7 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengolahan Kelapa Sawit
Pabrik kelapa sawit mengelolah TBS ( Tandan Buah Segar ) menjadi CPO (crude palm oil) dan inti sawit. CPO dan inti yang dihasilkan dari Pabrik Kelapa Sawit merupakan produk setengah jadi. Stasiun proses pengolahan Tandan buah segar menjadi minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit umumnya terdiri dari stasiun utama dan stasiun pendukung. Stasiun utama berfungsi sebagai berikut penerimaan buah (Fruit receptoin), rebusan (Sterilizer), Pemipilan (Stripper), pencacahan (digester ) dan pengempaan (Presser), Pemurnian (Clarifier), Pemisahan biji dan kernel. Sementara, stasiun pendukung berfungsi sebagai berikut, Pembangkit tenaga (power), Laboratrium (Laboratory), Pengolahan air (water treatment), Penimbunan produk (bulking), Bengkel (workshop). ( Pahan iyung, 2006).
Gambar 2.1 Gambar pengolahan kelapa sawit
8
2.2. Sistem Pembangkit Tenaga Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit 2.2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Dalam pembangkit listrik tenaga uap, energi primer yang dikonversikan menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan dapat berupa batubara (padat), minyak (cair), dan gas. Konversi energi tingkat yang pertama yang terjadi di pembangkit listrik tenaga uap adalah konversi energi primer menjadi energi panas (Kalor). Hal ini dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap. Energi panas ini kemudian dipindahkan ke dalam air yang ada dalam steam drum. Uap dari steam drum dialirkan ke turbin uap. Dalam turbin uap, energi uap dikonversikan menjadi energi mekanis penggerak generator, dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator. (Yunus A. Cengel dan Michael A.
Boles, 1994).
Gambar 2.2 Skematik Pembangkit Listrik Tenaga Uap
9
2.3. Boiler (Prinsip kerja, Thermodinamika, Perpindahan panas pada Boiler) 2.3.1. Pengertian dan Prinsip Kerja Boiler
Ketel Uap merupakan bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam berupa energi kerja. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas kesuatu proses. Air panas atau steam pada tekanan dan suhu tertentu mempunyai energi kalor kesuatu proses. Jika air didihkan sampai menjadi steam, maka volumenya akan meningkat sekitar 1600 kali, menghasilksan tenaga yang menyerupaibubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga sistem Boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik.
(Djokosetyardjo, 1990).
Prinsip kerja boiler sebenarnya cukup sederhana dengan cara mendidihkan air dengan kalor bahan bakar, dalam proses pendidihan air tersebut akan selalu diiringi proses perpindahan panas yang melibatkan bahan bakar, distribusi udara, material pipa, serta partikel air. Kalor dari bahan bakar akan terpancarkan secara radiasi ke pipa – pipa evavorator sehingga memanaskan pipa – pipa tersebut. Panas yang terserap oleh permukaan pipa akan secara konduksi berpindah kesisi permukaan dalam pipa. Proses peyebaran panas antar molekul air didalam aliran ini terjadi secara konveksi, secara bertahap air akan berubah fase menjadi uap basah. (Djokosetyardjo, 1990).
2.3.2. Thermodinamika
Thermodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesific membahas tentang hubungan anatara energi panas dengan kerja.
a. Hukum Thermodinamika I
Hukum thermodinamika pertama menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi hanya dapat di ubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Prinsip tersebut juga dikenal sebagai konversi energi.
Hukum pertama dapat dinyatakan secara sederhana : selama interaksi antara sistem harus sama dengan energi yang dilepaskan oleh lingkungan, energi
10
dapat melintas dari suatu sistem tertutup dalam dua bentuk yang berbeda : panas (heat) dan kerja (work).
1. Panas
Panas didefinisikan sebagai bentuk energi yang dapat berpindah antara dua sistem. ( atau dari sistem lingkungan ) dengan sifat perbedaan temperatur. Panas adalah sebuah energi dalam keadaan transisi, dia di kenali jika hanya melewati batas sistem sehingga dalalm thermodinamika panas sering diistilahkan dengan heat transfer panas. Suatu proses jika terjadinya perpindahan panas disebut dengan proses adiabatis.
