• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN PEMALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN PEMALANG"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN PEMALANG

Kerjasama Antara :

SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN PEMALANG dengan

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

TAHUN 2021

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat dapat kami selesaikan. Naskah Akademik ini merupakan salah satu bahan primer yang menjadi dasar dalam menjelaskan alasan diperlukannya penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat Kabupaten Pemalang.

Naskah Akademik ini disusun untuk memberikan justifikasi akademik terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat, serta menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan kajian ini. Kami menyadari bahwa laporan kajian naskah akademik ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran sebagai perbaikan. Akhirnya kami berharap semoga hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang.

Purwokerto, Mei 2021 Tim Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A...Latar Belakang... 1

B.. Identifikasi Masalah... 3

C.. Tujuan Dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik... 4

D..Metode Penelitian... 4

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS... 7

A...Kajian Teoritis... 7

B.. Kajian terhadap Asas/ Prinsip dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat Kabupaten Pemalang... 12

C.. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat... 16

D..Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur dalam Peraturan Daerah... 29

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN PEMALANG ... 33

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS... 42

A...Dasar Filosofis... 42

(5)

B.. Landasan Sosiologis... 43

C.. Landasan Yuridis... 45

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH... 50

A...Jangkauan dan Arah Pengaturan... 50

B.. Ruang Lingkup dan Materi Muatan... 50

BAB VI PENUTUP... 60

A...Kesimpulan... 60

B.. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62

LAMPIRAN... 63

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini masyarakat cenderung mengenal istilah Linmas (Pelindungan Masyarakat) sebagai sebuah fungsi dalam masyarakat yaitu fungsi linmas atau lebih dikenal dengan Pertahanan Sipil atau Hansip. Untuk itu, pertama kali perlu mengacu pada Pengertian Pelindungan Masyarakat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat Serta Pelindungan Masyarakat.

Pelindungan Masyarakat merupakan segenap upaya dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari gangguan yang diakibatkan oleh bencana serta upaya untuk melaksanakan tugas membantu penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, membantu memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, membantu kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu memelihara ketenteraman dan ketertiban pada saat pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan umum, serta membantu upaya pertahanan negara. Linmas sebagaimana diatur dalam Permendagri No 26 Tahun 2020 nampak bahwa pelindungan masyarakat memiliki peran strategis dalam membantu penanggulangan bencana, keamanan, ketenteraman dan ketertiban, kegiatan sosial kemasyarakatan serta upaya pertahanan negara.

Linmas diselenggarakan atas konsep pemberdayaan masyarakat. Pemeliharaan keamanan dan pelindungan masyarakat merupakan merupakan tugas perangkat

(7)

kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pelaksanaan fungsi tersebut tidak terbatas pada polisi saja, tetapi juga harus didukung oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat. Tanpa peran serta masyarakat, merupakan tugas yang sangat berat bagi polisi dalam mewujudkan rasa aman dan ketenteraman dalam masyarakat mengingat luasnya wilayah yang harus dikelola.

Efektivitas kepolisian dalam memberikan Pelindungan kepada masyarakat, menjaga keamanan dan ketertiban juga tergantung pada kegiatan keamanan swakarsa, serta dukungan masyarakat luas. Secara kuantitas, Kabupaten Pemalang memiliki 11.728 anggota linmas, dan sebagian besar tingkat pendidikannya adalah SD-SMP sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Dari 11.728 anggota Linmas, baru 5.277 anggota yang berkompetensi atau baru sekitar 45 persen saja.

Oleh karena itu, anggota Linmas perlu ditingkatkan kapasitasnya secara berkelanjutan sehingga memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial masyarakat.

Tabel 1. Data Satlimas Kabupaten Pemalang Tahun 2020

Kecamatan JumlahDesa/

Kelurahan

Jumlah Linmas

Tingkat Pendidikan

Dasar (SD-SMP/

Sederaja)

Menengah (SMA/

Sederajat)

Pendidikan Tinggi

Pemalang 20 1.490 1.373 115 2

Taman 21 1.510 1.370 135 5

Petarukan 20 1.424 1.326 95 3

Ulujami 18 877 788 85 4

(8)

Kecamatan JumlahDesa/

Kelurahan

Jumlah Linmas

Tingkat Pendidikan

Dasar (SD-SMP/

Sederaja)

Menengah (SMA/

Sederajat)

Pendidikan Tinggi

Comal 18 1.207 1.104 98 5

Bodeh 19 785 710 73 2

Ampelgading 16 860 753 103 4

Bantarbolang 17 765 679 83 3

Watukumpul 15 753 684 67 2

Belik 12 598 562 35 1

Pulosari 12 286 229 55 2

Moga 10 352 280 69 3

Randudongkal 18 610 505 104 1

Warungpring 6 211 196 15 -

Jumlah 222 11.728 10.559 1.132 37

Salah satu instrumen untuk mewujudkan pelindungan masyarakat adalah dengan menerbitkan peraturan perundang- undangan, yaitu peraturan daerah. Peraturan perundangan memuat berbagai ketentuan yang secara umum mengatur hak dan kewajiban masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang diuraikan dalam Naskah Akademik ini meliputi 4 (empat) masalah pokok:

1) Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

2) Arah, jangkauan, dan ruang lingkup pegaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

3) Perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

(9)

C. Tujuan Dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Berdasar ruang lingkup identifikasi masalah, maka tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat dirumuskan sebagai berikut:

1) Merumuskan perimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

2) Merumuskan arah, jangkauan, dan ruang lingkup pegaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

Kegunaan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat adalah sebagai acuan untuk dasar penyusunan rancangan peraturan daerah Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

D. Metode

Penyusunan Naskah Akademik tentang Pelindungan Masyarakat ini merupakan kegiatan penelitian penyusunan Naskah Akademik digunakan metode yang berbasiskan metode penelitian hukum. Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan Naskah Akademik ini melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis teks hukum yaitu pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik (kebijakan negara) secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek hukum (terutama dalam hal ini adalah Rancangan

(10)

Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

2. Melakukan studi kontekstual, yakni mengaitkan dengan konteks saat peraturan perundang-undangan itu dibuat ataupun ditafsirkan dalam rangka pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan Naskah Akademik ini berada dalam paradigma interpretivisme terkait dengan hermeneutika hukum.

Hermeneutika hukum pada intinya adalah metode interpretasi atas teks hukum, yang menampilkan segi tersurat yakni bunyi teks hukum dan segi tersirat yang merupakan gagasan yang ada di belakang teks hukum itu. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang makna teks hukum itu perlu memahami gagasan yang melatari pembentukan teks hukum dan wawasan konteks kekinian saat teks hukum itu diterapkan atau ditafsirkan.

Kebenaran dalam ilmu hukum merupakan kebenaran intersubjektivitas, oleh karena itu penting melakukan konfirmasi dan konfrontasi dengan teori, konsep, serta pemikiran para sarjana yang mempunyai otoritas di bidang keilmuannya berkenaan dengan penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

Penelitian dimulai dengan melakukan penelitian normatif yaitu meneliti bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dan berkaitan dengan pelindungan masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

(11)

1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat Serta Pelindungan Masyarakat;

2) Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 156 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian Biaya Perawatan, Santunan Cacat, Uang Duka dan Penghargaan bagi Anggota Pertahanan Sipil (HANSIP)/Pelindungan Masyarakat (LINMAS) di Provinsi Jawa Tengah;

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036).

(12)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan pelindungan masyarakat merupakan tugas setiap masyarakat dalam hal ini perorangan dan pemerintah daerah dalam hal ini yang memiliki kewenangan untuk membentuk dan menyusun peraturan daerah untuk melaksanakan tugas mengatur dan menjaga keamanan. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 30 ayat 1 menjelaskan bahwa warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Berkaitan dengan penyelenggaraan pelindungan masyarakat, tercermin pada isi Undang-undang 1945 menjelaskan bahwa membentuk suatu Pemerintah Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia atau dengan kata lain bahwa pelindungan masyarakat berada di tangan pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Penyusunan dan pembentukan peraturan daerah ini sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi yang dimaksudkan sebagai payung hukum bagi tindakan pemerintah daerah. Beberapa uraian teoritis akan dijelaskan sebagai landasan secara konseptual, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

1. Ketertiban Umum

Istilah ketertiban umum adalah suatu keadaan dimana pemerintah mengharuskan kepada setiap masyarakatnya untuk senantiasa menjaga dan melakukan ketertiban, kesejahteraan, dan keamanan di tempat-tempat yang telah ditentukan sehingga mampu menciptakan suatu

(13)

keadaan yang lebih teratur dan nyaman. Pada hakikatnya ketertiban umum memiliki makna yang luas dan bisa dianggap mengandung arti mendua (ambiguity). Dalam praktik yang telah timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban umum antara lain:

a. Penafsiran sempit arti dan makna ketertiban umum yaitu hanya terbatas pada ketentuan hukum positif saja, dengan demikian yang dimaksud pelanggar atau yang bertentangan dengan ketertiban umum hanya terbatas oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan demikian maka putusan arbitrase yang bertentangan atau pelanggar dengan ketertiban umum, ialah putusan yang pelanggar atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penafsiran luas tidak membatasi ruang lingkup dan makna ketertiban umum pada ketentuan hukum positif saja yaitu meliputi segala nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam kesadaran masyarakat, termasuk ke dalamnya nilai-nilai kepatutan dan prinsip keadilan umum (general justice principle), oleh karena itu, putusan arbitrase asing yang melanggar atau bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang hidu dalam kesadaran dan pergaulan lalu lintas masyarkat atau yang melanggar kepatutan dan keadilan.

Berdasarkan kaidah hukum yang dianut di Indonesia, menurut Wahyuni (2014), ketertiban umum yang dipakai dalam berbagai variasi yaitu sebagai berikut:

a. ketertiban umum yang dikenal perjanjian, dan membatasi bidang seseorang untuk bertindak secara leluasa.

(14)

b. ketertiban umum dalam arti ketertiban, kesejahteraan, dan keamanan

c. ketertiban umum yang dipasangkan dengan istilah dengan kesusilaan baik

d. ketertiban umum diartikan sebagai ketertiban hukum e. ketertiban umum disinonimkan dengan istilah keadilan f. ketertiban umum diartikan dalam acara pidana, bila

hendak diutarakan bahwa pihak penuntut umum harus di dengar.

g. Ketertiban umm diartikan bahwa hakim diwajibkan untuk mempergunakan pasal-pasal yang ada di Undang- undang tertentu

2. Pelindungan Masyarakat

Pelindungan Masyarakat (LINMAS) adalah warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana dan penangan ketertiban. Dalam penjelasan lain, Pelindungan masyarakat adalah suatu keadaan dinamis dimana warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan.

Berkaitan dengan pelindungan masyarakat, pengertian satuan pelindung masyarakat dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penugasan Satuan Pelindungan Masyarakat Dalam Penanganan Ketentraman, Ketertiban, dan Keamanan Penyelenggaraan Pemilihan Umum pada pasar 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Satuan Pelindungan Masyarakat yang

(15)

selanjutnya disebut Satuan Linmas adalah warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan.

Adapun tugas satuan pelindung masyarakat yaitu:

a. Membantu dalam penanggulangan bencana,

b. Membantu keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat,

c. Membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,

d. Membantu penanganan ketenteraman, ketertiban dan keamanan dalam penyelenggaraan pemilu, dan.

e. Membantu upaya pertahanan negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 menjelaskan pada pasal 1 ayat 9 bahwa Satuan Pelindung Masyarakat yang kemudian disebut Satlinmas adalah organisasi yang beranggotakan unsur masyarakat yang berada di kelurahan dan/atau desa dibentuk oleh lurah dan/atau kepala desa untuk melaksanakan Linmas. Anggota Satlinmas adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan dan secara sukarela turut serta dalam kegiatan. Satuan Pelindungan Masyarakat (Satlinmas) merupakan kumpulan sekelompok orang yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan guna dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam penanganan bencana, menjaga keamanan, ketenteraman, dan ketertiban serta dapat berperan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Adapun tugas Satlinmas yaitu membantu dalam penanggulangan bencana, membantu keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat,

(16)

membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu penanganan ketentraman, ketertiban dan keamanan penyelenggaraan pemilu dan membantu upaya pertahanan Negara. Sedangkan, Satlinmas mempunyai hak antara lain adalah mendapatkan pendidikan dan pelatihan, mendapatkan kartu tanda anggota satlinmas, mendapatkan fasilitas sarana, dan prasarana penunjang tugas operasional, mendapatkan biaya operasional dalam menunjang pelaksanaan tugas, mendapatkan santunan apabila terjadi kecelakaan tugas, mendapatkan piagam penghargaan dan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan tugas. Adapun kewajiban Satlinmas antara alin yaitu menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat, menaati disiplin dan berpegang teguh pada Sumpah Janj Satlinmas, membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat dan melaporkan secara berjenjang apabila ditemukan atau patut diduga adanya gangguan Pelindungan masyarakat.

3. Peran Negara dalam Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman dan Pelindungan Masyarakat

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemerintahan, negara wajib untuk ikut melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Amanat tersebut dapat dilihat dalam alinea

(17)

keempat yang mengandung makna bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan serta Pelindungan bagi setiap warga negara melalui sistem pemerintahan yang baik sehingga tercipta kesejahteraan bagi warga negara. Kewajiban dalam penyelenggaraan Pelindungan masyarakat tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah dan masyarakat secara umum. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa ketenteraman, ketertiban umum, serta Pelindungan masyarakat merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini bertujuan agar terciptanya kondisi yang kondusif, agar pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Negara dan pemerintah daerah dapat mencapai kesejahteraan rakyat.

B. Kajian terhadap Asas/ Prinsip dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pelindungan Masyarakat

Pembentukan hukum, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan perundangan-undangan lainnya meliputi empat unsur hukum yaitu asas, kaedah, lembaga, dan proses. Pembahasan tentang asas-asas pembentukan perundang-undangan sangat berkaitan dengan pemahaman ilmu perundang-undangan. Ilmu perundang-

(18)

undangan, dalam arti sempit, adalah suatu ilmu yang bersifat normatif dan yang berhubungan dengan pembentukan norma- norma dalam peraturan perundang-undangan.

Asas merupakan dasar, prinsip atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam berpikir, berpendapat dan bertindak.

Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan diartikan sebagai dasar atau tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan yang dimaksud. Sejalan dengan itu, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah, harus berdasarkan pada asas- asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan asas materi muatan. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi :

a. Kejelasan Tujuan;

Kejelasan tujuan mencakup tiga hal, yaitu mengenai ketepatan letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan umum pemerintahan, tujuan khusus peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian peraturan perundang- undangan yang akan dibentuk tersebut.

b. Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat;

Asas ini memberikan penegasan tentang perlunya kejelasan kewenangan organ-organ/ lembaga-lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Dan bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

(19)

c. Kesesuaian antara Jenis, Hierarki dan Materi Muatan;

Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang- undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang- undangannya.

d. Dapat Dilaksanakan;

Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang- undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis

e. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan;

Bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Kejelasan Rumusan;

Bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan;

Adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Asas materi muatan peraturan perundang-undangan menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

(20)

a. Pengayoman; memberikan Pelindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan; mencerminkan Pelindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta hakekat dan martabat setiap warga negara secara proporsional.

c. Kebangsaan; adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Kekeluargaan; mencerminkan musyawarah untuk mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan; bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila

f. Bhineka Tunggal Ika; bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

g. Keadilan; mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

bahwa setiap materi muatan peraturan daerah tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

(21)

i. Ketertiban dan kepastian hukum; bahwa setiap materi muatan peraturan daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan; setiap materi muatan peraturan daerah harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Selain mempertimbangkan asas-asas umum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, pembentukan peraturan daerah dalam hal ini peraturan daerah tentang Pelindungan masyarakat harus memenuhi asas/prinsip sebagaimana tertuang dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, meliputi:

1. Asas Kepastian Hukum

2. Asas Tertib Penyelenggara Negara 3. Asas Kepentingan Umum

4. Asas Keterbukaan 5. Asas Proporsionalitas 6. Asas Profesionalitas 7. Asas Akuntabilitas 8. Asas Efisiensi 9. Asas Efektivitas 10. Asas Keadilan

C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat 1. Praktik Penyelenggaraan di Daerah Lain

Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat keberadaan telah banyak

(22)

diterapkan dibanyak daerah di Indonesia. Hal ini tentunya melihat kebutuhan di daerah yang bersangkutan dan sebagai bentuk kewajiban pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan Pelindungan masyarakat guna mewujudkan ketentraman dan keamanan dalam masyakat. Berdasarkan hasil observasi diketahui beberapa daerah di Indonesia yang telah menyelenggarakan peraturan daerah tentang penyelenggaraan Pelindungan masyarakat antara lain sebagai berikut :

a) Kota Surakarta, yaitu dibentuk dan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat.

b) Provinsi Kalimantan Utara, yaitu ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat.

c) Kabupaten Bunton yaitu ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bunton Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat

d) Kabupaten Kudus, yaitu berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat.

Setiap penyusunan dan pembentukan peraturan daerah, setiap daerah memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu yang menyangkut dengan tujuan dan kebutuhan daerah tersebut, termasuk dalam hal ini yaitu peraturan daerah tentang penyelenggaraan Pelindungan masyarakat.

Pertimbangan–pertimbangan yang dijadikan dasar penyusunan regulasi terkait penyelenggaraan Pelindungan masyarakat ini hampir serupa. Hal pokok yang menjadi

(23)

pertimbangan setiap daerah adalah bahwa penyelenggaraan Pelindungan masyarakat merupakan bentuk perwujudan pemerintah daerah dalam upaya melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah bahwa ketenteraman, ketertiban umum dan Pelindungan masyarakat merupakan kewajiban dari pemerintah daera.

Secara lebih spesifik, berikut merupakan pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar pembentukan peraturan daerah pada beberapa daerah yang telah disebutkan sebelumnya :

a) Pertimbangan Kota Surakarta dalam membentuk dan menetapkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan Pelindungan masyarakat merupakan upaya pemerintah daerah dalam rangka melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat.

b) Pertimbangan Provinsi Kalimantan Utara dalam menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat adalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang aman sejahtera maka diperlukan terselenggaranya ketenteraman, ketertiban umum dan Pelindungan masyarakat yang optimal. Selain itu, penyusunan peraturan daerah ini adalah sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

(24)

c) Peraturan Daerah Kabupaten Bunton Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat, dibentuk dengan mempertimbangkan bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa ketenteraman, ketertiban umum dan Pelindungan masyarakat merupakan salah satu urusan pemerintanan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.

d) Pertimbangan Kabupaten Kudus dalam membentuk dan menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat, yaitu dalam rangka mewujudkan tata kehidupan masyarakat Kabupaten Kudus yang semakin sejahtera, bersih, indah, damai, aman, tertib, religius dan berwawasan lingkungan serta tetap melestarikan budaya lokal, diperlukan adanya pengaturan mengenai ketenteraman, ketertiban umum, dan Pelindungan masyarakat yang mampu melindungi warga masyarakatdan prasarana umum beserta kelengkapannya. Disamping itu, pertimbangan lainnya adalah bahwa ketenteraman, ketertiban umum, serta Pelindungan masyarakat merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

2. Kondisi dan Permasalahan di Kabupaten Pemalang a. Kondisi yang Ada

1) Geografi dan Pemerintahan

(25)

Kabupaten Pemalang adalah sebuah wilayah yang termasuk dalam administrasi wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang secara geografis berbatasan langsung dengan Laut Jawa disebelah Utara.

Sebelah Selatan, Barat dan Timur Kabupaten Pemalang berbatasan langsung dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan. Sedangkan dilihat secara astronomis Kabupaten Pemalang terletak diantara 6052’30”-7020’11” Lintang Selatan dan 109017’30”-109040’30” Bujur Timur (Badan Pusat Statistik, 2020).

Gambar 1 : Peta Wilayah Kabupaten Pemalang

Kabupaten Pemalang memiliki wilayah seluas 1.115,30 Km2 yang terdiri atas wilayah dataran rendah hingga perbukitan. Secara administratif wilayah Kabupaten Pemalang terdiri dari 14 (empat belas)

(26)

kecamatan dan 211 desa dan 11 kelurahan, dimana kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Bantarbolang yaitu seluas 139,19 km2 atau 12,48 persen dari keseluruhan wilayah. Wilayah dengan luas wilayah terluas kedua di Kabupaten Pemalang adalah Kecamatan Watukumpul dengan luas sebesar 129,02 km2 atau sebesar 11,57 persen dari total luas. Sedangkan wilayah tersempit adalah adalah Kecamatan Warungpring yaitu hanya seluas 26,31 km2 atau sebesar 2,36 persen dari luas wilayah keseluruhan. Berikut merupakan pembagian wilayah Kabupaten Pemalang:

Tabel 2 : Pembagian Administratif Kabupaten Pemalang

No. Kecamatan Jumlah Desa/

Kelurahan

Luas Total Areal (Km2)

TotalLuas (%)

1. Moga 10 41,40 3,71

2. Warungpring 6 26,31 2,36

3. Pulosari 12 87,52 7,85

4. Belik 12 124,54 11,17

5. Watukumpul 15 129,02 11,57

6. Bodeh 19 85,98 7,71

7. Bantarbolang 17 139,19 12,48

8. Randudongkal 18 90,32 8,10

9. Pemalang 20 101,93 9,14

10. Taman 21 67,41 6,04

11. Petarukan 20 81,29 7,29

12. Ampelgading 16 53,30 4,78

13. Comal 18 26,54 2,38

14 Ulujami 18 60,55 5,43

Kabupaten Pemalang 222 1.115,30 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang, 2020

(27)

Kabupaten Pemalang berdasarkan kondisi topografi wilayahnya, merupakan wilayah dataran rendah dan sebagian merupakan wilayah perbukitan atau dataran tinggi dengan ketinggian antara 3 – 57 mdpl. Wilayah dengan topografi rendah pada umumnya merupakan wilayah yang dekat dengan wilayah pantai, dengan ketinggian antara 1 – 17 mdpl. Wilayah ini meliputi wilayah Kecamatan Pemalang, Taman, Petarukan, Bantarbolang dan Comal. Sedangkan wilayah yang secara topografi termasuk wilayah perbukitan hingga dataran tinggi antara lain Kecamatan Ampelgading, Bodeh, Randudongkal, Warungpring, Moga, Belik, Pulosari dan Watukumpul.

Dillihat dari kondisi iklimnya, pada wilayah- wilayah yang termasuk daerah dataran tinggi mempunyai intensitas hujan yang relative lebih banyak. Berdasarkan pencatatan pada Stasiun Geofisika, hari hujan terbanyak tercatat sebanyak 178 hari dengan hari hujan tertinggi yaitu Bulan Januari dengan jumlah 20 hari hujan.

Kondisi topografi dan iklim yang sedemikian ini membuat Kabupaten Pemalang kaya akan sumber daya alam dan sesuai sebagai daerah pertanian dan perkebunan.

Kondisi pemerintahan, salah satunya dapat dilihat dari sumber daya manusia yang dimilikinya.

Penyelenggara Pemerintahan daerah Kabupaten Pemalang dipimpin oleh Bupati dan Wakilnya dan dibantu oleh perangkat daerah yang meliputi sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah ini disebut juga dengan istilah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

(28)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang pada tahun 2019 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Pemalang sebanyak 10.097 orang yang terdiri dari 4.974 laki-laki dan 5.123 perempuan yang tersebar di seluruh satuan pemerintah Kabupaten Pemalang, Sekretariatan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kantor Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Dilihat menurut tingkat pendidikannya, jumlah PNS dengan lulusan SD sebanyak 181 orang, SMP/Sederajat sebanyak 395 orang, SMA/Sederajat sebanyak 1.682 orang, untuk D1/D2 sebanyak 210 orang, D3/D4 sebanyak 806 orang, S1dan/atau Doktor sebanyak 6.825 orang. Sedangkan jumlah PNS secara keseluruhan menurut tingkat kepangkatan yang tercatat di Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang tahun 2019 yaitu golongan I sebanyak 282 orang, golongan II sebanyak 1.787 orang, golongan III sebanyak 5.194 orang dan golongan IV sebanyak 2.836 orang.

2) Demografi dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang, jumlah penduduk Kabupaten Pemalang setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2019 penduduk Kabupaten Pemalang berjumlah 1.490.300 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan sebanyak 732.013 jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak 758.287 jiwa yang tersebar di seluruh kecamatan. Jumlah penduduk tahun 2019 ini tumbuh sebesar 0,65 persen dari tahun 2018. Dilihat dari angka sex rationya atau angka perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan, tahun tahun 2019

(29)

angka sex ratio Kabupaten Pemalang adalah sebesar 103,6. Artinya bahwa dari sekitar 1.000 penduduk perempuan, terdapat penduduk laki-laki sebanyak 1.003 hingga 1.004 jiwa.

Berdasarkan penyebaran penduduk Kabupaten Pemalang per kecamatan tahun 2019, kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamatan Pemalang, dengan penduduk sebanyak 206.100 jiwa atau sekitar 13,83 persen dari total penduduk Kabupaten Pemalang. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Warungpring, yaitu sebanyak 44.418 jiwa atau sebesar 2,98 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Pemalang.

Kondisi kependudukan menurut kelompok usianya, penduduk Kabupaten Pemalang tahun 2019 paling banyak merupakan penduduk usia 25-29 tahun, yaitu sejumlah 130.957 jiwa. Secara umum, penduduk dengan usia dibawah 15 tahun di Kabupaten Pemalang sebanyak 361.667 jiwa atau sebesar 24,2 persen. Sedangkan penduduk dengan usia diatas 60 tahun sebanyak 148.394 jiwa atau sebesar 9,95 persen. Dan sebanyak 65,85 persen merupakan penduduk usia 15-59 tahun.

Kondisi ini menunjukan bahwa penduduk Kabupaten Pemalang adalah penduduk dengan kategori usia produktif atau kategori “sedang”.

Jumlah penduduk yang semakin meningkat berdampak pada tingkat kepadatan penduduk yang juga semakin meningkat. Tahun 2019 kepadatan penduduk Kabupaten Pemalang per km2 adalah 1.336 jiwa, meningkat sebesar 14,7 persen dari tahun 2018.

Sedangkan kepadatan penduduk pada 14 kecamatan cukup beragam, dimana kepadatan penduduk tertinggi

(30)

adalah Kecamatan Comal dengan kepadatan per km2 sebesar 3.626 jiwa. Kepadatan ini terjadi karena wilayah Kecamatan Comal tidak cukup luas untuk menampung banyaknya penduduk yang berdomisili. Sedangkan, kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Watukumpul yaitu sebanyak 579 jiwa per km2. Kecamatan lain dengan kepadatan penduduk yang cukup rendah adalah Kecamatan Bantarbolang, yaitu dengan tingkat kepadatan penduduk 611 jiwa/ km2.

Kaitannya dengan kondisi ketenagakerjaan Kabupaten Pemalang, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja yang tercatat di BPS Kabupaten Pemalang Tahun 2020, jumlah angkatan kerja Kabupaten Pemalang Tahun 2019 mencapai 636.373 jiwa. Dari total tersebut jumlah pengangguran terbuka sebanyak 41.357 jiwa. Dengan kata lain tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 66,14 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Pemalang sebesar 6,50 persen.

Menurut jenis lapangan pekerjaan utamanya pada penduduk berusia diatas 15 tahun yang bekerja, paling banyak bekerja pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan jumlah sebanyak 125.218 jiwa.

Kemudian disusul oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebanyak 124.230 jiwa orang dan sebanyak 111.259 jiwa memiliki pekerjaan utama di sektor industri pengolahan atau manufaktur.

Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pemalang, bahwa tahun 2019 banyaknya pencari kerja yang terdaftar pada Disnakerin Kabupaten Pemalang sebanyak 15.307 jiwa. Pada tahun yang sama, banyaknya pencari kerja yang sudah memperoleh

(31)

pekerjaan adalah sebanyak 10.576 jiwa atau sebesar 69 persen dari jumlah pencari kerja yang terdaftar. Dari total pencari kerja yang terdaftar tahun 2019, menurut tingkat pendidikannya proporsi terbesar pencari kerja, yaitu berpendidikan terakhir SMA/Sederajat, yaitu sebanyak 13.058 jiwa atau sebesar 85,3 persen dari total pencari kerja yang terdaftar. Sedangkan proporsi paling rendah adalah pencari kerja berpendidikan terakhir SD dengan total 102 jiwa atau sebesar 0,66 persen dari keseluruhan pencari kerja yang terdaftar.

Kondisi ini perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah Kabupaten Pemalang untuk terus menekan angka pengangguran di masyarakat.

Kerterbatasan lapangan kerja menjadi salah satu faktor yang membuat tidak semua pencari kerja segera mendapat tempat kerja.

3) Keuangan Daerah dan Ekonomi

Tahun 2019 berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang dalam Laporan Publikasi Kabupaten Pemalang dalam Angka Tahun 2020, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pemalang tercatat sebesar 350,56 miliar rupiah. Jumlah ini meningkat sebesar 16,67 persen dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pemalang salah satunya bersumber dari pajak daerah, dimana pajak daerah memberikan kontribusi paling tinggi, yaitu sebesar 87,62 miliar rupiah atau sebesar 25 persen dari total pendapatan asli daerah.

Sejalan dengan PAD yang meningkat, realisasi dana perimbangan tahun anggaran 2019 juga meningkat.

(32)

Tahun 2019 jumlah dana perimbangan terealisasi sebesar 1,60 triliun rupiah atau naik sebesar 3,60 persen.

Dari sisi ekonomi daerah, tahun 2019 perekonomian Kabupaten Pemalang memiliki kondisi yang cukup stabil dan baik, dimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pemalang mencapai angka 5,80 persen dengan kecenderungan tingkat inflasi kumulatif sebesar 2,71 persen, yang mana nilainya lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Jawa Tengah dan Nasional yang masing-masing sebesar (2,81) persen dan (2,72) persen. Dilihat dari besarnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), tahun 2019 PDRB Kabupaten Pemalang berdasarkan atas harga berlaku adalah 25,48 triliun rupiah. Jumlah ini meningkat sebesar 23,65 persen dari perolehan PDRB tahun 2018. Sedangkan berdasarkan atas harga konstan tahun dasar 2010 Tahun 2019 besarnya PDRB Kabupaten Pemalang adalah 18,27 triliun meningkat sebesar 17,23 triliun dari tahun 2018.

Empat sektor terbesar utama penyumbang PDRB Kabupaten Pemalang adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang berkontribusi sebesar 25,42 persen, kemudian sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 21,98 persen, sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 15,41 persen dan sektor jasa pendidikan sebesar 6,07 persen.

b. Praktik Penyelenggaan Pelindungan Masyarakat di Kabupaten Pemalang

Mewujudkan penyelenggaraan ketertiban umum, ketenteraman dan Pelindungan masyarakat adalah tugas dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan

(33)

setiap warga negara yang secara tidak langsung telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam urusan pemerintahan di bidang ketertiban umum, ketenteraman dan Pelindungan masyarakat. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur pula ketentuan pembagian urusan pemerintahan bidang ketenteraman dan ketertiban umum serta Pelindungan masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa salah satu urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah penyelenggaran ketentraman, ketertiban umum dan Pelindungan masyarakat.

Penyelenggaraan Pelindungan masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan ketertiban dan kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibentuklah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang mempunyai tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan ketertiban umun, ketentraman serta Pelindungan masyarakat. Namun, semakin berkembangnya dinamika dan aktivitas masyarakat dan terbatasnya jumlah sumber daya manusia (SDM) Satpol PP, maka tanggung jawab khususnya Pelindungan masyarakat tidak bisa dilaksanakan secara maksimal oleh Satpol PP maka perlu peran aktif dan partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan Satuan Pelindungan Masyarakat atau Linmas. Satuan Linmas ini bertugas untuk turut serta membantu mewujudkan ketentraman

(34)

dan ketertiban masyarakat termasuk membantu penanganan pasca musibah bencana alam maupun konflik sosial.

Begitu pentingnya penyelenggaraan Pelindungan masyarakat ini, maka setiap daerah perlu melakukan penyelenggaraan Pelindungan masyarakat. Namun, pada saat ini Kabupaten Pemalang belum memiliki produk hukum daerah yang khusus memayungi penyelenggaraann Pelindungan masyarakat. Meskipun demikian, kegiatan terkait penyelenggara Pelindungan masyarakat di Kabupaten Pemalang dalam praktiknya telah ada dan telah berjalan dengan telah adanya satuan pelindungan masyarakat (Linmas) di wilayah Kabupaten Pemalang.

D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur dalam Peraturan Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 18 disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

Kemudian dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimuat bahwa dalam pelaksanaan pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib, berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Adapun urusan wajib sebagaimana dimuat dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, urusan wajib pelayanan dasar meliputi: Pendidikan;

Kesehatan; Pekerjaan umum dan penataan ruang; Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman; Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; Sosial.

(35)

Untuk itu, dalam urusan wajib pelayanan dasar, maka keenam hal diatas perlu diprioritaskan dalam pembiayaan, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana agar dapat diwujudkan. Termasuk dalam ketertiban umum, ketenteraman dan Pelindungan masyarakat di pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota perlu membentuk suatu norma hukum dalam format peraturan daerah.

Dengan dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat di Kabupaten Pemalang, akan memiliki implikasi, yaitu akan mewujudkan sistem penyelenggaraan Pelindungan masyarakat yang baik dan efektif, sehingga dapat menjamin dan menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenteram dan aman.

Implikasi lainnya yaitu peraturan daerah ini secara tidak langsung menunjukan optimaisasi peran pemerintah daerah melalui organisasi perangkat daerah maupun unit satuan yang ada di Kabupaten Pemalang dalam mewujudkan Kabupaten Bontang yang tertib, tneteram dan aman. Berikut merupakan informasi terkait Linmas di Kabupeten Pemalang.

Tabel 3: Data Jumlah Linmas di Kabupaten Pemalang Tahun 2020

No Kecamatan JumlahDesa/

Kelurahan

Linmas

Laki-laki Linmas

Perempuan Jumlah Linmas

1 Pemalang 20 1.481 9 1.490

2 Taman 21 1.484 26 1.510

3 Petarukan 20 1.420 4 1.424

4 Ulujami 18 847 30 877

5 Comal 18 1.179 28 1.207

6 Bodeh 19 775 10 785

7 Ampelgading 16 849 11 860

(36)

No Kecamatan JumlahDesa/

Kelurahan

Linmas

Laki-laki Linmas

Perempuan Jumlah Linmas

8 Bantarbolang 17 760 5 765

9 Watukumpul 15 751 2 753

10 Belik 12 595 3 598

11 Pulosari 12 280 6 286

12 Moga 10 348 4 352

13 Randudongkal 18 595 15 610

14 Warungpring 6 207 4 211

JUMLAH 222 11.571 157 11.728

Tabel 4 : Data Jumlah Linmas di Kabupaten Pemalang Berdasarkan Tingkat Pendidikannya Tahun 2020

No Kecamatan

Tingkat Pendidikan Dasar (SD-

Sederaja)SMP/

Menengah (SMA/

Sederajat)

Pendidikan Tinggi

1 Pemalang 1.373 115 2

2 Taman 1.370 135 5

3 Petarukan 1.326 95 3

4 Ulujami 788 85 4

5 Comal 1.104 98 5

6 Bodeh 710 73 2

7 Ampelgading 753 103 4

8 Bantarbolang 679 83 3

9 Watukumpul 684 67 2

10 Belik 562 35 1

11 Pulosari 229 55 2

12 Moga 280 69 3

(37)

No Kecamatan

Tingkat Pendidikan Dasar (SD-

Sederaja)SMP/

Menengah (SMA/

Sederajat)

Pendidikan Tinggi

13 Randudongkal 505 104 1

14 Warungpring 196 15 -

JUMLAH 10.559 1.132 37

Tabel 5 : Data Jumlah Linmas di Kabupaten Pemalang Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2020

No Kecamatan

Tingkat Usia

<30 Tahun 30 – 50

Tahun >50 Tahun

1 Pemalang 15 1.340 135

2 Taman 11 1.324 175

3 Petarukan 21 1.251 152

4 Ulujami 16 746 115

5 Comal 8 1.013 186

6 Bodeh 7 647 131

7 Ampelgading 7 704 149

8 Bantarbolang 12 641 112

9 Watukumpul 7 591 155

10 Belik 6 431 161

11 Pulosari 5 186 95

12 Moga 8 230 114

13 Randudongkal 13 478 119

14 Warungpring 2 158 51

JUMLAH 138 9.740 1.850

(38)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

KABUPATEN PEMALANG

Tertib hukum dalam penyusunan produk hukum berbentuk adanya tata urutan perundang-undangan menjadi suatu keharusan dalam penyelenggaraan hukum atau pemerintahan. Hierarkhi Perundang-undangan dalam kaitan implementasi konstitusi hukum Indonesia adalah merupakan bentuk tingkatan perundang-undangan atau tata urutan perundang-undangan.

Hierarki perundang-undangan harus diperhatikan untuk menciptakan keteraturan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 pada Lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia adalah : (1) Undang-Undang Dasar 1945; (2) Ketetapan MPR; (3) Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Keputusan Presiden;

(6) Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti: (a) Peraturan Menteri; (b) Instruksi Menteri; (c) Dan lain-lainnya. Selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah : (1) Undang-Undang Dasar 1945; (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; (3) Undang-undang; (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; (5) Peraturan Pemerintah;

(6) Keputusan Presiden; dan (7) Peraturan Pemerintah.

Penyusunan produk peraturan perundangan wajib memperhatiakn tata urutan peraturan perundang-undangan, bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau

(39)

dengan kata lain peraturan yang lebih rendah wajib memperhatikan materi muatan peraturan yang lebih tinggi.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan perundang- undangan adalah sebagai berikut : (1) Undang-Undang Dasar 1945; (2) Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat; (3) Undang- undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Peraturan Presiden; (6) Peraturan Daerah Provinsi, dan (7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Hal yang lain yang tidak kalah pentingnya dalam merancang peraturan perundang-undangan, yaitu harus juga dilakukan evaluasi dan analisis peraturan perundangan yang terkait dengan materi perda yang disusun. Evaluasi dan analisis ini dilakukan dalam rangka harmonisasi regulasi, atau biasa dikenal dengan melakukan sinkronisasi baik secara hukum maupun horizontal.

