• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ukur bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. (2011: 10, 18, 141) dalam kutipan dari buku, This is Teaching

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ukur bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. (2011: 10, 18, 141) dalam kutipan dari buku, This is Teaching"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bagian-bagian yang akan diuraikan dalam pembahasan pada bab pendahuluan, yaitu :

1.1. Latar Belakang

Guru yang profesional dan berkompeten sangat dibutuhkan unttuk menghadapi tantangan perkembangan pendidikan yang berjalan terus-menerus ke arah kemajuan. Sebab tanpa kehadiran guru yang profesional dan kompeten di sekolah, pendidikan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan (Uno, 2011: 10, 18, 141;

Ametembun 2015: 33; Fathurrohman dan Suryana, 2012: 39).

Jadi guru yang profesional dan kompeten menjadi salah satu tolak ukur bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan berdasarkan pendapat Hazkew dan Mc Lendon dalam Uno, (2011: 10, 18, 141) dalam kutipan dari buku, This is Teaching menyatakan : “Teaching is professional person who conducts classes”, dalam hal ini seorang guru haruslah seorang yang professional dalam melaksanakan tugasnya bahkan seorang yang

(2)

2

mampu menjadi pemimpin di kelas yang dipercayakan kepadanya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Mc Clare beserta Grambs, dalam Uno, (2011: 10, 18, 141) yaitu guru merupakan seseorang yang menyadari akan profesinya dalam mendidik serta mengarahkan anak didiknya supaya memiliki pengalaman dan perubahan tingkah laku dalam proses berlangsungnya pendidikan. Jadi seorang guru yang professional adalah seorang yang mampu memimpin, mendidik serta mengarahkan anak didik supaya memiliki pengalaman serta adanya perubahan tingkah laku dalam proses pendidikan di kelasnya

Hal yang sama masih berkaitan dengan pendapat di atas, Ametembun (2015: 33) menyatakan bahwa guru merupakan seseorang yang diberikan wewenang serta tanggung jawab dalam mendidik siswa-siswinya, baik secara pribadi maupun dalam satu kelas, dalam lingkungan proses pembelajaran maupun diluar proses pembelajaran sekolah. Artinya kompetensi dasar harus dimiliki seorang guru sebagai bentuk wewenang dan kemampuan agar tugas dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu

(3)

3

pemahaman tentang kompetensi seorang guru dapat dipahami bahwa seorang guru memiliki kemampuan dari berbagai segi, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan juga bertanggung jawab bagi siswa-siswi yang dididiknya, sehingga seorang guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Penyebab merosotnya mutu pendidikan menurut Fathurrohman dan Suryana, (2012: 39) tidak hanya karena kurikulum dan ketidakmauan siswa untuk belajar saja, tetapi juga kurangnya profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. Hal ini akibat dari beberapa kemerosotan pendidikan, salah satunya kurangnya keahlian dan ketrampilan guru. Akibat beberapa kemerosotan pendidikan ini mengharuskan guru bekerja lebih baik lagi dengan diperlengkapi keahlian dan ketrampilan yang lebih memadai, agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Pada kenyataannya merosotnya kualitas pendidikan bukan hanya karena faktor siswa dan kurikulum saja, tapi juga karena faktor guru yang kurang kompeten dan professional, yang seharusnya guru dituntut untuk mengerjakan tugasnya secara professional.

(4)

4

Untuk itu peran guru sangatlah penting dalam perkembangan pendidikan, berdasarkan kajian di atas guru adalah seorang yang profesional dalam melaksanakan tugasnya bahkan menjadi pemimpin bagi anak didiknya, seorang yang mengarahkan pengetahuan dan perilaku siswanya baik selama proses pembelajaran maupun diluar proses pembelajaran di sekolah. Kompetensi dasar dalam menjalankan tugasnya harus dimiliki seorang guru. Selain itu, guru diharapkan memiliki kemampuan dari berbagai segi, pengetahuan, ketrampilan serta mampu mendidik siswa-siwinya ke arah lebih baik. Kemerosotan mutu pendidikan bukan hanya faktor lemahnya kurikulun dan rendahnya minat belajar siswa semata, tetapi juga kurangnya profesionalisme dan kompetensi guru. Untuk itu perlu sekali upaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru.

Begitu pentingnya peran guru maka pemerintah selalu berupaya meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru melalui berbagai pelatihan. Beberapa jenis pelatihan yang pernah dilakukan pemerintah seperti yang ditulis oleh Erawati (2015) dalam Insan Cendekia, misalnya: pendidikan dan pelatihan

(5)

5

kewidyaiswaraan, pendidikan dan pelatihan pola kerja terpadu, pendidikan dan pelatihan sertifikasi dan lain sebagainya. Bahkan untuk pendidikan dam pelatihan sertifikasi berdasar tulisan Petriella (2019) dalam Ekonomi Bisnis, membahas tentang upaya pemerintah dalam meningkatkan kemapuan guru melalui program sertifikasi terhadap 1,62 juta guru melalui pendidikan dan pelatihan sertifikasi. Pelaksanaan diklat diharapkan dapat meningkatkan kualitas kompetensi dan profesionalisme guru.

Diklat yang lain yang ditulis oleh Budi (dalam Kompas.com) tentang Diklat Kurikulum K13 memberi gambaran upaya pemerintah dalam meningkatkan profesionalitas guru melalui pendidikan dan pelatihan dalam penerapan kurikulum 2013.

Tujuannya sama yakni untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru khususnya dalam metode pembelajaran penerapan K-13.

Namun seperti yang ditulis oleh Triananda (dalam Beritasatu.com, 2013) menyatakan bahwa sejak tahun 2005, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan guru yang dilakukan oleh pemerintah belum dapat meningkatkan kompetensi dan

(6)

6

profesionalitas guru. Pernyataan ini dikemukakan pakar pendidikan dalam pertemuan yang diselenggarakan Media Indonesia, dengan mengangkat permasalahan tentang cara meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru. Di acara yang sama Sitepu (2013), menyatakan 80 % dari jumlah semua guru mendapat pendidikan dan pelatihan dalam bentuk seminar dimana guru hanya sebagai pendengar saja. Hasil pelatihan kurang diterapkan dan tidak ada pendampingan lebih lanjut dan setelah seminar berakhir guru dilepas begitu saja. Untuk itu perlu dilakukan upaya menyusun pendidikan dan pelatihan yang mengarah menyiapkan guru dapat belajar mandiri, aktif, serta mampu mengasah pengetahunnya setelah mengikuti program pelatihan yang diadakan sehingga meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.

Sejalan dengan hasil studi awal yang dilakukan oleh Giarti (2016) dalam penelitiannya untuk mengembangkan sebuah modul pelatihan cara menyusun PTK dalam bentuk tulisan ilmiah berdasarkan andragogi dengan sarana CMS Moodle, dalam upaya peningkatan kemampuan guru SD, menyatakan bahwa

(7)

7

penyelengaraan pelatihan yang sudah dilakukan masih belum efektif. Hal ini ditunjukkan dengan guru sebagai peserta pelatihan masih mengandalkan pelatih, seharusnya guru mampu belajar mandiri. Faktor lain yaitu metode pelatihan belum dilakukan secara berkesinambungan dan belum menyertakan modul pelatihan.

Sejalan dengan hasil studi awal yang dilakukan Bano (2018), dengan mengembangkan modul yang digunakan dalam pelatihan guru IPA untuk mengelola penilaian secara autentik di SMPN 1 Waingapu menyatakan bahwa banyak guru tidak benar- benar memahami dalam penerapan teknik penilaian, dan juga belum memahami cara serta langkah-langkah melakukan penilaian karena pelatihan yang diikuti peserta belum menjadi jawaban bagi guru untuk apa yang dibutuhkan yaitu mengenai persoalan penilaian autentik.

Hal yang sama dari hasil tulisan Bano (2018), yang bersumber dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur (2017), dilihat dari penerapan K13 sejumlah sekolah tingkat SMP/MTS Kabupaten Sumba Timur, jumlah sekolah dari 46

(8)

8

sekolah, hanya 15 sekolah yang telah menerapkan K13.

Kelemahan pelatihan yang telah dilaksanakan, diatasi dengan model atau metode pelatihan yang menyertakan modul pelatihan untuk dapat membantu peserta pelatihan mengaktualisasi diri dalam menerapkan hasil pelatihan.

Begitu juga dengan penelitian Ngaba (2018) menyatakan hal sama, yaitu: dari hasil studi awal yang dilakukan melalui wawancara mengenai bahan pelatihan kepada masing-masing satu orang pengawas, kepala sekolah dan guru, tanggal 15 dan 24 September 2017. Hasil penelitiannya untuk mengembangkan modul dalam pelatihan PTK dengan berdasar andragogi dengan memakai model ADDIE dengan tujuan peningkatan kemampuan guru SMP Negeri 4 Wewewa Timur menyampaikan bukti nyata pelatihan dilaksanakan tanpa modul atau buku. Penyampaian materi penyajian berbentuk power point dan ditayangkan memakai LCD atau proyektor. Hal ini menjadi salah satu penyebab gagalnya sebuah pelatihan karena pelatihan tidak dilengkapi bahan ajar baik berupa print out yang dapat menjadi panduan peserta pelatihan dalam hal ini guru.

(9)

9

Kompetensi guru secara mandiri tidak berkembang karena tidak tersedianya sumber belajar yang memadai. Ditunjukkan dari analisis hasil wawancara, ditemukan hasil yang rendah untuk kompetensi guru dalam melakukan dan menulis PTK, terbukti belum ada laporan PTK yang dihasilkan oleh guru walaupun sudah mengikuti banyak pelatihan. Faktor ini disebabkan beberapa hal, yaitu: 1) guru kekurangan sumber belajar, 2) pelatihan yang dilaksanakan tidak efektif, jumlah peserta terlalu banyak ( 60 peserta dengan 4 orang pelatih), peserta ikut pelatihan sejauh ini hanya untuk memenuhi persyaratan saja, hasilnya peserta belum mampu membuat laporan PTK sebagai salah satu persyaratan mengurus kenaikkan pangkat guru.

Kendala-kendala yang diuraikan di atas juga terjadi dalam pendidikan dan pelatihan Guru dan Kepala TK Yayasan Pesat.

Berdasarkan studi awal yang dilakukan terhadap 4 orang nara sumber, yaitu 1 Supervisor TK, 1 Kepala TK dan 2 orang Guru dalam pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT yang telah dilakukan, ternyata masih belum maksimal dalam penerapannya, terbukti program ini belum sepenuhnya diterapkan

(10)

10

di setiap TK, hanya dua TK saja dari tujuh TK di wilayah Jawa yang sudah menerapkan model pembelajaran ini, sedang di TK Yayasan Pesat lain belum sama sekali menerapkannya walaupun sudah mengikuti pelatihan yang diadakan.

Banyak kendala yang dihadapi diantaranya penyampaian materi pelatihan kurang dipahami karena disajikan hanya dalam bentuk power point dan ditampilkan melalui LCD/proyektor, materi hanya berupa print out dari power point yang menjadi pegangan guru selama pelatihan maupun setelah pelatihan, sehingga Guru dan Kepala TK tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan hasil pelatihan secara mandiri karena tidak adanya sumber belajar yang memadai.

Hasil uraian di atas menjadi dasar bagi peneliti berupaya untuk melakukan peningkatan kualitas dan kemampuan Guru serta Kepala TK Yayasan Pesat dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran BCCT dengan membuat dan mengembangkan sebuah modul pendidikan dan pelatihan dengan model pengembangan Sugiyono (2017: 48) dengan harapan dapat menjawab kebutuhan Guru dan Kepala TK Yayasan Pesat.

(11)

11

Pemilihan pendekatan ini didasarkan pada penelitian pengembangan yang telah dilakukan oleh Ngaba (2018) dalam mengembangkan modul yang digunakan dalam pelatihan PTK berdasarkan andragogi dengan model ADDIE, dalam upaya peningkatan kemampuan guru SMP. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan modul pelatihan PTK berbasis Andragogi menunjukkan katagori baik, sedangkan implementasi modul menunjukkan adanya peningkatan kompetensi guru peserta pelatihan.

Ismail, dkk (2009) dalam penelitian yang membahas tentang modul pelatihan pendidikan guru berbasis kompetensi (CBTE): dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan guru di Jordania. Hasil penelitian ditemukan bahwa melalui modul pelatihan pendidikan guru berbasis kompetensi (CBTE): dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan guru di Jordania.

Sejalan dengan penelitian Ismail, dkk (2009), Sumarah (2017) dengan penelitian yang mengembangkan modul dalam pelatihan kepada Guru SD, menggunakan model pembelajaran Van Hiele dengan mendasari pendidikan karakter untuk siswa.

(12)

12

Hasil pelatihan menunjukkan bahwa modul meningkatkan pemahaman guru tentang pembelajaran tersebut.

Semua penelitian yang telah diuraikan menunjukkan keberhasilan pembelajaran jika menggunakan modul. Penelitian yang telah diuraikan ini menjadi dasar penelitian pengembangan modul pendidikan dan pelatihan yang sedang dikembangkan peneliti. Perbedaan pada penelitian ini, yaitu mengembangkan modul pendidikan dan pelatihan dengan model pembelajaran BCCT bagi Guru dan Kepala TK di Yayasan Pesat dengan model pengembangan Sugiyono.

1.2. Rumusan Masalah

Sejalan dengan permasalah yang diuraikan diatas, maka masalah-masalah dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana gambaran pendidikan dan pelatihan yang selama ini diselenggarakan ?

1.2.1 Apa yang menjadi kelemahan pendidikan dan pelatihan yang selama ini diselenggarakan ?

1.2.1 Bagaimana pengembangkan modul pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT dapat meningkatkan

(13)

13

kemampuan pedagogik dan kemampuan profesional Guru dan Kepala TK Yayasan Pesat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan sama dengan yang dirumuskan pada rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, sebagai berikut:

1.3.1 Memberikan gambaran pendidikan dan pelatihan yang selama ini diselenggarakan.

1.3.2 Mendeskripsikan kelemahan pendidikan dan pelatihan yang selama ini diselenggarakan.

1.3.3 Mengembangkan modul pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT untuk dapat meningkatkan kemampuan pedagogik dan kemampuan profesional Guru dan Kepala TK Yayasan Pesat ?

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis mapun praktis, yaitu :

(14)

14 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan program pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT dalam upaya meningkatkan kompetensi Guru dan Kepala TK. Manfat lain dari penelitian ini juga dapat menjadi kajian dalam bidang pengembangan, karena dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan model pengembangan Sugiyono (2017 : 48) sehingga peneliti selanjutnya dapat melanjutkan prosedur pengembangan ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai fihak, diantaranya : 1) Guru TK serta Kepala TK dapat mengimplementasikan model pembelajaran BCCT dengan baik melalui penggunaan modul pendidikan dan pelatihan model Pembelajaran BCCT; 2) Yayasan Pesat sebagai penyelenggara pelatihan, melalui penelitian pengembangan modul pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT ini dapat menjadi dasar melakukan pelatihan selanjutnya, sehingga kebutuhan Guru dan Kepala TK bagi Yayasan dapat terpenuhi,

(15)

15

serta dapat melakukan penghematan biaya karena guru dan Kepala TK semakin meningkat kompetensinya untuk melakukan tugas.

1.5. Spesifikasi Produk

Hasil penelitian pengembangan ini diharapkan menghasilkan produk dalam pendidikan dan pelatihan model pembelajaran BCCT berbentuk modul pelatihan, terdiri dari : 1) silabus dan skenario pelatihan, 2) modul pelatihan untuk pelatih, 3) modul pelatihan untuk peserta pelatihan, 4) buku panduan pelatihan bagi pelatih, 5) buku panduan pelatihan bagi peserta.

1.6. Asumsi Pengembangan dan Keterbatasan Pengembangan 1) Modul digunakan selama pelatihan berlangsung sebagai buku acuan oleh pelatih dan peserta pelatihan (Guru dan Kepala TK), dan selanjutnya dipelajari terus oleh peserta sekalipun pelatihan sudah berakhir.

2) Guru dan Kepala TK secara mandiri terus mempelajari modul pelatihan, untuk itu modul dirancang supaya mudah dipelajari.

3) Dalam lingkungan yang sama serta kondisi kebutuhan juga sama diharapkan produk ini dapat digunakan.

(16)

16

4) Modul pelatihan model pembelajaran BCCT terbatas pada pelaksanaan tahap implementasi yaitu hanya dilakukan di wilayah Jawa Yayasan Pesat yang terdiri dari 26 orang Guru dan Kepala TK.

5) Pengembangan produk modul digunakan untuk memenuhi kebutuhan Yayasan Pesat dan lingkungan di Yayasan Pesat.

Referensi

Dokumen terkait