• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

1.1 Istilah Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa latin yaitu delictium.

Kata “feit” dalam bahasa Belanda yang berarti “sebagian dari kenyataan” atau “een gedeelte van werkelijkheid” sedangkan

“strafbaar” berarti “dapat dihukum”, sehingga kata “trafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” {P. A. F. Lamintang, 1997: 181).

Amir Ilyas (2012: 18) mengemukakan bahwa tindak pidana suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar ilmu hukum sebagai istilah yang di bentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu dalam peristiwa hukum pidana. Tindak pidana sendiri memiliki arti yang abstrak dari peristiwa yang konkrit dalam hukum pidana, sehingga tindak pidana harus diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang digunakan sehari – hari.

Menurut Pompe strafbaar feit merupakan suatu pelanggaran norma yang tidak hanya dilakukan dengan sengaja tetapi dapat juga dilakukan dengan tidak sengaja. Contohnya adalah pelanggaran norma yang dilakukan dengan sengaja dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP

commit to user

(2)

yaitu “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa, karena bersalahnya telah melakukan pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya lima belas tahun penjara” (Andi Sofyan &

Nur Azisa, 2016, 98).

Istilah tindak pidana menunjukkan tingkah laku seseorang. Hal tersebut membuat seseorang untuk berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Kesimpulan yang di dapat adalah perbuatan yang diatur oleh hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana kata – kata perbuatan menjelaskan bahwa perbuatan yang bersifat aktif maksudnya adalah “melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh aturan hukum” dan perbuatan bersifat pasif maksudnya adalah “seseorang tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum”.

1.2 Pengertian Tindak Pidana Menurut Manualistis dan dualistis Unsur-unsur tindak pidana menurut paham monistis menunjukkan unsur-uinsur mengenai perbuatan dan unsur mengenai diri si pelaku atau pembuat. Sedangkan unsur-unsur tindak pidana menurut paham dualistis yakni perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang dan diancam pidana bagi yang melakukannya

1.3 Unsur – Unsur Tindak Pidana

Unsur – unsur tidak pidana terbagi menjadi dua sudut pandang, antara lain adalah teoritis yang berarti sudut yang berdasarkan oleh ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan sudut pandang undang – undang adalah melihat kenyataan tindak pidana tertentu dalam Pasal – Pasal pada peraturan perundang – undangan yang tertera. Unsur Tindak Pidana menurut S.R. Sianturi yaitu:

a. Adanya subjek;

b. Adanya unsur kesalahan;

commit to user

(3)

c. Perbuatan bersifat;

d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang – undang dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana;

e. Dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu (S.R. Sianturi, 2002: 208)

2. Tinjauan Tentang Narkotika 2.1 Pengertian Narkotika

Secara umum narkotika adalah zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau fly, karena zat tersebut bekerja mempengaruhi syaraf (Jeanne Mandagi Wresnowiro, 1996:3).

Istilah narkotika yang di pergunakan disini bukanlah “narcotics”

pada farmasi, melainkan sama artinya dengan “drug”, yaitu sejenis zat yang apabila digunakan membawa efek pada pemakai, kesadaran mempengaruhi dorongan yang berpengaruh terhadap perilaku manusia. Pengaruh tersebut dapat berupa seperti perangsang, penenang, dan dapat berhalusinasi (pemakai tidak dapat mampu membedakan antara kenayataan atau khayalan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat).

Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke yang berarti bius. Secara terminologis narkotika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, dan menimbulkan fly atau berhalusinasi (Anton M. Moelyono, 1998:609).

Pada Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika adalah obat atau zat yang berasal dari tanaman seperti tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran, hilangnya rasa dalam tubuh, menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Yang dapat dibedakan ke dalam golongan – golongan yang terlampir pada Undang – Undang.

commit to user

(4)

Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran tubuh yang sudah ditetapkan oleh kementerian kesehatan.

2.2 Penggolongan Narkotika

Diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan zat atau obat yang pemakaiannya dapat digunakan oleh tenaga medis untuk pengobatan dan juga untuk penelitian. Narkotika digolongkan dalam 3 golongan, anatara lain:

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan akan tetapi tidak digunakan secara pribadi, karena mempunyai potensi yang tinggi karena bisa mengakibatkan ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turuna / garam dalam golongan tersebut.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatannya dan biasa digunakan untuk terapi tujuannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh:

kodein, garam – garam narkotika dalam golongan.

2.3 Penyalahgunaan Narkotika Sebagai Suatu Tindak Pidana commit to user

(5)

Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat 4 (empat) kategori tindakan melawan hukum yang dilarang Undang – Undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yaitu:

a. Perbuatan – perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika.

b. Perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika.

c. Perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menajdi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika.

d. Perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut. Selain dalam kategori penyalahgunaan narkotika ada beberapa unsur dan golongan narkotika yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Unsur – unsur tindak pidana narkotika dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:

a. Unsur setiap orang, adanya subjek hukum yang dapat dijadikan subjek hukum hanyalah orang

b. Unsur tanpa hak atau melawan hukum, adanya perbuatan yang dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan rumusan delik. Bersifat melawan hukum, yaitu:

1) Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan sebelumnya sudah diatur oleh Undang – Undang.

2) Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang dilakukan melanggar hukum, atau nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat harus ada kesalahan, kesalahan yang dimaksud adalah pencelaan dari masyarakat apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan batin

commit to user

(6)

antara pelaku dengan kejadian yang nantinya akan menimbulkan suatu akibat kesalahan terdiri dari 2 (dua) yaitu kesengajaan / dolus dan kealpaan

c. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa “setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan.

d. Unsur Narkotika Golongan I berbentuk tanaman, golongan I bukan tanaman, golongan II dan golongan III. Penggolongan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 untuk pertama kalinya di tetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang – Undang ini. Pengertian dari masing – masing golongan narkotika sebagaimana tersebut terdapat pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 sesuai yang telah di jelaskan sebelumnya. (Moeljatno, 2004: 45)

commit to user

(7)

B. Kerangka Pemikiran

c

Keterangan:

Kerangka pemikiran diatas merupakan alur pemikiran penulis dalam melakukan penelitian. Penuntut umum mendakwakan dakwaan primair Pasal 114 dan dakwaan subsidair Pasal 112 Undang - Undang Narkotika terhadap perbuatan terdakwa, hal ini didasari dengan keadaan terdakwa yang pada saat ditangkap tangan sedang memiliki atau menguasai narkotika golongan I (satu) dengan jumlah 0,20 gram. Namun setelah ditemukan adanya fakta baru dalam persidangan yang menyatakan terdakwa positif menggunakan zat adiktif/narkotika golongan I (satu), maka sesuai dengan ketentuan dalam SEMA No 1 Tahun 2017, hakim dalam Pasal 112 ayat (1)

Undang – Undang Narkotika

Dianggap sebagai penyalahgunaan narkotika

sesuai dengan Pasal 127 ayat (1) Undang – Undang

Narkotika

Tindak Pidana menyimpan, memiliki, menguasai, menyediakan narkotika

golongan I

SEMA Nomor 1 Tahun 2017

Terbukti dalam fakta persidangan, terdakwa

dinyatakan positif narkotika

Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 Tindak Pidana Narkotika

commit to user

(8)

pertimbangannya menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Akan tetapi dalam amar putusannya, hakim menyebutkan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menguasai narkotika, hal ini merupakan bunyi dari Pasal 112 ayat (1) Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan hakim tidak memutus pidana sesuai dengan pertimbangan hakim sebelumnya, yaitu Pasal 127 ayat (1) Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Kemudian pada amar putusan tersebut, hakim memutus terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Sedangkan dalam ketentuan pasal 112 ayat (1) disebutkan mengenai batas minimum penjatuhan pidana penjaranya adalah 4 (empat) tahun. Kemudian yang menjadi inti permasalahan dalam kajian penelitian ini adalah ketidaksesuaian penjatuhan pidana yang diputus oleh hakim. Putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa telah melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang – Undang Narkotika tidak sesuai dengan pidana penjara dibawah batas minimal ketentuan serta tidak disebutkannya Pasal 127 ayat (1) dalam amar putusan tersebut.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil survey yang telah dilakukan diper- oleh data nilai kepuasan masyarakat per unsur pe- layanan sebagaimana terdapat pada Tabel 4 men- unjukkan bahwa nilai indeks

Penelitian ini merupakan suatu studi retrospektif cross-sectional analytic untuk melihat hubungan eosinofil dan neutrofil darah tepi terhadap derajat keparahan

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif melalui regresi linear yang bertujuan untuk mengetahui dampak

Fenomena meningkatnya brutalitas polisi menjadi satu fakta yang diajukan kalangan OMS terkait dengan belum menyeluruhnya reformasi institusi ini, termasuk seringkali

dipendekkan menjadi “Klinik Hemat Listrik” (KHL) disediakan secara cuma-cuma oleh PLN djBB ditiap Unit Pelayanan seperti APJ (Area Pelayanan Jaringan) / UPJ

7 Tahun 1983 STDD Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa: yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, volume penjualan naik 6.2 persen dari perkiraan ekonom yang memperkirakan kenaikan 5.4 persen, namun sedikit lebih rendah

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang