCT dan BCM menunjukkan kecenderungan yang paling sensitif (76,7%), dengan derajat sensitivitas antara pemeriksaan WBF, HCT, BCM dan kombinasi HCT dan BCM secara statistik tidak berbeda nyata

(5)

disusul dengan WBF pada hari ke-8 dan BCM pada hari ke-9 pascainfeksi dari 4 ekor anjing percobaan. Demikian juga hasil ini tidak berbeda nyata. MONZON et al. (1990) melaporkan bahwa pada kuda penderita trypanosomiasis, derajat sensitivitas pemeriksaan WBF, HCT dan BCM masing- masing sebesar 53,8%, 71,1% dan 63,4%. KALU et al. (1986) melaporkan pada kambing penderita trypanosomiasis (T. b. brucei), bahwa derajat sensitivitas pemeriksaan WBF, HCT dan BCM masing- masing sebesar 50,8%, 85,7% dan 76,2%. Kedua laporan hasil pemeriksaan pada kuda dan kambing tersebut menunjukkan kesamaan urutan sensitivitas, yakni pertama HCT, diikuti BCM dan terakhir WBF, sedangkan pada anjing cenderung mempunyai urutan yang berbeda, yakni WBF, HCT dan terakhir BCM. Hasil pada anjing menunjukkan kecenderungan yang berbeda pula dari hasil pemerik- saan trypanosomiasis (T. evansi) pada kerbau dengan HCT mendeteksi infeksi sebesar 91%, se- dangkan WBF hanya 33% (RUKMANA, 1979). Secara umum dapat disimpulkan bahwa HCT masih lebih sensitif daripada WBF, kecuali pada anjing, sedangkan adanya variasi besarnya angka dari satu laporan ke laporan yang lain adalah berkaitan dengan perbedaan jenis induk semang, perbedaan jenis parasit dan waktu pengambilan sampel.

Pemeriksaan HCT pada anjing penderita surra cenderung kurang sensitif jika dibandingkan dengan pemeriksaan WBF. Hal ini disebabkan oleh adanya negatif palsu pada hasil pemeriksaan HCT yang disebabkan oleh adanya gumpalan parasit yang memadat pada lapisan "buffy-coat". Dugaan ini diperkuat oleh pendapat KALU et al. (1986), yang menyatakan bahwa adanya parasit trypanosoma yang terperangkap di antara lapisan "bully-coat" dan lapisan eritrosit akan menurunkan derajat sensitivitas pada pemeriksaan HCT. Selain itu, anjing merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi dengan akibat parasit trypanosoma mampu berkembang biak dengan cepat sehingga terjadi pen ingkatan jumlah parasit yang sangat banyak di dalam darah penderita dan mudah terdeteksi dengan pemeriksaan WBF, sedangkan jumlah parasit yang banyak pada lapisan "buffy-coat" pada pemerik- saan HCT diduga mempermudah terjadinya gumpalan sel trypanosoma yang selanjutnya memper- cepat kematian parasit. Atau dengan kata lain, pemeriksaan HCT pada anjing penderita trypanosomiasis mudah menghasilkan negatif palsu. Pada pemeriksaan HCT dengan hasil negatif palsu menunjukkan adanya lapisan "buffy-coat" yang sangat tebal dan pada pemeriksaan BCM terlihat banyak gumpalan parasit yang mati (memadat) dan beberapa parasit trypanosoma yang masih hidup dengan gerakan-gerakan yang sangat lamban. Bila dikaitkan dengan fluktuasi parasit selama infeksi berlangsung, maka kejadian negatif palsu pada pemeriksaan HCT ini biasanya berlangsung beberapa hari setelah parasitaemia mencapai puncaknya dan berulang pada keadaan yang sama pada waktu yang berbeda. Kejadian tersebut kemungkinan juga berkaitan dengan mekanisme kekebalan tubuh terhadap infeksi trypanosoma yang mempunyai variasi antigenik (AGABIAN et al., 1988; BROWN dan VICKERMAN, 1986).

Berdasarkan pada hasil penelitian ini, kombinasi pemeriksaan HCT dan BCM dalam mendiag- nosis surra pada anjing cenderung memiliki derajat sensitivitas yang lebih tinggi (76,7%) jika dibandingkan dengan WBF (72,7%), HCT (67,4%) dan BCM (58,6%). Hal ini dikarenakan kejadian negatif palsu dalam pemeriksaan HCT dapat dinetralisir dengan pemeriksaan BCM pada sampel yang sama. KALU et al. (1986) juga berpendapat bahwa kombinasi HCT dan BCM dalam mendiagnosis secara rutin pada kambing sangat disarankan. Di samping itu, pemeriksaan HCT ataupun kombinasi trypanosomiasis antara HCT dan BCM mampu mendeteksi surra dini pada anjing sehari lebih awal daripada WBF (Tabel 2).

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemeriksaan WBF cenderung lebih sensitif daripada pemeriksaan HCT, tetapi kurang sensitif jika dibandingkan dengan kombinasi HCT dan BCM, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Di samping itu, pemeriksaan WBF lebih praktis, cepat dan ekonomis dalam mendiagnosis surra pada anjing (perlu penelitian lebih lanjut).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Proyek AQIS, selaku penyandang dana dalam penelitian ini dan semua pihak yang membantu kelancaran kami selama penelitian berlangsung. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi masyarakat veteriner, khususnya di bidang Kinology.

