• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Standar kompetensi lulusan pada kelompok mata pelajaran IPA (sains) pada Kurikulum 2006 menyebutkan bahwa sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Sains memberi kontribusi yang besar untuk pengembangan kemampuan, pemahaman tentang cara yang paling efektif untuk menggunakan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dan tanggung jawab sosial.

Pendidikan Sains memiliki peran bermanfaat dalam pengetahuan tentang dunia sekitarnya. Untuk pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya ilmu, perlu keakraban dengan lingkungan ilmiah melalui pengetahuan sistematis. Salah satu tujuan paling penting dari Pendidikan Sains adalah pengembangan literasi sains.

Informasi dan keaksaraan ilmiah penting pada saat perkembangan ilmiah mempengaruhi kancah politik dan sebaliknya (Drago & Mihb, 2015). Selanjutnya Drago & Mihb juga menegaskan bahwa formasi dan pengembangan keterampilan belajar sepanjang hayat diperlukan untuk memastikan kemampuan untuk menyelidiki dan mendidik sehubungan dengan perkembangan ilmiah baru.

Menurut Zuriyani (2013) proses sains dalam pengukuran literasi sains PISA merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan

(2)

commit to user

bukti yang ada. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia. Dengan demikian kemampuan literasi sains yang dimiliki oleh seseorang akan mendukung dalam penyelesaian masalah, baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan di masyarakat.

Literasi sains (science literacy) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan dan scientia, yang artinya memiliki pengetahuan (Toharudin, 2011). Kemudian menurut C.E de Boer 1991 (dalam Toharudin 2011), orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Menurut Hurt, science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan disekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan literasi sains mencerminkan kesiapan warga negara dalam menjawab tantangan global yang semakin hari semakin mendesak.

Asesmen yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melalui Programme for International Student Assessment (PISA), berfungsi membantu meningkatkan pendidikan dan menyiapkan generasi muda menjadi lebih baik katika mereka memasuki kehidupan dewasa sehingga menjadi orang yang literate (OECD, 2000). Menurut Wenning (2006) hasil uji NOSLiT (Nature-of-Science Literacy) pertama pada siswa SMA menunjukkan mean sebesar 59,6 % dengan standar deviasi 5,62.

Revisi kedua yang diujikan pada guru fisika SMA menunjukkan mean sebesar 84,8% dengan standar deviasi 3,50. Hasil menunjukkan mean dari guru fisika lebih tinggi, namun hasil tes memberi kesan bahwa meskipun guru fisika berpengalaman tetapi masih ada ketidakpahaman seperti yang dialami oleh siswanya. NOSLiT memiliki kekhasan dari kondisi negara asal peneliti.

Pendidikan melalui pembelajaran sains diharapkan menjadi orang yang literate terhadap sains. Literasi sains yang dimaksud adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, megidentifikasi permasalahan dan menarik

(3)

commit to user

kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami dan membuat keputusan tentang alam dan perubahannya melalui aktivitas manusia.

Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran- mata pelajaran yang berumpun pada sains. Salah satu mata pelajaran yang mengampu pada sains adalah mata pelajaran Biologi. Melalui mata pelajaran Biologi diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Selanjutnya dalam definisi umum, melek sains (literasi sains) adalah kombinasi dari keterampilan, nilai sikap, pemahaman dan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan yang diperlukan bagi individu untuk mengembangkan penelitian, investigasi mereka, pemecahan masalah dan keterampilan dalam pengambilan keputusan, untuk menjadi individu yang belajar seumur hidup. (Kavak & Tufan, 2006 dalam Ahmet Gursesa et al. 2015).

Fakta di SMAN 1 Karas Magetan, hasil wawancara dengan guru dan siswa menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Biologi, model pembelajaran belum bervariasi. Metode yang sering digunakan, selain ceramah adalah penggunaan model Discovery Learning. Guru belum pernah melakukan pengukuran kemampuan literasi sains siswa maupun kemampuan pemecahan masalah siswa. Siswa lebih banyak mempelajari konsep-konsep serta prinsip- prinsip sains secara verbalitas, belum menunjukkan kegiatan pembiasaan literasi sains saat proses pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran mengalir saja untuk mengukur kemampuan kognitif. Banyaknya konsep dan prinsip dalam sains yang harus dipelajari, menyebabkan munculnya kejenuhan siswa dalam belajar sains secara hafalan, misalnya pokok materi Evolusi. Pokok materi Evolusi merupaka salah satu materi dalam pelajaran Biologi di kelas XII yang disampaikan pada semester dua.

Model pembelajaran yang digunakan di SMAN 1 Karas menurut hasil wawancara dengan guru dan siswa kurang bervariasi. Pembelajaran yang paling dominan adalah dengan ceramah. Kadang kadang dibantu dengan media power point untuk mendukung proses pembelajaran tersebut serta siswa diminta untuk mencari sumber lain dari internet. Proses pembelajaran dengan ceramah hanya

(4)

commit to user

melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran masih didominasi oleh guru. Perlu adanya pembaharuan dalam menggunakan model pembelajaran yang mengubah proses pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

Selain dengan metode ceramah, pembelajaran dengan model Discovery Learning juga sering digunakan utamanya oleh guru sains termasuk Biologi.

Pembelajaran dengan model penemuan (Discovery Learning) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Discovery Learning adalah metode yang memberi kesempatan kepada siswa untuk diri mereka sendiri, dan dengan demikian siswa mendapat kesempatan untuk menemukan dan belajar sains dari partisipasi mereka sendiri. (Oghenevwedw, 2010). Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir (Kemendikbud, 2014). Menurut Balim (2009) mengajar siswa dengan gagasan menemukan, berpikir kritis, mempertanyakan, dan keterampilan pemecahan masalah adalah salah satu prinsip utama ilmu pengetahuan dan teknologi pengajaran. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan kurikulum pengajaran teknologi harus dikembangkan untuk mendidik siswa melek ilmu yang mampu untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah yang mereka hadapi. Hari ini, diyakini bahwa metode sesuai dengan pendekatan konstruktivis di mana siswa belajar lebih efektif dengan membangun pengetahuan mereka sendiri, harus digunakan.

Selama dua dekade terakhir banyak metode baru dalam pembelajaran telah dikembangkan, diuji, dimodifikasi dan diadopsi untuk berbagai jenis situasi pembelajaran. Masih ada kesenjangan besar antara pengetahuan teoritis dan pengajaran yang sebenarnya di kelas. Model mengajar sebagai strategi perlu dimasukkan dalam praktek mengajar. Berbagai pendekatan pengajaran telah berevolusi untuk merancang instruksi, tetapi pendekatan/model pengajaran yang

(5)

commit to user

paling tepat memiliki dampak yang lebih baik, efektif, efisien dan menarik hanya dapat dijawab melalui penelitian penggunaan model pembelajaran tersebut dan mengetahui efeknya bagi siswa. (Kumar & Mathur, 2013). Penelitian Kumar &

Mathur menggunakan model pencapaian konsep. Model ini dimaksudkan untuk mengajarkan konsep-konsep tertentu dengan membandingkan dan membedakan contoh yang berisi konsep dengan contoh yang tidak mengandung konsep.

Model pembelajaran pencapaian konsep (Concept Attainmen Model) dibangun berkaitan dengan studi berpikir siswa yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin pada tahun 1967. Pembelajaran Concept Attainment Model (CAM) ini berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Model pembelajaran Concept Attainment dan model pembelajaran induktif, didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk membantu siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep.

(Martomidjojo, 2009)

Pembelajaran pencapaian konsep merupakan pembelajaran yang dapat menyajikan informasi yang telah terorganisir dari topik yang luas menjadi topik yang mudah dipahami. Model pembelajaran ini memiliki sintaks dengan tiga fase yaitu: penyajian data, pengujian konsep dan analisis strategi berpikir. Model ini memberikan cara penyampaian konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada penggabungan konsep. Concept Attainment Model (CAM) dapat membantu siswa dalam menjabarkan konsep dengan menggunakan analisis proses berpikir sehingga siswa mampu menemukan dan mencapai konsepnya sendiri untuk memperkuat pengetahuan dalam jangka waktu yang lama. Model pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir induktif siswa untuk menganalisis permasalahan dan mengembangkan konsep, siswa juga dilibatkan berbagai tingkat partisipasi dalam pembelajaran yang dapat menyajikan informasi yang telah terorganisir dari topik yang luas menjadi topik yang mudah dipahami proses induktif (Joyce & Weil, 2016)

Model pembelajaran pencapaian konsep membantu siswa untuk meningkatkan ketrampilan berpikir induktif. Reid (dalam Mayer, 2012)

(6)

commit to user

menggambarkan model pencapaian konsep sebagai cara untuk memberikan pelajaran induktif untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman yang lebih baik. Menurut Mayer, model pencapaian konsep menjadikan siswa berpikir lebih mandiri, menerapkan pengetahuan mereka, dan mengembangkan keterampilan berpikir induktif agar lebih siap untuk menghadapi hidup di masa depan. Siswa belajar lebih baik ketika menggunakan analogi dan contoh-contoh nyata selama pembelajaran Biologi. Model pencapaian konsep menggunakan contoh sebagai cara bagi siswa untuk membangun konsep untuk diri mereka sendiri.

Temuan oleh Kalani (2009) dalam penelitiannya bahwa; 1). Prestasi siswa yang diajarkan model pencapaian konsep lebih baik dari metode konvensional. 2). Model pencapaian konsep lebih efektif dalam pencapaian konsep ilmu. 3). Model pencapaian konsep lebih efektif dibandingkan metode konvensional dalam retensi konsep. Kemudian Ostad & Soleymanpour (2014) menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa model pencapaian konsep penting untuk belajar bagaimana mengklasifikasi, cara berpikir dan cara siswa menerima konsep. Model ini memungkinkan siswa lebih canggih dalam konseptualisasi, penalaran induktif, dominasi dan pengetahuan tentang fisi, perspektif, toleransi ambiguitas dan kepekaan terhadap penalaran logis dalam komunikasi.

Bhargava, (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kelompok siswa dengan pembelajaran pencapaian konsep secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa dengan pengajaran secara tradisional (kelompok kontrol). Bhargava juga mengemukakan beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan model pencapaian konsep ini diantaranya Fraizer (1999) memperkenalkan model pencapaian konsep, tujuan, tugas guru, maupun siswa dalam penerapan model ini, dari prasekolah hingga SMA, serta efektivitas dari model ini di berbagai pembelajaran. Sreelekha dan Nayar (2004) melakukan penelitian untuk membandingkan tingkat pencapaian antara metode tradisional dan model pencapaian konsep sehubungan dengan pengetahuan, pemahaman dan penerapan tujuan. Temuan utama adalah CAM efektif dalam meningkatkan keseluruhan tingkat pencapaian dalam kimia. Shamnad (2005) dalam studinya

(7)

commit to user

menemukan bahwa model pencapaian konsep lebih efektif daripada metode kontrol pada pelajaran tata bahasa Arab di kelas IX. Kalani (2008) dalam sebuah penelitian menemukan bahwa prestasi siswa yang diajarkan oleh model pencapaian konsep lebih baik dibandingkan mereka yang mengajar dengan metode kontrol. Yaghini (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan antara anak-anak prasekolah yang belajar dilatih numerik konsep matematika dengan pencapaian pencapaian dan anak-anak di kelompok tradisional. Vyas (2014) dalam studinya menemukan efek model pencapaian konsep secara signifikan lebih tinggi prestasi belajarnya. Ostad dan Soleymanpou (2014) melaporkan bahwa mengajar dengan model pencapaian dan penguasaan konsep mempengaruhi tingkat akademik prestasi dan kemampuan kognitif siswa.

Penelitian yang dilakukan pada model pencapaian konsep menggambarkan bahwa siswa belajar lebih baik bila diajarkan melalui model ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk, (2014) di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Kuningan belum optimalnya prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah evolusi disebabkan dosen berperan sebagai penyampai ilmu tanpa mengungkapkan prakonsepsi mahasiswa terlebih dahulu, sehingga mahasiswa kurang terlatih menemukan dan mencapai konsep-konsep evolusi secara mandiri. Materi evolusi mempresentasikan informasi mengenai kejadian pada masa lampau secara luas, antara konsep satu dengan konsep yang lain saling berkaitan satu sama lainnya. Karakteristik materi ini menyebabkan mahasiswa kesulitan dalam mengorganisir konsep, mengklarifikasi tiap-tiap konsep serta menggabungkan antara konsep satu dengan yang lain. Pemberian materi secara ceramah tidak dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mengorganisir dan mengklarifikasi konsep sehingga tidak dapat mencapai konsep secara mandiri.

Upaya untuk mengatasi hal tersebut perlu ada solusi menerapkan model pembelajaran yang dapat menyajikan informasi yang telah terorganisir dari topik yang luas menjadi topik yang mudah dipahami, yaitu menggunakan model pencapaian konsep (Concept Attainment Model)

Berdasarkan uraian di atas sekaligus sebagai solusi terhadap permasalahan pembelajaran yang ada di SMAN 1 Karas, maka dilakukan

(8)

commit to user

penelitian mengenai pembelajaran Biologi dengan model pembelajaran Concept Attainment. Pembelajaran Biologi pada pokok materi Evolusi dengan pembelajaran Concept Attainment Model ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar kognitif siswa. Di samping itu dengan model pembelajaran Concep Attainment kemampuan literasi sains dan kemampuan pemecahan masalah siswa juga lebih menjadi lebih baik. Untuk mengetahui seberapa berhasilnya penggunaan model ini, sebagai kontrol digunakan model pembelajaran Discovery Learning, bukan model pembelajaran konvensional seperti pada penelitian-penelitian sebelumnya. Sebagai alasan mengapa penulis menggunakan Discovery Learning sebagai kontrol karena selain model pembelajaran Discovery Learning sudah biasa dilakukan di SMAN 1 Karas, model Discovery Learning dan Concept Attainment Model keduanya sama-sama pembelajaran induktif. Jadi memiliki karakter model pembelajaran yang hampir sama. Dilihat dari sintak pembalajan pun keduanya hampir memliki komponen yang sama yaitu keduanya mengandung unsur pengajuan hipotesis. Jadi Discovery Learning sebagai pembanding dalam proses pembelajaran Concept Attainment Mmodel akan memberikan hasil yang lebih sesuai.

Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dimiliki siswa karena kemampuan ini dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang (Takwim, 2006). Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik supaya siswa mampu memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah sehingga mampu menyelesaikan persoalan atau masalah. Siswa dalam pemecahan masalah dapat menunjukkan kemampuan memahami masalah dengan baik, mengorganisasi data yang relevan, menyajikan masalah secara jelas, memilih pendekatan atau strategi pemecahan dan mampu menerapkan model pemecahan yang efektif. (Widodo dan Kadarwati, 2013). Di dalam hidup selalu diliputi berbagai masalah baik masalah yang datang dari diri sendiri maupun dari luar diri kita. Memecahkan masalah yang ada, merupakan keputusan yang tepat untuk dapat hidup dengan lebih bermakna.

Manakala sekolah dipandang sebagai laboratorium masyarakat, maka menjadi

(9)

commit to user

urgen siswa dilatih untuk mengenali permasalahan sampai dengan melakukan pemecahan atas permasalahan permasalahan, terkait dengan tingkat perkembangan mental, jenjang pendidikan, serta matapelajaran atau bidang ilmu yang dipelajarinya. (Paidi, 2010).

Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Karas belum mengarah ke pengukuran kemampuan pemecahan masalah. Proses pembelajaran baru terbatas pada pengukuran atau penilaian kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Menurut Anderson dan Krathwohl (2015) hasil belajar dalam ranah kognitif mencakup dua dimensi yaitu, dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Keduanya diklasifikasikan dalam kerangka taksonomi pendidikan. Anderson dan Krathwohl menetapkan empat jenis pengetahuan, yakni faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pengukuran prestasi belajar kognitif pada penelitian ini hanya mengukur prestasi belajar kognitif pada dimensi proses kognitifnya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam mengkonstruk dan mengorganisasikan konsep pengetahuan / aspek kognitif masih sangat rendah karena perolehan pengetahuan terbatas pada informasi yang disampaikan oleh guru.

2. Pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif dalam pencapaian konsep konsep Biologi.

3. Pembelajaran dengan model pencapaian konsep (CAM) belum pernah digunakan di SMAN 1 Karas

4. Di SMAN 1 Karas belum dibudayakan kegiatan literasi sains dan belum pernah dilakukan pengukuran kemampuan literasi sains siswa.

5. Proses pembelajaran Biologi Di SMAN 1 Karas belum mengarah ke pengukuran kemampuan pemecahan masalah.

(10)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini masalah yang diteliti dibatasi pada:

1. Penelitian ini hanya menerapkan model pembelajaran Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model) dan Discovery Learning.

2. Pembelajaran Biologi dibatasi pada pokok materi Evolusi.

3. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas XII IPA3 dan kelas XII IPA4 semester II SMAN 1 Karas Magetan.

4. Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi yang diperoleh siswa kelas XII IPA3 dan XII IPA4, semester II tahun pelajaran 2016/2017 pada aspek kognitif dimensi proses.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017?

2. Apakah ada pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017?

3. Apakah ada pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap prestasi belajar kognitif siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017?

(11)

commit to user E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. Pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017.

3. Pengaruh pembelajaran Concept Attainment Model dan Discovery Learning pada pokok materi Evolusi terhadap prestasi belajar kognitif siswa kelas XII IPA semester II SMAN 1 Karas Tahun Pelajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanah penelitian mengenai pembelajaran Biologi melalui model pencapaian konsep (Concept Attaitment Model) dan model Discovery Learning.

b. Menambah khasanah penelitian mengenai literasi sains dan kemampuan memecahkan masalah siswa serta sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

1) Penerapan model pembelajaran yang lebih melibatkan siswa secara langsung sehingga suasana pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan.

2) Penerapan model pembelajaran yang dapat memberikan suasana belajar yang lebih variatif sehingga tidak monoton dan dapat

(12)

commit to user

membawa dampak pada peningkatan hasil belajar kognitif biologi siswa.

3) Penerapan model pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk membaca dan menyusun konsep-konsep, sehingga diharapkan meningkatkan kemampuan literasi sains dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

b. Bagi Guru

1) Menambah referensi tentang pendekatan, model maupun metode pembelajaran yang efektif yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Memberikan solusi terhadap permasalahan kemampuan literasi sains dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

c. Bagi Institusi

Memberikan masukan atau saran dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Karas sehingga menghasilkan output yang berkualitas.

Referensi

Dokumen terkait

BAGAN ALIR STANDAR PELAYANAN PENDAFTARAN UJIAN SURVEYOR KADASTER BERLISENSI DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. Pemohon

KMP Gili Ketapang Jaya adalah kapal yang akan berfungsi sebagia sarana transportasi penyeberangan, rekreasi dan edukasi. Pada trip penyeberangan kapal ini akan

Dengan kata lain DNS Server mirip dengan buku telpon, bila kita ingin menghubungi seseorang maka kita bisa membuka buku telpon yang kita miliki, begitu juga dengan DNS, bila

Bedasarkan pemaparan di atas faktor-faktor seperti pelayanan, kualitas produk, keberagaman produk dan lokasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat di pasar Rakyat Tani

Bagi guru, saat pembelajaran matematika berbasis masalah agar dapat lebih menekankan proses meninjau ulang proses dan hasil agar kemampuan berpikir tingkat

untuk menopang kehidupan dirinya dan kelaurganya. Kemiskinan seperti ini adalah kemiskinan yang tergolong kronis karena berlangsung secara turun temurun. Berdasarkan

Eksplan berupa stek hijau singkong satu buku dengan ukuran ± 1 cm, berasal dari stek berumur 1 bulan yang ditumbuhkan di polibag, digunakan untuk percobaan perbanyakan tunas

ekonomi dengan menggunakan metode Quantum Teaching. Hambatan yang terjadi dalam penerapan Quantum Teaching. Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus I dan II setelah peneliti melakukan