2. Kerja (Work)
Kerja seperti halnya panas adalah suatu bentuk interaksi antara sistem dan lingkungan . jika suatu energi dapat melintasi batas sistem adalah bukan panas dapat dipastikan bahwa bentuk energi tersebut adalah kerja. Kerja dapat diartikan sebagai energi transfer yang berhubungan dengan gaya yang menempuh sebuah jarak.
b. Hukum Thermodinamika II
Menurut pernyataan Kelvin – Plank melihat karakteristik dari sebuah mesin kalor, maka tidak ada sebuah mesin kalor yang dapat mengubahnaya semua menjadi kerja. Keterbatasan tersebut kemudian dibuat sebauh pernyataan oleh kelvin – plank yang berbunyi adalah ”tidak mungkin untuk sebuah alat dan mesin yang beroperasi dalam sebuah siklus menerima panas dari sebuah reservoir tunggal dan memproduksi sejumlah kerja bensin”.
11
Sebuah alat yang melanggar hukum thermodinamika pertama disebut dengan mesin gerak abadi tipe pertama (Perpetual-Motion Machines of the first kind – PMM1) dan sebuah alat yang melanggar hukum thermodinamika kedua disebut dengan mesin gerak abadi tipe kedua Perpetual-Motion Machines of the first kind – PMM2 ). (Ir.Drs.fatolosa Telaoembanoea, 2009)
2.3.3. Perpindahan Panas (Heat Transfer)
Dalam dapur terdapat hantaran kalor (heat transfer) dari sumber panas (hasil pembakaran bahan bakar) terhadap bidang pemanas (heating suface) secara pancaran dan rambatan ( radiasi dan konduksi ). Dari heating suface panas dihantar lagi kepada air ketel secara koveksi (covencition). Hantarannya panas secara rambatan (conduction) dari sebagian panas diabaikan. Oleh karena itu perhitungan hantaran kalor dalam dapur ketel biasanya secara rambatan diabaikan. Sebelum uraian mengenai hantaran kalor ini diteruskan, perlu diingatkkan kembali bahwa hantaran kalor (heat transfer) berlangsung dalam 3 cara yaitu :
a. Cara Rambatan (conduction).
b. Cara aliran (convection) c. Cara pancaran (radiation)
Ada dua tipe hantaran kalor secara pancaran, yaitu : a. Secara lansung (direct)
b. Secara tidak lansung (indirect)
Radiasi lansung (direct radiation) terjadi dari nyala yang bercahaya, panggangan (kisi) bahan bakar yang sedang terbakar,hasil pembakaran yang tidak bersinar. Radiasi tidak langsung (indirect) terjadi dari lapis dinding dapur, hantaran panas secara pancaran terjadi karena getaran – getaran yang dikirimkan oleh molekul – molekul yang lebih panas kemudian di serap ( absorbed ) oleh molekul – molekul yang lebih dingin, dalam hal ini tidak perlu adanya media perantara.
12
Dengan kata lain dikatakan bahwa energi panas yang terjadi karena gas gelombang electromagnetic. Energi panas dari sumber panas dikonversikakn menjadi energi dalam bentuk gelombang elegtromanetic.
Dalam dapur sumber panas itu adalah nyala api ( flame ), cahaya kuning dari nyala disebabkan oleh hydrocarbon, particle pijar dan arang dan abu terbang dalam nyala. Radiasi dari nyala ditentukan terutama oleh radiasi partikel – partikel yang memenuhi nyala. Jumlah dan ukuran dari partikel tergantung pada jenis bahan bakar yang terbkar, mode pembakaran, bentuk dan volume dari dapur, jumlah udara yang dimasukkan dan lain – lainnya.
