• Tidak ada hasil yang ditemukan

(PD 13C JILID I) 1500V PERATURAN DINAS 13C JILID I. Ketentuan Umum lnstalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah dengan Tegangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(PD 13C JILID I) 1500V PERATURAN DINAS 13C JILID I. Ketentuan Umum lnstalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah dengan Tegangan"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

E Pl

PERATURAN DINAS 13C JILID I (PD 13C JILID I)

Ketentuan Umum

lnstalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah dengan Tegangan

1500V

Ditetapkan dengan Keputusan Direksi

PT

Kereta ApiJnqonesi9 (Persero)

Projek PD \PD LAA\

Draft Final PD 13C LAA (Hasil

Nomor: Tc:ihggal

BA .. ·.No.· u.·NG20l6 . . .

(2)

KEIU!TA API

KEPUTUSAN DIREKSI PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) NOMOR: KEP .U/KL.104/VIII/2/KA-2016

TENT ANG

PERATURAN DIMAS 13C JILID I (PD 13C JILID I) MENG EN AI

KETENTUAN UMUM INSTALASI LISTRIK ALIRAN ATAS ARUS SEARAH

Menimbang

Mengingat

DENGAN TEGANGAN 1500 V

DIREKSI PT KERETA API INDONESIA (PERSERO),

: a. bahwa peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan yang mengatur perkeretaapian di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan untuk mengakomodasi perkembangan perkeretaapian;

b. bahwa Ketentuan Umum Listrik Aliran Atas Arus Searah 1 500 V hingga saat ini belum ada;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direksi tentang Peraturan Dinas 13C Jilid 1 mengenai Ketentuan Umum Instalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah Dengan Tegangan 1 500 V;

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129);

I

(3)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176);

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 12 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Instalasi Listrik Perkeretaapian;

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 32 Tahun 2011 tentang Standar dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian;

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 24 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Perkeretaapian;

9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 219 Tahun 2010 tentang Pelaksana Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum yang Ada Saat Ini oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);

10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 220 Tahun 2010 tentang Izin Usaha Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum PT Kereta Api Indonesia (Persero);

11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 221 Tahun 2010 tentang Izin Operasi Prasarana Perkeretaapian Umum PT Kereta Api Indonesia (Persero);

12. Anggaran Dasar PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang telah diumumkan pada Berita Negara Republik Indonesia dan perubahan terakhirnya sebagaimana dinyatakan dalam Akta Nomor 139 tanggal 31 Desember 2012, yang laporannya telah dicatat dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana suratnya Nomor AHU-AH.01.10-03072 tanggal 4 Februari 2013 dan Perubahan Susunan Pengurus terakhir sebagaimana dinyatakan dalam Akta Nomor 05 tanggal 03 September 2015, yang laporan pemberitahuannya telah diterima dan tercatat dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dinyatakan dalam Suratnya Nomor AHU-AH.01.03.0962367 tanggal 07 September 2015, kedua akta tersebut dibuat di hadapan Surjadi Jasin S.H. Notaris di Bandung;

13. Keputusan Direksi Nomor KEP. U/HK.215/VII/1/KA- 2010 tentang Peraturan Dinas 3 (PD3) mengenai Semboyan;

(4)

Menetapkan

1 4. Keputusan Direksi Nomor KEP. U/HK.215/IX/3/KA- 201 1 tentang Peraturan Dinas 19 Jilid I mengenai Urusan Perjalanan Kereta Api dan Urusan Langsir;

1 5. Keputusan Direksi Nomor: KEP.U /OT.003/IV /7 /KA- 201 4 Tanggal 29 April 201 4 tentang Perubahan dan Tambahan (P dan T) Kelima Atas Keputusan Direksi Nomor: KEP.U /OT.003/VII/8/KA-2012 Tanggal 23 Juli 2012 tentang Pembagian Tugas dan Wewenang Anggota Direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero);

MEMUTUSKAN:

KEPUTUSAN DIREKSI PT KERETA API INDONESIA.

(PER.SERO) TENTANG PERA.TUR.AN DINAS 13C JILID I (PD 13C JILID II MENGENAI KETENTUAN UMUM INSTALASI LISTRIK ALIRAN ATAS ARUS SEAR.AH DENGAN TEGANGAN 1500 V.

Pasal 1

Menetapkan Peraturan Dinas 1 3C Jilid I mengenai Ketentuan Umum Instalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah Dengan Tegangan 1 500 V, sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

Pasal 2

Direksi, Executive Vice President, Vice President di Kantor Pusat/Daerah Operasi/Divisi Regional/Sub Divisi Regional yang tugas pokok dan fungsinya terkait dengan Peraturan Dinas 1 3C Jilid I, untuk melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

Pasal 3

(1) Agar para Pekerja yang berkaitan dengan pemeriksaan, perawatan dan pengoperasian peralatan instalasi listrik aliran atas dapat memahami Peraturan Dinas 13C Jilid I maka dilakukan sosialisasi selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan ini ditetapkan.

(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim sosialisasi Peraturan Dinas yang ditetapkan dengan Keputusan Direksi tersendiri.

Pasal 4

Peraturan Dinas 13 C Jilid I mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan ini ditetapkan.

(5)

Pasal 5

Dengan berlakunya Peraturan Dinas 1 3C Jilid I ini, maka ketentuan mengenai Ketentuan Umum Instalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah Dengan Tegangan 1 500 V mengacu pada Peraturan Dinas 1 3C Jilid I sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.

Pasal 6

(1) Dengan ditetapkannya Keputusan ini, segala Keputusan yang bertentangan dan/ atau tidak sesuai dengan Keputusan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(2) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan dalam pelaksanaannya agar tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ditetapkan di : Bandung

Pada tanggal : 18 Agustus 2016

a.n DIREKSI PT KERETA API INDONESIA (PERSERO), DIREKTUR UTAMA,

�VVUV(/{/{W -

i EDI SUKMORO

I\ NIPP 65359

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.:

1. Dewan Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Persero);

2. Direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero);

3. Para Executive Vice President PT Kereta Api Indonesia (Persero);

4. Para Vice President/General Manager/Senior Manager PT Kereta Api Indonesia (Persero).

(6)

Lampiran

Keputusan Direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KL.104/VIII/2/KA-2016 Tanggal : 18 Agustus 2016

I

Draf Awai

Peraturan Di n a s 13C Jilid I

Ketentuan Umum

lnstalasi listrik Aliran Atas Arus Searah dengan Tegangan

1500V

Ditetapkan dengan Keputusan Direksi PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Nomor TanggaI

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Peraturan Dinas 13C Jilid I mengenai Ketentuan Umum Instalasi Listrik Aliran Atas Arus Searah Dengan Tegangan 1500 V DC telah dapat diselesaikan.

Peraturan Dinas ini berlaku pada lintas dengan lebar jalan rel l.067mm.

Peraturan Dinas ini harus dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh Pekerja dinas listrik aliran atas, dinas persinyalan dan telekomunikasi, dinas jalan rel dan jembatan dan dinas operasi, serta dinas keselamatan dan keamanan dalam menjalankan tugasnya guna mewujudkan keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan, dan kenyamanan dalam pengoperasian kereta api.

Bambang Eko Martono Direktur Komersial

Direktur Pengelolaan Saran a

Budi Noviantoro Direktur Logistik dan

Pengembangan

Bandung, 18 Agustus 2016 PT Kereta Api Indonesia (Persero)

e�

Direktur Utama

Slamet Su eno Priyanto Direktur Keselamatan dan

Kearn an an

Budiawan ur Aset Tanah dan

Candra Purnama Direktur Pengelo aan

Prasar

M. coro Wibowo Direktur SDM, Umum dan

Teknologi Informasi

Didiek Hartantyo

M

Direktur Keuangan

i

(8)

TIM PEMBAHARUAN DAN PERBAIKAN

PERATURAN DINAS 13 C JILID I TENT.ANG .KETENTUAN UMUM lNSTALASI LISTRIK ALIRAN ATAS ARUS SEAR.AH DENGAN TEGANGAN

1500VDC

Slamet Suseno Priyanto Candra Purnama

Gampang Sasmito Aji Totok Suryono

R. Dadan Rudiansyah Achmad Syaifudin M. Sahli

Dicky Eka Priandana Roni Komar

Agus Fadillah Hendra

Ida Hidayati Enang Suhendar AgusSanusi

Irene Margareth Konstantine Sofan Hidayah

Jaja Jahidin Adi Senjaya David Firdaus

Sekretariat:

Sukamto

Ari Bodro Nugroho Friska Yulismatun A. T Evi Andriani SilaJahi

Iwan M Ridwan

Denny Martha Ariestian

Arief Mudjono Bainbang Sulistio Harl Koosdarmanto R. Didin Supriadi Agus Wahjuana Suryadi Rachmat

Agus Sukamto Sukirno E.S.

Bambang Tiarso Kadi Supriatna

Didit Andi Indrayana

(9)

PERUBAHAN DAN TAMBAHAN

Ditetapkan dengan Surat Berlaku Dikerjakan

No Keputusan Mulai Keterangan

Tanggal oleh

Dari Nomor Tanggal

(10)

DAFTARISI

KATA PENGAi."l"TAR .................................... ................. .i

TIM PEMBAHARUAN DAN PERBAIKAN ............. ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I KETENTUAN UMUM ... 1

BAB II PENJELASAN UMUM ... 3

Bagian Pertama Gambaran Umum Instalasi Listrik Aliran Atas ... 3

Bagian Kedua Gardu Traksi ... 3

Paragraf 1 Umum ... 3

Paragraf 2 Peralatan Penerima Daya ... 4

Paragraf 3 Peralatan Penyearah ................................. 4

Paragraf 4 Peralatan DC Kubikel ... 5

Paragraf 5 Peralatan Tegangan Rendah AC-DC ... 6

Paragraf 6 Peralatan Penyulang ... 6

Paragraf 7 Peralatan Distribusi Daya ... 6

Paragraf 8 Sistem Pengendali Jarak Jauh ................ 7

Bagian Ketiga Jaringan Katenari ....................................... 7

Paragraf 1 Um um ... 7

Paragraf 2 Sistem Penyulang ... 8

Paragraf 3 Sistern Katenari ... 8

Paragraf 4 Fasilitas Pendukung ... 9

Paragraf 5 Fasilitas Proteksi .................. 9

Paragraf 6 Jaringan Distribusi Daya .......................... 10

Bagian Keempat Pernasangan Peralatan Jaringan Katenari ............. 10

BAB Ill PELAKSANAAN DAN EVALUASI PERA.WATAN ... 11

Bagian Pertarna Paragraf l Paragraf2 Paragraf 3 Bagian Kedua Paragraf 1 Paragraf2 Paragraf3 Paragraf 4 Paragraf5 Paragraf6 Paragraf7 Paragraf8 Paragraf9 Paragraf 10 Bagian Ketiga Paragraf l Paragraf2 Paragraf 3 Paragraf4 Paragraf5 Waktu Kerja Perawatan ... 11

Umum ........................................... 1 1 Permintaan, Penetapan dan Pengumuman Penutupan Peta.1': jalan ... 11

Penggunaan Kp1a ... 11

Pola Perawatan Gardu Traksi ....... 12

Umum ... 12

Pola Perawatan Peralatan Penerima Daya ... 12

Pola Perawatan Peralatan Penyearah ... 12

Pola Perawatan Pe:ralatan DC Kubikel ... 13

Pola Perawatan Peralatan Penyulang ......... 13

Pola Perawatan Peralatan Tegangan Rendah AC-DC ... 14

Pola Perawatan Peralatan Distribusi Daya ... 14

Pola Perawatan SPJJ ... 14

Pola Perawatan Pentanahan ... 15

Pola Perawatan Bangunan Gardu Traksi ............... 15

Pola Perawatan Jaringan Katenari ... 15

Urnum ... 15

Pola Perawatan Peralatan Sistem Penyulang ... 15

Pola Perawatan Peralatan Kawat Kontak ... 16

Pola Perawatan Fasilitas Pendukung ... 17

Pola Perawatan Fasilitas Proteksi ... 18 iv

(11)

Paragraf 6 Pola Perawatan Jaringan Distribusi Daya ... 19

Bagian Keempat Evaluasi Hasil Perawatan ...••...•.•...•.... 19

BAB IV PEDOMAN PENGOPERASIAN PERALATAN ... 20

Bagian Pertama Mengoperasikan Peralatan Gardu Traksi Secara Terpusat ... 20

Bagian Kedua Mengoperasikan Peralatan Jaringan Katenari pada J a!ur Perawatan KRL ... 21

BAB V PEDOMAN KESELAMATAN ... 22

Bagian Pertama Peralatan Keselamatan ... 22

Paragraf 1 Um um ... 22

Paragraf 2 Peralatan Keselamatan Pendeteksi Tegangan ... 22

Paragraf 3 Peralatan Keselamatan Pentanahan ...................... 22

Paragraf 4 Alat Pelindung Diri ... 23

Bagian Kedua Keselamatan Dalam Pekerjaan ... 23

Bagian Ketiga Pedoman Kerja Penang,,,"Ulangan Gangguan Paragraf l Paragraf2 Paragraf3 Paragraf 4 Paragraf 5 Teknis ... 24

Umum ... 24

Pelaporan Gangguan Teknis LAA •.•...•... 25

Penanggu!angan Gangguan Teknis Suplai Daya Gardu Traksi 20 kV ... 25

Penanggu!angan Gangguan Teknis Gardu Traksi Suplai 1500 VDC ........................ 26

Penanggu!angan Gangguan Teknis Jaringan Katenari ... 26

Paragraf 6 Penang,,aulangan Gang,,auan Teknis Sistem Distribusi Daya ... 27

BAB VI PENGHENTIAN DINAS dan PENDINASAN PERALATAN LAA.29 Bagian Pertama Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bagian Kelima Umum ... 29

Gangguan pada Peralatan LAA yang Masih Dinas . 29 Penghentian Dinas Sebagian Peralatan LAA untuk Sementara Waktu ... 29

Penghentian Dinas Sebagian Peralatan LAA untuk W aktu Yang Lama ... 30

Pendinasan Peralatan LAA Baru untuk Penambahan atau Penggantian ... 30

BAB VII SEMBOYAN DAN RAMBU ... 33

Bagian Pertama Semboyan Pengurangan Kecepatan ... 33

Bagian Kedua Tanda ... 33

Bagian Ketiga Rambu Peringatan ... 34 Lampiran 1 : Persyaratan Pemasangan Peralatan Jaringan Katenari ... 1-1 Lampiran 2: Rambu Peringatan Kawat Bertegangan ... 2-1 Lampiran 3: Penomoran Tiang .............................................................. 3-1

v

(12)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

1. Perusahaan adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero).

2 . Direksi adalah organ Perusahaan yang ditunjuk dan bertanggung jawab atas kepengurusan Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan,

serta mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

3. Pekerja adalah seseorang yang mempunyai hubungan kerja bersifat tetap dengan Perusahaan berdasarkan suatu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang dituangkan ke dalam Surat Keputusan Pengangkatan terrnasuk Pekerja yang diperbantukan di Anak Perusahaan.

4. Petugas adalah pekerja atau seseorang yang memenuhi kualifikasi kompetensi dan ditugasi oleh Perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

5. Pejabat daerah urusan jalan rel dan jembatan, yang selanjutnya disebut JPJ'D adalah peja.bat yang bertanggung jawab atas perawatan dan keandalan jalan rel dan jembatan di daeral1.

