19
Profil Kemampuan Metakognisi Siswa SMP, Studi Kasus Pada Pembelajaran IPA di SMP
Sanimah1*
1Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Budidaya Binjai, Jl. Gaharu No.147, Jati Makmur, Binjai Utara, Sumatare Utara, 20746, Indonesia →
Korespondensi: [email protected]
Penelitian yang berjudul “Profil Kemampuan Metakognisi Siswa SMP, Studi Kasus Pada Pembelajaran IPA di SMP” ini bertujuan untuk memperoleh gambaran profil metakognisi dan siswa SMP pada setiap jenjang kelas VII, VIII dan IX . Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus di salah satu SMPN di Kecamatan Stabat. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMP Kelas VII, VIII, dan IX yang dipilih secara Purposive sampling . Data dijaring melalui angket metakognisi, dan tes metakognisi yang diberikan kepada siswa secara daring. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kesadaran metakognisi siswa SMP menurun di setiap jenjang kelas, dan keterampilan metakognisi siswa SMP meningkat pada setiap jenjangnya, tetapi siswa tidak menyadari kemampuan metakognisinya.
Kata Kunci: Profil, Kemampuan Metakognisi, Siswa SMP, Pembelajaran IPA.
This study, entitled "The Metacognition Ability Profile of Junior High School Students, Case Studies on Science Learning in Junior High Schools" aims to obtain a description of the metacognition profile of junior high school students at each grade VII, VIII and IX grade. This research is a case study research at a junior high school in Stabat District. The subjects in this study were junior high school students at VII, VIII, and IX grade who were selected by purposive sampling. Data were collected by metacognition questionnaires, and metacognition tests, that given online to the subject. Based on the results of the study, it was found that junior high school students 'metacognition awareness decreased at each grade level, and junior high school students' metacognition skills increased at each level, but students did not realize their metacognitive abilities.
Keywords: Profile, Metacognotion, Junior High School, Science Learning. ABSTRAK
Terbit online pada laman web jurnal: http://jemst.ftk.uinjambi.ac.id/
Jurnal Of Education in Mathematics, Science, and Technology
ISSN: E-ISSN: 2614-1507
ABSTRACT
20 1. PENDAHULUAN
Kemampuan metakognitif merupakan salah satu hal yang harus dicapai oleh siswa dan dijadikan tolak ukur yang dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pendidikan di Indonesia. Standar Kompotensi Lulusan di dalamnya mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada tingkap Pendidikan Menengah Pertama Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki siswa meliputi pengetahuan faktual, konseptual prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya (Kemendikbud, 2016).
Berdasarkan peraturan tersebut diketahui bahwa satu dimensi pengetahuan yang harus dicapai siswa sebagai standar kelulusannya yaitu pengetahuan metakognitif yang berasal dari kemampuan metakognitif seseorang. Metakognisi mengacu pada kesadaran dan pemantauan pikiran dan hasil kerja seseorang, atau dengan kata lain disebutkan metakognisi adalah kemampuan berfikir mengenai apa yang sedang dipikirkan (Flavell, 1979). Lebih lanjut menurutnya, konsep metakognisi dapat diperluas mencakup sesuatu hal yang bersifat psikologis, dimana segala bentuk aktifitas self monitoring dapat dianggap sebagai bentuk metakognisi (Flavell, 1987). Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi, metakognisi berasal dari metacognition yang mengandung prefik meta dan kata kognisi. Meta berasal dari kata Yunani yang berarti setelah, melebihi, atau di atas, sedangkan kognisi diartikan sebagai apa yang diketahui oleh seseorang serta dipikirkan oleh seorang atau yang mencakup keterampilam yang berhubungan dengan proses berpikir (Costa, 1985).
Metakognisi mengacu pada proses mental yang lebih tinggi di dalam proses pembelajaran seperti membuat rencana-rencana belajar, menggunakan keterampilan, dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, membuat perkiraan-perkiraan hasil dan penyesuaian cakupan belajar.
Metakognisi terdiri dari dua komponen utama yaitu pengetahuan metakognitif dan regulasi metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengacu pada pengetahuan tentang kognisi seperti pengetahuan tentang keterampilan dan strategi kerja yang baik untuk pembelajaran serta penggunaan keterampilan dan strategi tersebut. Regulasi metakognitif mengacu pada kegiatan- kegiatan yang mengontrol keterampilan seperti merencanakan, memonitor pemahaman, dan mengevaluasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sholihah dkk (2015) didapatkan hasil bahwa siswa sekolah menengah pertama menunjukkan level can not really (tidak mampu memisahkan apa yang dipikirkan dan bagaimana dia berpikir) dan at risk (siswa tampak tidak memiliki kesadaran berpikir sebagai suatu proses). Hal tersebut terjadi karena usaha siswa belajar, bagaimana mempersiapkan pembelajaran yang harusnya dilakukan, kemampuan dalam mengevaluasi kelemahannya sendiri dalam belajar dan mencari solusi masih sangat rendah. Lebih lanjut penelitian oleh Septiyani dkk (2020) menunjukkan bahwa siswa SMP memiliki kemampuan metakognitif masih pada kriteria kurang, sehingga diperlukan pengembangan proses pembelajaran baik dari segi penilaian maupun model pembelajaran yang diberikan.
Metakognisi penting dalam belajar dan merupakan penentu penting dalam keberhasilan akademik (Dunning, et al., 2003). Siswa yang memiliki metakognisi yang bagus memperlihatkan keberhasilan akademik yang bagus pula dibandingkan dengan siswa yang memiliki metakognisi yang kurang bagus, perbedaan-perbedaan individual tetap ada dalam metakognisi dan siswa yang memiliki metakognisi yang kurang bagus cenderung “tidak kompeten” namun demikian, siswa yang
21 memiliki metakognisi yang kurang bagus bisa ditingkatkan melalui pelatihan metakognitif dan juga keberhasilan akademik mereka. Menurut Coutinho, S.A (2007).
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses. Menurut Lestari (2017) dalam pembelajaran IPA, kemampuan metakognitif ini diperlukan. Dalam proses pembelajaran IPA, siswa dituntut untuk dapat merencanakan, memonitoring dan mengevaluasi proses pembelajaran mereka, sehingga mereka dapat menemukan dan menghubungkan konsep yang mereka cari melalui kemampuan metakognitifnya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di salah satu SMPN di Kecamatan Stabat, kemampuan metakognitif siswa SMP masih jarang dilatihkan terutama dalam mata pelajaran IPA. Pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru sebagai pemberi informasi utama. Dalam pemberian tugas belum melibatkan siswa agar dapat berpikir tentang proses kognitif mereka, serta proses evaluasi juga belum sampai kepada penilaian metakognitif siswa. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan oleh peneliti untuk melihat profil kemampuan metakognisi yang terdiri dari kesadaran metakognisi dan keterampilan metakognisi siswa pada setiap jenjang kelasnya di SMP.
2. METODE 2.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode studi kasus.
2.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMPN di Kecamatan Stabat. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak tanggal 01 Januari 2021 sampai 30 Maret 2021.
2.3 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini digunakan studi kasus tipe instrumental karena bertujuan untuk mempelajari kasus tertentu yaitu kasus tentang metakognisi.Penelitian studi kasus ini dilaksanakan dalam waktu tiga bulan, dalam waktu tersebut sudah termasuk penelitian tahap awal yaitu pembuatan instrumen penelitian sampai penelitian tahap akhir yaitu penulisan laporan. Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah SMPN di Kecamatan Stabat. Subjek diambil secara purposive sampling dengan mengambil perwakilan siswa untuk setiap jenjang kelas.
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data kuantitatif hasil jawaban angket kesadaran metakognisi dan jawaban soal tes keterampilan metakognisi siswa SMP pada mata pelajaran IPA. Angket kesadaran metakognisi dan tes kemampuan metakognisi diberikan kepada siswa secara daring melalui google form.
2.4 Instrumen Penelitian
Instrument dalam penelitian ini terdiri dari angket kesadaran metakognisi dan tes keterampilan metakognisi. Angket yang digunakan diadaptasi dari angket yang telah baku yaitu Jr.
MAI (JuniorMetacognition Awareness Inventory) yang dikembangkan oleh Sperling et al. yang mengandung indikator metakognisi yang meliputi pengetahuan dan regulasi kognitif yang meliputi pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge),
22 pengetahuan suatu kondisi (conditional knowledge), merencanakan (planning), strategi mengelola informasi (information management strategies), memonitor proses belajar (comprehension monitoring), dan evaluasi strategi belajar (evaluation). Butir angket berjumlah 18 pernyataan yang mewakili setiap indicator. Pada masing-masing pertanyaan memiliki bobot empat kategori, yaitu : tidak pernah, jarang, sering, dan selalu.
Instrumen keterampilan metakognisi diinterintegrasi dengan tes pemahaman konsep IPA dalam soal essay yang terdiri dari 5 soal. Keterampilan metakognisi mengacu pada rubrik MAD (Corebima, 2008) meliputi : (1) jawaban dalam kalimat sendiri, (2) urutan paparan jawaban runtut, sistematis dan logis, (3) gramatika atau bahasa, (4) alasan (analisis/evaluasi/kreasi), dan (5) jawaban (benar/kurang/tidak benar/kosong).
2.5 Teknik Analisis Data
Hasil data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Untuk angket kesadaran metakognisi, hasil jawaban siswa dihitung nilai rata- ratanya (mean), kemudian dibandingkan nilai rata-rata hasil jawaban angket siswa dari masing – masing jenjang kelas untuk dilihat kelas yang memiliki kesadaran metakognisi paling rendag dan paling tinggi. Untuk keterampilan metakognisi, skor yang didapat dari hasil jawaban siswa dikonversikan ke dalam skala 100 kemudian dikategorikan menggunakan rating scale dan Green (2002), yaitu super (85-100), ok (68-84), development ( 51- 67), dan not really (34-50), risk (17-33), dan not yet (0-16). Kemudian dibandingkan setiap jenjang kelasnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Hasil
3.1.1 Profil Kesadaran Metakognisi pada Siswa SMP
Kesadaran metakognisi diukur menggunakan angket kesadaran metakognisi yang terdiri dari 18 butir pertanyaan. Kesadaran metakognisi meliputi beberapa indikator metakognisi, yaitu pengetahuan dan regulasi kognitif yang meliputi pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), pengetahuan suatu kondisi (conditional knowledge), merencanakan (planning), strategi mengelola informasi (information management strategies), memonitor proses belajar (comprehension monitoring), and evaluasi strategi belajar (evaluation). Dari jawaban angket siswa diperoleh perbandingan nilai rata – rata jawaban angket kesadaran metakognisi siswa di setiap jenjang kelasnya yang dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
23
Gambar 1. Grafik Perbandingan Kesadaran Metakognisi Siswa SMP
Grafik pada Gambar 1 di atas menunjukan skor rerata kesadaran metakognisi siswa SMP kelas VII, VIII, dan IX. Dari grafik tersebut terlihat bahwa kelas VI memiliki skor rerata tertinggi hingga mencapai rata-rata 3,45, kelas VIII memiliki kesadaran yang paling rendah dengan rata-rata 2,75. Kesadaran metakognisi pada tingkat teratas jenjang SMP lebih tinggi dari tingkat kedua, kelas IX mencapai nilai rata-rata 3,10
3.1.2 Profil Keterampilan Metakognisi pada Siswa SMP
Keterampilan metakognitif adalah keterampilan dimana seseorang tahu bagaimana cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Dengan menggunakan soal essay untuk tes keterampilan metakognisi yang diintegrasikan pada soal pemahaman konsep mata pelajaran IPA diperoleh gambaran keterampilan metakognisi siswa berdasarkan jawaban siswa di setiap jenjangnya sebagai berikut terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Keterampilan Metakognisi Siswa SMP
Dari Gambar 2 didapatkan perbandingan keterampilan metakognisi siswa SMP pada kelas VII, VIII dan IX. Skor keterampilan metakognisi siswa terus bertambah pada setiap jenjangnya,
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
Kemampuan Metakognisi 3,45 2,75 3,1
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
rerata skor
Kemampuan Metakognisi
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
Keterampilan Metakognisi 61,5 63,2 70,5
56 58 60 62 64 66 68 70 72
rerata Skor
Keterampilan Metakognisi
24 namun kelas VII dan VIII berada pada tahap yang sama. Kelas VII memiliki skor rata-rata 61,5 berada pada tahap berkembang ,kelas VIII memperoleh nilai 63,2 berada pada tahap berkembang dan kelas IX memiliki skor tertinggi yaitu 70,5 yaitu kategori baik.
3.2.Pembahasan
3.2.1 Profil Kesadaran Metakognisi pada Siswa SMP
Keterampilan metakognisi berkembang secara perlahan. Sehingga Anak kecil tidak secara penuh sadar akan kognisi yang mereka perlukan dan miliki dalam memecahkan dan menyelesaikan tugas. Misalnya, mereka secara khusus tidak dapat memperkenalkan hal yang telah mereka pikirkan dan mengingat apa yang mereka pikirkan (Flavell, 1979). Mereka tidak memahami bahwa alur yang tidak tersusun baik lebih sulit dipahami daripada yang tersusun dengan baik atau alur yang mengandung bahan yang tidak umum lebih sulit daripada yang tersusun dari bahan yang biasa dipakai.
Siswa SMP tingkat pertama memiliki nilai yang paling tinggi dalam kesadaran metakognisi.
dikarenakan siswa tingkat pertama atau kelas VII memiliki minat belajar yang lebih kuat disbanding siswa pada jenjang kelas di atasnya. Sisw akelas VII merupakan siswa yang baru masuk dalam lingkungan yag baru dan menuntut mereka untuk menunjukan kemampuan mereka sebaik mungkin.
Kesadaran dalam belajar menurun pada kelas VIII, dikarenakan siswa mulai mengenal teman dan guru sehingga tidak terlalu terbebani dengan kegiatan belajar. Berbeda dengan tingkat akhir, siswa kelas IX menunjukan kesadaran yang meningkat. Kesadaran ini timbul dimungkinkan karena siswa pada tingkat akhir terpacu untuk giat belajar menghadapi ujian akhir sekolah.
3.2.2 Profil Keterampilan Metakognisi pada Siswa SMP
Keterampilan metakognisi mengacu pada tingkat terampilnya seseorang dalam menggunakan dan mengorganisir kognisinya. Keterampilan metakognitif dapat dilihat sebagai pengontrolan seseorang dalam proses kognitif mereka sendiri. Ada empat keterampilan metakognitif yaitu: prediksi, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Yang mana, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan keterampilan metakognitif yang ada pada diri seseorang secara alami.
Level perkembangan pembelajar mempengaruhi metakognisi mereka. Anak yang lebih tua memahami kemampuan memori diri mereka sendiri dan keterbatasan mereka daripada anak kecil (Flavel, 1979). Flavel pun menjelaskan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi kemampuan metakognisi, antara lain variabel-variabel yang terkait dengan orang yang belajar, tugas-tugas dan strategi. Setiap jenjang kelas memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Tentu saja jenjang kelas tertinggi yaitu kelas IX telah memiliki pengalaman belajar yang lebih banyak dibandingkan dengan kelas VII dan kelas VIII. Sehingga siswa pada jenjang kelas IX memiliki keterampilan metakognisi dalam kategori baik disbanding siswa kelas VII dan VIII yang berada pada kategori berkembang.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kesadaran metakognisi siswa SMP menurun di setiap jenjang kelas, dimana siswa kelas VII memiliki kesadaran metakognisi yang lebih tinggi dibanding
25 siswa kelas VIII dan IX. Keterampilan metakognisi siswa SMP meningkat pada setiap jenjangnya, dimana siswa kelas IX memiliki keterampilan metakognisi pada kategori baik sedangkan siswa kelas VII dan VIII berada pada kategori berkembang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa tidak menyadari kemampuan metakognisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Corebima, A.D 2005. Pengukuran Kemampuan Berpikir. Makalah pada Pelatihan PBMP bagi Guru dan Mahasiswa Sains Biologi dalam Rangka RUKK VA, 25 Juni 2005 di Malang.
Coutinho, S.A. 2007. The Relationship between Goals, Metacognition, and Academic Success Northern Illinois University, United States of America . Educated-Vol.7,No.1 2007, pp.
39-47.
Dunning, D., Jhonson, K., Ehrlinger, J., dan Kruger, J. 2003. Why people fail to recognize their own incompetence. Current Directions in Psychological Science
Flavell, J.H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A New area of psychological inquiry.
American Psicological, 34, 906-911.
Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dasar dan Menengah.
[Online].Tersedia pada http://bsnp-
indonesia.org/wp.content/uploads/2009/04/Permendikbud_Tahun2016_Nomor020_Lamp iran.pdf. [29 Maret, 2019].
Lestari, H.N., Suganda, O, & Widianti, R. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan Metakognitif dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model Problem Based Learning (PBL) pada Konsep Penecemaran Lingkungan di Kelas X. Jurnal Pendidikan dan Biologi. 9, (2) : 23-31.
Septiyani, Biliyardi.R, AA, Juhanda. 2020. Profil Metakognitif Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas VII di SMPN 13 Kota Sukabumi. Jurnal Biotek. 8,(1) : 1-16
Sholihah, M, Zubaidah, S, Mahnnal, S. 2015. Keterampilan Metakognitif Siswa SMA Negeri Batu pada Mata Pelajaran Biologi. Prosiding Seminar Nasioanl Biologi : Universitas Negeri Malang; Oktober 2015 : 1669-1679.