2.3.4. Klasifikasi Boiler
Ketel uap pada dasarnya terdiri dari bumbung (drum) yang tertutup pada ujung pangkalnnya dan dalam perkembangannya dilengkapi dengan pipa – pipa api maupun pipa air. Berbagai – bagai orang mengklasifikasikan ketel uap tergantung pada sudut pandang masing – masing. Dalam buku ini ketel uap diklasifikasikan dalam klas yaitu :
a. Berdasarkan fluida yang mengalir dalam pipa, diklasifikasikan sebagai:
1. Ketel Pipa Api (Fire tube boiler).
2. Ketel Pipa Air (water tube boiler).
Pada ketel api, fluida yang mengalir dalam pipa adalah gas nyala (hasil pembakaran), yang membawa energi panas (thermal energi), yang segera menstransfer ke air ketel melalui bidang pemanas (heating surface). Tujuan pipa – pipa api ini adalah untuk memudahkan distribusi panas (kalori) kepada air ketel.
Pada pipa air, fluida yang mengalir dalam pipa adalah air, energi panas ditransfer dari luar pipa (yaitu ruang dapur) ke air ketel.
b. Menurut kandungan pipanya
13
Yang dimaksud dengan kandungan pipa adalah bahan apa yang mengisi ruangan didalam pipa. Berdasarkan ini ketel uap dibedakan atas :
1. Ketel pipa api(Fire Tube Boiler)
Ketel jenis ini mempunyai pipa – pipa yang didalamnya di alliri oleh api atau gaas panas. Sedangkan bahagian luarnya dikelilingi oleh air didalam drum ketel.
2. Ketel pipa air (Water tube Boiler)
Ketel jenis ini memiliki pipa – pipa yang bahagian dalamnya berisi air yang dipanaskan sedangkan luarnya dikelilingi oleh api atau gas panas.
3. Kombinasi ketel pipa api dan ketel pipa air(Combi boiler)
Ketel jenis ini adalah kombinasi antara ketel pipa api dan pipa air, dimana bagian ruang dapur pipa – pipanya yang bagian dalamnya berisi air dan bagian badan ketel (Boiler proper) pipa – pipanya dialiri oleh api atau gas panas (Anonim, 2003).
2.4. Konstruksi Boiler Pipa Air
Kontruksi Boiler pipa air yang digunakan pada Pabrik Kelapa Sawit :
14
Gambar 2.3 Konstruksi Boiler Pipa Air
2.5. Komponen Utama Boiler Pipa Air
Boiler tersusun dari berbagai macam bagian bagian dengan fungsinya masing - masing, berikut penjelasannya :
a. Tungku Pengapian (Furnace)
Bagian ini merupakan tempat terjadinya pembakaran bahan bakar yang akan menjadi sumber panas, penerimaan panas oleh media air dilakukan melalui pipa yang telah dialiri air, pipa tersebut menempel dinding tungku pembakaran.
b. Steam Drum
Steam drum berfungsi sebagai tempat penampungan air panas serta tempat terbentuknya uap, menampung uap jenuh (saturated steam) beserta air dengan perbandingan antara 50% air dan 50% uap. menghindari agar air tidak terbawa oleh uap, maka dipasangi sekatsekat,air yang memiliki suhu rendah turun ke bawah dan air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas dan menguap.
c. Superheater
Merupakan tempat pengeringan steam, dikarenakan uap yang berasal dari steam drum masih dalam basah sehingga belum dapat digunakan. Proses pemanasan lanjutan menggunakan superheater dipanaskan dengan suhu 260°C sampai 350°C hingga uap benarbenar menjadi kering dan dapat digunakan untuk menggerakkan turbin maupun untuk keperluan industri lain.Uap Kering adalah uap yang sudah tidak mengandung butir – butir air.
Untuk mengetahui uap yang kering kita dapat hanya melihat temperatur uap saja, karena tekanan uap juga menentukan kering tidaknya produksi steam.
15 d. Air Heater
Komponen ini merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan udara yang digunakan menghembus/meniup bahan bakar agar dapat terbakar sempurna.