6. Pejabat daerah urusan persinyalan dan telekomunikasi, yang selanjutnya disebut JPSD adalah pejabat yang bertanggung jawab atas perawatan dan keandalan peralatan sinyal dan telekomunikasi di daerah.

7. Pejabat daerah urusan operasi, yang selanjutnya disebut JPOD adalah pejabat yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengendalian operasi kereta api di daerah.

8. Pejabat urusan LAA di daerah, yang selanjutnya disebut JPED adalah pejabat yang bertanggung jawab atas perawatan dan kehandalan peralatan listrik aliran atas (LAA) di daerah.

9. Pimpinan Daerah adalah Pejabat yang memimpin suatu satuan organisasi Perusahaan dengan wilayah setingkat Daerah Operasi, Divisi Regional/Sub Divisi Regional.

10. Jalan Bebas adalah bagian petak jalan antara sinyal masuk dengan sinyal masuk stasiun berdekatan.

1 1 . Petak Jalan adalah bagian jalur kereta api yang terletak di antara dua stasiun berdekatan.

12. Instalasi Listrik Pe:rkeretaaplan adalah peralatan yang berfungsi untuk menggerakkan kereta api bertenaga listrik, memfungsikan peralatan persinyalan clan telekomunikasi kereta api yang bertenaga listrik, dan memfungsikan fasilitas penunjang lainnya.

13. Insta!asi Listdk Aliran Atas, yang selanjutnya disebut LAA adalah instalasi listrik perkeretaapian yang menggunakan jaringan listrik aliran atas.

1 4. Kereta Rel Listrik, yang selanjutnya disingkat KRL adalah sarana kereta api yang memiliki penggerak sendiri menggunakan tenaga listrik dari aliran atas, yang digunakan untuk mengangkut penumpang.

(13)

15. Headway adalah jarak waktu antara perjalanan kereta api dengan kereta api berikutnya, dan dinyatakan dengan satuan menit.

16. Catu daya listrik yang selanjutnya disebut Gardu Traksi, adalah peralatan instalasi listrik yang be:rfungsi mensuplai tenaga listrik untuk prasarana dan sarana berpenggerak tenaga listrik.

17. Sistem Pengendali Jarak Jauh,. yang .selanjutnya disingkat. SPJJ adalah peralatan yang dipakai untuk memantau dan mengendalikan catu daya yang dibawah kendalinya dari jarak jauh.

18. Transmisi Tenaga Listrik untuk Arus Searah, yang selanjutnya disebut Jaringan Katenari adalah peralatan instalasi listrik yang berfungsi menyalurkan daya listrik arus searah.

19. Jaringan distribusi daya, yang selanjutnya disebut PDL adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berfungsi menyalurkan daya listrik untuk keperluan peralatan persinyalan, telekomunikasi dan pintu perlintasan.

20. Waktu kerja perawatan, yang selanjutnya disebut Wkp adalah waktu yang di s e d i akan untuk pe rawatan prasarana pada suatu petak jalan ( windo w time) yang ditetapkan dalam Peraturan Tambahan Dinas Operasi (PTDO).

21. Kendaraan pemeliharaan jaringan listrik aliran atas, yang selanjutnya disebut Kpla adalah kendaraan yang digunakan untuk perawatan dan penanggulangan gangguan listrik aliran atas.

(14)

BAB II

PENJELASAN UMUM Bagian Pertama

G:ambaran Umum Instalasi Listrik Aliran Atas

Pasal 2

(1) Instalasi listrik aliran atas (LAA) terdiri atas:

a. Gardu Traksi;

b. Jaringan Katenari.

(2) Tegangan operasi LAA ditentukan sebesar:

a. tegangan nominal 1500 V DC;

b. tegangan minimal.1 100 V DC;

c. tegangan maksimal 1800 V DC.

Bagian Kedua G:ardu Traksi

Paragraf 1 Umum Pasal 3

( 1) Gardu Traksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1) huruf a terdiri atas peralatan atau fungsi:

a. penerima daya;

b. penyearah;

c. DC kubikel;

d. tegangan rendah AC-DC;

e. penyulang;

f. distribusi daya;

g. sistem pengendali jarakjauh (SPJJ).

(2) Gardu Traksi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus dilengkapi dengan gambar konfigurasi peralatan (single line diagram) yang mengiktisarkan keadaan sebenarnya, dipasang ditempat yang mudah terlihat.

(3) Gardu Traksi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus dilengkapi sistem pentanahan untuk melindungi peralatan listrik Gardu Traksi dari dampak yang merusak atau membahayakan akibat tegangan abnormal (misal petir dan hubung singkat), meliputi:

a. pentanahan untuk peralatan Gardu Traksi;

b. pentanahan untuk bangunan Gardu Traksi.

(4) Sistem pentanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk peralatan Gardu Traksi digabungkan menjadi satu dengan sistem pentanahan untuk bangunan Gardu Traksi.

(15)

Paragraf2

Peralatan Penerima Daya Pasal 4

( 1) Peralatan penerima daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1) huruf a, merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk menerima, menurunkan dan mendistribusikan tegangan dari jaringan listrik umum atau sumber listrik lain untuk kemudian disalurkan ke peralatan penyearah dan atau peralatan distribusi.

(2) Peralatan penerima daya sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. panel penerima;

b. peralatan penurun tegangan;

c. panel distribusi.

(3) Panel penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. kabel penerima daya;

b. saklar pemisah (disconnecting switch/DS);

c. pemutus tenaga;

d. trafo arus;

e. trafo tegangan;

f. indikator;

g. proteksi.

(4) Penurun tegangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, selain transformator 20 kV/ 1200 V - 3 phasa untuk penyearah, dapat terdiri atas transformator:

a. 20 kV /6 kV - 3 phasa untuk peralatan distribusi;

b. 20 kV /380 V - 3 phasa untuk fasilitas penunjang gardu;

c. 1200 V /380 V - 3 phasa untuk fasilitas penunjang gardu.

(5) Panel distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,

sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. kabel penerima daya;

b. saklar pemisah;

c. pemutus tenaga;

d. trafo arus;

e. trafo tegangan;

f. indikator;

g. proteksi.

Paragraf3 Peralatan Penyearah

Pasal 5

( 1) Peralatan penyearah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1) huruf b, berfungsi untuk mengubah arus bolak-balik dari transformator menjadi arus searah untuk menggerakkan kereta api bertenaga listrik.

(2) Pendingin peralatan penyearah dapat berupa udara murni/ natural cooling atau heat pipe atau minyak/ oil immersed self-cooled nitrogen gas atau berupa pendingin jenis lain.

(16)

Paragraf 4

Peralatan DC Kubikel Pasal 6

(1) Peralatan DC kubikel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1) h:uruf.c, berf:ungsi untuk mendistrib:usikan dan .mem:ut:us tegangan .DC yang diterima dari peralatan penyearah untuk dialirkan ke Jaringan Katenari.

(2) Peralatan DC kubikel sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang­

k:urangnya terdiri atas:

a. kubikel utama;

b. kubikel keluaran dan kubikel cadangan; dan c. kubikel negatif.

(3) Kubikel utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sekurang-k:urangnya terdiri atas:

a. pemut:us tenaga cepat (high speed circuit breaker/ HSCE);

b. trafo arus DC; dan c. proteksi:

1. rele hubung singkat;

2. rele pentanahan arus lebih.

(4) Kubikd kel:um-an dan ki,..i.bikel cadanga-'1 sebagaimanfel. dimaks:ud pada ayat (2) h:uruf b sekurang-kurangnya terdiri .atas:

a. saklar pemisah;

b. HSCB;

c. arrester;

d. trafo arus DC; dan e. proteksi:

1. rele hubung singkat;

2. rele pentanahan arus lebih;

3. peralatan pemutus aliran kendali daya (Linked Breaking Device/ LED).

(5) Kubikel negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sekurang­

k:urangnya terdiri atas:

a. saklar pemisah;

b. trafo arus de;

c. perekam arus;

d. rele gangguan arus ke tanah.

(6) Peralatan DC kubikel harus memiliki satu unit kubikel cadangan yang terhubung dengan setiap kubikel keluaran yang dapat berfungsi sebagai pengganti kubikel keluaran.

(7) LBD sebagaimana dimaks:ud pada ayat (4) huruf e angka .3 merupaka-'1 sistem proteksi yang berfungsi untuk mengaktifkan pemutusan arus oleh HSCB pada kubikel keluaran dua gardu bersebelahan.

(8) LBD pada dua gardu bersebelahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus terhubung dan berfungsi dengan baik.

5

(17)

Paragraf 5

Peraiatan Tegangan Rendah Ae-De

Pasal 7

(1) Peraiatan tegangan rendah AC-DC sebagairnana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, berlungsi sebagai surnber daya listrik untuk

peralatan kontrol, proteksi, indikator, space heater, baterai dan lain­

lain yang berkaitan dengan Gardu Traksi serta penerangan bangunan.

(2) Peraiatan tegangan rendah AC yang berupa trafo harus memiliki 2 (dua) surnber listrik berbeda, yaitu masing- masing:

a. surnber utama dari Gardu Traksi setempat;

b. sumber cadangan dari PDL atau sumber lain.

(3 ) Perpindahan surnber utama ke surnber cadangan atau sebaiiknya bekerja secara otomatis dengan catu daya darurat (baterai).

Paragraf 6 Peraiatan Penyulang

Pasai 8

(1) Peralatan penyulang sebagairnana dimaksud daiam Pasai 3 ayat (1) huruf e, berfungsi untuk menyaiurkan daya dari kubikel keluaran mela11Ji kl:l-bel PenYJJl®g pg::,itif dfill :>Ml§.!:' Pemi::,@ ke kl:l-Wl:l-t penyulang serta menerima kembali arus baiik melaiui kabel penyulang negatif ke kubikel negatif.

(2) Peraiatan penyulang sebagairnana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kabel penyulang terdiri atas:

1. kabel penyulang positif; dan 2. kabel penyulang negatif.

b. saklar pemisah (DS) terdiri atas:

1. DS keluaran; dan 2. DS bypass.

c. proteki?! peti,r terci!ri §.t§.i?:

1. arrester, dan

2. peraiatan pentanahan.

d. stFuktur untuk peFaiatan penyulang teFdiri atas:

1. tiang;

2. batang penyangga; dan 3. tangga kabel.

(3) Peraiatan penyulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang sedekat mungkin dengan Gardu Traksi.

Paragraf7

Peraiatan DiStribusi Daya Pasai 9

(1) Peraiatan distribusi daya sebagairnana dimaksud dalam Pasai 3 ayat (1) huruf f berlungsi menerima dan mendistribusikan daya untuk penggerak peraiatan listrik bagi sistem persinyalan, telekomunikasi dan fasilitas penunjang yang lain.

6

(18)

(2) Peralatan distribusi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. sistem distribusi daya menggunakan tegangan menengah 3 phasa 6 kV atau 20 kV AC;

b. sistem distribusi daya tegangan rendah 3 phasa 380/220V AC atau 1 phasa 220V AC;

c. sistem distribusi daya signal hut (SDSH) yang berfungsi untuk mensuplai peralatan persinyalan dan telekomunikasi.

(3) SDSH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:

a. transformator SDSH;

b. panel kontrol;

c. Load Breaki.ng Switch (LBS) 6 kV.

(4) Untuk menjamin kontinuitas suplai daya listrik ke peralatan persinyalan, telekomunikasi dan pintu perlintasan, SDSH harus memiliki interkoneksi suplai daya listrik 6 kV atau 20 kV AC dari 2 (dua) Gardu Traksi yang bersebelahan.

(5) Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimaksudkan bila terjadi salah satu Gardu Traksi gagal melakukan penyuplaian ke sistem distribusi daya (mengalami gangguan) atau dipadamkan tegangannya untuk keperluan pekerjaan perawatan, maka penyuplaian ke sistem distribusi daya dapat dilakukan dari Gardu Traksi lain.

(6) Pengoperasian peralatan distribusi daya dapat dilakukan secara terpusat dengan peralatan sistem pengendali jarak jauh (SPJJ) atau setempat.

Paragraf8

Sistem Pengendali Jarak Jauh Pasal 10

(1) SPJJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g, berfungsi untuk memantau dan mengendalikan peralatan listrik di Gardu Traksi dan peralatan distribusi daya.

(2) SPJJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan secara terpusat dari suatu ruang kendali yang berdekatan atau menyatu dengan ruang pusat pengendalian operasi kereta api.

(3) Petugas pengendali distribusi listrik aliran atas (PDLA) di ruang kendali SPJJ harus dapat memantau dan mengendalikan Gardu Traksi atau peralatan distribusi daya di wilayah pengendaliannya.

Bagian Ketiga Jaringan Katenari

Paragraf 1 Umum Pasal 11

(1) Jaringan Katenari merupakan peralatan instalasi listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari Gardu Traksi ke kawat kontak.

(19)

(2) Jaringan Katenari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang­

kurangnya terdiri atas:

a. sistem penyulang (feeder system);

b. sistem katenari (catenary systeni);

c. fasilitas pendukung (supporting facilities);

d. fasilitas proteksi (protection faCL1ities);

e. jaringan distribusi daya.

Paragraf 2 Sistem Penyulang

Pasal 12

(1) Sistem penyulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berfungsi sebagai penyalur daya listrik dari Gardu Traksi ke sistem katenari.

(2) Sistem penyulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. saklar pemisah (DS), berfungsi untuk memutus atau menghubungkan daya listrik dari Gardu Traksi ke kawat penyulang;

b. kawat penyulang (Feeder wire), berfungsi untuk menyalurkan daya listrik ke cabang penyulang (feeding branch);

c. cabang penyulang (Feeding branch), berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari kawat penyulang (feeder wire) ke kawat kontak;

d. sirkit balik (Return circuit), berfungsi untuk menyalurkan arus balik dari KRL/lokomotif listrik kembali ke Gardu Traksi melalui rel dan peralatan negatif Gardu Traksi.

Paragraf 3 Sistem Katenari

Pasal 13

(1) Sistem katenari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari sistem penyulang ke KRL/Lokomotif listrik.

(2) Sistem katenari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen sebagai berikut:

a. kawat kontak (trolley wire);

b. kawat pemikul (messenger wire);

c. penggantung(hangery;

d. penghubung (connectory;

e. pemegang kawat kontak (pull-off/steadying device);

f. peralatan penegang (tensioning device) terdiri atas:

1. tipe katrol (pulley type);

2. tipe pegas (spring type);

3. tipe fixed;

g. Section Insulator dan Fiberglass Rei.nforced Plastic (FRP), digunakan untuk pemisahan atau pembagian suplai tegangan sesuai peruntukan.

(20)

(3)

(4)

Sistem katenari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat konstruksi sebagai berikut:

a. overlap air section, digunakan untuk pemisahan atau pembagian suplai tegangan keluaran antar Gardu Traksi di sepanjang jalur elektrifikasi untuk keamanan peralatan LAA dan keselamatan petugas;

b. overlap air joint, digunakan untuk menghubungkan suplai tegangan agar kontinu karena spesiiikasi teknis bentangan kawat kontak.

Dalam kondisi tertentu, air section dapat dihubungkan menjadi air joint agar dapat memperpanjang jarak pasokan tegangan.

Paragraf 4

Fasilitas Pendukung Pasal 14

(1) Fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c, adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berfungsi sebagai pendukung pew.Iatan J;;uingan Katenari lainnya.

