Program Peningkatan Cakupan Tes HIV, Inisiasi Dini ART dan
Kelangsungan ODHA Minum ARV pada Populasi Berisiko Tinggi
di Kota Denpasar, 2014-2015
Sang Gede Purnama, Partha Muliawan, Dewa Wirawan
A. Abstrak
Selama Juli 2014 hingga Agustus 2015 yakni melakukan kegiatan rujukan LBT untuk tes
HIV ke layanan kesehatan sebanyak 570 orang (110%). Jumlah yang HIV positif 95 orang (144%)
dan jumlah orang yang mengakses ARV 200 orang (123%). Jumlah ODHA yang dipertahankan
akses ARV sebanyak 153 orang (96%). Jumlah ODHA yang drop out dari pengobatan sebanyak
46 orang. Persentase tersebut adalah mengacu kepada target yang telah ditetapkan dalam
proposal.
Adanya permasalahan ODHA yang putus obat, sebagian besar putus obat dikarenakan
tidak kuat efek samping serta pindah alamat. Saat ini diupayakan agar petugas lapangan mampu
memberikan konseling dengan penekanan pada efek samping obat disampaikan dengan baik
sehingga ODHA siap menerimanya.
B. Latar Belakang
Kasus-kasus HIV dan AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak pertama kali
ditemukan di Bali tahun 1987 pada seorang wisatawan Belanda. Sampai dengan Bulan
November 2012 di Indonesia telah dilaporkan sebesar 6.917 kasus yang terdiri dari 3.628 kasus
HIV dan 3.344 kasus AIDS. Provinsi Bali selalu menempati rangking lima besar di Indonesia,
baik dilihat dari jumlah kasus AIDS (nomor lima), jumlah kasus HIV (nomor enam) maupun
case rate-nya (nomor tiga). Sedangkan distribusi menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali, maka
Kota Denpasar (41%) menduduki urutan pertama jumlah kasus disusul dua besar lainnya, yaitu
Kabupaten Buleleng (18%) dan Kabupaten Badung (14%).
Berdasarkan estimasi tahun 2012, jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia diperkirakan
yang pernah menerima ART sebesar 53% dan yang masih minum ART sampai saat ini hanya
17,4%. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara perkiraan jumlah Odha dengan
jumlah Odha yang ditemukan dan dilaporkan serta pemberian ART kepada Odha. Di Provinsi
Bali juga terdapat kesenjangan antara angka-angka tersebut, walaupun proporsi Odha yang
minum ARV saat ini lebih tinggi, yaitu masing-masing sebesar 63,7% untuk Provinsi Bali dan
Kota Denpasar.
Tantangan yang dihadapi dalam program penanggulangan HIV - AIDS antara lain adalah
(1) masih adanya stigma dan diskriminasi, 2) rendahnya pengetahuan tentang HIV-AIDS dan
IMS 3) tingginya praktek berisiko tertular HIV, 4) adanya miss opportunity kebutuhan
masyarakat, 5) terbatasnya akses dan utilisasi terhadap layanan, dan 6) logistik serta SDM yang
memadai. Untuk menjawab tantangan tersebut maka telah dikembangkan program layanan
komprehensif berkesinambungan (LKB) dengan melibatkan semua komponen terkait untuk
berjejaring, seperti fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), lembaga swadaya masyarakat
(LSM), kelompok pendukung, komunitas dan keluarganya.
Kota Denpasar telah melakukan program LKB dengan melibatkan semua puskesmas
sebagai fasyankes primer, Rumah Sakit Umum Wangaya (RSUW) sebagai fasyankes sekunder,
LSM beserta sejumlah penjangkau lapangan (PL) yang berasal dari masyarakat dan populasi
kunci. Provinsi Bali, melalui Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, telah terpilih juga sebagai
kabupaten/kota yang mengikuti pilot proyek Startegic Use of ARV (SUFA), program percepatan
tes HIV dan pemberian ART. Bersama-sama dengan 11 kabupaten/kota se-Indonesia, sebagai
daerah prioritas telah dilibatkan dalam workshop percepatan minum ART (SUFA) sebagai
pengembangan LKB di Jakarta pada tanggal 6-8 November 2013. Selanjutnya workshop khusus
untuk Bali dilaksanakan di Kuta, Badung pada tanggal 18-20 November 2013 dan
menghasilkan rencana kerja sampai dengan tahun 2014. Rencana kerja dikembangkan dalam
tiga strategi yaitu: 1) memperluas tes HIV untuk penemuan kasus infeksi HIV, 2)
meningkatkan efektifitas dan retensi pengobatan ARV, dan 3) memperkuat efektifitas upaya
yang sudah ada dalam LKB (Lampiran-1).
Selama periode tahun 2013 telah dilakukan penjangkauan pada 12.000 LBT di Kota
Denpasar, dan hanya kurang dari 5 yang bersedia dirujuk dan tes HIV. Sedangkan mobile
dan tes HIV pada masyarakat di tempat kerja sebanyak 300 orang. Diperoleh hasil tes HIV
reaktif sebanyak 7 orang dengan seorang klien yang bersedia dirujuk ke fasyankes dan bersedia
minum ART. Kelangsungan minum ART klien ini hanya berlangsung selama dua minggu.
Selain itu kesenjangan yang dihadapi pada Odha yang ditemukan adalah ketidaksediaannya
untuk minum ART dan kelangsungan minum yang rendah bagi yang telah memakai obat. Setiap
bulan di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja (YKP) ditemukan 20 klien yang reaktif HIV dan
15 orang harus memperoleh inisiasi ART tetapi hanya setengahnya bersedia memulai ART.
Penanggulangan HIV-AIDS di Kota Denpasar telah dilakukan oleh berbagai LSM yang
khusus di bidangnya, seperti Yayasan Gaya Dewata dengan komunitas gay dan waria, Yayasan
Dua Hati dengan sasaran pemakai narkoba suntik, Yayasan Spirit Paramacitta untuk dampingan
komunitas Odha, Yayasan Rama Sesana untuk populasi umum pengunjung pasar dan Yayasan
Kerti Praja (YKP) dengan kelompok pekerja seks perempuan (PSP). Semua LSM tersebut
mempunyai penjangkau lapangan (PL) sesuai dengan populasi yang menjadi sasarannya.
Pertemuan Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) yang didominasi oleh Odha pekerja seks
perempuan (PSP) dilakukan secara rutin setiap bulan dikoordinir dari Yayasan Spirit
Paramacitta. Jumlah PL di Kota Denpasar ada sebanyak 40 orang, dimana 50% diantaranya
sudah terlatih menjadi konselor HIV. Penjangkau lapangan YKP sebanyak 21 orang dan 16
telah terlatih sebagai konselor.
Selain LSM maka di Denpasar telah mempunyai 675 kader yang tersebar di tiap desa dalam
bentuk Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) dan siswa sekolah SMP, SMA dan SMK yang
bergabung dalam Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) yang menyasar
penduduk umum.
Sedangkan lelaki berisiko tinggi (LBT) belum terjangkau secara khusus. Sehingga
kebanyakan LBT yang terinfeksi HIV datangnya terlambat dan ditemukan setelah menjadi AIDS
berakibat pengobatan ARV juga terlambat dan usianya menjadi pendek. Selain itu karena
terlambat ditemukan LBT yang Odha, maka sudah menularkan kepada istrinya dan akhirnya
kepada bayi yang terlahir. Guna mendukung program dengan sasaran LBT, YKP Denpasar telah
terlibat dalam kegiatan LKB bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan
Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Denpasar menyusun proposal kegiatan “Program Peningkatan
Berisiko Tinggi di Kota Denpasar, 2014-2015’.
Tujuan
Tujuan umum dari program ini adalah untuk meningkatkan cakupan tes HIV dan
mempertahankan kelangsungan minum ART pada populasi lelaki berisiko tinggi.
Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk:
1. Meningkatkan cakupan tes HIV pada kelompok lelaki berisiko tinggi.
2. Meningkatkan jumlah Odha yang diberikan inisiasi dini ART.
3. Mempertahankan kelangsungan Odha yang minum ART.
C.
Metode
Berikutnya akan diuraikan metode atau kegiatan operasional yang dipergunakan dalam
mencapai tujuan program intervensi ini adalah sebagai berikut:
Strategi I: Meningkatkan penemuan penduduk risiko tinggi untuk mengikuti tes
HIV.
1. Membentuk Tim SUFA.
Sebagai awal kegiatan maka akan dibentuk Tim SUFA. Pembentukan Tim
SUFA akan dimotori oleh empat orang yang terlibat langsung dalam workshop
di Jakarta. Jumlah anggota akan disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu 5-10 orang.
Selain empat orang di atas maka anggota lainnya dipilih dari peserta workshop di
Kuta, Badung. Tim SUFA akan diajukan kepada Bapak Walikota Denpasar untuk
dibuatkan surat keputusan.
2. Melakukan sosialisasi program SUFA dengan pemangku kepentingan.
Tim SUFA menyelenggarakan pertemuan dengan pemangku kepentingan guna
memberikan sosialisasi rencana kegiatan SUFA di Kota Denpasar. Pemangku
kepentingan yang dilibatkan adalah puskesmas, Dias Kesehatan Kota Denpasar, KPA
3. Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat di tingkat kecamatan.
Pertemuan dengan tokoh masyarakat dilakukan di tingkat kecamatan sekali
untuk setiap kecamatan. Melalui pertemuan ini dilakukan sosialisasi program LKB
dan SUFA dalam menurunkan kejadian infeksi HIV.
4. Melakukan sosialisasi dengan petugas penjangkau lapangan (PL).
Pertemuan dengan semua PL yang ada di Kota Denpasar untuk memberikan
sosialisasi program intervensi dalam meningkatkan tes HIV, inisiasi dini
pemberian ART dan mempertahankan kelangsungan minum obat. Dalam pertemuan
ini dapat disepakati sistem kerja dalam melakukan penjangkauan populasi berisiko
tinggi, khususnya LBT, untuk dirujuk ke klinik VCT, inisiasi ART bagi Odha dan
dampingan untuk memelihara kepatuhan minum ARV. Penjangkau lapangan (PL)
adalah staf LSM atau institusi yang mempunyai tugas utama di lapangan untuk
menjangkau penduduk sasaran dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS berupa
penyuluhan dan pendampingan untuk perubahan perilaku serta merujuk penduduk
sasaran yang bermasalah ke klinik.
5. Melakukan sosialisasi dengan petugas fasilitas layanan kesehatan.
Pertemuan dengan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) primer dan sekunder
di Kota Denpasar guna sosialisasi layanan peningkatan tes HIV, inisiasi dini layanan
ART dan pendampingan untuk mempertahankan minum ARV bagi Odha. Fasilitas
pelayanan kesehatan (fasyankes) di Kota Denpasar berjenjang mulai dari primer
adalah puskesmas se wilayah Kota Denpasar, sekunder adalah RSU Wangaya dan
tersier adalah RSUP Sanglah.
6. Melakukan rujukan LBT ke klinik VCT.
Lelaki berisiko tinggi yang ditemukan dan dijangkau oleh PL diharapkan mau
dirujuk ke klinik VCT untuk melakukan tes HIV. Yang dimaksud dengan LBT adalah
pemakai narkoba suntik dan melakukan hubungan seks yang tidak aman. Dalam
program intervensi ini maka yang dimasukkan ke dalam kelompok LBT adalah lelaki
yang mempunyai mobilitas tinggi (sopir, ABK, tenaga kerja migran), pelanggan PSP,
pemakai narkoba suntik dan lelaki suka seks dengan lelaki (LSL). Target jumlah LBT
yang dirujuk selama setahun adalah 570 orang. Dengan meningkatnya klien yang
dirujuk ke klinik VCT secara individual, maka beban konselor akan bertambah
sehingga diperlukan bantuan dari seorang konselor lagi.
7. Melakukan pertemuan kader peduli AIDS.
Pertemuan sosialisasi dengan kader desa peduli aids (KDPA) akan
dilakukan setiap dua bulan sekali guna mengenalkan adanya program penanggulangan
HIV melalui SUFA. Pertemuan dilakukan setiap dua bulan sekali yang diikuti oleh
25 orang setiap pertemuan.
Strategi 2: Mempertahankan Odha minum ART.
8. Melakukan rujukan odha ke fasyankes.
Dua puluh orang Odha baru yang ditemukan dan Odha lama yang belum
mengkonsumsi ART setiap bulan akan dirujuk oleh PL ke fasyankes untuk inisiasi
pemberian ART.
9. Memberikan dampingan Odha untuk minum ARV.
Pada awalnya 50% dari 20 Odha baru yang dirujuk bersedia minum obat secara
dini. Selama minum ART didampingi oleh PL untuk memelihara kepatuhannya
minum obat ARV. Penjangkau lapangan termasuk mendampingi Odha mengingatkan
minum obat ARV dan antisipasi timbulnya efek samping. Jumlah Odha yang bersedia
minum ART setiap bulan mengalami kenaikan setiap bulannya sampai mencapai
D. Pelaksanaan dan hasil
1. Kegiatan pembentukan tim SUFA
sudah dilakukan dan telah di buatkan SK dari KPA Kota Denpasar nomor 01/KPA
DPS/I/2014 tentang pembentukan kelompok kerja (pokja) layanan komprehensif dan
berkesinambungan (LKB) di Kota Denpasar. Tim SUFA ini beranggotakan Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, RS.UP Sanglah, RSUD Wangaya, KPA Kota Denpasar,
Polresta Kota Denpasar, BAPEDA, Kecamatan Se-Kota Denpasar, Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, Badan Keluarga Berencana
dan Pemberdayaan Perempuan, LSM Peduli AIDS di Denpasar, Kader Desa Peduli AIDS
Kota Denpasar, Puskesmas Se-Kota Denpasar.
2. Sosialisasi Program SUFA dilakukan pada pemangku Kepentingan dan stakeholder
terkait.
Kegiatan ini di fasilitasi dari YKP bekerjasama dengan KPA Kota Denpasar dan Dinas
Kesehatan Kota Denpasar. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
pemahaman tentang program SUFA dan penanggulangan HIV-AIDS khususnya pada
populasi lelaki berisiko tinggi. Melalui kegiatan ini bertujuan : Memahami program
Layanan Komprehensif Berkesinambungan–Strategic Use of ARV (LKB–SUFA) yang
memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan (Puskesmas), rumah sakit dan lembaga
swadaya masyarakat. Memahami peranan fasilitas layanan kesehatan dalam pelaksanaan
program.Terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan
pemerintah maupun swasta dengan institusi terkait, petugas lapangan dan penduduk
sasaran dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar. Pada Kegiatan ini dibuat
komitmen bersama dalam meperlancar pelaksanaan Layanan Komprehensif dan
Berkesinambuangan (LKB) dan SUFA di masing-masing wilayah kerja.
3. Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat di tingkat kecamatan.
Di Kota Denpasar terdapat 4 kecamatan. Setiap kecamatan dilakukan sosialisasi
1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan–Strategic Use of
ARV (LKB–SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan
(Puskesmas) local, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
2. Memahami peranan masing-masing lembaga dan tokoh masyarakat dalam
pelaksanaan program.
3. Mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat agar berperan aktif dalam
penanggulangan HIV/AIDS, mendorong masyarakat untuk melakukan tes HIV, dan
minum ART apabila terinfeksi.
4. Terjalin hubungan kerjasama antara tokoh masyarakat dengan petugas lapangan
dalam menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar.
Berdasarkan hasil pertemuan tersebut maka disepakati agar Kepala Kecamatan
melakukan koordinasi dengan KPA Kota Denpasar, Dinas Kesehatan maupun LSM yang
ada apabila ada warganya yang membutuhkan informasi mengenai HIV, membutuhkan
layanan dan perawatan HIV, pendampingan minum obat dan lainnya. Setiap Kecamatan
dapat mengakses informasi dan layanan di direktori nomor telefon layanan kesehatan
terdekat di wilayahnya.
4. Melakukan sosialisasi dengan petugas penjangkau lapangan (PL).
Sosialisasi Petugas lapangan ini bertujuan :
1. Memahami program LKB–SUFA
2. Memahami peranan lembaga dan petugas lapangan (PL) dalam pelaksanaan
program.
3. Mampu berperanaktif untuk merujuk klien tes HIV, pemberian ART dan
pendampingan Odha minum ARV
4. Terjalin hubungan kerjasama antara LSM (PL) dalam menanggulangi HIV/AIDS
di Kota Denpasar
Peserta sebanyak 47 orang terdiri dari petugas lapangan dari LSM yang ada di
Kota Denpasar dan aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS. LSM tersebut adalah
Yayasan Gaya Dewata, Yayasan Dua Hati, Yayasan Kerti Praja dan petugas lapangan
pendampingan minum ARV bagi Odha. Petugas Lapangan ini berperan besar dalam
melakukan penjangkauan populasi kunci serta pendampingan ODHA. LSM di Kota
Denpasar termasuk Petugas lapangan dari puskesmas bekerjasama dalam mensukseskan
program LKB-SUFA.
5. Melakukan sosialisasi dengan petugas fasilitas layanan kesehatan.
Kegiatan ini bertujuan
1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan–Strategic Use of
ARV (LKB – SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan
(Puskesmas) lokal, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
2. Memahami peranan fasilitas layanan kesehatan dalam pelaksanaan program.
3. Terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan pemerintah
maupun swasta dengan petugas lapangan dan penduduk sasaran dalam
menanggulangi HIV/AIDS di Kota Denpasar.
Kegiatan ini diikuti oleh 40 orang peserta yang terdiri dari tenaga fasilitas layanan
kesehatan di Kota Denpasar seperti RS. Sanglah, RS Wangaya, RUMKITDAM, RS. Surya
Husada, RS. Prima Medika, VCT lab prodia, PKBI, YRS, Lab Quantum dan 11 Puskesmas.
Kegiatan ini di fasilitasi oleh :
1. Dr. Partha Muliawan, MSc (OM) dari YKP
2. Dr. IB Eka Putra, M. Kes dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Pada pertemuan ini disepakati untuk pendanaan Pra ARV pada ODHA ditanggung
oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar, ODHA yang memeriksakan diri di Puskesmas dan
Rumah Sakit mendapatkan kartu khusus agar bisa gratis. Pemahaman terhadap Program
Layanan Komprehensif Berkesinambungan–Strategic Use for ARV (LKB–SUFA).
Terjalin hubungan kerjasama antara tenaga fasilitas layanan kesehatan pemerintah maupun
swasta dengan petugas lapangan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV/AIDS
6. Melakukan pertemuan Kader Desa Peduli AIDS.
Pertemuan Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) ini dilakukan secara rutin selama 6 kali yang
bergilir dibeberapa wilayah kecamatan secara merata. Pertemuan Kader Desa ini bertujuan
1. Memahami program Layanan Komprehensif Berkesinambungan–Strategic Use of
ARV (LKB – SUFA) yang memadukan unsur KPA dan Dinas Kesehatan
(Puskesmas) lokal, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
2. Memahami peranan kader peduli AIDS dalam pelaksanaan program.
3. Terjalin hubungan kerjasama antara Kader Peduli AIDS, petugas lapangan, fasilitas
layanan kesehatan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV-AIDS di Kota
Denpasar.
Kegiatan ini difasilitasi oleh YKP, KPA Kota Denpasar dan Dinas Kesehatan Kota
Denpasar. Terjalin hubungan kerjasama antara kader peduli AIDS, petugas lapangan,
fasilitas layanan kesehatan dan penduduk sasaran dalam menanggulangi HIV-AIDS di
Kota Denpasar.
7. Melakukan rujukan LBT ke klinik VCT.
Klien didekati oleh PL, apabila bersedia maka dirujuk ke Klinik VCT YKP. Ada
yang diantar oleh PL dan juga ada yang datang sendiri. Setelah dikonseling oleh konselor
di YKP maka darah klien diambil oleh dokter/perawat dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium oleh petugas laboratorium/perawat. Hasil tes HIV negatif disuruh tes ulang 3
bulan lagi dan bila HIV positif dirujuk ke dokter untuk inisiasi ART.
Sejak Agustus 2014 hingga Juli 2015 ini jumlah klien yang dirujuk sebanyak 570
orang pencapain sudah (110%). Adapun klien yang positif sebanyak 95 orang dengan
capaian (144%).
Strategi 2: Mempertahankan Odha minum ART.
8. Jumlah orang yang akses ARV
kepada klien dengan menjelaskan kemungkinan efek samping obat dan risiko yang terjadi
apabila putus minum ARV
Jumlah klien yang akses ARV sebesar 200 orang (123%). Jumlah ini adalah
kumulatif antara klien baru dan klien lama yang akses ARV. Klien yang akses ARV
biasanya sebelumnya sudah melalui proses konseling oleh para konselor. Mereka sudah
bersedia mengkonsumsi obat secara disiplin dan sudah tahu efek sampingnya.
9. Jumlah ODHA yang dipertahankan akses ARV
Apabila sudah sepakat konsumsi ARV diberikan dan PL bertugas mendampinginya.
Jumlah klien yang di damping selama 1 tahun ini sebanyak 153 orang (123%). Jumlah ini
kumulatif dari klien baru dan klien yang baru bersedia minum ARV.
Beberapa klien mengeluhkan efek samping minum obat dan paling banyak pada 2
No Indikator
Target
Jumlah Capaian
setahun
persentase (%)
1 Jumlah populasi kunci yang
dijangkau 61633 13164
2 Jumlah populasi kunci yang dirujuk
ke layanan 570
3 Jumlah populasi kunci yang dirujuk
tes HIV 520 570 110
4 Jumlah orang yang HIV positif 66 95 144
5 Jumlah orang yang mengakses ARV 162 200 123
6 Jumlah ODHA yang dipertahankan
akses ARV 160 153 96
Gambar 1. Diagram target vs capaian SUFA
Perbandingan sebelum dan setelah program SUFA di Yayasan Kerti Praja
Denpasar
Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Kerti Praja Denpasar bahwa pada tahun 2013
jumlah WPS yang memakai ARV sebanyak 35 orang dan LSL sebanyak 28 orang. Setelah
dilakukan program Layanan komprehensif berkesinambuangan (LKB) dan SUFA terjadi
peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2014 setelah program LKB-SUFA berjalan dan dilakukan test and treat didapatkan data jumlah WPS yang memakai ARV meningkat menjadi 129 orang dan LSL
meningkat menjadi 83 orang. Peningkatan ini 2 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi
ini memang didukung dengan kinerja petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan semakin
baik. Didukung dengan adanya sosialisasi direktori layanan kesehatan yang mudah diakses.
Adanya Puskesmas yang terintegrasi dengan menempatkan petugas lapangan dalam melakukan
penjangkauan yang didanai APBD. Adanya insentif kepada petugas lapangan yang melakukan
Gambar 2. Jumlah PSK dan LSL yang menggunakan ARV sebelum dan setelah SUFA
di YKP
Berdasarkan hasil Analisis Survival 308 Odha yang Test and Treat di YKP
Sejak 9 November 2013 Sampai Dengan 1 Agustus 2015 ditemukan yang putus obat sebanyak 75
orang (24%). Berdasarkan Kaplan-meier analisis tampak ada kecendrungan penurunan tajam
penggunaan obat di 2 minggu pertama.
Gambar 3. Analisis survival ODHA putus obat
35
2013
WPS2014
LSL2015 (6 BLN)
Berdasarkan analisis survival pada periode 2013 sd 2015 untuk 308 ODHA yang test dan
treat di YKP terdapat WPS 166 orang dan LSL terdapat 142 orang. Berdasarkan Gambar 4 setelah
dibandingkan antara WPS dan LSL terjadi trend yang sama. Jumlah penurunan penggunaan ARV
tidak jauh berbeda.
Sesuai gambar 5. Jumlah ODHA yang putus obat sebanyak 75 orang (24%). Ada
kecendrungan memang putus obat pada 2 minggu pertama karena takut akan efek samping obat.
Kemudian meningkat signifikan pada 2 tahunan penggunaan ARV bisa disebabkan karena pindah
alamat.
Analisis Survival 308 Odha yang Test and Treat di YKP
Biru = WPS (166 orang)
dan
Merah = LSL (142 orang)
Gambar 5. Histogram Odha yang Putus Obat 75 Orang (24%)
E. Tantangan dan Solusi
Tantangan
Solusi
1. Pada proses penjangkauan klien
memiliki mobilitas tinggi dan
lokasinya menyebar sehingga sulit
dilakukan penyuluhan
2. Klien yang merasa sehat lebih sulit
untuk dirujuk melakukan VCT
3. Waktu klien lebih banyak pada malam
hari sehingga penjangkauan lebih
sering dilakukan pada malam hari.
1. Perlu dilakukan pemetaan populasi kunci
sehingga mudah mendeteksi di komunitas
2. Penting melakukan pendekatan pada
pimpinan komunitas untuk mengorganisir
peserta
3. Penjangkauan lebih banyak di malam hari
dengan melibatkan PL
4. KIE yang berkesinambungan perlu
diberikan dengan menggunakan
organisasi sosial di masyarakat
1. Beberapa klien tidak memiliki biaya
untuk pra ARV
1. Kerjasama dilakukan dengan Dinas
2. Klien yang baru menerima hasil
positif tidak bersedia mengikuti tindak
lanjut Pra ARV karena Belum percaya
dengan hasil positif, takut efek
samping dan takut ketahuan.
3. Beberapa klien putus obat karena
beberapa faktor seperti: tidak kuat
efek samping, takut ketahuan minum
obat oleh temannya/bos (untuk odha
WPS) dan Belum Siap minum obat
seumur hidup
Denpasar dan RS Wangaya untuk
membantu pelaksanaan Pra ARV
2. Memberikan konseling kepada klien
yang tidak percaya pada hasil agar bisa
menerima hasil lab
3. Pendampingan yang intensif pada
semua klien agar tidak banyak yang
DO terutama penjelasan mengenai efek
samping obat.
F. Pembelajaran
1 Meningkatnya ODHA LSL. Hal ini sejalan dengan trend prevalensi dalam IBBS. WPS
prevalensinya menurun 14% dan LSL naik menjadi 35%.
2 Untuk melakukan penjangkauan test and treat pada LSL harus melalui sosial media.
Sedangkan WPS melalui outreach oleh PL.
3 Putus obat, kebanyakan 2 minggu pertama karena efek samping yang berat. Putus obat
berikutnya adalah klien yang telah lama memakai ARV karena mereka pindah dan jenuh
memakai ARV. Klien yang pindah tidak mau dirujuk ke RS luar bali.
G. Rekomendasi
1 Diperlukan regimen ARV yang efek sampingnya lebih ringan karena 24% putus obat
sebagian besar mengeluhkan efek samping obat
2 Diperlukan pelayanan kesehatan yang bersahabat (friendly services) ketika konseling
3 Penjangkauan pada WPS yang efektif melalui outreach oleh petugas lapangan dan LSL
dilakukan melalui sosial media. Penjangkauan melalui kader desa kurang efektif jika