DAFTAR PUSTAKA

AGABIAN, N., G.R. NEWPORT and R.S. STEPHEN 1988. Parasitic Infection. In Variation of Parasitic Antigen.. Purpose, Strategy, and Underlying Molecular Mechanisms. Edited by J.H. Leech, M.A. Sande and R.K. Root. Churchill Livingstone, Edinburgh. pp.: 33-39.

BROWN, K.N. and K. VICKERMAN. 1986. Antigenic variation among protozoa. Insect Science and Application 7(3): 429-431.

DE DOES J.K.F. 1900. Beknopte Jaarverslag v.h.Lab.v.Path.Anat.en Bakt. Geneeskd. Tijdshr. v. N. 1.40: 336.

DE DOES J.K.F. 1901. Bijdrage tot de kennis der trypanosomen ziekten. Veearts. Blad. v. N. I. 13: 313.

HUSEIN, A., S. PRAWIRADISASTRA, R. DAMAYANTI, S. PaitTotrromo dan M. PEARCE. 1995. Gambaran klinis dan darah anjing yang di infeksi Trypanosoma evansi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Temak. Balai Penelitian Veteriner . hal.: 297-305.

KALu, A.U., H.U. EDEGHERE, and F.A. LAWANI. 1986. Comparison of diagnostic techniques during subclinical single infections of trypanosomiasis in goats. Vet. Parasitol. 22: 37-47.

LUCKINS, A.G. 1983. Report Development of Serological Assay for Studies on Trypanosomiasis of Livestock in Indonesia.

Balitvet Project. pp.:68.

MONZON, C.M., O.A. MANCEBO, and J.P. Roux. 1990. Comparison between six parasitological methods for diagnosis of Trypanosoma evansi in the subtropical area of Argentina. Vet. Parasitol. 36: 141-146.

MURRAY, M. 1977. An improved parasitological technique for the diagnosis of african trypanosomiasis. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene 71(4): 325-326.

PARTotrromo, S. 1995. Studies on the Epidemiology of T evansi in Java. Thesis S3 pada Department of Biomedical and Tropical Veterinary Science. James Cook University. NQ. Australia.

PENNING C.A. 1900. Over het voorkomen van anaemia perniciosa infectiosa of surra onder de paarden in Nederlandsch-Indie.

Veearts. Blad v. Ned. Ind. 12: 123

PRAWIRADISASTRA, S. 1977. Penyakit surra pada anjing. Media Veteriner, Biro Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 2: 36-40

RAINA, A.K., R. KUMAR, V.S. Ft/110RA, SRIDHAR, and R.P. SINGH. 1985. Oral transmission of Trypanosoma evansi infection in dogs and mice. Vet. Parasitol. 18: 67-69.

RUKMANA M.P. 1979. Microhaematocrit Method as A New Technology in Diagnosing Surra and Its Relevancy to Livestock Socio-economics. Thesis S3, UNPAD, Bandung.

SOHN J.C.F. 1906. Surra bij de hond. Veearts. Blad v. Ned Ind. 18: 268

STEPHEN, L.E. 1986. Trypanosomiasis: A Veterinary Perspective. Perganon Press, Oxford, New York, Beijing, Frankfurt, Sao Paulo, Sydney, Tokyo, Toronto.

SUKANTO, I.P., R.C. PAYNE, and R. GRAYDON. 1989. Trypanosomiasis di Madura: Survey parasitologik dan serologik. Peny.

(7)

Gambar

Tabel 1. Sensitivitas masing-masing teknik dalam diagnosissurra pada anjing

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan laba sasaran oleh P.T Fajar Taurus dengan tingkat biaya yang efisiensi perlu dilakukan perluasan pemasaran produknya kepada konsumen dengan menciptakan produk susu

Sehingga didapatkan bahwa semakin jauh peletakkan CPVA, maka persentase reduksi respon yang dihasilkan pada daerah yang mendekati frekuensi natural pertama sistem utama

Teknik analisis data dapat dilakukan setelah melihat data yang telah dikumpul melalui tes, observasi, dan catatan lapangan selama tahapan – tahapan (siklus) yang

Seorang guru IPA yang hanya melatih siswanya dengan mengerjakan soal- soal atau operasi rutin, berarti dia sama saja membunuh ketertarikan siswa terhadap keindahan

Lawan kemalasan Anda minggu ini, dengan memilih untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin Anda lakukan. Pastikan untuk menyelesaikannya, dan membagikan kesaksian Anda

Waktu tinggal (td) yang memiliki efisiensi removal terbesar pada uni t gravel bed flocculator a dalah 4 menit dengan efisiensi removal rata-rata untuk warna

Data kriteria diperoleh dari hasil penilaian yang telah dilakukan oleh pihak universitas dalam hal ini adalah penyelenggaran penyaluran bantuan beasiswa sedangkan nilai

Namun kegiatan itu mesti melibatkan seluruh lapisan masyarakat, terutama warga yang belum memahami dampak dari perbuatannya (baca:merusak