Terhadap rencana pembentukan Perda Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat di Kabupaten Pemalang, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) ini menjadi dasar kewenangan pemerintahan daerah dalam mengatur urusan daerah melalui instrumen hukum Peraturan Daerah.

Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (6) juga dijelaskan bahwa pemerintahan

(40)

daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah, baik Daerah provinsi maupun Daerah kabupaten/kota harus didasarkan pada asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; (d) dapat dilaksanakan;

d. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

e. kejelasan rumusan; dan f. keterbukaan.

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan, harus mencerminkan asas-asas sebagai berikut:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

(41)

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 14, materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah, dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

Pasal 68 ayat (1) huruf e. menyebutkan bahwa masyarakat desa berhak mendapatkan pengayoman dan Pelindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertibandi Desa

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberpa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

(42)

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

Penjelasan Umum Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. menekankan pada 2 (dua) hal, yaitu:

a. penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

b. efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

c. Urusan pemerintah dikualifikasikan menjadi urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum (Pasal 9). Urusan pemerintahan absolut (Pasal 10) merupakan urusan yang sepenuhnya merupakan kewenangan pusat.

Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan urusan pemerintahan umum merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Dari ketiga kualifikasi urusan pemerintahan di atas, hanya urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke

(43)

daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan pemerintahan konkuren dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Adapun Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

Pasal 11 Undang-undang No. 23 Tahun 2014 merinci urusan pemerintahan wajib yang terdiri atas:

a. urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yakni urusan pemerintahan yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar; dan b. urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan

Pelayanan Dasar.

Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar menurut Pasal 12 ayat (1) terdiri atas:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan kawasan kumuh;

e. ketentraman, ketertiban umum, dan Pelindungan masyarakat; dan

f. sosial.

Dari Pasal 12 ayat (1) tersebut terlihat bahwa urusan ketentraman, ketertiban umum, dan Pelindungan masyarakat merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Artinya, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan urusan ini.

Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi

(44)

Daerah sesuai dengan kondisi dana aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah.

Pasal 240

(1) Penyusunan rancangan Perda dilakukan berdasarkan program pembentukan Perda.

(2) Penyusunan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah.

(3) Penyusunan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2018 tentang satuan polisi pamong praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 72);

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat Serta Pelindungan Masyarakat;

Pada Pasal 1 angka 7, 8 dan 9 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Pelindungan Masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh kepala daerah dan kepala desa.

Pelindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Linmas adalah segenap upaya dan kegiatan yang

(45)

dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari gangguan yang diakibatkan oleh bencana serta upaya untuk melaksanakan tugas membantu penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, membantu memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, membantu kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu memelihara ketenteraman dan ketertiban pada saat pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan umum, serta membantu upaya pertahanan negara.

Satuan Pelindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Satlinmas adalah organisasi yang beranggotakan unsur masyarakat yang berada di kelurahan dan/atau desa dibentuk oleh lurah dan/atau kepala desa untuk melaksanakan Linmas.

Pasal 8 mengamanatkan bahwa Kepala daerah dan Kepala Desa wajib menyelenggarakan Linmas.

Penyelenggaraan Linmas di pemerintah daerah dilakukan oleh Satpol PP dan di pemerintah Desa dilaksanakan oleh Kepala Desa.

Pasal 9 ayat (1) Dalam Penyelenggaraan Linmas gubernur membentuk Satgas Linmas provinsi dan bupati/wali kota membentuk Satgas Linmas kabupaten/kota dan kecamatan. Satgas Linmas untuk provinsi ditetapkan dengan keputusan gubernur, untuk kabupaten/kota dan kecamatan ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota.

Pasal 10 menyebutkan bahwa Satgas Linmasterdiri atas Kepala Satgas Linmas; dan Anggota Satgas Linmas; Kepala Satgas Linmas untuk provinsi dan kabupaten/kota dijabat oleh pejabat yang

(46)

membidangi Linmas, dan untuk kecamatan dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban.

Pada Pasal 11 disebutkan bahwa Penyelenggaraan Linmas di Desa/Kelurahan dilaksanakan oleh Kepala Desa/Lurah sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. Penyelenggaraan Linmas di Desa/Kelurahan, dilaksanakan dengan membentuk Satlinmas.

Terkait dengan pembentukannya, dalam Pasal 12 disebutkan bahwa Kepala Desa/Lurah membentuk Satlinmas di Desa/Kelurahan. Pembentukan Satlinmas di Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

Pembentukan Satlinmas di Kelurahan, ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota.

9. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Ketertiban, Kebersihan, Dan Keindahan (Lembaran Daerah Kabupaten Pemalang Tahun 2013 Nomor 2);

(47)

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Dasar Filosofis

Seiring dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat seta dalam rangka mengantisipasi tuntutan era globalisasi, maka upaya pelindungan masyarakat merupakan suatu kondisi yang harus mendapat perhatian. Pelindungan Masyarakat adalah suatu keadaan dinamis di mana warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketenteraman, ketertiban masyarakat.

Penyelenggaraan pelindungan masyarakat merupakan tanggung jawab Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, namun nengingat bahwa cakupan penyelenggaraan yang begitu kompleks maka penyelenggaraan pelindungan masyarakat mutlak memerlukan partisipasi masyarakat melalu sebuah kebijaan yang disusun secara sistematis dan terrencana.

Pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pelindungan masyarakat tidak terlepas dari sifat kegotong- royongan masyarakat yang masih terpelihara dengan baik.

Namun agar penyelenggaraan pelindungan masyarakat dapat terselenggara dengan baik maka perlu dibuat aturan yang jelas.

Tugas yang terkait dengan pelindungan masyarakat mengandungan arti tugas-tugas yang merupakan penjabaran dari urusan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah sebagai daerah otonom.

(48)

Peran dalam penyelenggaraan pelindungan masyarakat yang selama ini diemban oleh Satuan Pelindungan Masyarakat (Satlinmas) yang beranggotakan warga masyarakat, disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk ikut serta memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan kata lain Satlinmas adalah bentuk pengorganisasian masyarakat yang disiapkan dan disusun serta dibekali pengetahuan dan keterampilan di bidang Pelindungan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

Terdapat kecenderungan Satlinmas sudah mulai dipinggirkan, tetap diakui keberadaannya akan tetapi kurang diperhatikan. Pemerintah cenderung lebih fokus pada peningkatan kuantitas dan kualitas perlengkapan dan peralatan pengamanan. Sudah mulai dikesampingkan bahwa Satuan Pelindungan Masyarakat atau Satlinmas memiliki fungsi vital dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

B. Landasan Sosiologis

Secara umum yang dimaksud dengan satuan pelindungan masyarakat adalah organisasi yang berada di Desa/Kelurahan dan beranggotakan warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan.

Dalam penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat, khususnya di desa/kelurahan dibentuk Satuan Pelindungan Msyarakat (Satlinmas). Satlinmas memegang peranan mendasar. Satlinmas menjadi pendeteksi awal atas

(49)

potensi-potensi konflik dan ketidak nyamanan di dalam masyarakat. Ini dikarenakan akses mereka yang membaur dan bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Satuan Linmas adalah warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan.Istilah Linmas yang merupakan singkatan dari Pelindungan Masyarakat telah mengalami distorsi pengertian sehingga terjebak dalam anggapan umum yang hanya mengaitkan dengan sebuah fungsi dalam masyarakat yaitu fungsi linmas atau lebih dikenal dengan Pertahanan Sipil atau Hansip.

Praktik di lapangan menunjukkan, Satlinmas merupakan warga masyarakat yang ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, termasuk kegiatan sosial kemasyarakatan, peran Satlinmas tersebut sudah mulai pudar di mata masyarakat. Pamor Satlinmas semakin memudar, disamping itu pada diri Satlinmas juga menghadapi berbagai persoalan seperti; sebagian besar anggota Satlinmas tampak uzur dan berpenampilan lemah fisik di lain sisi, untuk mencari pengganti anggota yang sudah uzur, sekarang ini sangat sulit. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya anggota Satlinmas dapat saja terjadi konplik dilapangan, jika tugas dan fungsi tersebut tidak dapat dipahami oleh anggota, terjadinya konflik kepentingan yang diakibatkan belum adanya kejelasan tugas.

Sejalan dengan berjalannya waktu keberadaan Satlinmas mulai menjadi perhatian. Tatkala keamanan, ketertiban dan kenyamanan hidup masyarakat kembali

(50)

kepada kesadaran masyarakat itu sendiri maka terwujudnya keamanan dan ketentraman dalam masyarakat sangat tergantung dari kesadaran masyarakat itu sendiri. Memiliki tugas penyelenggaraan Pelindungan masyarakat, satlinmas haruslah sehat jasmani dan rohani serta bertempat tinggal di wilayah Desa/Kelurahan setempat. Setiap calon anggota satlinmas bersedia membuat pernyataan menjadi anggota Satlinmas secara sukarela dan kesanggupan untuk aktif dalam kegiatan Pelindungan masyarakat. Dengan dituntut untuk bekerja secara sukarela, dapat dipastikan tugas yang dilakukan satlinmas tidaklah mudah. Anggota satlinmas bekerja dengan tidak memperoleh gaji. Yang mereka dapatkan hanyalah biaya operasional dalam menunjang pelaksanaan tugas. Pada satu sisi keberadaan Satlinmas dibutuhkan dalam masyarakat namun disi lain masih kurang mendapat perhatian. Dengan pengawasan dan pembinaan yang baik dari pemerintah, sudah selayaknya satlinmas bisa maju dan sejahtera. Satlinmas merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Sehubungan dengan itu maka perlu ada ketegasan kebijakan yang terkait dengan hak anggota Satlinmas seperti hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan, anggota satlinmas berhak mendapatkan fasilitas, sarana dan prasarana penunjang tugas operasional. Selain itu, mereka mendapatkan santunan apabila terjadi kecelakaan tugas dan bagi yang telah mengabdi pada kurun waktu tertentu akan mendapatkan piagam penghargaan dari Bupati/gubernu atau dari Menteri Dalam Negeri.

C. Landasan Yuridis

(51)

Ketenteraman, ketertiban umum dan Pelindungan masyarakat berdasarkan Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, dengan demikian maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu memiliki kebijakan dalam menyelenggarakan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat.

Definisi Satlinmas terdapat kandungan arti tugas-tugas yang merupakan penjabaran dari urusan pelayanan dasar yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah yang dilaksanakan oleh anggota Satlimas, Urusan-urusan tersebut selain terdapat dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, semua urusan yang menjadi kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, pembagian urusan pemerintahan, bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, selanjutnya urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/atau susunan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah.

Tupoksi Satlinmas bersinggungan dengan tugas kemanan yang merupakan wewenang kepolisian. Singgungan tugas tersebut menunjukan bahwa, terdapat kemiripan antara kepolisian dengan tugas Satuan Pelindungan Masyarakat, hanya saja penekanannya terdapat pada urusan absolut yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, serta urusan

(52)

pemerintah daerah hanya pada pelayanan dasar kepada masyarakat.

Pada tahun 2009 terdapat kebijakan bahwa pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dasarnya kepada masyarakat, didasari dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pemerintah Dalam Negeri di Kabupaten/Kota.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor mengamanahkan bahwa yang terkait dengan tupoksi dari satuan Pelindungan masyarakat didaerah, menurut jenis pelayanan dasarnya adalah pemeliharaan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat dan Pelindungan masyarakat, dengan indikator cakupan rasio petugas Pelindungan masyarakat (Linmas) di kabupaten/kota dengan nilai satu (1) orang atau anggota satuan Pelindungan masyarakat pada setiap rukun tetangga atau sebutan lainnya, target capaian pada Tahun 2014.

Selain itu pada tahun 2009 Pengertian Satuan Pelindungan Masyarakat dapat ditemukan pada Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penugasan Satuan Pelindungan Masyarakat Dalam Penanganan Ketenteraman, Ketertiban, Dan Keamanan Penyelenggaraan Pemilihan Umum pada pasal 1 butir 1 yaitu : Satuan Pelindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Satuan Linmas adalah warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan. Pengertian satuan Pelindungan berdasarkan Permendagri Nomor 10 Tahun 2009 memiliki beberapa unsur kata, yaitu : Warga masyarakat; Yang disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan Penanganan Bencana dan

Referensi

Dokumen terkait

Fortifikan lain tidak dijadikan perlakuan dan ditambahkan dalam jumlah serta bentuk yang tetap, yaitu seng dan zat besi ditambahkan bersamaan dengan kalsium ketika pengadukan

Badan Hukum adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan

Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap segmen

Sekarang ini Kerajaan Arab Saudi di bawah pimpinan Yang Mulia Pemilihara Dua Tempat Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz sejak awal tahun 1429 H/ Tahun 2007

Baru Mandiri dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 1 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017- 2037. Tanjung Selor

1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 4 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 2) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 3 Tahun

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2019 berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 12 Tahun 2016 tentang

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan