• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ahmad Sarwat, Lc.,MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ahmad Sarwat, Lc.,MA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Ahmad Sarwat, Lc.,MA

(2)

2

Daftar Isi

Daftar Isi ... 2

Pendahuluan ... 5

Bab 1: Keunggulan Akad IMBT ... 8

A. Keuntungan untuk Bank ... 8

B. Keuntungan untuk Nasabah ... 9

Bab 2: Pengertian IMBT ... 10

Bab 3: Ragam Skema IMBT ... 14

A. Skema Pertama ... 14

B. Skema Kedua ... 14

C. Skema Ketiga ... 15

D. Skema Keempat ... 15

(3)

3

E. Skema Kelima ... 16

Bab 5: IMBT dan Murabahah ... 18

Bab 6: Permasalahan dalam Akad IMBT ... 21

A. Dua akad dalam satu transaksi ... 21

B. Akad Mu’allaq ... 22

C. Janji yang Mengikat ... 23

D. Potensi ketidakadilan untuk Nasabah ... 24

Bab 7: Fatwa Ulama tentang Akad IMBT ... 25

A. Pendapat yang Mengharamkan ... 25

1. Majlis Kibar Ulama Arab Saudi ... 25

2. Syekh Hamid bin Abdullah al-‘Aliy ... 26

3. Sykeh asy-Syinqithi ... 26

4. Dr. Ahmad al-Kurdi ... 27

B. Pendapat yang Menghalalkan ... 27

(4)

4

1. Majma’ al-Fiqh al-Islami ... 27

2. Syekh Ali al-Qurrah Daghi ... 28

3. Fatwa DSN-MUI... 29

(5)

5

Pendahuluan

Akad dalam dunia bisnis bersifat dinamis ia akan terus mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya kebutuhan terhadap transaksi dari masa ke masa. Ketika satu jenis akad dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan transaksi yang diinginkan oleh pelaku akad, maka selanjutnya akan dicari skema transaksi baru yang lebih efisien dan memenuhi kebutuhan para pelaku akad.

Oleh karenanya, dalam kajian fiqih muamalah dikenal akad-akad yang belum terdefinisikan oleh para ulama di masa lalu atau disebut sebagai ‘Uqud Ghair Musamma di mana akad-akad tersebut belum muncul dan digunakan di masanya. Namun dengan berjalannya waktu kebutuhan terhadap akad baru muncul ketika dunia usaha dan bisnis mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari masa ke masa.

Akad Ijarah Muntahiyah bit Tamlik menjadi salah satu contohnya. Ia muncul

ketika akad jual-beli biasa dianggap belum memenuhi kebutuhan penjual.

(6)

6

Dengan menggunakan akad jual-beli kredit atau yang biasa dikenal di perbankan syariah dengan jual-beli murabahah perpindahan kepemilikan aset kepada nasabah berlaku efektif setelah akad jual-beli dilakukan. Ini menjadi risiko tersendiri untuk bank di mana bisa saja nasabah menjual lagi ke orang lain tanpa sepengetahuan bank padahal cicilan pembayaran belum lunas.

Untuk memitigasi risiko tersebut dibuatlah skema akad di mana aset yang ingin dibeli oleh nasabah dengan pembiayaan dari bank disewakan terlebih dahulu dengan perjanjian setelah selesai masa sewa yang disepakati aset tersebut menjadi milik nasabah. Dengan akad sewa ini, status aset tetap menjadi milik bank. Sehingga ketika nasabah tidak mampu melanjutkan masa sewa secara otomatis aset tersebut kembali pada bank tanpa harus melakukan akad lagi dengan nasabah. Akad sewa beli ini pertama kali populer pada tahun 1846.

1

Akad ini kemudian digunakan oleh perbankan syariah sebagai alternatif

1

Hasan Ali asy-Syadzili, al-Ijar an-Muntahi bi at-Tamlik, Jurnal Majma’ Fiqh Islami, Volume

4, No. 5, h. 2612

(7)

7

dari pembiayaan bank konvensional yang menggunakan sistem pinjaman berbunga baik untuk pembiayaan investasi seperti untuk pembiayaan barang- barang modal seperti mesin-mesin, maupun pembiayaan konsumer, seperti untuk pembelian mobil, rumah dan sebagainya.

Namun, masih terjadi silang pendapat di antara para ulama kontemporer

terkait keabsahannya dari sisi hukum syara’ sebab masih ada beberapa

permasalahan yang membuat akad ini dianggap oleh sebagian ulama hanya

sebatas hilah atau akal-akalan yang tidak jauh berbeda dengan sistem bunga.

(8)

8

Bab 1: Keunggulan Akad IMBT

Akad Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT) menjadi pilihan alternatif dalam akad pembiayaan di bank syariah selain akad jual-beli murabahah. Akad ini dianggap memiliki beberapa keuntungan baik bagi bank selaku penjual maupun nasabah selaku pembeli.

A. Keuntungan untuk Bank

Akad IMBT lebih menjaga dan menjamin kepemilikan penjual/bank terhadap aset. Ketika nasabah atau penyewa tidak dapat menyelesaikan masa sewa, aset masih berstatus sebagai milik penjual. Dalam akad IMBT, transfer kepemilikan aset dari penjual kepada pembeli baru terjadi setelah masa sewa yang disepakati diselesaikan oleh pembeli.

Selain itu, penjual tidak harus meminta jaminan dari pembeli seperti yang

berlaku dalam akad jual-beli murabahah. Karena dalam akad murabahah,

transfer kepemilikan aset kepada nasabah terjadi setelah akad dilakukan meski

(9)

9

cicilan belum lunas. Oleh karenanya nasabah harus memberikan jaminan kepada bank sebagai bentuk jaga-jaga ketika nasabah tidak dapat menyelesaikan hutang cicilannya. Adapun dalam akad IMBT, nasabah tidak dianggap sebagai pemilik aset sampai masa sewa yang disepakati selesai, sehingga bank tidak perlu meminta jaminan kepada nasabah.

B. Keuntungan untuk Nasabah

Akad IMBT memungkinkan pembeli/nasabah untuk memiliki aset yang tidak mampu dibelinya secara tunai dengan melakukan perjanjian sewa kepada bank yang berakhir dengan transfer kepemilikan.

Bagi pengusaha yang menggunakan akad IMBT untuk membiayai peralatan

usahanya, akad IMBT lebih menguntungkan dari sisi kewajiban pajak. Sebab

biaya sewa yang dibayar setiap bulan kepada bank dihitung sebagai pengurang

pajak. Dalam akad IMBT, aset tetap diakui sebagai milik penjual/bank sebelum

masa sewa selesai, sedangkan pembeli secara hukum hanya sebagai penyewa.

(10)

10

Bab 2: Pengertian IMBT

IMBT adalah akad ijarah yang sudah dimodifikasi dengan menambahkan kesepakatan atau perjanjian transfer kepemilikan objek sewa kepada penyewa di tengah-tengah atau di akhir masa sewa. Akad ijarah sendiri didefinisikan sebagai:

ضوعب ةعفنم كيلتم

Transfer kepemilikan manfaat (suatu benda atau jasa) dengan membayar imbalan.

Definisi di atas menunjukkan bahwa objek akad ijarah hanyalah manfaat

atau nilai guna suatu benda/aset sedangkan aset itu sendiri kepemilikannya

tidak berpindah. Dalam akad IMBT tidak hanya terjadi perpindahan manfaat

aset tapi kepemilikan aset itu sendiri akan berpindah pada penyewa di akhir

(11)

11

masa sewa.

Abdul Aziz al-Jina’i mendefinisikan akad IMBT sebagai berikut:

1

ةيقافتا رايج ا عفتني ابهجوبم رج أت سلما

لحبم دقعلا ةرج أب ةددمح لىع ددم ةمولعم لىع ن أ لمح دقع ةراج لا

لوؤي س لى ا ةيكلم رج أت سلما

للاخ ةدم ةراج لا و أ في اتهيانه ةطساوب اتهبه و أ اهعيب بايج ب لوبقو في

هنيح دقعو ديدج

Kesepakatan sewa di mana penyewa berhak memanfaatkan objek yang disewakan dengan biaya sewa tertentu dalam tempo yang diketahui dengan perjanjian kepemilikan objek sewa akan berpindah kepada penyewa di tengah atau di akhir masa sewa dengan jalan menghibahkan atau menjualnya disertai

1

Abul Aziz al-Jana’i, al-Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik Tuhaqqiqu at-Tanmiyah al-Ijtima’iyyah

wa al-Iqtishadiyyah

(12)

12

ijab kabul dan akad baru.

Menurut AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) IMBT didefiniskan sebagai:

ةراج ا نترقي ابه دعولا كيلتمب يعلا ةرجؤلما لى ا رج أت سلما

في ةيانه ةدم ةراج لا و أ في ائهانث أ تميو .

كيلتملا

ةقيثوب لةقت سم نع

دقع ةراج لا نثمب يزمر و أ يقيقح و أ دعو عيبلب ءانث أ ةدم ةراج لا ةرج أب ةدلما ةيقابلا

و أ رعسب قوسلا و أ دعو ةبهلب و أ دقع ةبه قلعم لىع طشر دادس طاسق لا

Akad sewa yang disertai dengan janji pemindahan kepemilikan objek sewa

kepada penyewa di akhir atau di tengah masa sewa. Pemindahan kepemilikan

tersebut dilakukan dengan akad yang terpisah dari akad sewa dengan harga

simbolik atau harga riil; atau dengan janji beli di tengah masa sewa dengan

membayar sisa masa sewa atau dengan harga pasar; atau dengan cara janji

hibah atau hibah yang digantungkan (muallaq) pada syarat penyewa

(13)

13

menyelesaikan masa sewanya

(14)

Bab 3: Ragam Skema IMBT 14

Akad IMBT memiliki variasi bentuk atau skema akad, antara lain:

A. Skema Pertama

Akad ijarah yang sejak awal akad dimaksudkan untuk memindahkan kepemilikan barang sewa kepada pihak penyewa. Penyewa menyewa suatu barang dengan pembayaran sewa secara angsur dalam kurun waktu tertentu dengan jumlah tertentu pada saat angsuran terakhir barang sewaan berpindah kepemilikan kepada pihak penyewa secara otomatis. Dalam hal ini tidak ada akad baru untuk memindahkan hak barang tersebut setelah sewa lunas.

B. Skema Kedua

Kedua, akad ijarah dari awal dimaksudkan hanya untuk sewa, tetapi si

penyewa diberi hak untuk memiliki barang sewaan dengan memberikan uang

(15)

15

pengganti dalam jumlah tertentu. Dalam hal ini tidak ada perjanjian yang mengikat di antara keduanya untuk memindahkan hak barang dengan cara jual- beli karena akad yang dibuat adalah sewa murni. Jadi ada dua akad yang berbeda dan tidak dalam waktu bersamaan, yaitu akad ijarah atau sewa sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian setelah sewa lunas/selesai, maka ada akad baru, yaitu jual-beli.

C. Skema Ketiga

Akad ijarah dimaksud untuk sewa suatu barang, di mana pada saat akad pihak penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk melakukan hibah barang objek sewa. Pemberi sewa akan menghibahkan barang yang disewa kepada penyewa setelah menyelesaikan pembayaran sewa selama kurun waktu yang disepakati.

D. Skema Keempat

Akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang, di mana saat akad

(16)

16

pihak penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk melakukan akad jual-beli barang objek sewa. Pemberi sewa akan menjual barang yang disewa kepada penyewa dengan sejumlah harga tertentu baik simbolik atau non simbolik yang telah ditentukan di awal setelah angsuran sewa lunas.

Jadi ada perjanjian antara kedua belah pihak bahwa akan ada akad jual-beli di akhir masa sewa.

E. Skema Kelima

Akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran dalam jumlah tertentu. Pada saat akad, pihak penyewa dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk memberikan hak tiga opsi kepada pihak penyewa.

Opsi pertama pihak penyewa menjadi pemilik dengan pembayaran sejumlah uang yang telah diangsurkan bersamaan dengan angsuran uang sewa.

Pelaksanaan perjanjian pembayaran ini dilakukan sejak awal, pembayaran uang

pengganti perpindahan kepemilikan juga dilakukan sejak pembayaran angsuran

(17)

17

pertama.

Opsi kedua memperpanjang masa sewa.

Opsi ketiga, pihak penyewa mengembalikan barang sewaan kepada

pemberi sewa.

(18)

18

Bab 5: IMBT dan Murabahah

Akad murbahah memiliki kemiripan dengan IMBT. Kedua akad ini sejatinya adalah akad pembiayaan untuk nasabah yang mengalami kendala ketika ingin membeli suatu barang. Bahkan dari segi prosesnya pun hampir sama jika kita tidak melihat secara mendetail. Adapun perbedaan antar keduanya jika dilihat lebih detail lagi adalah sebagai berikut:

Bidang IMBT Murabahah

Aset/Objek Aset selama masa sewa menjadi milik bank.

Bank tetap menjadi pemilik aset setelah masa sewa berakhir jika nasabah tidak bersedia

membuat akad

Ketika bank membeli dari supplier, barang adalah milik bank, dan Ketika nasabah membeli (baik kontan maupun cicil) dari bank, barang langsung

menjadi milik nasabah.

(19)

19

pemindahan kepemilikan (dengan jual beli/hibah) Akad/Perjanjian Terdiri dari akad ijarah

dan wa’ad (janji) untuk melaksanakan akad hibah/jual-beli di akhir masa sewa, yang akan ditandatangani setelah ijarah berakhir.

Terdiri dari wa’d (janji), dan akad jual-beli murabahah.

yaitu Nasabah janji akan membeli barang yang akan dibeli oleh bank sesuai pesanan. Dan bank kemudian melakukan akad jual-beli kepada nasabah setelah barang menjadi milik bank Perpindahan

Kepemilikan Perpindahan kepemilikan dengan menggunakan jual beli/hibah setelah masa ijarah selesai.

Perpindahan kepemilikan dengan menggunakan akad jual beli murabahah.

Pembuktian Bank/Muajjir dianggap Nasabah otomatis memiliki

(20)

20

kepemilikan

objek pemilik dari obyek yang disewakan, logikanya banklah yang membeli barang dari supplier.

Nasabah membeli barang tersebut dengan surat kuasa dari bank

surat kepemilikan.

Meskipun begitu dalam hal ini

dibutuhkan jaminan untuk

berjaga-jaga jika nasabah

secara sepihak membatalkan

perjanjian.

(21)

21

Bab 6: Permasalahan dalam Akad IMBT

IMBT sebagai akad baru yang belum terdefinisikan dalam fiqih klasik masih menyisakan pertanyaan terkait hala haramnya dari perspektif hukum syara’.

Mengingat ada beberapa permasalahan yang dianggap melencengkan akad ini dari koridor syariah. Permasalahan tersebut di antaranya:

A. Dua akad dalam satu transaksi

IMBT dengan skema janji hibah atau jual-beli yang mengikat dianggap termasuk ke dalam praktik bai’atain fi bai’ah (menggabungkan dua akad dalam satu transaksi) yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Meskipun para ulama berbeda pendapat terkait penafsiran maknanya. Jumhur ulama mengaitkan larangan bai’atain fi bai’ah pada gharar dan riba. Artinya jika multi akad tidak menimbulkan keduanya pada dasarnya diperkenankan akan tetapi jika mengakibatkan adanya gharar atau riba maka hukumnya haram.

Untuk itu, dalam fatwa DN-MUI ditetapkan janji hibah/jual-beli pada akad

(22)

22

IMBT berlaku tidak mengikat. Hal tersebut supaya terhindar dari praktik bai’atain fi bai’ah. sehingga di akhir masa sewa, nasabah diberikan pilihan apakah hendak melaksanakan akad hibah/beli atau tidak.

B. Akad Mu’allaq

Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyyah, Mâlikiyyah, Syâfi’iyyah dan kebanyakan Hanâbilah tidak membolehkan ta’lîq pada akad-akad pemindahan kepemilikan harta ataupun non harta termasuk akad jual-beli dan hibah.

Sehingga jika disertai ta’lîq semua akad-akad tersebut menjadi batal.

Dasar pendapat ini adalah adanya unsur gharar atau ketidakpastian. Di antaranya, kedua belah pihak yang berakad tidak mengetahui secara pasti apakah mu’allaq ‘alaih-nya itu akan terjadi sehingga akadnya terlaksana atau tidak.

Dalam akad IMBT akad jual-beli atau hibah di-ta’liq (digantung) dengan

syarat nasabah harus menyelesaikan pembayaran sewa selama kurun waktu

yang disepakati. Jika tidak dapat menyelesaikannya, akad hibah/jual-beli tidak

(23)

23

terjadi.

Akan tetapi keharaman akad mu’allaq ini tidak disepakati, sebagian ulama Hanâbilah seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim membolehkan ta’lîq dalam semua akad secara mutlak.

C. Janji yang Mengikat

Jika janji hibah atau pembelian pada akad IMBT ditetapkan mengikat bagi kedua pihak, maka ini bertentangan dengan pendapat jumhur ulama yang berpendapat bahwa janji pada dasarnya tidak mengikat. Jika janji itu mengikat maka tidak ada bedanya dengan akad.

Dalam fatwa DSN-MUI No. 27 tentang akad IMBT ditetapkan bahwa janji

hibah/beli bersifat tidak mengikat. Akan tetapi fatwa ini menunjukkan bahwa

DSN agaknya kurang konsisten terkait konsep janji sebab dalam fatwa tentang

Murabahah ditetapkan janji beli dari nasabah bersifat mengikat. Bahkan DSN

mengeluarkan fatwa khusus tentang janji yaitu fatwa No. 85 Tentang Janji (Wa’d)

dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah di mana dalam fatwa tersebut

(24)

24

DSN menetapkan bahwa janji (wa’d) dalam transaksi keuangan dan bisnis syariah adalah mulzim dan wajib dipenuhi (ditunaikan) oleh wa’id.

D. Potensi ketidakadilan untuk Nasabah

Harga sewa yang ditetapkan kepada nasabah sejatinya bukan murni biaya

sewa tapi sudah termasuk harga beli dari aset yang disewakan. Ini berpotensi

merugikan nasabah manakala dia tidak dapat menyelesaikan masa sewa yang

disepakati sebab dia telah membayar harga sewa yang lebih mahal dari

seharusnya dikarenakan harga sewa sudah ditambah dengan harga beli aset.

(25)

25

Bab 7: Fatwa Ulama tentang Akad IMBT

A. Pendapat yang Mengharamkan 1. Majlis Kibar Ulama Arab Saudi

Majelis Kibar Ulama Arab Saudi mengadakan pertemuan ke-52 di Riyadh pada tanggal 29-10-1420 H. Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan di antaranya tentang akad IMBT yang menyatakan bahwa akad tersebut hukumnya haram berdasarkan beberapa argumen:

a. IMBT menggabungkan dua akad yang saling menyelisihi dan berlawanan dalam konsekuensi dan akibat akadnya

b. Harga yang ditentukan dalam akad ini dianggap sebagai ujrah

c. Akad ini memberi fasilitas bagi orang-orang yang sebenarnya tidak

mampu untuk memaksakan diri berhutang agar dapat membeli barang

yang diinginkannya, yang mana hal tersebut dapat berakibat buruk untuk

mereka

(26)

26

2. Syekh Hamid bin Abdullah al-‘Aliy

Syekh Hamid juga mengeluarkan fatwa haram terhadap akad IMBt dengan alasan di antaranya:

a. IMBT menggabungkan dua akad yang tidak sinkron alias bertentangan satu sama lain

b. Pada saat penyewa tidak dapat menyelesaikan masa sewa penjual mendapatkan keuntungan atas kerugian nasabah sebab penjual mendapat uang sewa plus sebagian harga aset yang disewakan di mana aset tersebut tetap menjadi milik penjual sepenuhnya. Ini berarti penjual mendapatkan

‘iwadh sekaligus mu’awwadh.

3. Sykeh asy-Syinqithi

Syekh Syinqithi mendasarkan fatwa haram akad IMBT pada hal-hal berikut:

a. IMBT termasuk akad gharar

b. IMBT termasuk bai’atain fi bai’ah

(27)

27

c. Jahalah terkait kondisi aset pada saat melakukan transfer kepemilikan 4. Dr. Ahmad al-Kurdi

Begitu pun Dr. Ahmad Kurdi mengharamkan praktik IMBT karena dianggap termasuk bai’atain fi bai’ah dilarang oleh syariah.

B. Pendapat yang Menghalalkan

Adapun pendapat yang menghalalkan pada umumnya tidak menghalalkan secara mutlak tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar akad tersebut dipandang sah oleh syara’.

1. Majma’ al-Fiqh al-Islami

Pada pertemuan yang ke-5 di Kuwait pada tahun 1988, Majma’ Fiqih Islami mengeluarkan fatwa tentang dibolehkannya akad IMBT dengan syarat penyewa di akhir masa sewa berhak memilih satu di antara opsi berikut:

a. Memperpanjang masa sewa

(28)

28

b. Menyelesaikan masa sewa dan mengembalikan objek sewa kepada pemiliknya

c. Membeli aset dengan harga pasar di akhir masa sewa 2. Syekh Ali al-Qurrah Daghi

Menurutnya IMBT adalah akad yang diperkenankan secara syariah selama memenuhi syarat dan ketentuan berikut:

a. Akad ijarah harus terpisah dari akad jual-beli

b. Pemeliharaan atas kerusakan barang sewa menjadi tanggung jawab pemberi sewa (muajjir)

c. Janji beli harus terpisah dari akad ijarah atau dengan menggunakan akad jual-beli dengan syarat khiyar sampai berakhir masa sewa

d. Transfer kepemilikan aset di akhir masa sewa dilakukan dengan akad

baru yang terpisah dari akad sewa

(29)

29

3. Fatwa DSN-MUI

DSN-MUI dalam fatwa No. 27 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al- Tamlik memutuskan sebagai berikut:

Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik:

a. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah

wa’d (دعولا), yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin

dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang

dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data kuantitatif dari validator Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan, diketahui bahwa hasil penilaian dari 1 orang ahli media pada

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) tidak menetapkan persetujuan bersama dengan Bupati terhadap rancangan peraturan daerah

Berkaitan dengan efisiensi, propeller yang mampu mendorong ke luar buritan kapal lebih banyak air dengan putaran lebih rendah akan memiliki daya dorong yang lebih

Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/proses berada dalam pengendalian mutu secara statistika atau

Hati merupakan organ yang memiliki fungsi detoksifikasi bagi tubuh, konsentrasi enzim ALAT yang berbeda nyata pada H+1 dan H+6 perlakuan dibandingkan dengan H-1

urusan pribadi. Namun di sisi lain juga ada pertimbangan yang tidak kalah pentingnya, yaitu berbisnis dengan lawan jenis, tentu kurang sehat. Apalagi rekan bisnis itu seorang

Tingginya kandungan antioksidan dalam minyak buah merah melatarbelakangi penulis untuk mengangkat potensi buah merah sebagai salah satu solusi masalah gizi buruk di