(2) Fasi!itas pendukung sebagimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. tiang (pole);

b. pengikat tiang {pole band);

c. temberang (guy wire);

d. isolator;

e. penyangga sistem katenari (batang penyangga/ beam, cantilever, arm, span wire).

Paragraf 5

Fasilitas Proteksi Pasal 15

(1) Fasilitas proteksi sebagaimana dimaksud de.lam Pasal 11 ayat (2) huruf d, adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berlungsi untuk melindungi peralatan Jaringan Katenari lainnya dari kerusakan akibat sambaran dan induksi petir.

(2) Fasilitas proteksi sebagaimana dimaksud pada ayat ( l ) terdiri atas:

a. kawat pentanahan. atas (overhead ground wire), oorfungsi untuk meneruskan surja petir ke pentanahan;

b. lightning arrester dan arching horn, berfungsi untuk memotong dan meneruskan tegangan surja petir dan tegangan impuls dari feeder wire ke peralatan pentanahan tanpa menimbulkan kerusakan peralatan;

c. peralatan pentanahan (grounding equipment), berfungsi untuk meneruskan surja petir yang telah dipotong oleh lightning arrester ke tanah.

(3) Peralatan pentanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

harus berfungsi semaksimal mungkin untuk menetralkan teganga..<

lebih yang disebabkan oleh adanya surja petir ke bumi dan meneruskan sisa tegangan lebih ke bumi.

9

(21)

Paragraf 6

J aringan Distribusi Daya Pasal 16

{1) Jaringan distribusi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat {2) huruf e, adalah bagian dari Jaringan Katenari yang berfungsi menyalurkan daya listrik untuk keperluan peralatan persinyalan, telekomunikasi dan pintu perlintasan. ,

(2) Jaringan distribusi daya sebagaimana dimaksud pada ayat {1) dapat bernpa:

a. OEWire;

b. kabel {Twisted Cable dengan messenger atau jenis kabel distribusi daya lainnya).

Bagian Keempat

Pemasangim Pe:mlatan Jarlngim Katenari Pasal 17

( 1) Sistem katenari terdiri atas:

a. sistem katenari dengan kawat kontak tunggal (single trolley catenary system};

b. sistem katenari dengan kawat kontak ganda (double trolley catenary system).

{2) Peralatan Jaringan Katenari harus memperhatikan persyaratan pemasangan sebagaimana pada Lampiran 1.

(3) Setiap tiang LAA di jalan bebas dan emplasemen harus diberi nomor dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana pada 1ampiran 3.

10

(22)

BAB III

PELAKSANAAN DAN EVALUASI PERAWATAN Bagian· Pertama

Waktu Kerja Perawatan

Paragraf 1 Umurn Pasal 18

(1) Perawatan LAA dipetak jalan dilakukan dalam Wkp dengan penutupan petak jalan.

(2) Wkp sebagairnana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam PI'DO berdasar Gapeka.

Paragraf 2

Permintaan, Penetapan dan Pengumurnan Penutupan Petakjalan

Pasal 19

(1) Permintaan penutupan petakjalan harus dilakukan sebagai berikut:

a. disampaikan dengan surat permintaan oleh JPED yang bersangkutan kepada JPOD paling lambat 4 (empat) hari sebelumnya;

b. dalam surat permintaan sebagairnana pada huruf a harus disebutkan:

1. lokasi petakjalan yang akan ditutup;

2. hari, tanggal, waktu mulai dan akhir penutupan petakjalan;

3. nama penanggungjawab di lokasi penutupan petakjalan.

(2) Berdasar penetapan dari JPOD, salah satu Ppka pada petak jalan yang akan ditutup menetapkan dan mengumumkan penutupan petak jalan dengan warta dinas sesuai dengan Peraturan Dinas 19 Jilid 1.

(3) Setelah menerima warta dinas sebagairnana dimaksud pada ayat (2), Kupt LAA harus berkoordinasi dengan Ppka terkait sebelum dan sesudah pelaksanaan pekerjaan.

Paragraf 3 Penggunaan Kpla

Pasal 20

(1) Untuk mendukung perawatan Jaringan Katenari, petugas dapat menggunakan Kpla.

(2) Pengoperasian Kpla sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Dinas 19 jilid II (PD 19 jilid II).

(23)

Bagian Kedua

Pola Perawatan Gardu Traksi

Paragraf 1 Um um Pasal 21

(1) Perawatan Gardu Traksi dilakukan secara berkala dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan yang terkait dengan listrik aliran atas, standar dan tata cara perawatan yang ditetapkan oleh Direksi, dan Manual Instruction pabrikan.

(2) Dfilam hal perawatan Gardu Traksi menyeluruh yang membutuhkan waktu pemadaman yang relatif lama atau lebih dari Wkp LAA yang tersedia, JPED agar meminta pengaturan perjalanan kereta api kepada JPOD selambat-lambatnya 4 (empat) hari sebelumnya.

Paragraf2

Pola Perawatan Peralatan·Penerima Daya Pasal 22

( 1) Perawatan berkala peralatan penerima daya berpendingin minyak sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 2 (dua) mingguan:

1. kebersihan peralatan penerima daya;

2. pengecekan rembesan minyak;

3. pengecekan silica gel;

4. pengecekan suhu yang tertera pada thermometer;

5. pengecekan ketinggian level minyak trafo;

6. pengecekan tekanan gas pada gauge meter;

7. pengecekan indikator proteksi.

b. perawatan 1 (satu) tahunan:

1. pengukuran tegangan tembus minyak transformator penyearah minimum 30kv/ 2,5 mm;

2. uji fungsi sistem proteksi;

3. uji fungsi pemutus tenaga 20 kV.

c. perawatan 3 (tiga) tahunan khususnya untuk transformator berpendingin min yak yaitu purifikasi dan/ atau penggantian minyak transformator.

(2) Perawatan berkala peralatan penerima daya berpendingin udara mengacu pada maintainance instruction dari pabrikan.

Paragraf 3

Pola Perawatan Peralatan Penyearah Pasal 23

( 1) Perawatan berkala peralatan penyearah berpendingin minyak sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 2 (dua) mingguan:

1. kebersihan peralatan penyearah;

2. pengecekan rembesan minyak;

3. pengecekan warna silica gel;

(24)

4. pengecekan suhu yang tertera pada thermometer, 5. pengecekan ketinggian level minyak;

6. pengecekan tekanan gas pada compound gauge meter;

7. ganti filter udara;

8. perawatan l(satu) bulanan yaitu pelumasan motor blower.

b. perawatan l(satu) tahunan:

1 . penggantian motor blower,

2. pengukuran tegangan tembus minyak penyearah minimum 30kv/ 2,5 mm;

3. pengujian fungsi sistem proteksi.

c. perawatan 3 tahunan khususnya untuk penyearah berpendingin minyak yaitu purifikasi dan/atau penggantian minyak penyearah.

(2) Perawatan berkala peralatan penyearah berpendingin udara mengacu pada maintainance instruction.

Paragraf4

Pola Perawatan Peralatan DC Kubikel Pasal 24

(1) Perawatan berkala peralatan D C kubikel dilakukan secara rutin yang sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 2 (dua) mingguan:

1 . kebersihan peralatan DC kubikel;

2. pengecekan suara atau bau asing;

3. pengecekan lampu - lampu indikator;

4. pengecekan logger atau indikator bendera;

5. pengecekan visual konstruksi kubikel;

6. pencatatan counter trip pada HSCB;

7. pengecekan visual bagian dalam kubikel;

8. pengukuran tahanan insulasi sebelum dan sesudah dibersihkan.

b. perawatan 1 (satu) bulanan:

1. pengecekan dan pengambilan data rekam elektrik;

2. pengujian fungsi LBD.

c. perawatan l(satu) tahunan:

1 . pengujian graduasi;

2. pengujian sistem proteksi.

(2) Perawatan tidak berkala kontak utama HSCB:

Penggantian dilakukan apabila kontak utama sudah tidak dapat diatur sesuai parameter standar pabrikan.

Paragraf 5

Pola Perawatan Peralatan Penyulang Pasal 25

Perawatan berkala peralatan penyulang dilakukan secara rutin yang sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 2 (dua) mingguan:

1 . pengecekan visual kondisi kabel outgoing;

2. pengecekan visual kondisi saklar pemisah (DS);

(25)

b. perawatan 1 (satu) tahunan:

1. pengukuran tahanan insulasi kabel outgoing;

2. pengecekan terminasi kabel;

3. pengecekan kontak saklar pemisah.

Paragraf6

Pola Perawatan Peralatan Tegangan Renclah AC-DC Pasal 26

(1) Perawatan berkala peralatan tegangan renclah AC-DC clilakukan secara rutin yang sekurang-kurangnya terd.iri atas:

a. perawatan 2 (dua) mingguan:

1. kebersihan peralatan tegangan renclah AC-DC;

2. pengecekan baterai clan charger, 3. pengujian fungsi space heater,

4. pengujian fungsi change over switch.

b. perawatan 1 (satu) bulanan yaitu pengujian kapasitas baterai.

(2) Perawatan ticlak berkala yaitu penggantian baterai, dilakukan sesuai clengan lifetime minimum baterai.

Paragraf7

Pola Perawatan Peralatan Distribusi Daya Pasal 27

Perawatan berkala peralatan clistribusi claya clilakukan secara rutin yang sekurang-kurangnya tercliri atas:

a. perawatan 1 (satu) bulanan:

1. kebersihan peralatan distribusi claya;

2. pengukuran tegangan;

3. pengukuran arus;

4. pengecekan putaran fasa;

5. pengujian fungsi change over switch.

b. perawatan 6 (enam) bulanan:

1. pengujian fungsi Vacum Circuit Breaker (VCB) atau Load Breaking Switch (LBS);

2. pengujian fungsi sistem proteksi.

Paragraf 8 Pola Perawatan SPJJ

Pasal 28

(1) Perawatan berkala peralatan SPJJ clilakukan secara rutin yang sekurang-kurangnya tercliri atas:

a. perawatan biasa yang dilakukan oleh operator SPJJ;

b. perawatan teknis, dilakukan secara berkala oleh Kupt LAA setempat.

(2) Perawatan biasa sebagaimana dimaksucl pacla ayat (1) huruf a, meliputi kebersihan peralatan SPJJ clan pengecekan inclikator yang clilakukan setiap hari.

(26)

(3) Perawatan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) hurufb, berupa pengukuran kualitas saluran dan peralatan pendukung lainnya dilaksanakan setiap satu bulan,

Paragraf9

Pola Perawatan Pentanahan Pasal 29

(1) Perawatan berkala peralatan pentanahan di Gardu Traksi dilakukan secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali meliputi pengecekan fisik dan pengukuran pentanahan.

(2) Perawatan berkala peralatan pentanahan di Jaringan Katenari dilakukan secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali meliputi pengecekan fisik.

Paragraf 10

Pola Perawatan Bangunan Gardu Traksi Pasal 30

Perawatan berkala bangunan Gardu Traksi dan SDSH sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. kebersihan lingkungan luar dan dalam bangunan;

b. pengecekan penerangan bagian luar dan dalam bangunan;

c. pengecekan kondisi lantai dan dinding;

d. pengecekan kebocoran atap.

Bagian Ketiga

Pola Perawatan Jaringan Katenari

Paragraf 1 Umum Pasal 31

Perawatan Jaringan Katenari dilakukan secara berkala dengan berpedoman pada standar dan tata cara perawatan yang ditetapkan dengan Keputusan Direksi tersendiri.

Paragraf 2

Pola Perawatan Peralatan Sistem Penyulang Pasal 32

(1) Perawatan berkala saklar pemisah (DC) sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. pengecekan secara visual 1 (satu) bulanan:

1. kelengkapan peralatan DS;

2. kontak DS.

b. pengecekan 3 (tiga) bulanan yaitu pengujian fungsi DS.

(2) Perawatan berkala kawat penyulang (feeder wire) sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 1 (satu) bulanan secara visual terdiri atas pengecekan:

1. kebersihan saluran kawat penyulang dari benda asing;

(27)

2. kondisi fisik kawat penyulang;

3 . sambungan kawat penyulang;

4. kondisi fisik pematian kawat penyulang.

b. perawatan 1 (satu) tahunan yaitu pengecekan kondisi fisik sambungan dan pematian kawat penyulang.

(3) Perawatan berkala cabang penyulang (feeding branch) 1 (satu) bulanan secara visual dan 3 (tiga) bulanan kondisi fisik secara detil sekurang­

kurangnya terdiri atas pengecekan:

a. kebersihan saluran kawat cabang penyulang dari benda asing;

b. kondisi kawat cabang penyulang;

c. kondisi protektor kawat cabang penyulang;

d. kondisi kekuatan ikat klem di kawat cabang penyulang dan di kawat kontak;

e. kondisi konektor (messenger to trolley) pada kawat cabang penyulang.

(4) Perawatan berkala sirkit balik (return circuit) sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 1 (satu) bulanan secara visual terdiri atas pengecekan:

1. kondisi fisik konektor kabel negatif Gardu Traksi pada rel;

2. kondisi fisik konektor antarrel.

b. perawatan 1 (satu) tahunan yaitu pengecekan kontinuitas kabel negatif Gardu Traksi pada rel.

Paragraf 3

Pola Perawatan Peralatan Kawat Kontak Pasal 33

(1) Perawatan berkala kawat kontak (trolley wire) sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. perawatan 1 (satu) bulanan secara visual terdiri atas pengecekan:

1. kebersihan saluran kawat kontak dari benda asing;

2 . kondisi fisik kawat kontak;

3. kondisi fisik tambalan dan/atau sambungan kawat kontak.

b. perawatan 3 (tiga) bulanan berupa pengukuran:

1. ketinggian kawat kontak;

2. deviasi kawat kontak;

c. perawatan 1 (tiga) tahunan berupa pengukuran ketebalan kawat kontak.

(2) Perawatan berkala kawat pemikul (messenger wire) bulanan sekurang­

kurangnya meliputi pengecekan:

a. kebersihan saluran kawat pemikul dari benda asing;

b. kondisi fisik kawat pemikul;

c. kondisi fisik tambalan dan/ atau sambungan kawat pemikul;

d. kondisi fisik pematian kawat pemikul.

(3) Perawatan berkala penggantung (hanger) bulanan sekurang-kurangnya meliputi pengecekan:

a. kebersihan penggantung dari benda asing;

b. posisi vertikal penggantung (miring atau tidak);

c. kondisi fisik pengait atau pengunci penggantung.

(28)

(4) Perawatan berkala penghubung (connector) bulanan sekurang- kurangnya meliputi pengecekan:

a. kebersihan kawat penghubung dari benda asing;

b. kondisi fisik kawat penghubung;

c. kekuatan ikat klem terhadap kawat penghubung.

(5) Perawatan berkala pemegang kawat kontak (pull-off I steadying device) bulanan sekurang-1.'Urangnya meliputi kegiatan memastikan:

a. sudut antara kawat kontak dan pull-off maksimal 30°;

b. kondisi fisik pengait atau pengunci pemegang kawat kontak.

(6) Perawatan berkala peralatan penegang (tensioning device) bulanan sekurang-kurangnya meliputi pengecekan:

a. dudukan batu timbangan tidak menyentuh bagian dasamya;

b. kelengkapan peralatan penegang;

c. kelengkapan bandul;

d. kelengkapan baut;

e. kebocoran pada tipe pegas.

(7) Perawatan berkala section insulator dan fiberglass reinforced plastic (FRP) sekurang-kurangnya meliputi pengecekan:

a. kebersihan permukaan FRP bersih dari kotoran pelumas pantograf setiap sebulan sekali;

b. tegangan tembus pada section insulator dan FRP setiap tiga bulan sekali.

(8) Perawatan berkala overlap air section bulanan sekurang-kurangnya meliputi pengecekan:

a. jarak antar kawat kontak;

b. kawat pemikul yang tidak bertegangan (kearah pematian) tidak bersentuhan dengan kawat pemikul dan/ atau kawat penyulang arah lainnya secara fisik untuk menghindari gesekan dan hubung singkat.

(9) Perawatan berkala overlap air joint bulanan sekurang-kurangnya meliputi pengecekan:

a. jarak antar kawat kontak;

b. kawat pemikul yang kearah pematian tidak bersentuhan dengan kawat pemikul dan/ atau kawat penyulang arah lainnya secara fisik untuk menghindari gesekan.

Paragraf 4

Pola Perawatan Fasilitas Pendukung Pasal 34

( 1) Perawatan berkala tiang (pole) berupa pengecekan secara visual bulanan sekurang-kurangnya terhadap:

a. kemiringan tiang;

b. keretakan tiang;

c. korosi tiang;

d. kerusakan tiang.

(29)

(2) Perawatan berkala pengikat tiang (pole band) berupa pengecekan secara visual bulanan sekurang-kurangnya terhadap:

a. karat pengikat tiang;

b. keausan pengikat tiang;

c. kerusakan pengikat tiang;

d. keropos pengikat tiang;

e. kekencangan mur baut.

(3) Perawatan berkala temberang (guy wire) berupa pengecekan secara visual bulanan sekurang-kurangnya terhadap:

a. kondisi fisik kawat temberang;

b. karat kawat temberang;

c. ketegangan kawat temberang;

d. kelengkapan temberang.

(4) Perawatan berkala isolator berupa pengecekan secara visual bulanan sekurang-kurangnya terhadap:

a. kondisi fisik isolator;

b. karat pada besi pin isolator;

c. kekencangan mur baut;

d. spi pen.

(5) Perawatan berkala penyangga sistem katenari (batang penyangga/beam, cantilever, arm, span wire) berupa pengecekan secara visual bulanan sekurang-kurangnya terhadap:

a. karat;

b. keausan;

c. kerusakan;

d. keropos;

e. kekencangan mur baut.

Paragraf 5

Pola Perawatan Fasilitas Proteksi Pasal 35

(1) Perawatan berkala kawat pentanahan atas (overhead ground wire) bulanan sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. pengecekan kebersihan saluran kawat pentanahan atas dari benda asing;

b. pengecekan kondisi fisik kawat pentanahan atas;

c. pengecekan kondisi fisik tambalan dan/ atau sambungan kawat pentanahan atas.

(2) Perawatan berkala lightning arrester dan arching horn bulanan sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. pengecekan kondisi fisik lightning arrester dan arching horn;

b. pencatatan dan penggantian lightning arrester berkarat, retak atau pecah.

(3) Perawatan berkala peralatan pentanahan (grounding equipment) bulanan sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. pengecekan kondisi fisik peralatan pertanahan;

b. pengecekan kondisi fisik grounding rod.

(30)

Paragraf 6

Pola Perawatan Jaringan Distribusi Daya Pasal 36

Perawatan berkala jaringan distribusi daya bulanan sekurang-kurangnya meliputi:

a. kebersihan saluran jaringan distribusi daya dari benda asing;

b. pengecekan kondisi fisik kabel jaringan distribusi daya;

c. pengecekan ketinggian kabel jaringan distribusi daya terhadap kawat kontak.

Bagian Keempat Evaluasi Hasil Perawatan

Pasal 37

( 1) Evaluasi hasil perawatan Gardu Traksi/Jaringan Katenari dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu melalui:

a. pendampingan kegiatan perawatan;

b. data hasil pengukuran peralatan khusus;

c. data lembar pengecekan;

d. pembinaan petugas perawatan.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan secara tertulis kepada JPED.

(3) Apabila dibutuhkan, perawatan dapat dilakukan oleh. tenaga ahli ekstemal, sedangkan evaluasi hasil perawatan dilakukan oleh JPED.

(31)

BAB IV

PEDOMAN PENGOPERASIAN PERALATAN Bagian Pertama

Mengoperasikan Peralatan Gardu Traksi Secara Terpusat

Pasal 38

(1) Peralatan Gardu Traksi dikendalikan secara terpusat dengan sistem pengendali jarak jauh (SPJJ) oleh petugas SPJJ.

(2) Dalam mengendalikan peralatan Gardu Traksi, petugas SPJJ. harus berkoordinasi dengan petugas pengendali operasi kereta api dan petugas yang sedang melakukan pekerjaan perawatan atau penanggulangan gangguan.

(3) Petugas SPJJ dalam mengendalikan peralatan Gardu Traksi hanya atas permintaan dari Kupt LAA yang bersangkutan atau petugas perawatan/penanggulangan gangguan LAA lainnya yang ditunjuk oleh Kupt LAA yang bersangkutan.

(4) Pengendalian operasi untuk memadamkan tegangan (OFF) atau menghidupkan tegangan (ON) dilakukan berdasar permintaan petugas perawatan LAA sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan harus dilakukan oleh petugas yang sama.

(5) Apabila permintaan pengendalian peralatan Gardu Traksi berdasarkan permintaan petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan oleh petugas yang sama, petugas SPJJ harus memastikan keamanan operasi peralatan Gardu Traksi dengan melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Kupt LAA yang bertanggung jawab atas Gardu Traksi yang bersangkutan.

(6) Apabila Gardu Traksi tidak dapat dikendalikan secara terpusat karena mengalami gangguan/kerusakan, maka prosedur OFF atau ON tegangan dilakukan langsung oleh petugas jaga Gardu Traksi yang ditugaskan oleh Kupt LAA yang bersangkutan.

(7) Gardu Traksi yang mempunyai fasilitas SPJJ tetapi tidak berfungsi harus dijaga oleh petugas setempat yang ditunjuk oleh Kupt LAA yang bersangkutan.

(8) Pengoperasian peralatan Gardu Traksi yang dilakukan oleh petugas jaga atau petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan (7) harus atas instruksi Kupt LAA yang bertanggung jawab atas Gardu Traksi yang bersangkutan.

(9) Pengoperasian Gardu Traksi dan/atau peralatan distribusi daya dilakukan oleh petugas SPJJ, dalam keadaan tertentu (misal uji coba peralatan) petugas SPJJ dapat menyerahkan tugas pengoperasian kepada petugas perawatan LAA secara setempat.

(10) Dalam keadaan tertentu Kupt dapat meminta kepada petugas SPJJ untuk mengoperasikan Gardu Traksi atau peralatan distribusi daya secara setempat.

(32)

( 1 1) Untuk meng-OFF-kan atau meng-ON-kan kembali tegangan 1500 V DC baik untuk perawatan, perbaikan . gangguan maupun pekerjaan lainnya, petugas SPJJ harus berkoordinasi dengan Ppkp dan mengacu pada warta dinas yang dikeluarkan oleh JPED.

( 12) Apabila dua HSCB yang berpasangan mengalami trip secara bersamaan, maka petugas SPJJ memasukkan salah satu HSCB, dan apabila masih terjadi trip petugas SPJJ harus berkoordinasi dengan Ppkp dan Kupt LAA setempat untuk melakukan pengecekan lebih lanjut.

( 1 3) Petugas SPJJ harus mencatat setiap kejadian trip pada HSCB dalam wilayah· pengendaliannya.

Bagian Kedua

Mengoperasikan Peralatan Jaringan Katenari pada Jalur Perawatan KRL

Pasal 39

(1) Jalur perawatan sarana KRL dibagi atas beberapa area jalur perawatan yang dilengkapi saklar pemisah.

(2) Untuk kegiatan perawatan KRL yang membutuhkan pemadaman tegangan, pengawas Dipo atau Balai Yasa KRL harus melayani saklar pemisah terkait.

(3) Prosedur pelayanan saklar pemisah oleh Pengawas Dipo atau Balai yasa KRL diatur sebagai berikut:

a. saklar pemisah dapat di-OFF-kan setelah KRL yang akan dirawat berada pada area jalur perawatan;

b. .memastikan bahwa tegangan LAA pada .area jalur perawatan sudah tidak bertegangan dengan alat pendeteksi tegangan;

c. memasang pentanaha.n pada area jalur perawatan;

d. setelah pekerjaan perawatan KRL selesai dilakukan selanjutnya pentanahan dilepas dari area jalur perawa.tan; dan

e. saklar pemisah dapat di-ON-kan kembali dan dilakukan pendekteksian tegangan untuk memastikan tegangan sudah kembali ON.

(33)

BAB V

PEDOMAN KESELAMATAN Bagian Pertama Peralatan Keselamatan

Paragraf 1 Umum Pasal 40

( 1) Pada saat melakukan pekerjaan perawatan atau penang,,aulangan gangguan LAA, petugas perawatan peralatan LAA harus dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai untuk keselamatan kerja.

(2) Peralatan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah peralatan yang harus digunakan dan/ atau dikenakan oleh petugas untuk melindungi diri dari kemungkinan bahaya tersengat listrik dan/atau bentuk kecelakaan kerja lainnya. Disamping itu peralatan keselamatan kerja juga dimaksudkan untuk melindungi peralatan dari kemungkinan kerusakan akibat kecelakaan kerja.

(3) Peralatan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pendeteksi tegangan;

b. peralatan pentanahan; dan c. alat pelindung diri.

Paragraf 2

Peralatan Keselamatan Pendeteksi Tegangan Pasal 4 1

(1) Pendeteksi tegangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a adalah peralatan yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya tegangan listrik di suatu peralatan atau bagian peralatan LAA.

(2) Pendeteksi tegangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan tegangan peralatan yang akan dideteksi.

Paragraf 3

Peralatan Keselamatan Pentanahan Pasal 42

(1) Peralatan pentanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b adalah peralatan yang digunakan untuk menghubungkan sisi/kutub positif dengan sisi/kutub negatif pada peralatan LAA, dengan tujuan untuk:

a. menghindari Pekerja yang sedang bekerja tersengat listrik secara langsung apabila terjadi kesalahan kerja;

b. memastikan bahwa tidak ada tegangan sisa pada peralatan listrik Gardu Traksi;

c. memastikan bahwa tidak ada tegangan induksi pada peralatan listrik yang berasal dari sumber tegangan di luar Gardu Traksi.

(34)

(2) Peralatan pentanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan tegangan peralatan yang akan dideteksi.

Paragraf 4 Alat Pelindung Diri

Pasal 43

(1) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf c adalah peralatan yang dikenakan/dipakai oleh petugas saat melakukan pekerjaan perawatan atau penang,,<>ulangan gangguan LAA.

(2) Alat pelindung diri untuk pekerjaan di:

a. Gardu Traksi sekurang-kurangnya terdiri atas:

1 . sepatu keselamatan (safety shoes) untuk listrik;

2. sarung tangan kerja tegangan tinggi;

3 . pakaian kerja; dan

4. helm keselamatan (safety helme�.

b. Jaringan Katenari sekurang-kurangnya terdiri atas:

1. sepatu keselamatan (safety shoes) untuk listrik;

2. sarung tangan kerja tegangan tinggi;

3. pakaian kerja dan safety vest;

4. helm keselamatan (safety helme�;

5. sabuk keselamatan (safety bel�; dan 6. kaca mata pelindung.

c. sistem distribusi daya sekurang-kurangnya terdiri atas:

1. sepatu keselamatan (safety shoes) untuk listrik;

2. sarung tangan kerja; dan 3. pakaian kerja dan safety vest.

(3) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:

a. memenuhi spesifikasi teknis yang disyaratkan agar dapat berfungsi sebagai peralatan keselamatan;

b. dikenakan/ dipergunakan selama melakukan pekerjaan perawatan atau penanggulangan gangguan.

(4) Dalam keadaan tertentu Pekerja dapat dilengkapi alat pelindung diri lainnya sesuai kebutuhan.

Bagian Kedua

Keselamatan Dalam Pekerjaan

Pasal 44

Untuk alasan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan perawatan atau penanggulangan gangguan LAA, harus memenuhi ketentuan:

a. petugas yang memasuki Gardu Traksi disyaratkan minimal berjumlah 2 (dua) orang;

b. prosedur memadamkan dan menghidupkan tegangan harus sesuai manual instruction atau prosedur yang disyaratkan;

c. menganut sistem keselamatan pekerjaan instalasi LAA ( l + l OFF), yaitu prosedur yang harus dilakukan bila suatu batas (section) peralatan instalasi LAA yang sudah dipadamkan telah tidak bertegangan (OFF), maka batas (section) yang bersebelahan harus dibuat tidak bertegangan (OFF) dan bagian peralatan instalasi LAA lain yang berhubungan dengan

(35)

peralatan yang sedang dikerjakan tersebut juga harus dibuat tidak bertegangan (OFF) dan dihubungkan ke pentanahan.

d. sebelum dan sesudah melaksanakan pekerjaan perawatan atau penanggulangan gangguan LAA, petugas harus selalu berkoordinasi dengan operator peralatan SPJJ dan petugas operasional kereta api;

e. sebelum tegangan LAA dihidupkan kembali melalui operator peralatan SPJJ atau secara langsung oleh petugas, Kupt LAA yang bersangkutan harus memastikan keselamatan/keamanan petugas, peralatan dan kereta api;

f. ketika menghidupkan kembali tegangan di area pekerjan perawatan atau penanggulangan gangguan, Kupt LAA dapat menunjuk petugas yang diwajibkan berada di lokasi tersebut untuk memastikan bahwa tegangan ON dan berfungsi dengan baik.

Bagian Ketiga

Pedoman Kerja Penanggulangan Gangguan Teknis

Paragraf 1 Um um Pasal 45

(1) Gangguan teknis LAA adalah tidak berfungsinya peralatan LAA yang menyebabkan terjadinya gangguan perjalanan kereta api yang mengakibatkan pemindahan persilangan a tau pemindahan penyusulan, pembatalan perjalanan kereta api atau menyebabkan kelambatan 10 menit atau lebih dengan tidak menghentikan angkutan penumpang dan barang.

(2) Gangguan teknis LAA sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdiri atas:

a. gangguan pada Gardu Traksi;

b. gangguan pada Jaringan Katenari;

c. gangguan sistem distribusi daya.

(3) Gangguan teknis pada Gardu Traksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, adalah gangguan teknis yang disebabkan kerusakan pada Gardu Traksi sehingga jalur elektrifikasi tidak dapat dilalui KRL/lokomotif listrik.

(4) Gangguan teknis pada Jaringan Katenari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah gangguan teknis yang disebabkan kerusakan pada Jaringan Katenari sehingga petak jalan tertentu tidak dapat dilalui KRL/lokomotif listrik.

(5) Gangguan teknis pada sistem distribusi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, adalah gangguan teknis yang disebabkan tidak terpenuhinya kapasitas suplai sistem persinyalan dan perlintasan sebidang dan tidak adanya cadangan suplai lain.

Gambar

Gambar  2  :  Contoh  petunjuk ketinggian  pada rambu  peringatan  kawat  bertegangan  dengan  ketinggian  kawat  troll 5  meter

Referensi

Dokumen terkait