Udara yang akan dihembuskan melewati air heater memiliki suhu yang sama dengan suhu normal (suhu luar) yaitu 38°C namun setelah air heater suhunya akan meningkat menjadi 230°C sehingga dapat menghilangkan kandungan air dalam yang dapat menganggu proses pembakaran.
e. Pengumpul Abu (Dust Collector)
Bagian ini berfungsi untuk menangkap atau mengumpulkan abu yang berada pada aliran pembakran dengan gas buang, keuntungan dalam penggunaan alat ini yaitu gas hasil pembakaran yang dibuang bebas debu yang dapat mencemari lingkungan dan mengurangi kemungkinan kerusakan pada alat akibat gesekan abu maupun pasir.
f. Pengatur pembuangan gas bekas (asap)
Asap dari ruang pembakaran dihisap oleh blower IDF ( induced draft fan) melalui dust collector selanjutnya dibuang melalui cerobong asap. damper pengatur gas asap diatur terlebih dahulu sesuai kebutuhan IDF dinyalakan, karena semakin besar damper dibuka maka akan semakin besar isapan yang akan terjadi dalam dapur.
g. Katup Pengaman (Safety Valve)
Alat ini berfungsi untuk membuang uap apabila tekanan uap telah melebihi standar yang telah ditentukan. ini terdiri dari dua buah yaitu katup pengaman uap basah dan katup pengaman uap kering. safety valve diatur sesuai dengan aspek maksimum yang telah ditentukan, pada uap basah biasanya diatur pada
16
21 kg/cm2, sedangkan untuk katup pengaman uap kering diatur pada tekanan 20,5 kg/cm2.
h.Gelas Penduga (Sight Glass)
Gelas penduga dipasang pada drum bagian atas yang berfungsi untuk mengetahui ketinggian air di dalam agar memudahkan pengontrolan jumlah air dalam ketel selama proses operasi berlangsung. Gelas penduga harus dicuci secara berkala untuk menghindari terjadinya penyumbatan yang membuat level air tidak dibaca.
i. Pembuangan Air Ketel
Pada komponen ini berfungsi untuk membuang air dalam drum bagian atas, pembuangan air dilakukan terdapat zat – zat yang tidak dapat terlarut, contoh sederhananya ialah munculnya busa yang dapat menganggu pengamatan terhadap gelas penduga. Untuk mengeluarkan air dari dalam drum, digunakan blowdown yang terpasang pada drum atas, katup ini bekerja bila jumlah busa sudah melewati batas yang ditentukan. (Anonim, 2015)
2.6. Perawatan (Maintenance)
Dalam istilah perawatan disebutkan bahwa disana tercakup dua pekerjaan yaitu istilah “perawatan” dan “perbaikan”. Perawatan dimaksudkan sebagai aktifitas untuk mencegah kerusakan, sedangkan istilah perbaikan dimaksudkan sebagai tindakan untuk memperbaiki kerusakan.
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan, dapat dibagi menjadi dua cara :
a. Perawatan yang direncanakan (Planned Maintenance).
b. Perawatan yang tidak direncanakan (Unplanned Maintenance).
17 2.6.1. Bentuk – Bentuk Perawatan
a. Perawatan Preventif (Preventive Maintenance)
Adalah pekerjaan perawatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau cara perawatan yang direncanakan untuk pencegahan (preventif).
Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk: inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan.
b. Perawatan Korektif
Adalah pekerjaan perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai standar yang dapat diterima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
c. Perawatan Berjalan
Dimana pekerjaan perawatan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi.
d. Perawatan Prediktif
Perawatan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan.
Biasanya perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih.
18
e. Perawatan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance) Pekerjaan perawatan dilakukan setelah terjadi kerusakan pada peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga kerjanya.
f. Perawatan Darurat (Emergency Maintenance)
Adalah pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
Disamping jenis-jenis perawatan yang telah disebutkan diatas, terdapat juga beberapa jenis pekerjaan lain yang bisa dianggap merupakan jenis pekerjaan perawatan seperti:
1. Perawatan dengan cara penggantian (Replacement instead of maintenance) Perawatan dilakukan dengan cara mengganti peralatan tanpa dilakukan perawatan, karena harga peralatan pengganti lebih murah bila dibandingkan dengan biaya perawatannya. Atau alasan lainnya adalah apabila perkembangan teknologi sangat cepat, peralatan tidak dirancang untuk waktu yang lama, atau banyak komponen rusak tidak memungkinkan lagi diperbaiki.
2. Penggantian yang direncanakan (Planned Replacement)
Dengan telah ditentukan waktu mengganti peralatan dengan peralatan yang baru, berarti industri tidak memerlukan waktu lama untuk melakukan perawatan, kecuali untuk melakukan perawatan dasar yang ringan seperti pelumasan dan penyetelan. Ketika peralatan telah menurun kondisinya langsung diganti dengan yang baru. Cara penggantian ini mempunyai keuntungan antara lain, pabrik selalu memiliki peralatan yang baru dan siap pakai.
2.6.2. Strategi Perawatan
Pemilihan program perawatan akan mempengaruhi kelangsungan produktivitas produksi pabrik. Karena itu perlu dipertimbangkan secara cermat mengenai bentuk perawatan yang akan digunakan terutama berkaitan
19
dengan kebutuhan produksi, waktu, biaya, keterandalan tenaga perawatan dan kondisi peralatan yang dikerjakan.
Dalam menentukan strategi perawatan, banyak ditemui kesulitan-kesulitan diantaranya:
1) Tenaga kerja yang terampil 2) Ahli teknik yang berpengalaman 3) Instrumentasi yang cukup mendukung
4) Kerja sama yang baik diantara bagian perawatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi perawatan:
1) Umur peralatan/mesin produksi 2) Tingkat kapasitas pemakaian mesin 3) Kesiapan suku cadang
4) Kemampuan bagian perawatan untuk bekerja cepat
5) Situasi pasar, kesiapan dana dan lain-lain. (Anonim, 2009 ) 2.7. Analisa Kegagalan
Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik, mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut adalah sifat mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu material, contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui sifat material pada suatu logam harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah pengujian metalografi.
2.8. Metalografi
2.8.1. Pengertian Metalografi
Metalografi adalah suatu teknik atau metode persiapan material untuk mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi
20
yang terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, topografi dan sebagainya (Yefri Chan, 2010).
Alat uji yang digunakan untuk mengamati struktur mikro adalahOlympus Metallurgycal Microscope dan yang digunakan untukpengambilan gambar struktur mikro yaitu Olympus PhotomicrographicSystem. Standar uji yang digunakan dalam pengujian ini terdiri daristandar persiapan sebelum uji struktur mikro (ASTM E3) dan standarpelaksanaan uji struktur mikro (ASTM E7). ASTM E3 (Standard Practicefor Preparation of Metallographic Specimenns) berisi tentang persiapansebelum pelaksanaan foto mikro seperti pemilihan permukaan padaspesimen, pembuatan ukuran dan juga pemotongan pada spesimen,pembersihan dan penghalusan permukaan spesimen, pelapisan specimen(resin), proses gerinda, poles, dan proses pengetsaan. Sedangkan ASTM E7 (standar terminologi Relating to Metalografi) berisi tentang istilah, proses dan syarat-syarat pada uji metalografi. (Sydney, H.A.,1974).
Pengujian ini dilakukan untuk mengetauhi struktur makro dan mikro suatu permukaan logam. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Pemotongan (Cutting)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan.
Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa spesimen, kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan.
21 b. Pembingkaian (Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi, meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pengamplasan dan pemolesan.
Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi.
Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.
c. Penggerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan
Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi
22
dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak.
Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam.
Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain.
Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.
d. Pengetsaan (Etching)
Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati- hati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Proses etsa untuk
23
mendapatkan kontras dapat diklasifikasikan atas proses etsa tidak merusak (non disctructive etching) dan proses etsa merusak (disctructive etching).
a. Etsa Tidak Merusak (Non Discructive Etching)
Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan kontras dari struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik terkumpul pada permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa optik digunakan teknik pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur mikro. Beberapa metode etsa optik adalah pencahayaan gelap (dark field illumination), polarisasi cahaya mikroskop (polarized light microscopy) dan differential interfence contrast.
Pada penampakan kontras dengan lapisan perantara, struktur mikro ditampilkan dengan bantuan interfensi permukaan tanpa bantuan bahan kimia. Spesimen dilapisi dengan lapisan transparan yang ketebalannya kecil bila dibandingkan dengan daya pemisah dari mikroskop optik. Pada mikroskop interfensi permukaan, cahaya ynag terjadi pada sisa-sisa film dipantulkan ke permukaan perantara spesimen.
b. Etsa Merusak (Desctructive Etching)
Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen secara kimia agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas dipermukaan spesimen. Etsa merusak terbagi dua metode yaitu etsa elektrokimia (electochemical etching) dan etsa fisik (phisical etching).
Pada etsa elektrokimia dapat diasumsikan korosi terpaksa, dimana terjadi reaksi serah terima elektron akibat adanya beda potensial daerah katoda dan anoda. Beberapa proses yang termasuk etsa elektokimia adalah etsa endapan (precipitation etching), metode pewarnaan panas (heat tinting), etsa kimia (chemical etching) dan etsa elektrolite (electrolytic etching).
24
Pada etsa fisik dihasilkan permukaan yang bebas dari sisa zat kimia dan menawarkan keuntungan jika etsa elektrokimia sulit dilakukan. Etsa ion dan etsa termal adalah teknik etsa fisik yang mengubah morfologi permukaan spesimen yang telah dipoles.
2.9. Baja dan Klasifikasinya
Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur besi (Fe), karbon (C), dan unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian, atau penemperan. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan di bidang teknik dalam bentuk pelat, pipa, batang, profil dan sebagainya. Secara garis besar baja dapat dikelompokkan menjadi dua :
a. Baja Karbon
Baja Karbon Terbagi Menjadi tiga macam, yaitu : 1. Baja karbon rendah (≤0,25%C)
2. Baja karbon sedang (0,25 - 0,55%C) 3. Baja karbon tinggi (≥0,55%C) b. Baja Paduan
Baja paduan terdiri dari : a. Baja paduan rendah
b. Baja paduan tinggi. (Joseph R Davis, 1998)
2.10. Struktur Mikro Baja 2.10.1. Diagram Fasa Fe-C
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dengan kadar karbon, dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan. Diagram fasa Fe-C merupakan diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis fasa yang terjadi didalam baja, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang terjadi di dalam baja paduan dengan berbagai jenis perlakuan.
25
Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe-C
Berdasarkan gambar diagram fasa Fe-C 2.1 dapat terlihat bahwa pada temperatur 727 °C terjadi transformasi fasa austenite menjadi fasa perlit.
Transformasi fasa ini dikenal sebagai reaksi eutectoid, dimana fase ini merupakan fase dasar dari proses perlakuan panas pada baja. Kemudian pada temperatur 912 °C hingga 1394 °C merupakan daerah besi gamma (γ- Fe) atau austenite, pada kondisi ini biasanya austenite memiliki struktur Kristal FCC (Face Centered Cubic) bersifat stabil, lunak, ulet, dan mudah dibentuk. Besi gamma ini dapat melarutkan unsur karbon maksimum hingga mencapai 2,14% C pada temperatur 1147 °C.
26
Untuk temperatur dibawah 727 °C besi murni berada pada fase ferit (α-Fe) dengan struktur kristal BCC (BodyCentered Cubic), besi murni BCC mampu melarutkan karbon maksimum sekitar 0,02% C pada temperatur 727 °C. Sedangkan besi delta (δ-Fe) terbentuk dari besi gamma yang mengalami perubahan struktur dari FCC ke struktur BCC akibat peningkatan temperatur dari temperatur 1394 °C sampai 1538 °C, pada fase ini besi delta hanya mampu menyerap karbon sebesar 0,05%C.
2.10.2. Perubahan Diagram Fasa Fe-C
Dalam diagram fasa Fe-C terjadi beberapa perubahan fasa yaitu perubahan fasa ferit (α-Fe), austenite (γ-Fe), sementit, perlit, dan martensit.
a. Ferrite atau Besi Alpha (α-Fe)
Ferit merupakan suatu larutan padat karbon dalam struktur besi murni yang memiliki struktur BCC dengan sifat lunak dan ulet. Fasa ferit mulai terbentuk pada temperatur antara 300 °C hingga mencapai temperatur 727 °C. Kelarutan karbon pada fasa ini relatif kecil dibandingkan dengan kelarutan pada fasa larutan padat lainnya. Saat fasa ferit terbentuk, kelarutan karbon dalam besi alpha hanyalah sekitar0,02% C.
b. Austenit atau Besi Gamma (γ-Fe)
Fase austenite merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang memiliki struktur FCC. Fasa austenite terbentuk antara temperature 912 °C sampai dengan temperatur 1394 °C. Kelarutan karbon pada saat berada pada fasa austenite lebih besar hingga mencapai kelarutan karbon sekitar 2,14% C.
c. Besi Karbida atau Sementit
Karbida besi adalah paduan besi karbon dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe3C dan memiliki struktur kristal BCT.
Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja, hal ini dikarenakan sementit memiliki sifat dasar yang sangat keras. Difasa ini
27
kelarutan karbon bisa mencapai 6,70% C pada temperatur dibawah 14000 C, akan tetapi baja ini bersifat getas.
d. Perlit
Perlit merupakan campuran antara ferit dan sementit yang berbentuk seperti pelat-pelat yang disusun secara bergantian antara sementit dan ferit. Fase perlit ini terbentuk pada saat kandungan karbon mencapai 0,76% C, besi pada fase perlit akan memiliki sifat yang keras, ulet dan kuat.
e. Martensit
Matensit adalah suatu fasa yang terjadi karena pedinginan yang sangat cepat sekali. Jenis fasa martensit tergolong kedalam bentuk struktur kristal BCT. Pada fase ini tidak terjadi proses difusi hal ini dikarenakan terjadinya pergerakan atom secara serentak dalam waktu yang sangat cepat sehingga atom yang tertinggal pada saat terjadi pergeseran akan tetap berada pada larutan padat. Besi yang berada pada fase martensit akan memiliki sifat yang kuat dan keras, akan tetapi besi ini juga besifat getas dan rapuh. ( Devinta, 2010 )
2.11. Transformasi Pada Baja
2.11.1. Tranformasi pada baja eutektoid (0,80 %C)
Baja eutektoid, paduan besi-karbon dengan kadar C = 0,80%, adalah paduan dengan komposisi eutektoid. Pada temperatur di atas garis liquidus berupa larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan secara perlahan, pada saat mencapai garis liquidus (titik 1) akan mulai terbentuk inti austenit yang selanjutnya akan tumbuh menjadi dendrit austenit. Pembekuan selesai pada garis solidus (titik 2).
28
Gambar 2.5 Transformasi Baja Eutektoid
Seluruhnya sudah menjadi austenit. Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis bawah. Disini austenit yang mempunyai komposisi eutektoid ini akan mengalami reaksi eutektoid:
austenit => ferrit + sementit (pearlit)
Terbentuknya pearlit ini dimulai dengan terbentuknya inti sementit (biasanya pada batas butir austenit).
29
2.11.2. Transformasi Pada Baja Hypoeutektoid (%C < 0,80)
Gambar 2.6 Transformasi Baja Hypoeutektoid
Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypoeutektoid ini diambil baja dengan komposisi 0,20%C. Pada titik A mikrostruktur seluruhnya berupa asutenit. Setelah melewati garis A3 (titik B), ferrit mulai terbentuk sepanjang batas butir austenit. Pada titik C austenit telah banyak menjadi ferrit, sedang austenit yang masih tersisa memiliki kadar karbon 0,8%.
Setelah melewati garis A1 austenit yang masih tersisa berubah menjadi pearlit. Sehingga pada titik D strukturmikro yang terjadi berupa ferrit dan pearlit.
30
2.11.3. Transfomasi Pada Baja Hypereutektoid (0,80< %C< 2,0)
Gambar 2.7 Transformasi Baja Hypereutektoid
Pada titik A strukturmikro seluruhnya berupa austenit. Garis Acm pada titik B menunjukkan dimana cementit mulai terbentuk dan akan terus bertambah banyak sampai titik C. Cementit yang mengendap pada batas butir austenit tidak membentuk butiran seperti halnya ferrit, tetapi hanya mengumpul pada batas butir dan menyelubungi butir austenit. Karena itu cementit seperti ini dinamakan cementit network. Setelah melewati garis A1 austenit yang tersisa berubah menjadi pearlit. Sehingga struktur akhir yang terbentuk berupa cementit dan pearlit. (Hima ppns, 2015)